Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PLATELET RICH PLASMA (PRP) PADA PENDERITA DIABETIC FOOT ULCERS Intania Riska Putrie; Devi Oktafiani; Tri Juni Wijatmiko; Rosdiana Mus
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran Vol. 8 No. 1 (2023): Maret
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/mtj.v8i1.838

Abstract

ABSTRAK Penggunaan PRP dalam 10 tahun terakhir menjadi salah satu alternatif mempercepat kesembuhan pada luka. Sifat terapeutik PRP sebagian besar didukung oleh pelepasan faktor pertumbuhan setelah trombosit diaktifkan. Prevalensi terjadinya diabetes melitus khususnya diabetes melitus tipe II mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Penderita diabetes memiliki resiko sekitar 25% mengalami Diabetic Foot Ulcers (DFU). DFU merupakan salah satu cedera pada penderita diabetes kronis yang paling umum dan menjadi penyebab utama terjadinya amputasi non-tramatic. Pasien dengan DFU selalu memiliki proses penyembuhan luka yang buruk dan peningkatan terjadinya kekambuhan pada luka yang terbentuk. Penyebab utama penderita DFU kesulitan mengalami penyembuhan karena adanya infeksi, gangguan perbaikan fungsi jaringan dan hilangnya sekresi growth factor. Saat ini standar perawatan DFU yang utama melibatkan perawatan luka, pemilihan sepatu dan perawatan tambahan lainnya. Terapi sel menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan untuk perawatan DFU, seperti stem cell dan Platelet-Rich Plasma (PRP). PRP memiliki banyak kandungan growth factor yang berperan penting dalam perbaikan dan regenerasi jaringan. Penelitian Ullah et al (2022) menunjukkan bahwa injeksi PRP lebih baik dalam penanganan DFU dibandingkan dengan metode konvesional. ABSTRACT The use of PRP in the last 10 years has become an alternative to accelerate wound healing. The therapeutic properties of PRP are largely supported by the release of growth factors after platelets are activated. The prevalence of diabetes mellitus, especially type II diabetes mellitus, has been increased from time to time. Diabetics have about a 25% risk of experiencing Diabetic Foot Ulcers (DFU). DFU is one of the most common injuries in chronic diabetics and is the leading cause of non-traumatic amputations. Patients with DFU invariably have a poor wound healing process and an increased occurrence of recurrence of the wounds that form. The main causes of DFU patients have difficulty healing due to infection, impaired tissue function repair and loss of growth factor secretion. Currently, the main standard of care for DFU involves wound care, shoe selection and other ancillary care. Cell therapy is a promising alternative for DFU treatment, such as stem cells and Platelet-Rich Plasma (PRP). PRP contains many growth factors which play an important role in tissue repair and regeneration. Research by Ullah et al (2022) shows that PRP injection is best in treating DFU compared to conventional methods.
PERAN BAHASA DALAM MEMBANGUN SOLIDARITAS KOMUNITAS ONLINE INDONESIA Lana Nailur Rahmah; Devi Oktafiani; Sugi Arti
Jurnal Dinamika Sosial dan Sains Vol. 2 No. 5 (2025): Jurnal Dinamika Sosial dan Sains
Publisher : CV.Sentral Bisnis Manajemen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60145/jdss.v2i5.179

Abstract

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara manusia berinteraksi, termasuk dalam pembentukan komunitas online. Di Indonesia, komunitas daring tumbuh pesat, menghubungkan individu dengan latar belakang beragam dalam ruang virtual. Bahasa memegang peran sentral dalam menciptakan dan mempertahankan solidaritas di antara anggota komunitas ini. Artikel ini mengkaji bagaimana bahasa digunakan untuk membangun rasa kebersamaan, memperkuat identitas kolektif, serta menciptakan norma dan nilai dalam komunitas online. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melaluianalisis wacana terhadap interaksi di beberapa platform media sosial, ditemukan bahwa penggunaan bahasa lokal, slang, emotikon, dan gaya komunikasi khas komunitas menjadi kunci dalam mempererat hubungan antaranggota. Temuan ini menegaskan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga instrumen sosial yang berperan penting dalam pembentukan solidaritas komunitas digital di Indonesia.
Representasi Kadar Methemoglobin (Methb) Akibat Paparan Pestisida pada Petani di Sigi Biromaru Intania Riska Putrie; Tri Setyawati; Devi Oktafiani; Ryka Marina Walanda; Listawati; Putrie, Intania Riska
Journal of Health Vol. 12 No. 2 (2025): Journal of Health (JoH) - July
Publisher : LPPM STIKES Guna Bangsa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30590/joh.v12n2.11

Abstract

Pesticides can be toxic and disrupt the ecosystem if used for long periods in high doses. High toxicity due to intensive pesticide exposure will affect heme biosynthesis. Oxygen is carried by red blood cells that contain Fe2+ ions bound to hemoglobin. Exposure to toxic pesticides will cause Fe2+ ions to oxidize to Fe3+, resulting in hemoglobin changing into Methemoglobin (MetHb). This causes Hb to be unable to bind with oxygen, resulting in anemia. Methemoglobin measurement is important for farmers because they are at high risk. This measurement can also be used for early detection, prevention of complications, and evaluation of pesticide exposure. This study aims to determine MetHb levels in farmers intensively exposed to pesticides. This study used a cross-sectional design with a stratified sampling technique. This study used 50 farmers who were directly exposed to pesticides. The sample used was a 3cc venous blood sample taken using a syringe. The blood sample was then measured for MetHemoglobin levels using a spectrophotometer. This research was conducted in two villages, namely Kalukubula Village and Lolu Village. In Kalukubula Village, the average MetHemoglobin level was 6.53%, with the lowest level being 2.95% and the highest level being 9.95%. In Lolu Village, the average MetHemoglobin level was 5.72%, with the lowest level being 1.80% and the highest level being 9.60%. Normal MetHemoglobin levels in humans range from 0-3%. MetHemoglobin levels in farmers in Sigi Biromaru mostly showed Asymptomatic Methemoglobin results, meaning that most farmers suffer from MetHemoglobin but do not show clinical symptoms.