Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Berita Kedokteran Masyarakat

Strategi baru untuk mengurangi defisit badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan Karl Frizts Pasaribu; Try Purnamasari
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 5 (2018): Proceedings the 3rd UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.847 KB) | DOI: 10.22146/bkm.37492

Abstract

Program Jaminan Kesehatan Nasional berhasil meningkatkan akses bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tingginya akses tersebut berbanding lurus dengan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan sebagai purchaser. Defisit BPJS Kesehatan yang tahun ke tahun selalu naik, diproyeksikan besaran defisit pada tahun 2018 mencapai Rp. 9T. Disisi lain, tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan pun sudah mencapai Rp. 3,4 Triliun.  Hal ini tentunya akan mengancam sustainability program JKN ini. Pendapatan negara terbatas sementara pengeluaran untuk JKN tidak terbatas. Maka dari itu perlu sumber baru untuk menopang pendanaan sistem pembiayaan kesehatan yang selama ini bersumber dari APBN dan iuran peserta BPJS Kesehatan. Konser Amal bisa menjadi salah satu sumber pendanaan tambahan bagi BPJS Kesehatan dalam menghadapi defisit dana. Konser Amal bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Di Indonesia, Konser Amal tidak hanya dilakukan oleh kalangan musisi, melainkan juga dilakukan lembaga keagamaan, lembaga sosial , akademisi hingga perkumpulan fans klub sepakbola. Hampir semua konser amal yang pernah dilakukan sukses atau berhasil mencapai target yang direncanakan. Setiap konser amal yang dilakukan, semua dana yang terkumpul akan disumbangkan kepada masyarakat yang membutuhkan atau sedang dalam kesulitan melalui beberapa yayasan sosial seperti yayasan peduli kanker atau komunitas peduli kemanusiaan. Sama halnya dengan konsep gotong royong yang diterapkan dalam system BPJS kesehatan, penggalangan dana melalui konser amal akan menarik minat mereka yang memiliki dana berlebih dan jiwa solidaritas tinggi untuk berpartisipasi dan memberikan sumbangsih. Solidaritas yang terkandung dalam pengadaan konser amal inilah yang akan mengajak masyarakat untuk ikut serta mempertahankan keberadaan BPJS kesehatan.
Pengembangan telemedicine dalam mengatasi konektivitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan Karl Frizts Pasaribu; Dedy Arisjulyanto; Baiq Tiara Hikmatushaliha
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 11 (2018): Proceedings of the 4th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.93 KB)

Abstract

Indonesia merupakan suatu negara berkembang dengan banyak masalah dan tantangan dalam bidang kesehatan, baik dari masalah penyakit maupun kesenjangan dan ketidakmerataannya fasilitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Mengatasi masalah ini dengan pemanfaatan teknologi  dalam kesehatan merupakan langkah tepat dalam pemecahan masalah di bidang kesehatan, pengembangan pelayanan kesehatan berbasis telemedicine, salah satu solusi pelayanan kesehatan yang merata di Indonesia, baik dalam pemantaun status gizi, maupun status kesehatan masyarakat, dan bahkan konsultasi jarak jauh dengan petugas-petugas kesehatan yang memiliki kompeten yang cukup baik, tanpa harus memikirkan jarak dan waktu, contoh pemanfaatan telemedicine diantaranya Teleradiology - penggunaan ICT untuk mengirimkan gambar radiologi digital, Telepathology - penggunaan ICT untuk mengirimkan hasil patologis digital, Teledermatology - penggunaan ICT untuk mengirimkan informasi medis mengenai kondisi kulit, dan Telepsychiatry - penggunaan ICT untuk evaluasi psikiatri dan / atau konsultasi melalui video dan telepon. Dalam proses realisasi pengintegrasian pelayanan kesehatan yang merata perlu dilakukan kerjasama multisektoral yang akan saling menunjang dalam pelaksanaanya, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pembangunan Umum, Kementerian Sosial dan Kementerian Komunikasi dan Informasi, sehingga masalah kesenjangan dan ketidakmerataan informasi dan pelayanan kesehatan di Indonesia mampu teratasi.
Mengapa asuransi kesehatan perlu dimasukkan ke dalam biaya pendidikan dokter residen Anggita Purnamasari; Dewiyani Indah Widasari; Karl Frizts Pasaribu
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 35, No 4 (2019): Proceedings the 5th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (963.702 KB) | DOI: 10.22146/bkm.45292

Abstract

Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang paling berbahaya. Ada berbagai jenis cedera yang dapat mengenai pekerja di rumah sakit, seperti terkena darah yang patogen, infeksi pernapasan, cedera muskuloskeleteal, dan penyakit mental akibat perasaan tertekan. Cidera dapat terjadi karena jatuh, memindahkan pasien, kerusakan peralatan, penggunaan peralatan yang tidak benar, needle stick injuries (NSIs) dan kekerasan yang dilakukan oleh pekerja lain atau orang luar. Mahasiswa pendidikan dokter spesialis atau seringkali disebut dokter residen melakukan praktek kerja di rumah sakit. Meski demikian, pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis di Indonesia saat ini dilakukan di RS pendidikan dan RS jejaring di bawah koordinasi fakultas kedokteran. Penerapan pendidikan dan pelatihan residen dilakukan berdasarkan UU Pendidikan Nasional sehingga disebut sebagai 'university based', yang berarti status dokter residen adalah peserta didik, bukan pegawai rumah sakit. Namun, dokter residen memiliki risiko kecelakaan kerja yang sama besar dengan pekerja rumah sakit lainnya. Beberapa penelitian justru menyebutkan bahwa dokter residen merupakan salah satu healthcare workers yang paling sering mengalami NSIs setelah perawat. Di Indonesia, kepesertaan asuransi kesehatan bagi dokter residen hanyalah bagi beberapa dokter residen yang sudah memiliki home-based kerja dan mereka yang voluntary mendaftarkan dirinya ke BPJS. Jumlah dokter residen yang terdaftar pada BPJS masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah total dokter residen. Rumah sakit tempat tidak dapat mendaftarkan dokter residen sebagai peserta BPJS karena mereka tidak terdaftar sebagai pegawai rumah sakit. Dokter residen sebagai peserta didik dalam program university-based, setiap semesternya diharuskan membayar biaya pendidikan. Maka, universitas dapat memasukkan item asuransi kesehatan seperti BPJS dalam biaya pendidikan dokter residen. Manfaat yang akan diperoleh dengan kepesertaan dalam BPJS, khususnya BPJS Ketenagakerjaan, antara lain adanya Jaminan Keselamatan kerja (JKM), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Melalui jaminan kesehatan ini, diharapkan kecelakaan kerja pada dokter residen dapat lebih tertangani dengan baik.