Articles
Karakteristik dan Konstitusionalitas Hukum Tata Negara Darurat Dalam Perpu No.1 Tahun 2020
Tri Mulyani;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 1 No. 1 (2022): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v1i1.1666
Tidak pernah dibayangkan sebelumnya bahwa wabah pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) melanda dunia pada tahun 2020 termasuk juga di negara Indonesia. Keadaan ini memberikan dampak secara global yang berpengaruh pada tingkat kestabilan ekonomi, sosial dan keamanan bagi negara yang terkena covid-19 tersebut. Beberapa negara harus menerapkan lock-down untuk memutus rantai penyebaran covid-19 di antaranya Thiongkok, Spanyol, Perancis, Italia. Pemerintah Indonesia sangat serius menangani permasalahan wabah ini dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No.2 Tahun 2020 sebagai landasan yuridis bagi langkah-langkah penanganan wabah corona oleh pemerintah.
Tindakan Aborsi terhadap Kehamilan Akibat Perkosaan dan Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia
Ristintyawati;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 1 No. 2 (2022): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v1i2.2240
The purpose of this research s to describe the criminal law regulation on abortion due to rape and its relation to human rights. This type of research s normative research. The method used by researchers in applying the data source is the juridical-empirical method. Data collection techniques used library research and field research methods. The data validity method uses credibility, transferability, dependability, and confirmability. The data analysis technique used descriptive analysis. The approach taken is a normative approach, namely by elaborating on the facts and research results. The results of the study show that: (1) rape victims get legality to carry out abortions f they do not want the continuation of their pregnancy. The justification for abortion for rape victims is based on Article 75 of Law Number 36 of 2009 concerning Health and Article 31 of Government Regulation Number 61 of 2014 concerning Reproductive Health. The consideration is that rape victims can endanger their physical and psychological health. (2) The legal norm which states that abortion may not be carried out as long as the abortion is carried out without an indication of a medical emergency and an indication of the result of rape. (3) Methods for performing abortions include the dilation and curettage method, the suction method, the saline solution method, the prostaglandin method or chemical abortion, and the hysterotomy or surgical method. Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan pengaturan hukum pidana terhadap perbuatan aborsi akibat perkosaan dan kaitannya dengan hak asasi manusia. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif. Metode sumber data menggunakan metode yuridis-empiris. Teknik pengumpulan data menggunakan metode penelitian pustaka dan metode penelitian lapangan. Metode keabsahan data menggunakan credibility, transferbility, dependability, dan confirmability. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) korban perkosaan mendapatkan legalitas untuk melaksanakan aborsi apabila tidak menghendaki kelanjutan kehamilan yang dialami. Pembenaran aborsi bagi korban pemerkosaan didasarkan pada Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pertimbangannya korban pemerkosaan dapat membahayakan kesehatan fisik dan kesehatan psikis dirinya. (2) Norma Hukum yang menyebutkan bahwa aborsi tidak boleh dilakukan sepanjang pengguguran kandungan yang dilakukan terjadi tanpa indikasi kedaruratan medis dan indikasi hasil pemerkosaan. (3) Metode-metode untuk melakukan aborsi antara lain metode dilasi dan kuret (dilation and curretage), metode penyedotan (suction), metode cairan garam (saline solution), metode prostaglandin atau aborsi kimiawi, dan metode histerotomi atau bedah.
Spirit Urbanisasi Masyarakat Samin Modern dalam Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Binov Handitya;
Rian Sacipto
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 2 No. 1 (2023): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v2i1.2260
The background for writing this article is to find out the development of the Modern Samin people in Bapangan Village, Blora Regency. The spirit of urbanization carried out by several people in the Samin Modern community has its own characteristics which are very unique to be studied. The main issues raised in this research article include 1) the existence of the Samin tribe in the modern world; 2) The Spirit of Urbanization of the Samin Community in Sustainable Economic Development. The method used in this study is the mixed method combining normative studies which are strengthened by field studies through interviews with several respondents carrying out the urbanization process. In general, the results obtained are that the urbanization process carried out by several people from the Samin Modern tribe in Bapangan Village has positively impacted economic development in the village of origin. The pattern used by the perpetrators of urbanization by participating in developing the village of origin has an indirect influence, namely changing the pattern of the local community to build village infrastructure like in urban areas and stimulating the community to be more advanced economically. Abstrak Latar belakang penulisan artikel ini untuk mengetahui perkembangan masyarakat Suku Samin Modern di Desa Bapangan Kabupaten Blora. Spirit urbanisasi yang dilakukan oleh beberapa orang di masyarakat Samin Modern memiliki karakteristik tersendiri yang sangat unik untuk dikaji. Permasalahan utama yang diangkat dalam artikel penelitian ini diantaranya: 1) eksistensi suku samin pada dunia modern; 2) Spirit Urbanisasi Masyarakat Samin Dalam Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini ialah mix method dengan memadukan kajian secara normative yang diperkuat dengan studi lapangan melalui wawancara kepada beberapa responden yang melakukan proses urbanisasi. Hasil yang diperoleh secara umum proses urbanisasi yang dilakukan oleh bebrapa orang masyarakat suku Samin Modern di Desa Bapangan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi di desa asal. Pola yang dipakai para pelaku urbanisasi dengan ikut membangun desa asal memberikan pengaruh secara tidak langsung yakni merubah pola masyarakat setempat untuk membangun infrastruktur desa seperti diperkotaan dan menstimulus masyarakat untuk lebih maju secara ekonomi.
Implementasi Perjanjian Sewa Tanah Kas Desa Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kabupaten Semarang)
Dita Yessy Restanti;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 2 No. 2 (2023): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v2i2.2588
Background : Village Land is land originating from the Sultanate and/or Duchy which is managed by the Village Government based on Anggaduh rights, the types of which consist of Village Treasury Land, Pelungguh, Pengarem-Arem, and land for public purposes. In Wonoyoso Village, 14 and 5 of the village treasury lands were not utilized by the community. There are still many people who do not know about the implementation of village treasury land leases in Wonoyoso Village. Efforts made by village officials to utilize village treasury land are by making large fields and planting crops. Research objective: to describe the legal responsibility if one of the parties defaults in the implementation of the village treasury land lease agreement in Wonoyoso Village, Wonoyoso Village, Semarang Regency. Research Methods: This research method uses a qualitative method with a case study approach (case study). Research results: this study shows that in the village treasury land lease agreement that has been carried out by the Wonoyoso Village apparatus, namely in an unwritten (oral) manner, but there are also several village officials who lease their land in writing. This method has been carried out for a long time by the local village community and village officials. In the payment of the cash land lease, it is done in 1x paid off stage and it can also be in 2x stages as long as the agreement is implemented. The proceeds from the land lease are used for village operational funds and village development. If there is a default in the agreement, then both parties will resolve it by means of litigation or family deliberation. Suggestion: the results of this study are expected to provide input to village officials and the community regarding village treasury land lease agreements. Abstrak Latar Belakang : Tanah Desa adalah tanah yang asal-usulnya dari Kasultanan dan/atau Kadipaten yang dikelola oleh Pemerintah Desa berdasarkan hak Anggaduh, yang jenisnya terdiri dari Tanah Kas Desa, Pelungguh, Pengarem-Arem, dan tanah untuk kepentingan umum. Di Desa Wonoyoso dan didapatkan jumlah tanah kas desa yang ada di Desa Wonoyoso sebanyak 14 dan 5 dari tanah kas desa tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui tentang implementasi sewa menyewa tanah kas desa di Desa Wonoyoso. Upaya yang dilakukan oleh perangkat desa untuk memanfaatkan tanah kas desa yaitu dengan cara menjadikan lapangan yang luas dan untuk bercocok tanam. Tujuan Penelitian :mendeskripsikan tanggung jawab hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah kas desa di Desa Wonoyoso Kelurahan Wonoyoso Kabupaten Semarang. Metode Penelitian : Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study). Hasil Penelitian : penelitian ini menunjukan bahwa dalam perjanjian sewa menyewa tanah kas desa yang telah dilakukan oleh perangkat Desa Wonoyoso yaitu dengan cara tidak tertulis (lisan), tetapi ada juga beberapa perangkat desa yang menyewakan tanahnya dengan cara tertulis. Cara tersebut telah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat desa setempat dan perangkat desa. Dalam pembayaran sewa tanah kas tersebut dengan cara tahap 1x lunas dan bisa juga tahap 2x selama perjanjian tersebut dilaksanakan. Hasil dari sewa tanah tersebut untuk dana operasional desa dan pembangunan desa. Apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian tersebut, maka kedua .belah pihak menyelesaikannya dengan cara litigasi atau musyawarah keluarga. Saran : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perangkat desa dan masyarakat tentang perjanjian sewa menyewa tanah kas desa
Analisis Yuridis Perdagangan Pengaruh (Trading In Influence) Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Mela Herlina;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 2 No. 2 (2023): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v2i2.2597
The study aims to understand analysis trading in influence in the non-criminal corruption in Indonesia. Law Number 7 of 2006 is a form of UNCAC ratification which carries the consequence of an obligation on the government to reconcile this clause with UNCAC so that it can be used and binding as a legal provision in Indonesia. One form of corruption at the convention is trading in influence. The criminal act of corruption is classified as a hard-to-reach crime and has a correlation with trading in influence interdependence. So that the root of the problem that provides a gap point for abuse of authority/power and acts against the law needs to be given greater attention. Researchers use mixed methods research (MMR), which is research that is applied to researchers who have questions that need to be tested for results. As a method, this study provides guidelines for data collection and analysis, combining qualitative and quantitative approaches to obtain valid data and high reliability. The results of the qualitative research show that even though there are no binding written provisions regarding trading in influence as a criminal act of corruption in Indonesia, the interpretation made in finding the construction of the indictment against the perpetrators is possible in an effort to find law in order to achieve legal certainty in adherent countries. this principle of legality. Meanwhile, the results of the quantitative research showed that the respondents stated that they strongly agreed (rating 8.3) that the act of trading in influence included a gap in corruption. Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Memperdagangkan Pengaruh (trading in influence) dalam tidak pidana korupsi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 adalah bentuk ratifikasi UNCAC yang membawa konsekuensi kewajiban pada pemerintah untuk merekonsiliasi klausul ini dengan UNCAC agar dapat digunakan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Salah satu bentuk perbuatan korupsi pada konvensi tersebut adalah trading in influence. Tindak pidana korupsi yang tergolong sebagai hard-to-reach crime dan memiliki korelasi sifat dengan trading in influence saling menginterpendensi. Sehingga akar permasalahan yang memberikan memberikan titik celah adanya penyalahgunaan kewenangan/kekuasaan serta perbuatan melawan hukum perlu diberikan perhatian lebih besar. Peneliti menggunakan mixed methods research (MMR) yaitu penelitian yang diterapkan pada peneliti yang memiliki pertanyaan yang perlu diuji hasilnya. Sebagai metode, penelitian ini memberikan pedoman untuk pengumpulan dan analisis data, menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan data valid dan reliabilitas yang tinggi. Hasil penelitian kualitatif menunjukan bahwa meski belum ada ketentuan tertulis yang bersifat mengikat mengenai memperdagangkan pengaruh (trading in influence) sebagai tindak pidana korupsi di Indonesia, namun interpretasi yang dilakukan dalam menemukan kontruksi dakwaan kepada pelaku dimungkinkan dalam upaya penemuan hukum demi tercapainya kepastian hukum di negara penganut asas legalitas ini. Sementara hasil penelitian kuantitatif menunjukan bahwa responden menyatakan sangat setuju (rating 8,3) jika perbuatan memperdagangkan pengaruh termasuk celah masuk perbuatan tindak pidana korupsi.
Sosialisasi Hukum Peningkatan Kesadaran Hukum pada Warga Binaan Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Ambarawa
Irrawati, Arista Candra;
Handitya, Binov;
Partono, Partono
Borobudur Journal on Legal Services Vol 4 No 1 (2023): Vol 4 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31603/bjls.v4i1.8668
Hukum digunakan sebagai sarana pengendali masyarakat, selain mengatur hak dan kewajiban masyarakat hukum juga mampu memberikan hukuman bagi orang yang tidak menaatinya. Kesadaran hukum seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya, dan kesadaran hukum suatu masyarakat dapat dilihat dari ketaatan masyarakat tersebut terhadap hukum. Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian erat proses penegakan hukum sehingga dengan hal itu, penting untuk dilakukan pemahaman hukum bagi warga binaan lembaga pemasyarakatan agar tidak melawan hukum kembali. Tujuan dari pengabdian ini untuk meningkatkan pengetahuan hukum warga binaan di Lapas Kelas II A Ambarawa serta diharapakan dapat menjadi warna negara yang taat dan sadar hukum dengan tidak mengulang tindak pidana kembali. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini yaitu menggunakan sosialisasi dan diskusi terkait pemahaman hukum warga binaan. Hasil dari kegiatan ini yaitu warga binaan lapas menjadi paham akan pentingnya hukum dan pentingnya menaati hukum, selain itu warga binaan juga paham akan resiko dan ancaman apabila melakukan pelanggaran hukum.
Tindakan Penyitaan Barang Bukti Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Nella Maria Ulfa;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 3 No. 1 (2024): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v3i1.3075
In the process of investigating narcotics crimes, confiscation has a very important role because the purpose of confiscation is to take over and/or keep under its control narcotics evidence for evidentiary purposes in investigations, prosecutions and trials. Therefore, the author is interested in discussing the implementation of the confiscation of narcotics evidence by Semarang Police investigators. The problems in this research are: 1) How is the confiscation of narcotics evidence carried out by Indonesian National Police investigators in the jurisdiction of the Semarang Police; 2) What are the consequences if drug evidence is damaged or lost. This research includes descriptive research to provide an overview of the normative provisions for narcotics crimes and the implementation of confiscation of evidence in narcotics cases at the investigation level at the Semarang Police. Based on the research results, it can be concluded that (1) The confiscation of evidence in drug cases during the investigation process at the Semarang Police is carried out according to procedures by showing a confiscation permit from the Head of the District Court, showing or displaying identification, showing the objects to be confiscated, making an official report. confiscation, conveying confiscation minutes and wrapping confiscated objects. (2) The risks and responsibilities for confiscation of damaged or lost evidence confiscated by Semarang Police investigators are: (a) Repairing it so that the evidence returns to its original condition at personal expense. (b) Replace lost evidence with the same or similar items. (c) In addition to compensation, administrative action and physical action are given, such as detention in a detention cell because he was negligent in lending evidence based on the results of the examination and trial for legal reasons. Abstrak Dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika penyitaan memiliki peranan yang sangat penting karena tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya barang bukti narkotika untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh penyidik Polresta Semarang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Semarang; 2) Bagaimana akibat apabila barang bukti narkoba terjadi kerusakan ataupun hilang.Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif untuk memberikan gambaran tentang ketentuan normatif tindak pidana Narkotika dan pelaksanaan penyitaan barang bukti kasus narkotika pada tingkat penyidikan di Polres Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan penyitaan barang bukti kasus narkoba dalam proses penyidikan di Polres Semarang, dilakukan sesuai prosedur dengan menunjukkan surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri, memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal, memperlihatkan benda yang akan disita, membuat berita acara penyitaan, menyampaikan turunan berita acara penyitaan dan membungkus benda sitaan. (2) Resiko dan tanggung jawab penyitaan terhadap rusak atau hilangnya barang bukti yang disita oleh penyidik Polres Semarang, adalah : (a) Memperbaiki sehingga barang bukti tersebut kembali sesuai semula dengan biaya pribadi. (b) Mengganti barang bukti yang hilang dengan barang yang sama atau mirip. (c) Selain mengganti diberi tindakan administratif dan tindakan fisik seperti penahanan dalam sel tahanan karena telah lalai dalam meminjamkan barang bukti dengan berdasarkan hasil pemeriksaan dan sidang oleh alasan hukum.
Analisis Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Atas Pelanggaran Berat
Bowie Syabrowie;
Binov Handitya
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 3 No. 1 (2024): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/rjh.v3i1.3076
The problem that the author wants to examine in this research is whether electronic evidence can be accepted in industrial relations disputes, then what are the industrial relations court judges' considerations in decision number: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PNSMG and the legal implications following decision, the purpose of this problem formulation is to find out the legal evidence in industrial relations dispute cases and to know the considerations of the Industrial Relations Court judges in Decision Number: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG as well as the legal implications after the decision. This research uses an analytical approach by analyzing court decisions and in-depth interviews to answer truths that are still tentatively suspected using descriptive analysis techniques. The result of this analysis is that the evidence submitted by the plaintiff before the court is not based on statutory regulations so that the judge cannot determine which lawsuit will be considered because it has different implications and will violate formal legal rules and have a negative impact on the quality of the decision. Abstrak permasalahan yang ingin diteliti oleh penulis dalam penelitian ini yakni, apakah alat bukti elektronik dapat diterima dalam sengketa perselisihan hubungan industrial kemudian bagaimana pertimbangan hakim pengadilan hubungan industrial dalam putusan nomor: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG serta implikasi hukum setelah putusan, adapun tujuan dari rumusan masalah ini adalah untuk Mengetahui alat bukti yang sah dalam perkara sengketa hubungan industrial serta mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Hubungan Industrial dalam Putusan Nomor: 19/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-SMG serta implikasi hukum setelah putusan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitis dengan menganalisis putusan pengadilan serta wawancara mendalam untuk menjawab kebenaran yang masih menjadi dugaan sementara dengan teknik analisis deskriptif. Hasil dari analisis ini adalah Alat bukti yang diajukan oleh penggugat dimuka pengadilan tidak berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan sehingga hakim tidak dapat menentukan gugatan mana yang akan dipertimbangkan sebab memiliki implikasi yang berbeda dan akan menciderai kaidah hukum secara formil serta berdampak buruk dalam putusan secara kualitas
Implikasi Pasca Pencabutan Kewenangan Pemerintah Untuk Membatalkan Peraturan Daerah
Mulyani Tri;
Binov Handitya
ADIL Indonesia Journal Vol. 2 No. 2 (2020)
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Selama ini telah terjadi dualisme kewenangan pembatalan Peraturan Daerah, yaitu oleh Mahkamah Agung melalui judicial review, dan oleh Pemerintah melalui excecutive review. Namun melalui PutusanMahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016, kewenangan Pemerintah untuk membatalkan Peraturan Daerah telah dicabut, dan kewenangan hanya dimiliki oleh Mahkamah Agung. Sehingga Implikasi Pasca PutusanMahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016menjadi topik kajian utama dalam artikel ini. Jenis penelitian yuridis normatif ini, menggunakanpendekatan kasus dan perundang-undangan,sertaanalisis data deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa implikasi pasca PutusanMahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016, yaitu kualitas dan daya eksekusi putusan Mahkamah Agung atas judicial review menjadisangat rendah, menimbulkan potensi konflik kebijakan antara pusat dan daerah, serta antara pemohon dengan pemerintah daerah, dan pengawasan terhadap Peraturan Daerah menjadi terhambat, karena sifat Mahkamah Agung menunggu permohonan. Kata Kunci : Implikasi, Pencabutan, Kewenangan, Pembatalan, Peraturan Daerah
Fungsi Lembaga Apraissal (Penilai Agunan) Dalam Pengikatan Sempurna Di Sektor Perbankan
Agneta Az Zahra;
Binov Handitya
ADIL Indonesia Journal Vol. 4 No. 2 (2023): Adil Indonesia Jurnal
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35473/aij.v4i2.2370
Copyright as an intangible movable object can become collateral for banks in fiduciary collateral. Copyright arrangements can be used as a fiduciary guarantee contained in the provisions of article 16 paragraph (3) of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright (UUHC). The article gave rise to an interpretation, because there was no further regulation concerning the technical assessment of collateral in the UUHC or in Law Number 42 of 1999 Concerning Fiduciary Guarantees (UUJF). Article 40 paragraph (1) of the UUHC if it is related to Article 16 paragraph (3) of the UUHC concerning the assessment of collateral raises the interpretation that not all creations protected by Copyright can be used as fiduciary guarantees. There is a void in implementing regulations concerning collateral valuation, so in practice banks do not accept copyrights as objects of fiduciary security. Article 16 paragraph (3) of the UUHC cannot be applied due to the absence of an appraisal of copyright collateral in banks in Indonesia. Abstrak Hak Cipta sebagai suatu benda bergerak tidak berwujud dapat menjadi agunan pada perbankan dalam jaminan fidusia. Pengaturan Hak Cipta dapat dijadikan jaminan fidusia terdapat pada ketentuan pada pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Pasal tersebut memunculkan penafsiran, karena tidak ada pengaturan lebih lanjut menyangkut teknis penilaian agunan di dalam UUHC maupun didalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Pasal 40 ayat (1) UUHC jika dikaitkan terhadap Pasal 16 ayat (3) UUHC menyangkut penilaian agunan memunculkan Penafsiran bahwa tidak semua ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Terjadi kekosongan peraturan pelaksana menyangkut penilaian agunan, maka dalam pelaksanaannya perbankan tidak menerima hak cipta sebagai objek jaminan fidusia. Pasal 16 ayat (3) UUHC tidak dapat diterapkan dikarenakan tidak adanya penilai agunan hak cipta dalam perbankan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum. Preskripsi dari penelitian ini, bahwa harus dibentuk lembaga yang berfungsi sebagai penilai agunan Hak Cipta, sehingga ketentuan bahwa Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia dapat terwujud secara nyata.