Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ONSET KEKAMBUHAN PADA PASIEN PSORIASIS VULGARIS PASKA TERAPI INJEKSI KE-8 SECUKINUMAB DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2022-2024 Harsono, Erliana Tantri; Waskito, Fajar; Siswati, Agnes Sri; Andayani, Raden Roro Rini; Khalidah, Miya
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 52 No 2 (2025): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v52i2.528

Abstract

   Pendahuluan: Psoriasis merupakan penyakit autoimun kulit inflamasi kronis yang ditandai oleh hiperproliferasi epidermis. Terapi agen biologis seperti secukinumab digunakan untuk psoriasis derajat berat dan sekitar 4,6% pasien psoriasis vulgaris di RSUP Dr. Sardjito mendapat terapi secukinumab. Terkait asuransi kesehatan nasional, pemberian injeksi subkutan Secukinumab diberikan sebanyak 8 kali untuk satu pasien. Setelah penghentian terapi agen biologis seringkali psoriasis mengalami kekambuhan. Mengetahui awitan kekambuhan pasien psoriasis pasca terapi injeksi ke-8 secukinumab 300 mg di RSUP Dr. Sardjito serta faktor yang mempengaruhi kekambuhan sehingga dapat menjadi data pendukung penelitian lebih lanjut. Metode: Rancangan penelitian adalah deskriptif. Data diperoleh dari catatan medik elektronik pasien dengan diagnosis psoriasis vulgaris yang telah selesai terapi secukinumab 300 mg sebanyak 8 kali injeksi di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito periode 2022-2024. Hasil: Total subyek pada studi ini adalah 12. Awitan kambuh ≤ 6 bulan paska terapi secukinumab didapatkan pada 8 pasien (66,7%). Pasien dengan awitan kambuh ≤ 6 bulan paska terapi secukinumab yang memiliki indeks massa tubuh ≥ 25 sebanyak 8 pasien (66,7%). Pasien dengan awitan kambuh ≤ 6 bulan paska terapi secukinumab dengan awitan terdiagnosis psoriasis dini < 40 tahun sebanyak 7 pasien (58,3%). Kesimpulan: Kekambuhan psoriasis paska terapi secukinumab dengan awitan kambuh ≤ 6 bulan lebih banyak terjadi dengan rerata awitan kekambuhan adalah 18 minggu. Awitan kambuh ≤ 6 bulan lebih banyak terjadi pada pasien dengan awitan dini psoriasis dan obesitas. Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait faktor risiko kekambuhan dan mekanisme terjadinya kekambuhan paska terapi secukinumab atau agen biologis. 
KOMBINASI FRACTIONAL CO2 DAN PLATELET-RICH FIBRIN SEBAGAI TERAPI SKAR AKNE ATROFI: LAPORAN KASUS Diovani, Sonia; Winarni, Dwi Retno Adi; Febriana, Sri Awalia; Khalidah, Miya; Anggatama, Marcella
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 52 No 2 (2025): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v52i2.530

Abstract

   Pendahuluan: Skar akne adalah komplikasi kronis yang sering muncul setelah episode akne inflamasi, yang dapat memberikan dampak psikososial negatif dan sulit diobati. Skar terbentuk akibat kerusakan pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh inflamasi, diikuti dengan penyembuhan jaringan yang tidak sempurna. Oleh karena itu, penting untuk menentukan terapi yang efektif bagi skar akne atrofi. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan gambaran modalitas terapi untuk skar akne atrofi. Kasus: Wanita berusia 32 tahun, mengalami bekas jerawat di wajah, yang mengganggu penampilannya. Pasien ini memiliki riwayat jerawat sejak usia 17 tahun, dengan pemeriksaan dermatologis yang menunjukkan pada wajah tampak skar atrofi tipe ice pick, rolling, dan boxcar, multipel, tanpa akne aktif. Pasien ini diterapi dengan laser fraksional CO2 sebanyak tiga kali dan penggunaan topikal platelet-rich fibrin (PRF) pada malam hari. Hasil terapi menunjukkan perbaikan skar dari derajat sedang menjadi ringan dengan grading Goodman and Baron. Diskusi: Skar atrofi adalah penipisan kulit akibat kurangnya kolagen dan elastin pasca penyembuhan luka, sering terlihat cekung dan umum terjadi setelah jerawat dengan tiga jenis utama: icepick, boxcar, dan rolling. Penanganannya harus disesuaikan dengan jenis skar, seperti penggunaan laser fraksional CO2 yang efektif untuk tipe boxcar dan rolling karena kemampuannya merangsang remodeling kolagen. Kombinasi dengan Platelet-Rich Fibrin (PRF), yang kaya faktor pertumbuhan, dapat mempercepat regenerasi jaringan dan meningkatkan produksi kolagen untuk hasil yang optimal. Kesimpulan: Penanganan skar akne perlu disesuaikan dengan jenis skar dan harapan pasien. Terapi kombinasi dengan laser fraksional CO2 dan PRF memberikan hasil yang memuaskan pada skar akne atrofi derajat sedang.
Diagnostic challenges and clinical insight of medial thigh hemangiolymphangioma in adult: A rare case report Rizkiani, Dwinanda Almira; Trisnowati, Niken; Khalidah, Miya; Anggatama, Marcella; Dyah Ayu Mira Oktarina
Indonesian Journal of Biomedicine and Clinical Sciences Vol 57 No 4 (2025)
Publisher : Published by Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/inajbcs.v57i4.17129

Abstract

Vascular anomalies are classified into vascular tumors and vascular malformations. Hemangiolymphangioma (HLA) is a rare vascular malformation that contains both blood and lymphatic components, most commonly diagnosed in infancy or early childhood. Adult cases, especially in atypical locations such as the medial thigh, are exceedingly rare and pose diagnostic challenges. A 27 yo female presented with a slowly enlarging, painless lump on the left medial thigh. Initially misdiagnosed as condyloma acuminata, the lesion was subsequently identified as a vascular malformation through dermoscopic visualization of characteristic vascular lacunae. Histopathological and immunohistochemical analyses confirmed the diagnosis of HLA. Surgical excision was performed with clear margins, and no recurrence was observed after 3 mo. Hemangiolymphangiomas are benign but may exhibit local infiltration and recurrence, especially after incomplete resection. Diagnosis requires a multimodal approach including clinical assessment, dermoscopy, histopathology, and immunohistochemistry. Differential diagnosis includes hemangioma, lymphangioma, and malignancies such as lymphangiosarcoma. Complete surgical excision remains the treatment of choice, with other modalities like electrocautery or cryotherapy considered in selected cases. Long-term follow-up is crucial due to the risk of recurrence. In conclusion, this rare adult case of medial thigh HLA highlights the importance of considering vascular malformations in atypical anatomical sites. Early recognition and comprehensive diagnostic evaluation facilitate appropriate management and improve patient outcomes