Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Faktor Penyebab dan Upaya Penyelesaian Klaster 3 Backlog Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah: - Irawan, Trio; Nugroho, Tanjung; Supama, Yohanes; Kusmiarto, Kusmiarto; Suhendro, Suhendro; Suharto, Eko; Wulan Titik Andari, Dwi
Kadaster: Journal of Land Information Technology Vol. 3 No. 1 (2025): Kadaster: Journal of Land Information Technology
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/kadaster.v3i1.51

Abstract

Systematic Complete Land Registration (PTSL) is a national program aimed at accelerating and completing the first-time land registration process simultaneously across Indonesia through the "complete village" concept. All land parcels within a village are measured, followed by clustering based on an analysis of physical and juridical data. This clustering aims to facilitate the handling of each typology of land-related issues. One such cluster is Cluster 3 (K3). The existence of K3 parcels hinders the certificate issuance process. This study aims to identify the characteristics and spatial-temporal distribution of K3 in Tojo Una-Una Regency during the 2018–2023 PTSL period, analyze the causal factors, and examine resolution efforts. The research employs a qualitative method. The results show that K3 consists of two main types: K3.1 and K3.3, with temporal distribution fluctuating between 2018 and 2022. Spatially, K3 distribution is sporadic and found in most PTSL villages. The causes of K3.1 include limited SHAT (land ownership certificate) budget compared to the PBT (parcel mapping) budget, incomplete documents, and the absence of statements regarding outstanding BPHTB/PPh tax obligations. Meanwhile, the causes of K3.3 include limited budget for juridical data collection, instant parcel printing practices, and unclear land ownership. The resolution of K3 is carried out through APBN (state budget) mechanisms by re-designating villages as PTSL targets. However, several challenges hinder the resolution efforts, such as budget limitations, lack of personnel and equipment, and low community participation, resulting in unsatisfactory outcomes. Keywords: Cluster 3 Backlog in PTSL, K3 Distribution Pattern, K3 Causal Factors, K3 Resolution Efforts   INTISARI Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) merupakan program untuk mempercepat dan menuntaskan pendaftaran tanah pertama kali secara serentak di seluruh Indonesia dengan konsep desa lengkap. Semua bidang tanah dalam satu desa diukur, kemudian dilakukan klasterisasi bidang-bidang tersebut berdasarkan kajian data fisik dan data yuridis. Klasterisasi ini untuk memudahkan penanganan pada masing-masing tipologi permasalahan bidang tanah. Salah satu klaster adalah Klaster 3 (K3). Adanya bidang tanah K3 menyebabkan terhambatnya proses penerbitan sertipikat. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik dan sebaran K3 di Kabupaten Tojo Una-Una pada rentang PTSL 2018-2023, faktor penyebab, dan upaya penyelesaiannya. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa K3 mempunyai karakteristik K3.1 dan K3.3, dengan sebaran temporal pada rentang PTSL 2018 – 2022 yang sifatnya fluktuatif. Sebaran spasial K3 bersifat sporadis, terdapat di kebanyakan desa PTSL. Penyebab K3.1 adalah terbatasnya anggaran SHAT dibandingkan anggaran PBT, kurang lengkapnya berkas, dan tidak dibuatnya surat pernyataan BPHTB/PPh terhutang. Penyebab K3.3 adalah terbatasnya anggaran pengumpulan data yuridis, praktik mencetak bidang secara instan, dan tidak jelasnya pemilikan tanah. Penyelesaian K3 menggunakan mekanisme APBN dengan menetapkan kembali desa PTSL. Kendala dalam penyelesaian K3 yaitu keterbatasan anggaran, kurangnya tenaga pelaksana dan peralatan, serta rendahnya partisipasi masyarakat, sehingga hasilnya kurang memuaskan. Kata Kunci: Klaster 3 Backlog PTSL, Pola Sebaran K3, Faktor Penyebab K3, Upaya Penyelesaian K3  
Dualisme Pengaturan Hukum dalam Pengelolaan Tanah Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta Supama, Yohanes; Imbiri, Antonius
Tunas Agraria Vol. 8 No. 3 (2025): Tunas Agraria
Publisher : Diploma IV Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/jta.v8i3.480

Abstract

This study aims to examine the dualism of legal arrangements in village land management in the Special Region of Yogyakarta, particularly due to differences in norms between the Basic Agrarian Law and the Special Region of Yogyakarta Law. The main focus of the study is on the legal status of village land that was previously certified in the name of the village government but was later claimed as belonging to the sultanate or duchy based on the provisions of the special rights. This study uses a normative juridical method with a historical approach and regulatory comparison and examines the relationship between national regulations, regional regulations, and applicable legal principles. The results of the study indicate that there is a lack of synchronization in terms of the subject of rights, the status of rights, and the legalization mechanism for village land, which has an impact on legal uncertainty at the village level. In addition, the determination of the sultanate and duchy as the subjects of land ownership rights without a mechanism for releasing them from the village government is considered contrary to the principles of non-retroactivity and lex superior. The conclusion of this study is that regulatory harmonization is needed to ensure legal certainty and justice for village communities without ignoring the recognition of regional special rights.   Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persoalan dualisme pengaturan hukum dalam pengelolaan tanah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya akibat perbedaan norma antara Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Fokus utama kajian adalah pada status hukum tanah desa yang sebelumnya telah disertipikatkan atas nama pemerintah desa, namun kemudian diklaim sebagai milik Kasultanan atau Kadipaten berdasarkan ketentuan keistimewaan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan historis dan perbandingan peraturan, serta menelaah keterkaitan antara peraturan nasional, peraturan daerah, dan asas-asas hukum yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi ketidaksinkronan dalam hal subjek hak, status hak, dan mekanisme legalisasi tanah desa, yang berdampak pada ketidakpastian hukum di tingkat desa. Selain itu, penetapan Kasultanan dan Kadipaten sebagai subjek hak milik atas tanah tanpa mekanisme pelepasan hak dari pemerintah desa dinilai bertentangan dengan asas non-retroaktif dan prinsip lex superior. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dibutuhkan harmonisasi regulasi yang menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat desa tanpa mengabaikan pengakuan terhadap keistimewaan daerah.
Dinamika Legalisasi Tanah Desa di Kabupaten Sleman, Yogyakarta: Pengaturan, Pelaksanaan, dan Implikasinya Prasetya, Dimas Bayu Candra; Mujiburohman, Dian Aries; Supama, Yohanes
Widya Bhumi Vol. 4 No. 2 (2024): Widya Bhumi
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/wb.v4i2.105

Abstract

Legal uncertainty in the legalization of village land in DIY arises from differences between national and regional regulations. This study examines the legalization of village land in Sleman, Yogyakarta, from the aspects of regulation, implementation, and its implications. The research method employed is a normative-empirical legal analysis focusing on regulations related to village land and their ontological basis. The findings show that the regulation of village land in the Special Region of Yogyakarta (DIY) has undergone changes since the pre-independence era, during which land was under the authority of the Kasultanan and Pakualaman with limited usage rights. After independence, DIY gained special rights in agrarian management, reinforced by the DIY Privileges Law (UUK). However, the implementation of the Basic Agrarian Law (UUPA) in DIY was delayed until 1984. Significant changes in village land regulations, from the 2008 to 2024 Governor’s Regulations, reveal inconsistencies with national land laws and the Village Law. This creates challenges in legal synchronization, where the UUK, as lex specialis, may lead to legal uncertainty in the legalization and certification of village land. These findings provide valuable input for policy development to strengthen the legal framework for village land and improve community welfare through better land management. Ketidakpastian hukum dalam legalisasi tanah desa di DIY timbul dari perbedaan pengaturan nasional dan daerah. Penelitian ini mengkaji legalisasi tanah desa di Sleman, Yogyakarta, dari aspek pengaturan, pelaksanaan, dan implikasinya. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif-empiris dengan analisis terhadap peraturan terkait tanah desa dan dasar ontologis penetapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tanah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mengalami perubahan sejak masa pra-kemerdekaan, di mana tanah berada di bawah otoritas Kasultanan dan Pakualaman dengan hak pakai terbatas. Setelah kemerdekaan, DIY memperoleh hak istimewa dalam pengaturan agraria, diperkuat oleh Undang-Undang Keistimewaan DIY (UUK DIY). Namun, implementasi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di DIY baru terlaksana pada 1984. Peraturan tanah desa mengalami perubahan signifikan dari Peraturan Gubernur DIY tahun 2008 hingga 2024, mencerminkan ketidaksesuaian dengan hukum nasional dan Undang-Undang Desa. Hal ini menimbulkan tantangan dalam sinkronisasi hukum, di mana UUK DIY sebagai lex specialis berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dalam legalisasi dan sertifikasi tanah desa. Temuan ini memberikan masukan bagi kebijakan untuk memperkuat kerangka hukum tanah desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan tanah yang lebih baik.
Tata Kelola Administrasi Pertanahan di Kalurahan Banyuraden Widyanti, Adhiva Prily; Sapardiyono, Sapardiyono; Supama, Yohanes
Jurnal Pertanahan Vol 15 No 2 (2025): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v15i2.304

Abstract

Functionally, land administration is carried out by the Ministry of ATR/BPN at the central level, the BPN Regional Office at the provincial level, and the Land Office at the district/city level. Land organization units do not reach the village level, so the land office needs to involve the village government to provide records of ownership of unregistered land. The implementation of land administration in Banyuraden Village includes archiving, recording letter registration numbers and dates, digitizing archives, and issuing letters as attachments to conversion applications. The village government that plays a role in organizing land administration is the hamlet, jagabaya, and lurah. Mapping the components that support the function of land administration is necessary for its implementation in the village to be more effective and efficient. The purpose of this study is to identify and map the components that support the function of land administration in Banyuraden Village. Data collection was carried out through interviews, observations, and documentation studies, which were then analyzed using descriptive qualitative methods. The results of the study show that the land policy framework includes policies for recording letter registration numbers and dates, land information infrastructure related to letter C books and digital village maps, and institutional arrangements related to the roles of hamlets and village heads. Secara fungsional administrasi pertanahan dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN di tingkat pusat, Kantor Wilayah BPN di tingkat provinsi, dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota.  Unit organisasi pertanahan tidak sampai ke kalurahan, sehingga kantor pertanahan perlu melibatkan pemerintah kalurahan untuk menyediakan catatan penguasaan atas tanah yang belum terdaftar. Pelaksanaan administrasi pertanahan di Kalurahan Banyuraden meliputi penyimpanan arsip, pencatatan nomor dan tanggal register surat, digitalisasi arsip, dan penerbitan surat untuk lampiran permohonan konversi. Pemerintah kalurahan yang berperan menyelenggarakan administrasi pertanahan adalah dukuh, jagabaya, dan lurah. Pemetaan komponen yang menopang fungsi administrasi pertanahan diperlukan agar pelaksanaan administrasi pertanahan di kalurahan lebih efektif dan efisien. Tujuan dari penelitian untuk mengidentifikasi dan memetakan komponen yang menopang fungsi administrasi pertanahan di Kalurahan Banyuraden. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka kebijakan pertanahan meliputi kebijakan pencatatan nomor dan tanggal register surat, infrastruktur informasi pertanahan berkaitan dengan buku letter C dan peta kalurahan digital, kemudian pengaturan kelembagaan berkaitan dengan peran dukuh, jagabaya, dan lurah.