cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Media Teknologi Hasil Perikanan
ISSN : 23374284     EISSN : 26847205     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Media Teknologi Hasil Perikanan adalah berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT. Media ini akan mempublikasikan hasil penelitian dan kajian pustaka terbaru dalam bidang Teknologi Hasil Perikanan, khususnya yang berhubungan dengan penerapan teknologi bagi peningkatan kualitas produk perikanan, pengembangan produk baru hasil perikanan, keamanan produk hasil perikanan,pemanfaatan limbah hasil perikanan serta topik lain yang berhubungan erat dengan pemanfaatan dan pengolahan hasil perikanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Arjuna Subject : -
Articles 183 Documents
MUTU KARAGINAN DAN KEKUATAAN GEL DARI RUMPUT LAUT MERAH Kappaphycus alvarezii Erjanan, Sopina; Dotulong, Verly; Montolalu, Roike Iwan
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.5.2.2017.14872

Abstract

The study aim to determine the quality and gel strength of carrageenan produced by red algae Kappaphycus alvarezii. The carrageenan was produced using various concentration, cooking time and water ratio that is 0.05, 0.1 and 0.15% potassium hydroxide; 1, 1.15, 1.25, 1.5, 3 and 4.5%, potassium chloride (KCl); cooking time 2h or 3h; and carrageenan and water ratio, 1:20L or 1:30L The results showed that the best treatment produced the highest gel strength (188.53 g/cm2) with 17.7% moisture content and 19.9% ash content. This condition was achived by mixing 0.15% KOH and 1.25% KCl, cooked for 2h with 1:20 carrageenan to water ratio.Keyword: Carageenan, Kappaphycus alvarezii, seaweed. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan mutu akhir karaginan dari rumput laut merah Kappaphycus alvarezii yang dibuat dengan 5 perlakuan berbeda. Perlakuan variasi konsentrasi pelarut KOH dan KCl, lama pemasakan, dan perbandingan air yang berbeda. Proses ekstraksi karaginan menggunakan pelarut KOH dengan konsentrasi 0,05%, 0,1 %, dan 0,15% sedangkan pelarut KCl dengan konsentrasi 1%, 1.15%, 1.25%, 1,5%, 3%, dan 4,5%, lama permasakan 2 dan 3 jam, dan perbandingan air 1:20 L dan 1:30 L. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuaan F dengan konsentrasi  KOH 0,15 + KCl 1,25 % dan lama pemasakan 2 jam,dan perbandingan karaginan dan air 1: 20 Liter menghasilkan  kekuataan gel 188,53 g/cm2, dengan pH 8.04, kadar air 17.75, dan kadar abu 19,99%.Kata Kunci: Karaginan, Kappaphycus alvarezii, rumput laut.
Mutu Organoleptik Abon Ikan Roa Asap Dari Desa Bahoi Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara Lohoo, Helen Jenny; Palenewen, Joyce C. V.
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.8.1.2020.26057

Abstract

The utilization of smoked roa into a final product is still very limited, so it is necessary to diversify the smoked roa by processing to become shredded products. Processing smoked roa into shredded will give practicality to consumers in consuming ready-to-eat roa fish. This product has a soft texture, distinctive taste and aroma. Abon making is one alternative to fish processing. This is done to anticipate abundance of production or to diversify fishery products. In this process, fish made in shredded fish are smoked roa which are treated by using a spinner and without using a spinner machine, while panelists are women who process the shredded smoked roa and several woman in Desa Bahoi. Organoleptic test results and the quality of shredded smoked roa fish produced by coastal women of Desa Bahoi, Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara showed that the panelists gave an average response very like and extremely like (grades 8 and 9) on the taste, aroma and texture of shredded roa which is drained using a spinner machine. For other tests such as water content, and the Total Plate Count the results still meet the requirements of Indonesian National Standard (SNI) for shredded products in general 
Konstruksi dan Kapasitas Alat Pengering Ikan Tenaga Surya Sistem Bongkar-Pasang Bintang, Youce M; Pongoh, Jenki; Onibala, Hens
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.1.2.2013.1632

Abstract

Pada umumnya nelayan atau pengusaha ikan melakukan pengeringan ikan secara tradisional yaitu dengan memanfaatkan tenaga surya secara langsung. Pengeringan cara ini biasanya dilakukan dengan meletakkan produk di atas tikar, hamparan lantai semen atau anyaman bambu dan ditempatkan di bawah sinar matahari. Kondisi tersebut di atas menimbulkan gagasan untuk merancang dan membuat alat pengering ikan tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-hybrid, yang dapat memanfaatkan panas dari tenaga surya dan dapat menggunakan sumber energi lainnya seperti kompor. Alat pengering ini bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama, karena menggunakan bahan alumunium sebagai bahan dasar, sehingga mudah dibersihkan dan mudah dalam penyimpanan. Dengan bobot alat yang ringan, dimensi panjang dan lebar hanya 80 cm x 80 cm x 188.2 cm, alat ini tidak memerlukan ruang yang besar jika disimpan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu suatu bentuk penelitian yang dilakukan dengan cara mengubah suatu keadaan untuk melihat kejadian yang timbul akibat dari perubahan itu. Dalam perancangan dan pembuatan 1 (satu) unit alat pengering tenaga surya sistem bongkar-pasang ini membutuhkan biaya sebesar Rp. 3.853.500,- dengan daya tampung maksimal 15-16 Kg. Capaian suhu maksimal dalam alat pengering sampai 50°C dengan suhu luar maksimal 38°C. Pada pengeringan ikan selama 14 jam dengan suhu rata-rata 45°C dapat menurunkan kadar air ikan sampai 37°C dan dengan nilai organoleptik >7. Hal ini sesuai dengan SNI yaitu kadar air maksimal 40% dan nilai organoleptik minimal 7.
PEMBERIAN KONSENTRASI ASAM ASETAT PADA MUTU GELATIN KULIT IKAN TUNA Lombu, Farah Virginia; Agustin, Agnes Triasih; Pandey, Engel Victor
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.3.2.2015.9216

Abstract

Ikan Tuna (Thunnus albacore) merupakan ikan pelagis besar dan bernilai ekonomis tinggi dan tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6–26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2–2,7 g/100 g daging. Menurut Mukhtar (2011) pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan daging merah telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu seperti bakso, sosis, nugget, tepung, isolate protein ikan, juga digunakan dalam pemanfaatan silase dan gelatin. Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen hewan, (Tourtellote P, 1980).Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami yang terdapat dalam kulit dan tulang (Yi et al., 2006). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mutu dari pemberian konsentrasi asam asetat terhadap total bakteri, rendemen dan kadar air gelatin dari kulit ikan tuna. Perlakuan dalam penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi asam asetat (0, 3, 6, dan 9%). Untuk penggunaan bahan baku dalam penelitian ini, berat sampel yang digunakan yaitu sebanyak 4kg kulit basah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan empat kali pengambilan sampel. Hasil dari penelitian ini nilai rendemen yang paling tinggi ada terdapat pada konsentrasi 9% (13,93%) dan yang paling rendah terdapat pada konsentrasi 0% (9,6 %). Sedangkan untuk kadar air, kandungan yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 6% (10,75%) dang yang paling rendah pada konsentrasi 3% (9,1%), nilai kandungan kadar air pada penelitian ini masih memenuhi standar mutu SNI tentang gelatin (1995) yaitu kadar air maksimal sebesar 16%. Sedangkan untuk total bakteri , nilai total bakteri pada gelatin ini memenuhi standar minimal yang dipersyaratkan yaitu minimal 1000 (1x103) atau 0,1x104 CFU/gr. Nilai yang paling rendah untuk analisa total bakteri pada penelitian ini adalah terdapat pada konsentrasi 0% dengan nilai7.8x102 CFU/gr, sedangkan yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 3% dengan nilai 5.4 x104 CFU/gr. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian konsentrasi asam asetat yang berbeda dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan untuk gelatin kulit ikan tuna. Kata kunci: Kulit Ikan Tuna, Gelatin, Asam Asetat.
APLIKASI AIR KELAPA SEBAGAI ADITIF ALAMI BAGI PENINGKATAN MUTU PRODUK CAKALANG ASAP (CAKALANG FUFU) KHAS SULAWESI UTARA Wonggo, Djuhria; Mongi, Eunike Louisje; Harikedua, Silvana Dinaintang
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.6.1.2018.19521

Abstract

Diseminasi produk teknologi ke masyarakat dengan aplikasi air kelapa sebagai aditif alamiah bagi peningkatan mutu produk cakalang asap (cakalang fufu) khas Sulawesi Utara bertujuan supaya dihasilkan produk ikan asap (fufu) yang bermutu dan aman dikonsumsi serta menjadikan mitra kerja pada kelompok percontohan bagi kelompok pengolah ikan lainnya. Target luaran adalah: tersedianya 3 bak beton dengan 3 fungsi berbeda (bak penampungan dan pencucian ikan, bak perendaman dan bak penampungan limbah); Adanya rumah pengasapan yang lebih memadai sehingga ada efisiensi penggunaan bahan bakar dari pengolah; Serta adanya produk ikan asap dengan mutu yang lebih baik dan harga yang lebih kompetitif. Ini ditandai dengan adanya tekstur yang lebih kompak, warna yang lebih menarik tanpa penambahan pewarna, citarasa yang khas ikan asap, serta penurunan kadar histamin. Untuk pencapaian tujuan tersebut maka metode yang digunakan adalah survei, penyuluhan, pelatihan termasuk didalamnya perbaikan fisik usaha pengasapan ikan, pendampingan dan evaluasi. Hasil pengamatan dan pengalaman di lapangan, para pengusaha pengolah ikan fufu mempunyai kebiasaan yang perlu dilestarikan dan juga ada hal-hal membutuhkan waktu yang cukup untuk mengubah kebiasaan yang selama ini mereka lakukan dimana kebiasaan ini tidak perlu ditiru. Teknologi yang ditransfer ke masyarakat belum sepenuhnya diterima, dan hal ini membutuhkan waktu untuk penyuluhan yang teratur dan berkelanjutan.
PENGARUH KONSENTRASI PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI PADA PRODUKSI KARAGENAN Gerung, Marselino S; Montolalu, Roike Iwan; Lohoo, Helen Jenny; Dotulong, Verly; Taher, Nurmeilita; Mentang, Feny; Sanger, Grace
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.7.1.2019.23908

Abstract

The purpose of this study is to obtain carrageenan from red seaweed Kappaphycus alvarezii using the steam method. In this study the treatment of 4% NaOH and 5% KOH was used and the extraction time was 7 hours and 10 hours. The stages of making carrageenan are; drying, soaking, washing, extraction, settling, filtering, drying and grinding. The results of this study showed that the highest yield was in 4% NaOH treatment, 10-hour extraction time was equal to 18.15%. The lowest water content was obtained from 5% KOH treatment, 10 extraction time which was 1.9%. The best pH value is in 4% NaOH treatment, 10 hours extraction time is 7.58. The best results of gel strength were obtained from 5% KOH treatment, 7 hours extraction time which was 78.3 mm/g/sec.Keyword: Carrageenan, Kappaphycus alvarezii, Steam Method, NaOH, KOH.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karaginan dari rumput laut merah Kappaphycus alvarezii dengan menggunakan metode uap. Pada penelitian ini digunakan perlakuan konsentrasi NaOH 4% dan KOH 5% dan waktu ekstraksi 7 jam dan 10 jam. Tahapan pembuatan karaginan ini adalah pengeringan, perendaman, pencucian, ekstraksi, pengendapan, penyaringan, pengeringan dan penggilingan. Hasil penelitian ini diperoleh rendemen terbanyak ada pada perlakuan NaOH 4%, waktu ekstraksi 10 jam yaitu sebesar 18,15%. Kadar air yang paling rendah diperoleh dari perlakuan KOH 5%, waktu ekstraksi 10 yaitu sebesar 1,9%. Nilai pH terbaik ada pada perlakuan NaOH 4%, waktu ekstraksi 10 jam yaitu sebesar 7,58. Hasil penelitian kekuatan gel paling terbaik diperoleh dari perlakuan KOH 5%, waktu ekstraksi 7 jam yaitu sebesar 78,3 mm/g/det.Kata kunci: Karaginan, Kappaphycus alvarezii, Metode Uap, NaOH, KOH.
ANALISA TOTAL BAKTERI PADA IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING YANG ADA DI PASAR TRADISIONAL TIMINTING MANADO Awom, Zakeus; Lohoo, Helen Jenny; Ijong, Frans Gruber
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.4.1.2016.6860

Abstract

Ikan Japuh (Dussumieria acuta C.V) asap kering dan termasuk jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan biasanya dipasarkan dalam bentuk ikan Kering, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Kadar air, pH dan TPC dan untuk mengetahui total bakteri yang terdapat pada produk ikan Japuh asap kering, yang dipasarkan di pasar Tradisional Tuminting Kota Manado. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan Japuh asap kering kadar air berkisar 9,5–11%. pH 6,03–6,18, jumlah bakteri maksimum 1,0x105 sedangkan pengujian TPC  ini relatif tinggi jumlah koloninya dibandingkan dengan SNI, sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan Japuh asap kering tidak layak dikonsumsi apabila dilakukan pemanasan atau pemasakan terlebih dahulu. Ini kemungkinan oleh aspek lingkungan dimana ikan asap kering ini dibuat bahkan dalam proses pengolahan.Kata kunci: Ikan Japuh, Dussumieria acuta C.V, asap kering, kadar air, uji organoleptik, pasar tradisional.
PENANGANAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HIDUP DENGAN DENGAN MENGGUNAKAN ES SEBAGAI PENGAWET Maraja, Mafrian Kris; Salindeho, Netty; Pongoh, Jenki
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.5.3.2017.16849

Abstract

Imotilization of fish is one way of handling techniques by using low temperature (cooling). Cooling (cold chain) is applied to transport live fish so that the weight of the load during transportation could be reduced and fish do not experience stress during transportation. This technique is more advantageous when compared with the wet transportation system by using water. After the fish fainted, fish could be re-awakened by returning the fish to the pond with the aid of sufficient aeration to facilitate fish regain consciousness. This study aims to determine the rate of stunning, the speed of awareness, and mortality of nile tilapia fish which was treated and stored at different temperatures and times. This study used a factorial completely randomized design (RAL) with 2 treatments namely, storage method (A) treatment consisting of 2 storage levels (Temperature 10-12 ° C and 14-16 ° C); and storage time (B) consisting of 4 levels (2, 4, 6 and 8 hours). The optimum time of fainting fish is at a temperature of 14-16 ° C that is 8.19 min. For re-awakening, the optimum time is 48 seconds when fish was stored for 2 hours. The best mortality rate was achieved at storage temperature ± 14-16 ° C because after 6 hours storage the mortality rate was only 20.8%, but by the maximum storage (8 hours) the mortality has reached 87.5%, Meanwhile at a storage temperature of ± 10-12 ° C, the mortality has reached 50% after 6 hours and 100% at 8 hours.Pemingsanan ikan merupakan salah satu cara teknik penanganan dengan pengunaan suhu rendah (pendinginan). Pemingsanan dengan suhu rendah diaplikasikan untuk transportasi ikan hidup dengan tujuan mengurangi berat beban selama transportasi dan supaya ikan tidak mengalami stress selama transportasi. Teknik ini lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan transportasi sistem basah dengan menggunakan air. Setelah dipingsankan ikan kembali disadarkan dengan mengembalikan ikan ke kolam air habitatnya dengan dibantu aerasi yang cukup agar ikan kembali sadar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan pemingsanan, kecepatan penyadaran, dan mortalitas ikan nila yang dipingsankan dan disimpan pada suhu dan waktu berbeda. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 perlakuan yaitu, perlakuan metode penyimpanan (A) yang terdiri atas 2 taraf penyimpanan (Suhu 10–12°C dan 14–16°C); perlakuan lama penyimpanan (B) yang terdiri atas 4 taraf (2, 4, 6 dan 8 jam). Waktu optimum kecepatan pingsan adalah pada suhu 14–16°C yaitu 8,19. Untuk penyadaran kembali, waktu optimumnya adalah 48 detik, pada ikan nili yng disimpan 2 jam. Pada penyimpanan suhu ±14-16°C didapat tingkat mortalitas terbaik karena sampai penyimpanan 6 jam tingkat mortalitasnya hanya 20,8%, namun sampai penyimpanan maksimum ( 8 jam) sudah mencapai 87,5%, sedangkan pada suhu penyimpanan ±10-12°C , setelah 6 jam mortalitasnya sudah mencapai 50% dan saat 8 jam tingkat mortalitasnya sudah mencapai 100%.
MUTU IKAN ROA (Hemirhamphus sp) ASAP YANG DIJUAL DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO SULAWESI UTARA Dotulong, Verly; Patty, Chlara Noni; Suwetja, I Ketut
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.6.3.2018.21386

Abstract

Di kota Manado, ikan roa termasuk salah satu jenis ikan yang diolah dengan cara pengasapan. Cara pengolahan ini dapat memberi aroma dengan citarasa yang khas pada ikan yang diolah karena adanya senyawa kimia dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Baik pasar swalayan maupun pasar tradisional merupakan tempat penjualan ikan roa asap, dimana pasar Bersehati adalah salah satu pasar tradisional di kota Manado yang menjadi tempat penjualan ikan roa asap. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui mutu ikan roa asap melalui uji kadar air, pH, TVB-N, TPC dan organoleptik selama penyimpanan suhu kamar 0, 7, 14 dan 21 hari dengan menggunakan metode eksploratif deskriptif. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: nilai kadar air tertinggi adalah 13,38%, Nilai pH tertinggi adalah 6,9, nilai TVB-N tertinggi adalah 59, 64 mg N/100 g sampel, Nilai TPC tertinggi adalah 7,76 x 104 CFU/g, Nilai organoleptik kenampakan terendah adalah 5,3 , Nilai organoleptik bau terendah adalah 6,4, nilai organoleptik rasa terendah adalah 6,1, dan nilai tekstur terendah adalah 6,7. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sampai hari penyimpanan ke-21pada suhu kamar mutu ikan roa masih tergolong baik, kecuali untuk nilai kenampakan adalah 5,3, hal kemungkinan disebabkan karena warna ikan roa asap agak hitam karena asap yang agak banyak pada waktu pengasapan.
KAJIAN MUTU IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis L) SEGAR DI PASAR BERSEHATI MANADO Daud, Nashadin; Suwetja, I Ketut; Montolalu, Lita ADY
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.2.2.2014.6850

Abstract

Sampel penelitian ini diambil mengikuti proses penanganan ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) di pasar Bersehati kota Manado. Sebelum dipajang untuk dijual, ikan diberi perlakuan pendinginan dengan cara penambahan es untuk melihat dampak proses terhadap mutu ikan sampai ke konsumen. Untuk itu kami melakukan penelitian tentang kajian mutu ikan Cakalang di Pasar Bersehati kota Manado. Mengkaji mutu ikan Cakalang segar yang dijual di pasar Bersehati kota Manado menggunakan perlakuan yaitu pada jam 06.00–07.00, jam 11.00–12.00 dan jam 16.00–17.00, dan pedagang yang terdiri dari pedagang 1, pedagang 2 dan pedagang 3. Ulangan dalam penelitian ini adalah 3 kali pengambilan sampel yaitu hari pertama, kedua dan ketiga. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan dianalisis menggunakan Microsoft excel untuk mendapatkan nilai rata-rata.Hasil Penelitian adalah sebagai berikut: nilai rata-rata pH ikan Cakalang segar di pasar Bersehati sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada jam 06.00–07.00 adalah 5,37. Nilai rata-rata pH sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada pengambilan ikan Cakalang jam 12.00–13.00 adalah 5,46 dan nilai rata-rata pH sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada jam 16.00–17.00 adalah 5,43. Data ini menunjukkan bahwa pengambilan sampel jam 06.00–07.00, 11.00–12.00, dan 16.00–17.00 mendapatkan nilai yang cukup rendah. Ini berarti dari nilai pH, ikan sampel masih layak dikonsumsi. Nilai rata-rata TVB-N ikan Cakalang sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada jam 06.00–07.00 adalah 10,82 mg-N/100g. Nilai rata-rata TVB-N sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada pengambilan ikan Cakalang jam 12.00–13.00 adalah 13,25 mg-N/100g dan nilai rata-rata TVB-N sampel untuk pedagang 1, 2 dan 3 pada jam 16.00–17.00 adalah 21.81 mg-N/100g. Data ini menunjukkan bahwa pengambilan sampel jam 06.00–07.00, 11.00–12.00 dan 16.00–17.00 mendapatkan nilai yang cukup rendah, lebih rendah dari nilai ambang batas TVB-N untuk ikan segar yaitu 30 mg N/100g sampel. Ini berarti dari nilai TVB-N, ikan sampel masih layak dikonsumsi. Nilai organoleptik yaitu mata, insang, lendir permukaan badan, daging (warna dan permukaan), dan tekstur terdapat korelasi positif yaitu nilai pada ketiga pedagang terdapat pada pengambilan sampel jam 06.00–07.00, selanjutnya menurun pada pengambilan sampel jam 11.00–12.00 dan 16.00–17.00, walaupun demikian nilai organoleptik masih masuk kategori ikan bermutu segar dan agak segar.Kata kunci: Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L), kajian mutu, pH, TVB-N, organoleptik.

Page 4 of 19 | Total Record : 183