cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian" : 9 Documents clear
Yesus Kristus sebagai Arketipe Gereja: Menuju Gereja yang Terbuka Terhadap LGBT Ressa, Yosia Polando
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1103

Abstract

AbstractThis paper challenges the church’s exclusion of LGBT individuals, who have been deemed sinners and thus unworthy of participating in ecclesiastical communion. This stance highlights a lack of understanding within the church regarding LGBT people, stemming from an absence of meaningful dialogue or engagement. The paper seeks to explore LGBT issues through Carl Gustav Jung’s psychological concepts of archetypes and individuation. The findings suggest that Jesus Christ, embodying solidarity and compassion, serves as an archetype for a church that embraces LGBT individuals. Jesus’ interactions and acceptance of those considered “other” provide a foundation for the church to welcome the LGBT community into its fold. AbstrakMakalah ini menyoroti penolakan gereja terhadap LGBT karena mereka terlanjur dicap sebagai pendosa sehingga tidak layak masuk dalam persekutuan gerejawi. Ini menunjukkan adanya kesalah-pahaman gereja mengenai LGBT karena tidak terjadi perjumpaan dan dialog yang baik. Makalah ini mencoba memahami persoalan LGBT dari pendekatan psikologi Carl Gustav Jung tentang arketipe dan individuasi. Hasil penelitian menawarkan imajinasi Yesus Kristus, sosok yang solider dan penuh kasih, sebagai arketipe gereja yang menerima kaum LGBT. Perjumpaan dan penerimaan Yesus terhadap “yang lain” menjadi dasar bagi gereja untuk membuka diri bagi kehadiran komunitas LGBT di dalam kehidupan bergereja.
Riba Usaha Koperasi: Studi Interdisipliner terhadap Legalitas Riba dalam Ulangan 23:20 dari Perspektif Preferential Option for the Poor Ndruru, Terifosa
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1175

Abstract

AbstractFor a long time, the practice of charging interest on loans has been a means for capitalists to amass wealth, often at the expense of debtors who suffer economic injustice in an interest-driven economy. This is evident in the independent cooperative initiatives by some church members in Tangerang. Consequently, it is essential to examine the issue of interest from the viewpoints of economists, sociologists, and theologians. This research demonstrates that wholesale lending practices fail to enhance the economic conditions of low-income individuals. To address this, the study employs an interdisciplinary qualitative approach to explore the phenomenon as an economic, social, and theological issue. The goal of this research is to propose a solution for enhancing economic well-being without interest, drawing on Pedro Arrupe’s theory of preferential options for the poor. This theory stresses the importance of responsibility and solidarity with the impoverished by offering loans with low interest, as guided by Deuteronomy 23:20. AbstrakPinjaman uang dengan bunga telah lama digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kekayaan pemilik modal, dan debitur telah menjadi korban ketidakadilan ekonomi atas sistem ekonomi riba karena keuntungan hanya di pihak kreditur, seperti yang dilakukan melalui usaha koperasi mandiri yang dilakukan oleh beberapa warga gereja di Tangerang. Itulah sebabnya persoalan riba perlu dikaji menurut pandangan para ekonom, sosiolog, dan teolog. Penelitian ini menegaskan bahwa praktik riba yang memberatkan tidak mampu membangun ekonomi orang miskin. Oleh karena itu, studi ini menggunakan metode kualitatif interdipliner yang menjelaskan fenomena riba sebagai masalah ekonomi, sosial, dan teologis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi tanpa riba yang memberatkan berdasarkan teori Pedro Arrupe tentang preferential option for the poor, yang menekankan tanggung jawab dan solidaritas kepada orang miskin melalui pemberian pinjaman tanpa riba atau dengan riba ringan berdasarkan Ulangan 23:20.
“Dalumatehu Sémbanua”, Sebuah Upaya Berteologi Masyarakat Sangihe dalam Merespon Eksploitasi Lingkungan Tampilang, Risno; Nayoan, Gifliyani
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1198

Abstract

AbtractThe aim of this research is to explore and assess the traditional ritual of “Dalumatehu Sémbanua” and compare it with the prophetic traditions found in the Old Testament. The study employed a descriptive qualitative approach, utilizing literature reviews and in-depth interviews for data collection. The findings illustrate how “Dalumatehu Sémbanua” demonstrates the cultural and spiritual responses of the Sangihe community in defending their land as a collective “home” for all living beings and as a representation of God’s body. Prayers directed to Almighty God, Gengghonalangi, through liturgical expressions, reflect the community’s plea to be liberated from all transgressions, particularly ecological sins perpetrated by both local and international mining companies. The “Dalumatehu Sémbanua” ritual not only highlights the communal identity of the Sangihe people, who possess a unique cultural heritage, but also reveals the ecotheological concept within the ritual that views Sangihe Island’s nature as a shared habitat for the earth’s community, including both human and nonhuman inhabitants. Anyexploitation of the island is seen as an act that harms God’s body. Through the “Dalumatehu Sémbanua” ritual, as a form of prophetic liturgical response, the human community is reminded and urged to change their mindset and actions towards the understanding that nature is an integral and inseparable part of the earth’s community, with God at its core. AbstrakTujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis ritual adat “Dalumatehu Sémbanua” dan mendialogkannya dengan tradisi kenabian (profetik) dalam teks Perjanjian Lama. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan jenis kajian pustaka dan interview mendalam sebagai dua cara dalam pengumpulan data. Hasil kajian memperlihatkan bagaimana “Dalumatehu Sémbanua” mencerminkan sebuah bentuk respons kultural sekaligus spiritual masyarakat Sangihe dalam memperjuangkan tanah mereka sebagai “rumah” bersama dari semua ciptaan dan tanah itu sebagai cerminan tubuh Tuhan. Doa permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Gengghonalangi yang diungkapkan secara liturgis merefleksikan rintihan umat agar dosa ekologis yang dilakukan manusia termasuk oleh korporasi tambang asing maupun lokal dapat segera berakhir. Ritual adat “Dalumatehu Sémbanua” mencerminkan tidak hanya jati diri orang Sangihe yang memiliki warisan nilai budaya yang khas dan unik, melainkan dalam ritual adat tersebut tercermin gagasan ekoteologi yang menempatkan alamkepulauan Sangihe itu sebagai “rumah” bersama atau ruang hidup bersama bagi komunitas bumi yakni manusia, burung, ikan, tumbuh-tumbuhan dan seluruh ciptaan yang berdiam di dalamnya. Eksploitasi terhadap lingkungan alam kepulauan dapat dimaknai sebagai perbuatan melukai tubuh Tuhan. Dengan ritual “Dalumatehu Sémbanua” sebagai wujud respons liturgi profetik, manusia diingatkan untuk mengubah pola pikirnya serta tindakannya bahwa alam adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari kehidupan komunitas bumi dan Tuhan sebagai pusatnya.
Makan Menurut Injil Markus dan Fenomena Food Waste serta Kelaparan di Indonesia Milala, Raharja Sembiring; Sitanggang, Asigor Parongna
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1234

Abstract

AbstractThis article examines the act of eating as a routine occurrence. The evolution of society has altered the significance of food as an indicator of social status and prestige. This change in perception affects issues like food waste, hunger, malnutrition, and stunting. By analyzing the eating narratives in the Gospel of Mark through editorial criticism, we find that eating is connected to the principles of inclusivity and the readiness to share within the community of God’s followers. The article presents eating as an opportunity to extend and share God’s gracewith all individuals. This concept can offer fresh perspectives for faith communities in developing an ethical approach to food and supporting those in need. AbstrakArtikel ini mendiskusikan makan sebagai fenomena keseharian. Progresivitas zaman berimbas pada pemaknaan makan sebagai penanda kelas sosial dan prestige. Konsekuensi pergeseran makna ini berdampak pada food waste, kelaparan, gizi buruk, dan stunting. Penelusuran teks-teks makan dalam Injil Markus dengan menggunakan kritik redaksi menibakan kita pada kesimpulan bawa makan berelasi dengan nilai-nilai inklusivitas dan kesediaan berbagi dalam komunitas umat Allah. Artikel ini menawarkan makan sebagai ruang welcoming dan berbagi rahmat Allah pada semua orang. Gagasan ini dapat menjadi insight baru bagi komunitas orang percaya dalam membentuk sikap etis terhadap makanan dan saudara yang kekurangan.
Confirmation Bias Analysis of Religious Intolerance Trends: A Study of the Views of Lecturers at Religious-Based Universities in Yogyakarta Setyowati, Endah; Sigalingging , Hendra
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1240

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran Bias Konfirmasi dalam menentukan sikap dan perilaku intoleransi beragama menurut dosen universitas agama di Yogyakarta. Konsep Bias Konfirmasi merupakan salah satu pendekatan kontribusi Neuroscience yang dapat digunakan untuk memahami fenomena sosial seperti sikap dan perilaku intoleransi dalam konteks masyarakat dengan keberagaman agama. Melalui survei yang dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada informan, penelitian ini memberikan gambaran mengenai pandangan para informan dalam menciptakan sikap intoleransi beragama. Sikap penerimaan terhadap keberadaan agama yang berbeda menghilangkan bias konfirmasi terhadap berita konflik yang menggunakan identitas agama. Namun pada situasi tekanan kelompok, bias konfirmasi berkaitan dengan sesuatu yang tidak pernah ada dalam ingatan berpotensi menimbulkan sikap atau perilaku intoleran. AbstractThis study aims to analyze the role of Confirmation Bias in determining the attitude and behavior of religious intolerance according to the lecturers of religiously affiliated universities in Yogyakarta. The concept of Confirmation Bias is one of the approaches contributed by Neuroscience that can be used to understand social phenomena such as intolerant attitudes and behavior in the context of societies with religious diversity. Through a survey followed by in-depth interviews, this research provides an overview of the informants’ views on creating attitudes of religious intolerance. An attitude of acceptance towards the existence of different religions eliminates confirmation bias towards conflict news that uses religious identities. However, in situations of group pressure, confirmation bias is related to something that has never been in memory which has the potential to give rise to intolerant attitudes or behavior.
Iman di Era Digital: Praktik Konseling Pastoral Berbasis Teknologi Digital Simatupang, Andreas Fredriko; Suprabowo, Gunawan Yuli Agung
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1276

Abstract

AbstractThis article aims to identify the benefits and challenges in the integration of digital technology into pastoral counseling in the digital age. This study uses descriptive method with literature study to describe the phenomena that occur in depth and complex. The results show that digital technology can provide spiritual and emotional support through various media such as telephone, video calls, short messages, emails, and other digital platforms, which offer greater flexibility and accessibility. However, there are also shortcomings such as a lack of mastery of digital technology among companions, data privacy and security issues, formal legitimacy from church authorities, as well as a potential reduction in the depth of interpersonal relationships. This research is expected to provide valuable insights for churches in improving the quality of their pastoral care and serve as a basis for the development of better ethical guidelines in pastoral counseling practices based on digital technology. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat dan tantangan dalam integrasi teknologi digital ke dalam konseling pastoral di era digital. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan studi literatur untuk menggambarkan fenomena yang terjadi secara mendalam dan kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi digital dapat memberikan dukungan spiritual dan emosional melalui berbagai media seperti telepon,video call, pesan singkat, email, dan platform digital lainnya, yang menawarkan fleksibilitas dan aksesibilitas yang lebih besar. Namun, terdapat juga kekurangan seperti kurangnya penguasaan teknologi digital di kalangan konselor, isu privasi dan keamanan data, legitimasi formal dari otoritas gereja, serta potensi pengurangan kedalaman hubungan interpersonal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga bagi gereja-gereja dalam meningkatkan kualitas pelayanan pastoral mereka dan menjadi dasar bagi pengembangan pedoman etika yang lebih baik dalam praktik konseling pastoral berbasis teknologi digital.
Rethinking the Deep Ecology: A Response to Climate Change Discourse from the Perspective of Pope Francis’ Laudato Si Tan, Petrus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1335

Abstract

AbstrakPerubahan iklim merupakan salah satu tantangan global terbesar di zaman kita, yang membawa sejumlah implikasi signifikan bagi manusia dan lingkungan. Namun, sementara perubahan iklim bersifat global,efek negatifnya yang paling parah dirasakan oleh orang-orang miskin di negara-negara miskin yang bergantung pada sumber daya alam. Penelitian ini bertujuan untuk menanggapi isu perubahan iklim dengan mendalamikembali konsep deep ecology yang dikembangkan filsuf Norwegia, Arne Naess, dari perspektif ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang meliputi review literatur dan analisis kritis. Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan iklim adalah masalah kompleks yang berakar pada paradigma teknoratis dan antroposentrisme modern. Paradigma teknokratis memainkan peran penting dalam praktik konsumerisme dan sistem ekonomi neoliberal yang mengabaikan kebutuhan orang miskin dan menghancurkan lingkungan. Berbeda dari pemikiran Arne Naess, Laudato Si menawarkan perspektif baru deep ecology dengan beberapa prinsip pokok yang khas, yaitu nilai sakramental ciptaan, ketergantungan antarciptaan, global common good, solidaritas, dan egalitarianisme ekologis. AbstractClimate change is one of the greatest global challenges of our time, with significant implications for human’s life and the environment. However, while climate change is a global issue, its negative effects are most widely felt by the poor in developing countries that depend on natural resources. This research aims to elaborate on the issue of climate change by rethinking the deep ecology, a term coined by Norwegian philosopher, Arne Naess, from Pope Francis’ perspective in his encyclical, Laudato Si. This study uses a qualitative approach, namely a literature review and critical analysis. The research indicates that climate change is a complex issue rooted in the modern technocratic and anthropocentric view of the relationship between humans and the environment. This technocratic paradigm plays an important role in consumerist practices and a neoliberal economic system that abandons the poor and damages the environment. In Laudato Si, Pope Francis offers a new perspective of deep ecology with several main principles, including the sacramental and intrinsic value of creatures, the interdependence and interconnectedness between humans and nature, the global common good, solidarity, and ecological egalitarianism.
Resensi Buku: Matthew, Disability, and Stress: Examining Impaired Charaters in The Context of Empire Subowo, Adhika Tri
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1429

Abstract

Resensi Buku: Menapaki Jalan Reformasi Kristianto, Paulus Eko
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2025.101.1433

Abstract

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2025 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 10 No. 2 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 9 No. 2 (2024): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 9 No. 1 (2024): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 5 No. 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue