GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles
175 Documents
Berbagi Kepemimpinan dan Pelayanan: Transformasi Peran Ketua Kelompok di Gereja Kristen Jawa Bekasi Timur
Kristantara, Johan
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.61.620
AbstractThis article proposes a transformation of leadership in a congregation by transforming roles of cell leaders. The research departs from a concern that leadership in many churches—including Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bekasi Timur—tends to be oriented and centralized toministerial offices (pastors, elders, and deacons). Consequently, the roles of lay leadership have not been given enough attention. This research employs an empirical-analytical approach—enquiring empirical perceptions of leadership in a congregation and analyzing them with church leadership concepts from Kevin G. Ford and E. Stanley Ott. The methods used in this research are qualitative field research (by conducting deep interviews) as well as literary research (using closelyrelated books and journal articles). The finding of this research suggests that shared leadership and ministry transforms centralized leadership(autocracy) culture, making possible various ministries to be carried out in more vital and effective ways. AbstrakArtikel ini menawarkan transformasi kepemimpinan jemaat dengan mentransformasikan peran para ketua kelompok. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan bahwa kepemimpinan di banyak gereja— termasuk di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bekasi Timur—cenderung berorientasi dan berpusat pada jabatan gerejawi (pendeta, penatua/tua-tua, dan diaken). Akibatnya, peran kepemimpinan warga jemaat biasa kurang mendapat perhatian. Artikel ini menggunakan metode empiris-analitis, yang menggali persepsi empiris kepemimpinan jemaat lalu menganalisisnya dengan konsep-konsep kepemimpinan gereja dari Kevin G. Ford dan E. Stanley Ott. Teknik yang dipakai dalam kajian ini adalah penelitian lapangan kualitatif (dengan melakukan wawancara mendalam) dan penelitian pustaka (menggunakan buku-buku dan artikel-artikel jurnal terkait). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan berbagi kepemimpinan dan pelayanan memungkinkan kultur kepemimpinan yang sentralistik (otokrasi) ditransformasikan menjadi kultur desentralistik yang berbagi sehingga pelayanan-pelayanan akan berjalan secara lebih hidup dan efektif.
Solidaritas Yesus Terhadap Kaum Miskin: Studi Hermeneutik Lukas 21:1–4 dengan Perspektif Subaltern Gayatri Spivak
Kantohe, Angelly Christisya
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.62.626
AbstractThis article aims to offer a hospitable hermeneutic to marginal groups by addressing humanitarian topics especially in relation to poverty issues. Biblical narratives pay much attention to the poor who are so ignored and silenced that their existence in public life is denied. Using Spivak’s subaltern theory of hermeneutics, this article reads Luke 21:1–4 from the perspective of the minority. Subaltern hermeneutics invites readers to embrace the spirit of Jesus in fighting against oppression. Jesus’ empathy toward the minority calls contemporary readers to represent the voices of the silenced and the oppressed. The goal is that both the oppressors and the oppressed are healed to celebrate life together. AbstrakTulisan ini bertujuan untuk menawarkan sebuah pendekatan hermeneutik yang ramah terhadap kelompok-kelompok marginal sehingga dapat dihidupi dan dipakai untuk menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan khususnya berkaitan dengan isu kemiskinan. Narasi-narasi Alkitab menyatakan betapa kaum miskin sering kali terabaikan dan terbungkam sehingga suaranya tidak dapat didengar bahkan eksistensinya luput dari perhatian masyarakat. Menggunakan teori hermeneutik subaltern dari Spivak, artikel ini membaca teks Lukas 21:1–4 dari sudut pandang kaum minoritas. Hermeneutik subaltern dipakai untuk membaca teks tersebut guna mengajak para pembaca untuk meneladani semangat Yesus dalam memerangi bentuk-bentuk penindasan. Perilaku keberpihakan Yesus terhadap kaum minoritas mengundang para pembaca untuk turut melibatkan diri sebagai perwakilan suara-suara kaum tertindas yang terbungkam. Tindakan tersebut membuka ruang bagi setiap orang, baik para pelaku penindasan maupun korban-korban yang tertindas, untuk memperoleh pemulihan dan merayakan kehidupan bersama.
Resensi Buku: Pendampingan Pastoral Orang Berduka
Simanjuntak, Linda Zenita
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.61.603
Kehampaan (Nothingness): Sebuah Jalan Interspiritualitas
Haryono, Stefanus Christian
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.61.636
AbstractThis article discusses a concept of nothingness from two perspectives: west and east. The western perspective is represented by Dionysius the Areopagite and Meister Eckhart, and the eastern perspective is represented by Ibn ‘Arabi, Sankara, and Nitisani Keiji. The intersection of these perspectives is a theological quest of nothingness as an interspirituality path for a pluralistic society. AbstrakArtikel ini mendiskusikan konsep kehampaan (nothingness) dari dua perspektif, yaitu Barat dan Timur. Perspektif Barat diwakili oleh Dionisius Areopagus dan Meister Eckhart, dan perspektif Timur diwakili oleh Sankara, Ibnu ‘Arabi, dan Nitisani Keiji. Perjumpaan keduaperspektif tersebut adalah upaya pencarian teologis tentang kehampaan (nothingness) sebagai jalan interspiritualitas bagi masyarakat plural.
Siapa yang Menjamah Aku?: Menafsir Narasi Lukas 8:43–48 dengan Pendekatan Poskolonial Feminis
Laholo, Dedi Bili
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.62.590
AbstractWomen who suffer from intimate organ issues, such as discharge of blood, are often stigmatized and prejudiced. Former colonialization worsened the culture of patriarchy in treating unfairly women in such condition. Using a postcolonial feminist approach and focusing on the narrative story of a woman having discharge of blood in the Gospel of Luke 8:43–48, this article refl ects on the experiences of sick women today. This approach aims to identify the voice of those who are experiencing double colonializations, political, and cultural. The goal is to realize the domination that occurs in the text and its context and to refl ct on the woman’s struggle for proving her faith. The result of the hermeneutic work shows the woman’s resilience and bravery, and reveals Jesus as aholistic, liberating, and transforming healer. AbstrakPerempuan yang menderita sakit, khususnya yang berhubungan dengan organ intim, sering mendapatkan stigma dan prasangka dari berbagai pihak. Realita sebagai masyarakat yang pernah mengalami kolonialisasi diperparah dengan warisan patriarki menempatkan perempuan dengan penyakit pada organ intim—seperti pendarahan berlebih—pada keadaan yang sulit. Narasi perempuan yang sakit pendarahan menurut Injil Lukas 8:43–48 akan menjadi fokus untuk merefleksikan pengalaman perempuan yang sakit dalam teks terhadap kenyataan dan pengalaman perempuan yang sakit masa kini dengan metode atau pendekatan poskolonial feminis. Pendekatan ini berusaha untuk menemukan suara mereka yang mengalami penjajahan ganda, baik oleh kolonialisme maupun oleh patriarki. Tujuannya adalah untuk melihat dominasi yang terjadi dalam teks dan konteksnya serta merefl eksikan tentang perjuangan perempuan dan pembuktian imannya. Dari kerja hermeneutik yang dilakukan didapat makna perjuangan dan keberanian perempuan serta Yesus yang hadir sebagai penyembuh yang holistik, yang membebaskan serta mentransformasi.
Membangun Nisbah Kehidupan Rumah Tangga: Tafsir Kolose 3:18-4:1
Panjaitan, Firman
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.61.659
AbstractHousehold codes are often characterized by a patriarchal pattern that allows hierarchical relations between husband-wife and parent-child, including in terms of work. The hierarchy creates a condition of ordinationsubordination, which suggests that there are strong and weak parties. This resulted in the idea that the strong owns the weak. Colossians 3:18-4:1criticizes the household rules constructed according to the philosophical views that developed at that time. Using historical-criticism methods, especially textual criticism, namely studies that specialize in research on text or words, this article suggests that the phrase “in God†is a reference for a household code based on an equality principle. This research also reveals that the relationships constructed in Colossians 3:18-4:1 negatethe hierarchical model. AbstrakAturan kerumahtanggaan sering kali diwarnai dengan pola patriarkhi yang mengizinkan adanya hierarki dalam nisbah antara suami-istri dan orang tua-anak, termasuk juga dalam hal bekerja. Hierarki menimbulkan kondisi ordinasi-subordinasi, yang mengesankan ada pihak yang kuat dan lemah, dan dampak yang terjadi adalah munculnya status kepemilikandari yang kuat terhadap yang lemah. Kolose 3:18-4:1 hendak mengkritik aturan kerumahtanggaan yang telah terbangun selama ini akibat pengaruh pandangan filsafati yang berkembang pada saat itu. Dengan menggunakan metode historis-kritis,khususnya kritik teks, yaitu studi yang mengkhususkan pada penelitian terhadap teks atau kata, artikel ini hendak memperlihatkan bahwa aturan kerumahtanggaan dan kerja yang dibangun harus didasarkan pada ekualitas/kesejajaran, dan kata kunci dalam membangun kesejajaran itu adalah frasa “di dalam Tuhanâ€. Penelitian ini menghasilkan sebuah temuan yang menunjukkan bahwa nisbah yang dibangun dalam Kolose 3:18-4:1 mengenai aturan kerumahtanggaan dan kerja “di dalam Tuhan†adalah nisbah yang menafikan hierarki.
Tinjauan Psiko-Teologis Terhadap Pengalaman Traumatik Seksual dan Panggilan Menjadi Pendeta
Aprilia, Pascalin Dwi;
Ranimpi, Yulius Yusak;
Yonathan, Handri
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.62.675
AbstractSexual harassment causes feelings of inferiority and humiliation, and even trauma for the individual who experiences it. This research examines traumatic experience resulted from sexual harassment underwent by a minister. The method employed is case study that is analysed phenomenologically. The data were collected through interview with the participant who is a minister with an experience of sexual harassment. The finding shows that sexual abuse experienced by the participant during the childhood period resulted in traumatic experiences. This affects various aspects of the participant's life including her decision to become a minister. Trust in God and support from parents as well as the surrounding environment allow the participant to overcome her traumatic experiences and make these experiences a source of energy to strengthen the congregation. AbstrakPada umumnya, pelecehan seksual mengakibatkan perasaan rendah diri dan terhina bahkan trauma bagi individu yang mengalaminya. Penelitian ini memeriksa pengalaman traumatik akibat pelecehan seksual yang dialami oleh pendeta. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang dianalisis secara fenomenologis. Data diambil melalui teknik wawancara terhadap partisipan yang merupakan seorang pendeta yang mengalami pelecehan seksual. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual yang dialami oleh partisipan pada periode anak-anak mengakibatkan pengalaman traumatik. Hal ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan partisipan termasuk keputusan untuk menjadi seorang pendeta. Kepercayaan kepada Tuhan serta dukungan dari orangtua dan lingkungan sekitarnya membuat partisipan dapat menyelesaikan pengalaman traumatiknya dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai sumber kekuatannya untuk menguatkan jemaat.
Perempuan dalam Injil dan dalam Teologi Moral
Mali, Mateus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2021.61.630
AbstractFeminism is one of social-moral thoughts that challenge the hegemony of patriarchy. Feminists begin their struggle with critique of male domination and ask for valorization of women’s way of thinking, feeling, and moral decisions. According to feminists, one of the communities that are insensitive of feminist issues is the Catholic Church because the church lives in a patriarchal system. Methodology used in this article is hermeneutic. In the light of Jesus’ way, moral theology tries to reflect the problem of feminism and the role of woman in the Church. The main focus of this article is the analysis of feminism in the Gospel and in moral theology. The goal of this writing is to push Catholic women to participate more in the ecclesial life and to correct the male languages of theology to be more feminine-sensitive. AbstrakFeminisme adalah salah satu pemikiran moral sosial yang menantang hegemoni patriarkal. Para penggerak perempuan menuntut penghargaan dari cara berpikir, berperasaan, dan mengambil keputusan moral dari para perempuan dan mengkritik dominasi laki-laki. Menurut penggerak feminisme, salah satu komunitas yang melanggengkan persoalan tentang perempuan adalah Gereja Katolik karena dia hidup dalam sistem patriarkal.Metodologi yang digunakan dalam artikel ini adalah hermeneutik. Dalam terang cara Yesus, teologi moral mencoba untuk merefleksikan persoalan perempuan dan peranannya di dalam Gereja. Fokus utama dari artikel ini adalah analisa tentang feminisme di dalam Injil dan dalam teologi moral. Tujuan penulisan ini adalah mendorong perempuan Katolik untuk lebih mengambil bagian dalam kehidupan menggereja dan untuk membetulkan bahasa teologi yang terlalu bersifat laki-laki menjadi bahasa teologi yang lebih bersifat perempuan.
Merayakan Imago Dei Bersama Orang dengan Disabilitas Intelektual dalam Cinta Persahabatan
Dina Maria Nainggolan
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2022.72.684
AbstractThis article explores the spiritual dimensions of people with mild to severe intellectual disabilities. Dimensions that are increasingly lost and neglected, especially since the Enlightenment era which focuses to intellectuality and rationality as the summa of human existence. Human image with God has been understood only in terms of rational and intellectual abilities which leads to discrimination and neglect of God’s image in persons with disabilities, especially persons with intellectual disability. This article seeks to fi nd the image of persons with intellectual disabilities with God through the manifestation of love and shows that persons with intellectual disabilities like others can find God in Holy Spirit who works beyond human intellectual abilities. AbstrakArtikel ini menelusuri dimensi spiritualitas penyandang disabilitas intelektual ringan hingga parah. Dimensi yang semakin hilang dan terabaikan terutama sejak abad pencerahan yang menekankan intelektualitas dan rasionalitas sebagai keberadaan manusia yang terutama. Kesegambaran manusia dengan Allah sejauh ini dipahami hanya dalam kemampuan rasional dan intelektual yang berujung pada diskriminasi dan pengabaian kesegambaran Allah dalam diri penyandang disabilitas terutama penyandang disabilitas intelektual. Tulisan iniberupaya untuk menemukan kesegambaran penyandang disabilitas intelektual dengan Allah melalui perwujudan hidup yang penuh cinta kasih dan menunjukkan bahwa penyandang disabilitas intelektual sama seperti mereka yang tidak menyandang disabilitas dapat menemukan Allah dalam kuasa Roh Kudus yang bekerja melampaui kemampuan intelektualitas manusia yang terbatas.
"U Puna Maisi'a Yari Maisi'a": Kajian Teologi Kontekstual Terkait Pandangan Orang Maneo di Seram Utara tentang Tanah dan Hutan bagi Kemanusiaan Mereka
Hendrik Jondri Paays;
Steve G. Ch. Gaspersz;
Henky H. Hetharia
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21460/gema.2022.71.700
AbstractThis article examines the perspective of the Maneo community on land and forest as identity. Based on an oral tradition, the Maneo people understand land and forest as medium for meeting Lahatala (the supreme god, the creator, the sacred) and their ancestors to interconnect with other creations. The destruction and control of the land of the Maneo people not only destroy their lives and future but also harm their cultural and religious identities. Using a qualitative research method, this article studies Maneo people’s views on land and forests in relation to their existence and identity. Through the presentation of Maneo’s perspective on U’puna maisi’a yari maisi’a as an entry point, this study explores the realities of land tenure and forest destruction in Maneo, and the way the church responds to the situation. As a conclusion, this article offers a contextual theology about humanizing humans in the concept of Maneo society. AbstrakTulisan ini hendak menggali perspektif orang Maneo tentang tanah dan hutan sebagai identitas dirinya. Memegang teguh prinsip kultural (turun temurun dari) yang diturun-alihkan leluhur, orang Maneo memahami tanah dan hutan sebagai medium perjumpaan dengan Lahatala (Tuhan Pencipta, yang sakral) dan leluhur, serta sebagai cara berelasi dengan sesamanya dan ciptaan lainnya. Penulis menandaskan, penghancuran dan penguasan lahan tidak saja menjadi kekelaman masa depan orang Maneo, melainkan juga meluluhlantahkan identitas kultural dan religi mereka. Melalui metode pendekatan kualitatif, tulisan ini hendak menggali pandangan orang Maneo tentang tanah dan hutan bagi eksistensi dan identitas mereka. Pertama-tama, penulis memperlihatkan perspektif orang Maneo tentang U’puna maisi’a yari maisi’a. Hal itu menjadi pintu masuk untuk mendalami realitas gempuran penguasaan tanah dan pengrusakan hutan yang marak terjadi di Maneo. Lantas, bagaimana gereja memaknai fenomena tersebut. Akhirnya, tulisan ini diakhiri dengan tawaran teologi kontekstual tentang memanusiakan manusia dalam konsep orang Maneo.