cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 175 Documents
Sejarah Gereja Belanda Austin Friars di City of London: Refleksi Sejarah Gerakan Reformasi — Harapan dan Tantangan Henk ten Napel
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2017.21.284

Abstract

Abstract In the centre of the City of London one can find the Dutch Church Austin Friars. Thanks to the Charter granted in 1550 by King Edward VI, the Dutch refugees were allowed to start their services in the church of the old monastery of the Augustine Friars. What makes the history of the Dutch Church in London so special is the fact that the church can lay claim to being the oldest institutionalised Dutch protestant church in the world. As such it was a source of inspiration for the protestant church in the Netherlands in its formative years during the sixteenth century. Despite its long history, the Dutch Church is still alive and well today. This article will look at the origin of this church and the challenges it faced and the developments it experienced during the 466 years of its existence. Abstrak Di pusat distrik keuangan di London (City of London) terdapat sebuah gereja dengan nama Gereja Belanda Austin Friars. Berkat surat keputusan yang dikeluarkan Raja Edward VI pada tahun 1550, pengungsi-pengungsi Belanda diberi hak untuk mengadakan kebaktian bersama di dalam gereja biara frater-frater Agustin. Sejarah Gereja Belanda di London menarik sekali, karena gereja ini dapat dikatakan adalah gereja kelembagaan yang bersifat protestan dan berbahasa Belanda yang pertama di dunia. Dalam situasi ini gereja ini menjadi sumber ilham buat Gereja Protestan di Nederland yang sedang berkembang pada abad ke-16. Walaupun sudah berumur lanjut, namun Gereja Belanda masih tetap hidup dan sehat sampai hari ini. Artikel ini dimaksudkan untuk melihat sejarah gereja tersebut sejak permulaannya serta tantangan dan perkembangan yang dialami dalam sejarahnya selama 466 tahun lebih.
Bom Surabaya 2018: Terorisme dan Kekerasan Atas Nama Agama Tamawiwy, August Corneles
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.443

Abstract

AbstractThe socio-political analysis of the acts of terrorism has produced phrases such as “terrorism/terrorist has no religion”. Such expressions overlook ethical-theological approaches in analyzing the acts of terrorism. This article aims to show that without an ethical-theological analysis, the socio-political interpretation of acts of terrorism is inadequate because of very strong theological elements that influence the person or group of people committing such acts of terror. Studying the case of the Surabaya Bombing in May 2018, this articledemonstrates that socio-political ideology is not strong enough to make a person or group of people to carry out acts of terrorism unless they are based on theologically informed belief. AbstrakAnalisa sosial-politis terhadap aksi terorisme berhasil melahirkan diksi seperti “terorisme/teroris tidak beragama”. Hal ini muncul karena adanya upaya untuk menyingkirkan analisa etis-teologis dalam menganalisis aksi tersebut. Tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa tanpa pendekatan etis-teologis, analisa sosial-politis terhadap aksi terorisme belum memadai karena ada unsur-unsur teologis yang sangat kuat yang memengaruhi seseorang melakukan aksi tersebut. Dengan menganalisis kasus Bom Surabaya Mei 2018, tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa ideologi sosial-politis tidaklah cukup kuat untuk membuat seseorang atau sekelompok orang melakukan aksi terorisme jika tanpa dilandasi oleh keyakinan-keyakinan yang diimajikan secara teologis.
Resensi Buku: Liquid Ecclesiology—The Gospel and The Church Hutabarat, Haleluya Timbo
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2020.51.577

Abstract

Abstrak Latar belakang masalah buku ini adalah fenomena gereja yang kaku. Menggunakan metode etnography, buku ini merupakan sebuah bahan diskusi yang menarik tentang gereja, anak muda dan budayanya. Penulis menghubungkan budaya (populer), anak muda, dengan narasi Injil untuk menghasilkan apa itu gereja. Ia menawarkan eklesiologi gereja yang lebih cair, adaptif dan responsif terhadap akar-akar budaya sehari-hari yang dihidupi. Bagian-bagian setelahnya berisi diskusi tentang bentuk-bentuk praktis yang sangat memungkinkan dari konsep gereja yang cair. Akhirnya, anjuran sikap mental dan spiritual agar sebuah gereja tetap cair dan freshbagi komunitas di dalam dan di sekitarnya adalah keterbukaan. Buku memperkaya diskusi di ranah eklesiologi, liturgi, pembangunan jemaat, pastoral, budaya populer, dan intergenerasional. Abstract Rationale background of this book is the solid phenomenon of church. Using ethnography methods, this book is an interesting discussion about the church, young people and its culture. The author associate (popular) culture, young people, with gospel narratives to produce what the church is. He offers a more fluid, adaptive and responsive ecclesiology as the roots of everyday culture of church that is lived. This study also recommends the very practical forms of a liquid church. The final suggestion as a mental and spiritual attitude so that church remains liquid and fresh, is openness. This book shares a rich discourse in the field of ecclesiology, liturgy, church building, pastoral, popular culture, and intergenerational culture.
Sumbangan Athanasius dari Aleksandria dalam Pembentukan Ajaran Trinitas Sendjaja, Hendri Mulyana
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2018.31.364

Abstract

Abstract The intellectual struggles and adventures of Christian thinkers in Alexandria in the first centuries produced an overarching effect to the doctrines of Christian faith, which survived to the present day. One of those doctrines is the doctrine of the Trinity. The study of the thought of Athanasius of Alexandria in regards of God, Jesus Christ, and the Holy Spirit, through his works such as Contra Gentes-De Incarnatione, Contra Arianos I-III, and Epistola ad Serapionem, speaks for itself the contribution he made to solidify the doctrine of the Trinity. For him, the doctrine expresses the eternal communion among the Father, the Son and the Holy Spirit, which in effect brings benefi t to us. The construction of the doctrine is inseparable from the Church tradition which owed to the ecclesiastical biblical exegesis, and the construction of the theological methods, and the soteriological perspective. Abstrak Pergumulan dan petualangan intelektual pemikir-pemikir Kristen di Aleksandria pada abad-abad pertama menghasilkan ajaran-ajaran iman Kristen yang bertahan sampai sekarang. Salah satu ajaran-ajaran itu adalah ajaran Trinitas. Penelitian pemikiran Athanasius dari Aleksandria tentang Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus, dalam karyanya Contra Gentes-De Incarnatione, Contra Arianos I-III, dan Epistola ad Serapionem, membuktikan bahwa Athanasius memberikan sumbangan yang signifi kan dalam pembentukan ajaran Trinitas yang lebih mantap. Bagi Athanasius, ajaran Trinitas mengungkapkan persekutuan yang erat antara Bapa dan Anak dan Roh Kudus secara kekal untuk kepentingan kita. Ajaran ini tidak lepas dari tradisi iman Gereja yang bertolak dari penggunaan metode penafsiran Alkitab dan metode berteologi dalam lingkup ekklesiastikal, serta perspektif soteriologis.
Globalisasi dan Keberagamaan di Asia: Pemikiran Kwok Pui-Lan—Teologi Poskolonial Feminis Asia Odniel Hakim Gultom
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.212

Abstract

Abstract The main thesis of this article is to present the phenomenon of globalization about cultural change (and economic) that gives effect to the "religion" and religious practice. Secularization as part of globalization and modernization, affecting cultural relations and "religion" in the region. Forms of religious practices which was appointed as the impact of globalization is privatization, fundamentalisasi, and the commodification of religion. Kwok Pui-Lan as an Asian postcolonial feminist theologians criticize globalization as a form of colonization with a new face that oppresses women and children. In the context of Asia with a diversity of religious and extreme poverty, how theology can provide a role in public life. Religion can not be separated from other social relations (especially cultural) as stated classic secularization theory. Thus the award to religious pluralism and inter-faith spirituality to be very important to build religiosity that appreciate coexsistence. Abstrak Tesis utama dari artikel ini adalah globalisasi yang menghadirkan fenomena perubahan kultural (dan ekonomi) yang memberi dampak bagi “agama” dan keberagamaan. Sekularisasi sebagai bagian dari globalisasi dan modernisasi, memengaruhi hubungan budaya dan “agama” di wilayah Asia. Bentuk keberagamaan yang diangkat sebagai dampak globalisasi adalah privatisasi, fundamentalisasi, dan komodifikasi agama. Kwok Pui-Lan sebagai seorang teolog feminis poskolonial Asia mengkritik globalisasi sebagai bentuk kolonialisasi dengan wajah baru yang menindas perempuan dan anak-anak. Dalam konteks Asia dengan kepelbagaian agama dan kemiskinan yang parah, bagaimana teologi bisa memberikan peran dalam kehidupan publik. Agama tidak bisa dipisahkan dari relasi sosial lainnya (khususnya budaya) seperti yang dinyatakan teori sekularisasi klasik. Dengan demikian penghargaan kepada pluralisme agama-agama dan spiritualitas antar iman menjadi sangat penting untuk membangun religiositas yang menghargai kehidupan bersama.
Menafsir Metafora Dalam Kitab Hosea: Historis Kritis, Feminis, dan Ideologis Robert Setio
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2017.22.292

Abstract

Abstract The book of Hosea is one among a few books in the First Testament that gives rise to the diversity of interpretations. The text contains some language problems which prevent clear meaning. Its use of pornographic imagery as metaphor for the wrong doers has also provoked disagreements among the interpreters. Scholars throughout the ages have tried to look for the best way to receive the disturbing metaphor. By relating the Book with some historical circumstances, the metaphor is understood as representation of an historical reality, namely, the unfit leadership of the Israelite and Judahite communities. According to this interpretation, the use of sexual imagery should not bother the readers as it merely serves to convey the harsh criticism towards the community leaders who brought the society into chaos. However, feminist interpreters do not agree with such kind of interpretation. In their view, unravelling the ideology that allows such the use of metaphor that denigrate woman is the main task of interpretation. Their criticism has opened our eyes of how ideology plays siginificant roles in the production of the Book. The story of Hosea and Gomer should not be taken for granted as it results from a certain way of thinking. The view of the writer of the Book, for the feminitsts, is strongly misogynistic that it deserves severe criticism. While criticizing the gender imbalance view of the Book, the feminists seem to forget the main purpose of the metaphor. This writing wants to show that the metaphor is actually intended to alarm the worst socio-political situation. The blame of the socio-political turbulences is put on the shoulder of those whose view differs from that of the writer's. While blaming the opponents, the Book urges the acceptance of a dreamed society of the ideal.   Abstrak Kitab Hosea adalah salah satu dari kitab-kitab dalam Perjanjian Pertama yang menimbulkan kepelbagaian dalam penafsiran. Teks Hosea mengandung permasalahan bahasa yang mencegah kejelasan makna. Pemakaian gambaran pornografi sebagai metafora bagi mereka yang bersalah juga telah menimbulkan perbedaan pendapat di antara para penafsir. Para ahli dari berbagai zaman telah berusaha mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Dengan menghubungkan teks dengan situasi-situasi sejarah, metafora dalam Kitab Hosea dijelaskan sebagai gambaran akan suatu realita sejarah, yaitu para pemimpin Israel dan Yehuda, yang dianggap tidak becus. Menurut model penafsiran yang seperti ini, pemakaian gambaran-gambaran seksual tidak harus mengganggu pembaca karena hal tersebut hanya digunakan sebagai sebuah kritik yang keras terhadap para pemimpin yang dianggap telah menyebabkan kekacauan dalam masyarakat. Tetapi, para penafsir feminis tidak setuju dengan argumentasi tersebut. Bagi mereka, tugas utama penafsiran adalah menguak ideologi yang membuat pemakaian metafora yang merendahkan perempuan itu dianggap sebagai hal biasa saja. Kritik para feminis tersebut membuka mata kita tentang bagaimana ideologi sangat berperan dalam pembuatan Kitab Hosea. Kisah Hosea dan Gomer tidak dapat dianggap sebagai hal yang biasa. Pandangan yang ada dalam Kitab Hosea memperlihatkan sikap misoginis yang perlu dikritik. Tetapi, pada saat melontarkan kritik terhadap pandangan yang tidak seimbang secara gender dari Kitab Hosea, para penafsir feminis justru melupakan tujuan utama dari metafora yang digunakan oleh kitab itu. Tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa metafora tersebut bertujuan memperlihatkan sebuah keadaan sosial-politik yang kacau. Kekacauan ini kemudian diletakkan penyebabnya di atas pundak orang-orang yang berseberangan pandangan dengan penulis Kitab Hosea. Sembari melontarkan kesalahan pada para lawan, Kitab Hosea juga mendesakkan sebuah model masyarakat impian yang ideal.
Pembacaan Lintas Tekstual: Tantangan Ber-Hermeneutik Alkitab Asia (2) Listijabudi, Daniel K
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.41.412

Abstract

Abstract This article (part two) evaluates the examples given from the works of Asian theologians (in part one) by considering their hermeneutical positions in the inter-scriptural discussion through the insights of the theology of religions and interreligious hospitality. Herewith, the insights of theology of religion as a critical lens. The next step is an elaboration of the examples through this lens. Afterwards, the historical developments behind the cross-textual reading are also briefl y searched. The following discussions include Archie Lee’s approach which emphasizes (a) the relation between text and the context of readers within their Asian hybrid set of locations as well as (b) the process of interrelating the two texts with each other. Some critical remarks as well as constructive contributions to the post-colonial bible reading and Indonesian contextual reading are raised. At last, this article offers a hermeneutical standpoint by elaborating how a cross-textual reading of sacred texts can function as an important instrument within the fi eld of interreligious dialogue. Abstrak Artikel ini (bagian kedua) akan mengajukan evaluasi terhadap contoh-contoh yang diberikan oleh para teolog Asia (di bagian pertama) dengan mempertimbangkan posisi hermeneutis mereka dalam diskusi inter-skriptural melalui tilikan dari teologi agama-agama dan apa yang disebut keramahtamahan interreligius. Sebagai lensa kritis untuk mengevaluasi digunakanlah tilikan teologi agama. Elaborasi kritis dari contoh-contoh yang ada akan ditinjau dari lensa terpilih ini. Kemudian artikel ini akan mendiskusikan sejarah perkembangan yang ada di balik model pembacaan lintas tekstual. Setelahnya pendekatan dari Lee yang memberi tekanan pada (a) hubungan di antara teks dan konteks (para) pembaca di dalam tatanan lokasi hibriditas Asia, dan (b) proses menginterrelasikan dua teks satu sama lain akan diperbincangkan. Beberapa tilikan kritis maupun kontribusi konstruktif dari model pembacaan lintas teks terhadap pembacaan Alkitab pasca-kolonial dan pembacaan Alkitab kontekstual Indonesia akan dikemukakan. Akhirnya, tulisan ini akan memuara pada dua hal: pertama, penjelasan mengenai posisi hermeneutis penulis; kedua, kajian terhadap nilai dan praktik dari pembacaan lintas tekstual dalam dialog interreligius.
Teologi Keramahan Allah: Sebuah Pembacaan Kristologi Lukas Manurung, Frans Setyadi
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract This paper is an attempt to present a hospitable christology model that is relevant for answering issues of plurality in the Indonesian context. The author raises one of the problems of christology, namely the controversy over the idea of Jesus’ subordination to and belief in God in both Luke’s writings. Developing the synthesis approach of Douglas H. Buckwalter, it is suggested that Luke’s Christology is traditional and does not show any conflict with these two ideas. Luke’s ability to build a synthesis in his Christology is precisely an important point for Luke in depiciting Jesus as a manifestation of God’s hospitality and a model for his community. Luke’s Christology that presents the idea of the hospitality of God, is an important contribution for the construction of a model of Christian life in the Indonesian context. AbstrakTulisan ini adalah usaha untuk menampilkan sebuah model kristologi yang penuh dengan keramahan, yang dapat dihidupi dan menjadi kontribusi dalam menjawab persoalan-persoalan pluralitas yang ada di Indonesia. Penulis mengangkat salah satu persoalan kristologi—yang juga menjadi persoalan klasik dalam perdebatan kristologi—yaitu perdebatan yang berhubungan dengan gagasan subordinasi Yesus dan keyakinan Yesus sebagai Tuhan dalam kedua tulisan Lukas. Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis mengembangkan pendekatan sintesis yang telah dilakukan Douglas H. Buckwalter dalam bukunya The Character and Purpose of Luke’s Christology untuk menunjukkan bahwa Kristologi Lukas bersifat tradisional dan sama sekali tidak menunjukkan adanya persoalan dengan kedua gagasan tersebut. Kemampuan Lukas untuk membangun sintesa dalam Kristologinya, justru menjadi poin penting bagi Lukas untuk menjadikan Yesus sebagai wujud keramahan Allah dan menjadi model bagi komunitasnya. Kristologi Lukas yang menghadirkan gagasan keramahan Allah, adalah kontribusi penting untuk membangun model kehidupan kekristenan dalam konteks Indonesia.
Erotika Syeh Amongraga: Kajian Teologi Mistik dan Seksualitas dalam Serat Centhini Kristianto, Andreas
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2021.62.607

Abstract

AbstractThis article attempts to explore the eroticism of Syeh Amongraga in Serat Centhini. The author uses Serat Centhini edited by Karkono Partokusumo (1985) and the latest contemporary novel by Elizabeth D. Inandiak with the title Centhini: Kekasih yang Tersembunyi (2018). This paper is a qualitative descriptive study using the perspective ofreviewing mystical theology and sexuality. The result suggests that Serat Centhini is a Javanese literary work containing erotic spirituality concerning the idea of “ngudi kasampurnaan” (seeking perfection), “manunggaling kawula lan Gusti” (integrating the servant with God), “pamongraga lan pamongrasa” (guardian body and guardian mysticfeeling), and erotic celebrations. The study of the Centhini opens a new horizon in contextual theology to view sexuality positively, especially in its encounter with the bible book Song of Songs. AbstrakArtikel ini berupaya untuk menggali erotika Syeh Amongraga dalam Serat Centhini. Penulis menggunakan karya teks Serat Centhini edisi Karkono Partokusumo (1985) dan novel kontemporer terbaru karya Elizabeth D. Inandiak dengan judul Centhini: Kekasih yang Tersembunyi (2018). Tulisan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan perspektif tinjauan teologi mistik dan seksualitas. Hasilnya adalah Serat Centhini menjadi karya sastra Jawa yang mengandung spiritualitas erotis, spiritualitas yang menyangkut gagasan tentang “ngudi kasampurnan” (mencari kesempurnaan), “manunggaling kawula lan Gusti” (menyatunya hamba dengan Tuhan), “pamongraga lan pamongrasa” (pemeliharaan tubuh dan pemeliharaan rasa), dan perayaan erotis. Kajian Serat Centhini ini membuka cakarawala baru dalam teologi kontekstual untuk memandang seksualitas secara positif, khususnya dalam perjumpaannya dengan kitab Kidung Agung.
Politik Identitas dan Religiusitas Perdamaian Berbasis Pancasila di Ruang Publik Paulus Sugeng Widjaja; Djoko Prasetyo Adi Wibowo; Imanuel Geovasky
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2021.61.658

Abstract

AbstractThis research analyzes the impact of identity politics and Pancasila based peace religiosity on the behavior of religious people in the Special Region of Yogyakarta. Identity politics is used in relation to its negative understanding, while Pancasila-based peace religiosity is understood positively, to contract the two. Using a quantitative approach that involved 635 respondents, the research fi nds that the level in which the behavior of the respondents is indicative of identity politics to be as much as 29.6% and by Pancasila-based peace religiosity, as much as 51.1%. In all this, age and the level of education do not moderate the impact. However, if the number of respondents who chose to answer one way or another is considered, it is clear that in some cases the majority of respondents affirm identity politics. Thus, even though identity politics do not strongly impact the respondents, the trend to affirm identity politics is spread broadly among them. The respondents are hesitant to affirmatively stay away from identity politics. This potentially creates problems in society when religious people live with others in public sphere. AbstrakPenelitian ini mengkaji dampak Politik Identitas dan Religiusitas Perdamaian Berbasis Pancasila terhadap perilaku umat beragama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian ini Politik Identitas sengaja dipahami secara negatif dan Religiusitas Perdamaian Berbasis Pancasila sebagai sesuatu yang positif untuk mengkontraskan keduanya. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif atas 635 orang responden, penelitian ini menemukan bahwa perilaku para responden terdampak oleh Politik Identitas sebesar 29,6% dan oleh Religiusitas Perdamaian Berbasis Pancasila sebesar 51,1%. Dalam semua itu, usia dan tingkat pendidikan responden tidak memoderasi dampak keduanya. Namun, jika jumlah responden yang memilih untuk menjawab satu atau lain hal diperhitungkan, maka ditemukan bahwa dalam beberapa kasus mayoritas responden sebenarnya mengafirmasi Politik Identitas. Jadi meskipun Politik Identitas tidak membawa dampak kuat dalam diri para responden, tetapi kecenderungan mengafi rmasi Politik Identitas menyebar sangat luas di antara mereka. Juga jelas bahwa para responden bersikap ragu-ragu untuk menolak perilaku terkait Politik Identitas. Hal ini potensial menimbulkan masalah dalam kehidupan di masyarakat ketika umat beragama hidup bersama dengan umat beragama lain di ruang publik.

Page 8 of 18 | Total Record : 175


Filter by Year

2016 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 10 No. 2 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 10 No. 1 (2025): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 9 No. 2 (2024): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 9 No. 1 (2024): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 5 No. 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue