cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
KAJIAN YURIDIS TENTANG PENGGUGURAN KANDUNGAN KARENA ALASAN KESEHATAN IBU MENURUT PASAL 299 KUHPIDANA Adil, Ferdinand
LEX CRIMEN Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang harus dipertimbangkan oleh dokter untuk menggugurkan kandungan dengan alasan kesehatan ibu, dan bagaimanakah penerapan Pasal 299 KUHPidana agar orang yang sengaja mengobati perempuan untuk menggugurkan kandungan dapat dipidana.  Melalui penelitian kepustakaan disimpulkan: 1. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh dokter untuk menggugurkan kandungan dengan alasan kesehatan itu terutama adalah faktor medis dan faktor non medis yang berpengaruh sebelum kehamilan dan selama kehamilan calon ibu. Faktor medis dalam kehamilan yang dapat menimbulkan resiko tinggi meliputi umur ibu, umur kehamilan, tinggi badan, dan berat badan. Faktor medis semalam kehamilan misalnya tekanan darah tinggi, pendarahan akibat pelepasan plasenta sebelum waktunya, kematian bayi dalam kandungan yang sebabnya tidak diketahui yang merupakan ancaman serius terhadap si ibu. Sedangkan faktor nonmedis seperti misalnya pendidikan rendah, korban perkosaan, tempat tinggal yang terpencil dari fasilitas yang memadai, tingkat sosial ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap angka kematian ibu hamil. 2. Penerapan Pasal 299 KUHPidana agar orang yang sengaja mengobati seorang perempuan untuk menggugurkan kandungan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun dan pidana penjara tujuh tahun apabila dilakukan dalam jabatannya dan dapat dipecat dari pekerjaannya maka semua unsur yang terkandung dalam Pasal 299 KUHP yakni merawat, menyarankan untuk mendapatkan suatu perawatan, memberitahukan atau memberi harapan bahwa dengan perawatan tersebut kehamilan seorang wanita dapat gugur haruslah terbukti di sidang pengadilan. Keywords: pengguguran kandungan, Pasal 299 KUHPidana
INDEPENDENSI KEJAKSAAN DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 Sumakul, Ayrene E.
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi landasan hukum yang mempengaruhi independensi kejaksaan dalam menangani kasus tindak pidana korupsi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi independesi kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur kejaksaan tidak memberikan  independensi terhadap kejaksaan khususnya dalam penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dan undang-undang kejaksaan No.16 tahun 2004 sebagai landasan hukum independensi kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. 2. Ketiadaan  independensi jaksa dalam penyidikan tindak pidana korupsi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor normatif juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, antara lain, faktor politis (yang mengakibatkan birokrasi kejaksaan tidak netral, penyidikan korupsi tidak transparan dan berpengaruh terhadap persepsi perilaku dan gaya manajerial), faktor sosiokultural, faktor integritas personal, faktor ekonomi/kesejahteraan dan faktor promosi.Kata kunci: Independensi Kejaksaan,  Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi.
URGENSI PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN KEJAHATAN TINDAK PIDANA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Paputungan, Murti Akbar
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana urgensi acara pemeriksaan biasa kejahatan tindak pidana di sidang Pengadilan menurut KUHAP dan bagaimana urgensi acara pemeriksaan singkat dan cepat perkara pelanggaran pidana di sidang pengadilan menurut KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Urgensi acara pemeriksaan biasa, sidang diperiksa oleh Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Ketua, diawali dari pemanggilan terdakwa dan saksi melalui surat panggilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara sah, dan harus diterima oleh terdakwa/saksi kurang dari tiga hari sebelum sidang dimulai. Pemeriksaan biasa sebagai bagian dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, karena terdapat pemeriksaan singkat dan cepat. Selanjutnya hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan/anak-anak. 2. Urgensi acara pemeriksaan singat dan cepat, pemeriksaan yang hanya dipimpin oleh hakim tunggal menurut pelanggarannya dan pembuktiannya serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Adapun pemeriksaan cepat terbagi dua adalah pemeriksaan ringan dan pemeriksaan pelanggaran lalu lintas, dan ancaman dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan, dan pada prinsipnya pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan biasa.Kata kunci: Urgensi Pemeriksaan, Sidang Pengadilan, Kejahatan, Tindak Pidana,  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
TANGGUNG JAWAB PIDANA PELAKU USAHA AKIBAT KERACUNAN MAKANAN Kurniawan, Rio
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia dan bagaimanakah Proses Pembuktian dan Pertanggung jawaban pidana terhadap adanya korban keracunan makanan. Dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 19 Ayat(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Ini dapat dilihat pemberian sanksi hanya sebatas penggantian kerugian ataupun sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha saja sehingga dalam pemenuhan rasa keadilan dari pihak korban belum sepenuhnya tercapai. 2. Dari pembahasan di atas, penyidik menggunakan proses pembuktian dengan cara mengambil hasil tes dari dokter dan lab, hasil visum, serta keterangan dari pihak konsumen yang menjadi korban keracunan makanan, lalu di proses kembali melalui bantuan BPOM. Dari situ kita dapat melihat bahwa makanan tersebut mengandung zat-zat berbahaya atau tidak. Dalam pemenuhan rasa keadilan terhadap korban hanya berupa ganti kerugian berupa nilai dari suatu barang dan jasa atau berupa biaya kesehatan. Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen. Kata kunci: pelaku usaha, keracunan makanan
DELIK PERMUFAKATAN JAHAT DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Kermite, Claudio A.
LEX CRIMEN Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana luas cakupan delik-delik permufakatan jahat (samenspannning) dalam KUHPidana dan bagaimana luas pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Cakupan delik permufakatan jahat (samenspanning) sebagai perluasan tindak pidana, tidak meliputi semua kejahatan dalam Buku II KUHPidana, melainkan hanya untuk delik-delik yang disebut hanyalah beberapa tindak pidana yang disebut dalam Pasal 110 (makar dan pemberontakan), Pasal 116 (surat dan benda rahasia berkenaan dengan pertahanan negara), Pasal 125 (memberi bantuan kepada musuh dalam masa perang), dan Pasal 139c KUHPidana (makar ditujukan kepada negara sahabat). 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016 telah menegaskan pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 sebagai lebih spesifik dari Pasal 87 KUHPidana yaitu untuk tindak pidana korupsi permufakatan jahat adalah bila dua orang atrau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana.Kata kunci: Delik Permufakatan Jahat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
PENEGAKAN HUKUM DALAM MEWUJUDKAN KETAATAN BERLALU LINTAS Sumampow, Andrea R
LEX CRIMEN Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan Penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana penerapan hukum lalu lintas, bila terjadi pelanggaran menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 dan apa saja upaya pemerintah dalam mengatasi pelanggaran lalu lintas. Pertama, penerapan hukum terhadap suatu tindak pidana merupakan tugas pemerintah sebagai pejabat yang berwenang melakukan suatu penerapan hukum terhadap suatu perbuatan pidana; Pelanggaran terhadap UU LLAJ dapat dilakukan pengawasan dan juga penegakan oleh kepolisian lalu lintas yang bertugas mengatur ketertiban dalam berlalu lintas; Penerapan UU lalu lintas dapat dilakukan dengan melakukan penyidikan, penuntutan, pengadilan, bahkan eksekusi terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas. Kedua, Pemerintah berkewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya, serta berwenang melakukan tindakan dalam menjamin ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di dalam penerapan hukum lalu lintas semua komponen harus saling berinteraksi yaitu manusia sebagai pengguna jalan, kendaraan dan jalan. Penegakan peraturan lalu lintas secara baik sangat tergantung pada beberapa faktor yang selama ini kurang mendapatkan perhatian yang seksama, yakni: pemberian teladan kepatuhan hukum dari para penegak hukum sendiri, sikap yang lugas dari para penegak hukum dengan memperhatikan usaha menanamkan pengertian tentang peraturan lalu lintas, penjelasan tentang manfaat yang konkrit dari peraturan tersebut, serta perhatian dan penanganan yang lebih serius dari pemerintah kepada masyarakat untuk membantu penegakan peraturan lalu lintas. Kata kunci: Penegakan hukum, berlalu lintas
UPAYA HUKUM TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA Mawuntu, Julio
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah yang menjadi tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana dan apakah yang menjadi dasar pengajuan upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana adalah untuk upaya hukum banding tujuannya untuk menguji kembali pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pengadilan negeri sehingga putusan yang nyata-nyata telah keliru dapat diperbaiki dan terhadap putusan yang telah mencerminkan keadilan dan kebenaran tetap dipertahankan. Untuk kasasi tujuannya untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. 2. Dasar pengajuan upaya hukum luar biasa terhadap putusan hakim dalam perkara pidana adalah untuk kasasi demi kepentingan hukum diajukan jaksa sudah tidak ada lagi upaya hukum biasa yang dapat dipakai. Untuk peninjauan kembali diajukan atas dasar terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui waktu sidang masih berlangsung, maka hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.Kata kunci: Upaya Hukum, Terdakwa, Putusan Hakim, Perkara Pidana
ANALISIS TERHADAP PENELANTARAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Roring, Recky Angelino C.
LEX CRIMEN Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dasar perlindungan hukum anak di Indonesia terhadap penelantaran anak dan bagaimana aspek hukum pidana terhadap penelantaran anak, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Perlindungan Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, jika perlindungan anak tidak diberikan orang tua maka orang tua sama saja membuat pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Tentu saja pelanggaran ini akan memiliki implikasi hukum di kemudian hari.  2. Aspek pidana penelantaran anak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan pidana, hal tersebut telah diatur secara jelas pada Pasal 305 dan Pasal 308 KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Pasal 77 huruf (B). Secara normatif baik KUHP dan undang-undang perlindungan anak sudah mengatur mengenai sanksi bagi orang tua yang menelantarkan anak.Kata kunci: anak; penelantaran anak; pidana;
EKSISTENSI TES DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA Fardhinand, Hilman Ali
LEX CRIMEN Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah keberadaan alat bukti khususnya petunjuk medis sebagai kekuatan pembuktian dalam perkara pidana dan bagaimanakah keabsahan tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Alat bukti petunjuk merupakan alat pembuktian tidak langsung, karena hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian haruslah menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan memilih yang ada persesuaiannya satu sama lain. Dalam mempergunakan alat bukti petunjuk, tugas hakim akan lebih sulit. la harus mencari hubungan antara perbuatan, kejadian, atau keadaan, menarik kesimpulan yang perlu, serta mengombinasikan akibatnya dan akhirnya sampai pada suatu keputusan tentang terbukti atau tidaknya sesuatu yang telah didakwakan. 2. Kedudukan alat bukti tes DNA sebagai alat bukti petunjuk dalam penyelesaian suatu kejahatan bukan sebagai alat bukti primer, tetapi sebagai alat bukti sekunder yang berfungsi menguatkan. Walau demikian tes DNA tidak bisa diabaikan begitu saja, karena tanpa didukung dengan tes DNA terkadang alat bukti primer tersebut tidak bisa optimal dalam memberikan bukti. Sehingga antara tes DNA dan alat bukti yang telah ada (diakui) harus saling melengkapi, agar tercipta sebuah keadilan. Ada beberapa kasus yang dipecahkan dengan tes DNA yang membuktikan bahwa tes DNA sudah diterima dalam hukum pembuktian di Indonesia.  Kekuatan pembuktian dari alat bukti tes DNA ini adalah bebas, jadi tergantung dari hakim itu sendiri untuk menggunakan atau mengesampingkan keberadaan alat bukti ini. Kata kunci: Tes DNA, alat bukti, hukum pidana
KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM KANONIK Mangiri, Christine M.
LEX CRIMEN Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan anak luar kawin menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan bagaimana kedudukan anak luar kawin menurut Hukum Kanonik serta bagaimana pengaturan anak luar kawin menjadi anak sah.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Menurut UU Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, dalam Bab IX , Pasal 43 ayat (1), anak luar kawin hanyalah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Namun dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 harus dibaca: ?Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya?. 2. Dalam Kitab Hukum Kanonik, tentang anak luar kawin diatur dalam Kanon 1139 menyebutkan bahwa: ?Anak yang tidak legitim dilegitimasi melalui perkawinan orang tuanya yang menyusul, entah secara sah entah secara putatif, atau dengan reskrip dari Takhta suci?. Kanon ini berbicara tentang legitimasi atau pengesahan anak yang lahir di luar pernikahan. Dengan legitimasi ini, mereka mendapatkan status hukum sebagai anak sah dengan segala akibat yuridisnya. Dan Kanon 1140 yang menyebutkan bahwa: Mengenai efek kanoniknya, anak-anak yang telah dilegitimasi dalam semua hal disamakan dengan anak-anak legitim kecuali dalm hal hukum secara jelas dinyatakan lain. Kanon ini menegaskan akibat-akibat yuridis yang muncul dari legitimasi ini, yakni bahwa anak yang telah terlegitimasi mempunyai hak dan kewajiban yang sama, seperti mereka yang lahir dari perkawinan sah, kecuali hukum menentukan lain. Dengan demikian, anak yang dilahirkan di luar perkawinan menjadi anak yang sah dan karena itu memiliki hak dan kewajiban yang sama secara yuridis dengan anak-anak sah lainnya. 3. Pengaturan pengakuan anak luar kawin menjadi anak sah diatur dalam Pasal  280 KUHPerdata sampai dengan Pasal 289 KUHPerdata, yaitu melalui ?pengakuan secara sukarela? dan ?pengakuan secara paksaan?. Kata kunci: Kedudukan, anak luar kawin, kanonik

Page 19 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue