cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
KEDUDUKAN KETERANGAN SAKSI UNTUK PENCARIAN KEBENARAN MATERIAL DALAM PERKARA PIDANA Selang, Daud Jonathan
LEX CRIMEN Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Bagaimana pengaturan pencarian kebenaran material dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; dan, 2. Bagaimana kedudukan keterangan saksi dalam pencarian kebenaran material.  Melalui penelitian kepustakaan dapat disimpulkan bahwa: 1. Dalam sistem Hukum Acara Pidana, ada pembatasan-pembatasan tertentu dalam upaya pencarian kebenaran material, yaitu adanya Pembatasan oleh hak asasi manusia dan sistem accusatoir; Pembatasan oleh apa yang menjadi wewenang penegak hukum; Pembatasan oleh hak-hak dari tersangka/terdakwa. 2. Jaminan dari segi yuridis saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya hanyalah bahwa saksi itu disumpah (Pasal 160 ayat (3) KUHAP), sehingga saksi tidak berani memberikan keterangan yang tidak benar, baik karena perasaan/keyakinan keagamaannya ataupun karena adanya ancaman pidana terhadap perbuatan memberikan keterangan palsu di atas sumpah (Pasal 242 KUHPidana). Keywords: kebenaran material
TANGGUNG JAWAB PENYIDIK TERHADAP BARANG SITAAN YANG DISIMPAN DALAM RUMAH PENYIMPANAN BARANG SITAAN Sumual, Christian L.
LEX CRIMEN Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuanj dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tata cara/persyaratan barang yang dapat disita penyidik terhadap barang sitaan yang disimpan di rumah tempat penyimpanan benda sitaan dan bagaimana fungsi dan tanggung jawab RUPBASAN (rumah tempat penyimpanan benda sitaan) tentang barang sitaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Benda yang berada dalam status penyitaan perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan, sepanjang benda tersebut ada hubungannya dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP. 2. Fungsi dan tanggung jawab rupbasan (rumah tempat penyimpanan benda sitaan) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44 KUHAP, bahwa penyimpanan benda-benda sitaan berada di rupbasan. Fungsi kelembagaan serta tugas pokok rupbasan melalui Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04-PR-07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rutan dan Rupbasan.Kata kunci: Tanggungjawa penyidik, barang sitaan, rumah penyimpanan.
KEDUDUKAN PENUNTUT UMUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Tuegeh, Yolanda Graciella Vemmy
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana  argumentasi yuridis sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi  diwerwenang dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang dan bagaimana prospek penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terkait dengan kasus Tindak Pidana Korupsi di masa mendatang, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penuntutan dalam tindak pidana pencucian uang, hal ini didasarkan pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang hanya menjelaskan redaksi kata penuntut umum, sementara yang kita ketahui bahwa penuntut umum menurut KUHAP merupakan jaksa. Jaksa sendiri ada yang bekerja pada instansi Komisi Pemberantasan Korups dan ada yang bekerja pada instansi Kejaksaan, Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi hanya memiliki wewenang dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang. 2. Secara Ius Constitutim atau apa yang berlaku dalam sebuah aturan ataupun lebih dikenal dengan undang-undang maka Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki wewenang dalam melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang, berbeda halnya jikalau kita berbicara dalam tataran ius operatum atau secara empirik dengan melihat apa yang terjadi dalam masyarakat  bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi dirasa perlu untuk melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian yang yang dimana tindak pidana pencucian uang merupakan doubletrack criminality dimana terdapat tindak pidana asal dan lanjutan, dalam hal ini jikalau tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan dari kejahatan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal secara empiris Komisi Pemberantasan Korupsi tetap melakukan penuntutan. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi secara ius constituendum harus memiliki tiga tujuan hukum didalamnya yakni keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.Kata kunci: Penuntut umum; korupsi; pencucian uang;
PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 Sumual, Christy
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penegakan dan Perlindungan Hukum Pengguna Narkotika dan bagaimana Penegakan Hukum Pidana menurut Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Perbuatan melawan hukum, yang merupakan tindakan seseorang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku harus dihukum. Khususnya penggunan narkotika masih terjadi diskriminasi dalam proses dan dan pelaksanaan hukumnya baik bagi pengguna, pengedar dan produsen. Sehingga terjadi pelanggaran hukum yang merupakan pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh peraturan atau hukum yang berlaku, antara aktor-aktor narkotika sesuai di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. 2. Dalam hal penegakan dan perlindungan hukum pengguna narkotika terjadi pengingkaran terhadap kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia sehingga masih terjadi pelanggaran hukum yang merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum, antara lain bagi pengguna hanya di hukum secara medis dengan cara merehabilitisasi, dimana hal ini berdampak negatif terhadap penegakan hukum yang berkaitan dengan narkotika di Indonesia. Kata kunci: Penegakan dan perlindungan hukum, pengguna, narkoba
KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG KUH PERDATA Towodjojo, Riansyah
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dari pelaksana wasiat dan bagaimana berakhirnya tugas pelaksana wasiat.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan: 1. Pasal 1005 KUHPerdata yang mana executeur-testamentair atau pelaksana-wasiat ditugaskan mengawasi bahwa surat wasiat itu sungguh-sungguh dilaksanakan menurut kehendak si meninggal. Serta hal ini berhubungan juga dalam Pasal 1007 KUHPerdata dimana kedudukan pelaksana wasiat adalah wakil dari pewaris yang ditugaskan untuk menyelesaikan semua kehendak pewaris yang dituangkan dalam wasiat tersebut bahwa dan dapat diberikan penguasaan atas segala benda peninggalan atau atas sebagian tertentu saja. 2. Berakhirnya tugas pelaksana wasiat (executeur testamentair) yaitu : Apabila tugas telah selesai, maka pelaksana masih diwajibkan membantu para ahli waris pada waktu mengadakan pembagian dan pemisahan. Jika pelaksana meninggal dunia, maka kekuasaanya tidak dapat dipindahkan kepada ahli warisnya. Kiranya hal ini telah jelas karena executeur testamentair diangkat berhubung sifat-sifat pribadinya. Begitu juga jika pelaksana telah terjadi tidak cakap untuk melakukan tugasnya sebagai pelaksana. Pelaksana telah dihentikan, karena mengabaikan tugasnya sebagai pelaksana. Menelantarkan baru dapat menyebabkan pemecatan, apabila ia menjadi kelalaian sehingga dengan mengingat keadaannya harus diadakan pemecatan.Kata kunci: Kedudukan, wasiat atau testament, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR Paidun, Hendri
LEX CRIMEN Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bagaimana upaya penyelesaian perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor serta apa sanksi hukum yang bisa dijatuhkan bagi pengemudi kendaraan bermotor yang melakukan tindak pidana kealpaan menurut KUHP. Pertama, terhadap permasalahan kealpaan yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor dan menewaskan orang lain, pihak pertama yang akan dihadapkan dalam persoalan ini adalah polisi lalu lintas. Upaya penyelesaian kasus-kasus lalu lintas, perlu ada pembelajaran dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lalu lintas. Sanksi pidana yang dapat diberikan bagi pengemudi kendaraan bermotor yang melakukan tindak pidana kealpaan dan menyebabkan matinya orang yakni: Pasal 359 KUHAP, Pasal 51 KUHP, Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jika yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah pengemudi kendaraan karena murni kelalaian si pengendara, maka yang berkewajiban dan bertanggungjawab adalah si pengendara kendaraan bermotor. Namun jikakecelakaan tersebut terjadi karena pelaku berusaha menghindari ruas jalan yang rusak di jalan raya, maka sanksi hukum bisa diberikan kepada pihak pemerintah. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif dengan mengumpulkan data-data yang bersumber dari studi kepustakaan yaitu Peraturan perundang-undangan tentang lalu lintas dan angkutan jalan, sebagai bahan hukum primer dan literatur-literatur seperti buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan, artikel, majalah dan informasi tertulis.  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa  penyelesaian perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor dilakukan melalui jalur pengadilan dan di luar jalur pengadilan melalui Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. Kemudian sanksi hukum yang bisa dijatuhkan bagi pengemudi kendaraan bermotor yang melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain adalah dengan mengikuti pasal 359 KUHP, yakni diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Kata kunci:  Matinya orang, Pengemudi, kendaraan bermotor.
TINDAK PIDANA MENELANTARKAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (PASAL 49 HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA) Lantang, Virginia
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga yang dirumuskan dalam Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan bagaimana penerapan tindak pidana menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/MIL/2012.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana Pasal 49 ayat (1) selalu harus sehubungan dengan (juncto)  Pasal 9 ayat (1) sehingga keseluruhan unsur tindak pidana ini, yaitu: a. setiap orang; b. yang menelantarkan orang lain; c. dalam lingkup rumah tangganya; dan d. padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberi kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 2. Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 120 K/MIL/2012, titik berat Pasal 49 huruf a junto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terletak pada perbuatan pelaku yang menelantarkan seorang dalam rumah tangganya. Karenanya, sekalipun korban mempunyai nafkah/pendapatan sendiri, tidak menghapus kesalahan terdakwa sebagai suami yang menelantarkan keluarga dengan tidak memberi nafkah. Ini berbeda dengan titik berat Pasal 304 KUHP yang mengharuskan korban benar-benar berada dalam keadaan sengsara.Kata kunci: Tindak Pidana, Menelantarkan Orang, Lingkup Rumah Tangga.
PERAN ADVOKAT DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA BERDASARKAN KUHAP DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT Sengkey, Amalia
LEX CRIMEN Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran advokat dalam penyidikan perkara pidana berdasarkan KUHAP dan bagaimana peran advokat dalam pemeriksaan suatu perkara pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Peran advokat dalam penyidikan tindak pidana adalah untuk memperjuangkan penegakan hak-hak asasi tersangka agar hak-hak tersebut terjamin dan terlindungi, dengan mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan oleh penyidik. Dan dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara advokat dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka. Dalam penyidikan suatu perkara pidana advokat mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif. 2. Peran advokat dalam pemeriksaan perkara pidana berdasarkan Undang-undang Advokat adalah sangat penting dengan memberikan jasa hukum terhadap tersangka, terdakwa dan terpidana dari tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas hak-hak fundamentalnya di depan hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan di sidang pengadilan.Kata kunci: Peran Advokat, Penyidikan, Perkara Pidana.
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA MANADO Winowoda, Dwiyanti
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi sebab-sebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan dalam rumah tangga di Kota Manado oleh pemerintah. Denagn menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Sekarang  ini  teori  yang  paling  kuat  pengaruhnya  tentang  sebab  terjadinya  kekerasan  dalam  rumah  tangga  adalah  teori  sosio-budaya  (socio-cultural  theory). Menurut  teori  ini,  sebab  terjadinya  kekerasan  dalam  rumah  tangga  adalah  budaya  patriarkhat  (dominasi laki-laki)  yang  menempatkan  perempuan  sebagai  subordinasi  laki-laki.  Laki-laki  merasa  dirinya  adalah  lebih  kuat  dibandingkan  perempuan  dan  ada  toleransi  penggunaan  kekuatan  oleh  laki-laki.  Selain  itu  terdapat  faktor-faktor  pendorong,  yang  berbeda-beda  menurut  kasus  demi  kasus,  yaitu  terutama  penghasilan  yang  rendah,  tumbuh  dalam  keluarga  yang  penuh  kekerasan,  penyalahgunaan  alkohol  dan  obat-obatan,  pengangguran,  problema  seksual,  pertengkaran  tentang  anak,  istri  ingin  sekolah  lagi  atau  bekerja,  kehamilan  serta  adanya  gangguan  kepribadian  yang  bersifat  antisosial. 2. Bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan dalam rumah tangga di Kota Manado, pada banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berbentuk kekerasan fisik dan hanya berupa jenis tindak pidana penganiayaan yang ringan maka kebijakan yang diambil oleh Pihak Kepolisian adalah kebijakan non penal yaitu metode mediasi, namun untuk bentuk kekerasan fisik yang sudah berupa tindak pidana penganiayaan berat bahkan sampai menimbulkan kematian, maka kebijakan penal yang dipakai. Pelaku diadili dalam sidang pengadilan. Disamping itu pula Pemerintah Kota Manado bekerja sama dengan Pihak Kepolisian Negara RI Daerah Sulawesi Utara Resor Kota Manado mengadakan sosialisasi dan penyuluhan hukum tentang Perlindungan Perempuan dan Anak untuk mengeliminir terjadinya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kata kunci: Kejahatan, kekerasan, rumah tangga.
PERANAN ADVOKAT DALAM PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM Lukas, Marcelya
LEX CRIMEN Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan advokat dalam pemberian bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 dan bagaimana hubungan bantuan hukum dengan Hak Asasi Manusia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Peran Advokat dalam sistem peradilan pidana Advokat bertindak sebagai penyeimbang terhadap upaya paksa yang diberikan oleh undang-undang kepada penegak hukum. 2. Advokat dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya tidak membedakan agama, ras, budaya, keturunan, pangkat dan jabatan, bahkan kaya atau miskin. Hal itu guna untuk mencapai kebenaran dan keadilan di depan hukum. 3. Advokat dalam memberikan jasa hukum dapat berperan sebagai kuasa hukum atas nama kliennya. 4. Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegak hukum karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepadanprofesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebesannya dalam UU advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum.Kata kunci: advokat; bantuan hukum;

Page 21 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue