cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
KAJIAN YURIDIS ATAS LEGALISASI ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN Batalipu, Bunga Mutiara
LEX CRIMEN Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagamanakah peraturan perundang-udangan di Indonesia mengatur tentang tindakan aborsi dan bagaimanakah pengaturan mengenai legalisasi dari tindakan aborsi dapat dilakukan dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Peraturan hukum pidana di Indonesia yang mengatur pengguguran kandungan korban pemerkosaan adalah KUHPidana yang menjelaskan bahwa segala macam pengguguran kandungan dilarang, dengan tanpa pengecualian. Sedangkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah pengguguran kandungan diatur dalam pasal 75. Menurut Undang-undang ini pengguguran kandungan dapat dilakukan apabila ada indikasi medis, Pengguguran kandungan pada kasus korban pemerkosaan dianggap sebagai tindak pidana. Namun pengguguran kandungan korban permerkosaan telah dilegalkan. Dengan mengacu pada pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2. Ketentuan yuridis pengguguran kandungan dilakukan oleh korban perkosaan diberikan perlindungan hak-hak korban secara umum diatur dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut : a) Pasal 98 KUHAP, Pasal 99 KUHAP, Pasal 100 KUHAP, Pasal 101 KUHAP; b) Pasal 285 KUHP, 286 KUHP, 287 KUHP ; c) Pasal 5, Pasal 12, Pasal 37, Pasal 38 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 telah mengatur untuk melindungi hak korban secara umum. D) Pasal 2, Pasal 75, Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dengan demikian, legalisasi aborsi adalah bentuk keluasan dari harmonisasi antara konsep aborsi terapeutik baik dari sisi medis maupun psikologis, hal ini mengandung arti bahwa aborsi bahwa alasan aborsi tidak hanya karena didasarkan atas indikasi medis untuk menyelamatkan jiwa si ibu tetapi juga mencakup alasan akibat perkosaan dan incest. Kata kunci: aborsi, pemerkosaan
AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENANDANTANGANAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERSANGKA DALAM PERKARA PIDANA Noho, Riflan
LEX CRIMEN Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Prosedur Pemeriksaan tersangka Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bagaimana akibat hukum penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Perkara Oleh Tersangka Pada Tingkat Penyidik.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Prosedur pemeriksaan tersangka dalam prosesnya sesuai dengan prosedur di mulai dari awal penanganan perkara pidana dimulai dari tahap penyelidikan. Dengan perkataan lain Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Perlu digaris bawahi, “mencari dan menemukan” berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. 2. Dengan tidak ditandatanganinya Berita Acara Pemeriksaan oleh tersangka, maka akibat hukum yang muncul adalah dapat berubahnya putusan Pengadilan. Artinya bahwa apabila BAP tersebut isinya hanya dibuat-buat oleh penyidik baik dengan cara kekerasan/intimidasi atau dengan cara lain, dan ketika sampai pada tahap pembuktian di Pengadilan BAP tersebut isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan maka terdakwa dapat diputus bebas.Kata kunci: Penandatanganan berita acara, Tersangka, Perkara Pidana.
WEWENANG KHUSUS PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI Ramopolii, Christian B.
LEX CRIMEN Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya perkara tindak pidana di bidang teknologi informasi elektronik dan bagaimana wewenang khusus penyidik untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana di bidang teknologi informasi elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat diambil kesimpulan, bahwa: 1. Terjadinya perkara tindak pidana teknologi informasi dapat disebabkan oleh adanya perbuatan yang dilakukan oleh prorangan maupun kelompok yang dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman. 2. Wewenang khusus penyidik untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana teknologi informasi dilaksanakan oleh selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Kata kunci: Wewenang khusus, Penyidik, Teknologi Informasi.
¬KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PERBANKAN TERHADAP PERHIMPUNAN DANA MASYARAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 Lestari, Astrid Jansye
LEX CRIMEN Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk Tindak Pidana perbankan berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dan apakah tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam menangani tindak pidana perbankan di Indonesia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hokum normarif disimpulkan bahwa: 1. Penjelasan tipibank dalam Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Perbankan adalah pemberi perintah dan/atau pihak yang bertindak sebagai pimpinan pada badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, untuk menghimpun dana dari masyarakat, dalam bentuk simpanan, dan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia (saat ini Pimpinan OJK) sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat. Artinya, apabila kegiatan penghimpunan dana dilakukan oleh badan hukum Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan, atau Koperasi, maka pihak yang bertanggungjawab atau yang dapat dituntut adalah pemberi perintah untuk melakukan penghimpunan dana, atau pihak yang bertindak sebagai pimpinan atau pemimpin dalam penghimpunan dana, atau keduanya. Sedangkan, pada badan usaha non badan hukum atau badan lainnya, pertanggungjawaban hukum badan usaha tersebut dapat dibebankan kepada orang-perorangan yang terlibat langsung dalam pengurusan badan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan/atau peraturan terkait lainnya; dan 2. Terbentuknya OJK di Indonesia didasari dengan suatu keinginan dari pemerintah untuk melakukan regulasi dalam hal pengawasan di sektor jasa keuangan terutama dalam sektor perbankan yang mulai melemah. Kedudukan OJK yang menjadi lembaga independen dan memiliki kewenangan yang cukup luas dan tegas dalam pengawasan perbankan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang saat ini timbul dalam sektor jasa keuangan terutama pada sektor perbankan. Dengan terbentuk dan berlakunya UU OJK telah memberikan kepastian hukum dan telah menjadi dasar hukum bagi OJK untuk melakukan tugas dari lembaga tersebut.Kata kunci: tindak pidana perbankan, dana masyarakat
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA AKIBAT MELAKUKAN PERBUATAN JUAL BELI ORGAN ATAU JARINGAN TUBUH ANAK Kansil, Swenly B.
LEX CRIMEN Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui larangan perbuatan jual beli organ atau jaringan tubuh anak dan pemberlakuan sanksi pidana akibat melakukan perbuatan jual beli organ atau jaringan tubuh anak. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, disimpulkan: 1) Larangan perbuatan jual beli organ atau jaringan tubuh anak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti larangan pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak termasuk dan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak dan melakukan “eksploitasi secara ekonomi” yaitu adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh untuk mendapatkan keuntungan materiil serta melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu, serta mengirim dan menerima organ atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri. 2) Pemberlakuan sanksi pidana akibat melakukan perbuatan jual beli organ atau jaringan tubuh anak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan anak, kesehatan, perdagangan orang dengan sanksi pidana penjara dan denda sesuai dengan bentuk-bentuk perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh pelakunya.Kata kunci: Sanksi Pidana,  Jual Beli, Organ Atau Jaringan Tubuh Anak
PERAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP ANAK DIBAWA UMUR Amilludin, Said A.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana peran penyidik dalam penanganan tindak pidana narkotika yang dilakukan anak dan bagaimana dampak negatif penerapan sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun, tidak perlu hakim tetapi cukup Penyidik dapat memberikan tindakan alternatif pidana selain pidana penjara, yaitu memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau orang tua asuhnya tanpa pidana apapun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Dinas Sosial tanpa pidana apapun.  2. Ketentuan Pasal 85 Undang-­Undang Narkotika  dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak, maka cukup Penyidik yang melakukan tindakan dan tidak perlu hakim menjatuhkan pidana penjara sebagaimana diformulasikan dalam Pasal 85 tersebut. Dengan demikian, sifat imperatif dari stelsel sanksi dalam Pasal 85 Undang-Undang Narkotika telah dianulir oleh ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak, yaitu dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun. berdasarkan ketentuan Pasal 5, jo. Pasal 22 jo. 26 Undang-Undang Pengadilan Anak jo, Pasal 85 Undang-Undang Narkotika tersimpul, bahwa sistem perumusan ancaman pidana dalam Pasal 85 Undang-Undang Narkotika tidak lagi bersifat imperatif, sekalipun ancaman pidananya dirumuskan secara tunggal tetapi bersifat alternatifl fakultatif. Kata kunci: Penyidik, narkotika, anak
KAJIAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA Kalengkongan, Stevania Bella
LEX CRIMEN Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem hukum pidana adat di Indonesia dan bagaimana kedudukan hukum pidana adat dalam sistem hukum pidana di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Sistem hukum pidana adat telah ada sebelum hukum pidana diberlakukan dan masih tetap ada di Indonesia. Sistem hukum pidana ada berpatokan dari hukum adat yang ada di masing-masing wilayah hukum di Indonesia. Hukum Pidana adat satu daerah dengan daerah lainnya memiliki perbedaan dan persamaan, dimana sesuai dengan pengaturan adatnya masing-masing atau sesuai dengan kebiasaan dari daerahnya masing-masing. 2. Secara materil Hukum Pidana Adat telah diterapkan dan dituangkan dalam peraturan tertulis yakni Perundang-undangan dilihat dari Undang-Undang Darurat Nomor 1 tahun 1951. Namun, secara formil Hukum pidana adat belum diatur dalam suatu aturan yang baku, dimana tatacara beracaranya belum diatur dalam hukum positif Indonesia dan secara formal tidak diakui atau tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981. Kata kunci: Hukum pidana,  adat, sistem hukum
Analisis Mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ( Studi Putusan No : 51/PID.B/2012/PN.BTG ) Firdaus, Rijal
LEX CRIMEN Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suatu kasus mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sehingga dapat memenuhi rasa keadilan terhadap terdakwa dan keluarga korban, dari suatu analisis dapat berubah suatu rangkuman dengan menggunakan sejumlah data-data besar dimana data tersebut masih dalam keadaan mentah dan kemudian diubah menjadi sebuah informasi yang dapat diinterprestasikan, dan dapat mempermudah penulis untuk membuat suatu karangan ilimiah dalam bentuk skripsi,dari bahan yang mentah diolah dan dipelajari mengenai bagaimana pengaturan pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, penelitian ini juga dilakukan dengan cara mengambil data di Pengadilan Negeri Bitung. Kata Kunci : Anak, Pembunuhan Berencana
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PATEN OLEH PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL Suronoto, Fariano K
LEX CRIMEN Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penyidikan tindak pidana paten oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan bagaimana bentuk-bentuk perbuatan pidana di bidang paten yang dapat dilakukan penyidikan oleh penyidik. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyidikan tindak pidana paten oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana Paten. Penyidik berwenang melakukan pemeriksaan permintaan keterangan dan barang bukti, pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, penggeledahan, penyitaan, permintaan keterangan ahli, permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang, pencegahan dan penangkalan terhadap pelaku tindak pidana di bidang paten; dan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang paten. 2. Bentuk-bentuk perbuatan pidana di bidang paten yang dapat dilakukan penyidikan oleh penyidik, seperti perbuatan tanpa persetujuan pemegang paten dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dan/atau  dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya  termasuk apabila perbuatan tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup atau kematian manusia dan dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen permohonan yang bersifat rahasia.Kata kunci: Penyidikan Tindak Pidana, Paten, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DITINJAU DARI PASAL 340 KUHP Marentek, Junio Imanuel
LEX CRIMEN Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tujuan pemidanaan dan unsur-unsur tindak pidana dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku pidana pembunuhan berencana ditinjau dari Pasal 340 KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tujuan pemidanaan menurut teori yang diambil dari ahli hukum pidana adalah untuk pembalasan yang merupakan tuntutan mutlak dari kesusilaan terhadap penjahat yang telah merugikan orang lain dengan pemidanaan, kemudian teori tujuan yang berguna untuk pencegahan dan pendidikan dan teori gabungan, yang merupakan gabungan teori pembalasan dan teori tujuan. Di dalam KUHP terdapat 2 (dua) macam unsur yaitu unsur objektif yaitu menyangkut perbuatan sesuai keadaan dan unsur subjektif yaitu menyangkut sisi batin pelaku, sengaja (dolus) dan tidak sengaja (culpa). 2. Secara yuridis pertanggungjawaban tindak pidana pembunuhan berencana terdapat dalam Pasal 340 KUHP, dipidana dengan hukuman mati atau dipenjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.  Membedakan pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan pembunuhan direncanakan dapat dilihat jika pembunuhan biasa itu dilakukan seketika sedangkan pembunuhan berencana, perbuatan menghilangkan nyawa orang lain itu dilakukan setelah ada niat, kemudian mengatur rencana bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan dalam waktu luang yang dapat diperkirakan si pelaku dapat berpikir dengan tenang.Kata kunci: Pertanggungjawaban, Pidana, Pelaku, Pembunuhan Berencana.

Page 17 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue