cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEXUAL DI TEMPAT UMUM DI KOTA MANADO Gerungan, Regina Ignasia
LEX CRIMEN Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: bagaimana modus Operandi Tindak Pidana pelecehan seksual dikota manado dan bagaimana proses penindakan dan upaya perlindungan terhadap korban tindak pidana pelecehan seksual sebagai impelementasi dari perlindungan Hak Asasi Manusia korban.  Dengan memanfaatkan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Modus operandi tindak pidana pelecehan seksual dan pemerkosan yang terjadi dikota manado sesuai hasil penelitian penulis ada beberapa bentuk yaitu: Mengajak jalan(oergi bersama), pengunaan alkohol untuk menguasai korban,  penyergapan dan penyekapan, dan memanfaatkan kekuasaan. Dari hasil pengamatan banyak pelaku perkosaan yang diputus bebas, dan itu mwmbuat para pelaku masih mengulangi perbuatannya. 2. Proses penindakan sudah diatur dalam Hitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tetapi yang menjadi persoalan yaitu banyaknya pelaku yang tidak setimpal dengan derita korban perkosaan. Aspek yang lain yaitu masih lemahnya perlindungan terhadap korban perkosaan apalagi kalau korban mempunyai latar belakang yang kurang mampu, sedangkan yang menjadi pelaku adalah anak pejabat atau orang yang berpengaruh. Keadaan tersebut menyebabkan banyak korban perkosaan yang ditelantarkan dan tidak ditangani kasusnya dengan benar dan kurang mendapatkan perlindungan hukum. Kata kunci: pelecehan sexual
PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI Uneto, Nirmala Pertama
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pornografi dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang Pornografi nomor 44 tahun 2008, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Sebelum lahirnya Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi ada diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pada Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, dan Pasal 533 KUHP, Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ada di atur dalam Pasal 57 jo Pasal 36 ayat (5), Pasal 57 jo Pasal 36 ayat (6), Pasal 58 jo Pasal 46 ayat (3). Undang-Undang Perfilman No. 8 tahun 1992 ada diatur dalam Pasal 40 jo Pasal 33 ayat (1), Pasal 40 jo Pasal 33 ayat (6), Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 ada di atur dalam Pasal 18 jo Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 jo Pasal 13 ayat (1), Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 ada di atur di dalam Pasal 45 jo Pasal 21, dan Undang-Undang ITE No.11 Tahun 2008 ada diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45,  Pasal 50 jo 34 ayat (1), Pasal 52 ayat (1), ayat (4).  Sedangkan pengaturan pornografi menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2008 ada di atur dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40 dan Pasal 41. 2. Proses penegakan hukum pidana pornografi berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi berjalan tidak begitu efektif,  penulis menghubungkan faktor yang menghambat proses penegakan hukum pornografi dengan teori yang dikemukakan oleh Soekanto, antara lain: (a), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi masih memiliki kelemahan yang perlu dikaji secara serius. Undang-Undang Pornografi dalam rumusan tindak pidana pornografi bersifat kabur (tidak pasti) sehingga berpotensi disalahtafsirkan. (b), Masih terbatasnya jumlah aparat dibandingkan dengan luasnya wilayah yang menjadi wilayah hukumnya. Selain itu, karena kurangnya pemahaman aparat tentang teknologi infomasi. (c), Kesadaran hukum masyarakat terhadap pornografi masih rendah. Seringkali masyarakat kurang bijak dalam menggunakan teknologi, sehingga mereka terjerumus untuk melakukan tindak pidana pornografi.Kata kunci: pornografi; tindak pidana;
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG EKSPOR IMPOR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN Sofiana, Rina
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan Tindak Pidana Penyelundupan barang ekspor impor menurut UU No. 17 Tahun 2006 dan bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban terhadap tindak pidana penyelundupan barang ekspor impor. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan barang ekspor impor dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai.  Pemeriksaan yaitu tindakan memeriksa untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean dalam bentuk pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Sedangkan pengawasan yang dimaksud ialah tindakan yang dilakukan untuk memastikan semua pergerakan barang, transportasi, serta orang-orang yang melintasi perbatasan Negara agar mengikuti semua prosedur/ peraturan kepabeanan yang ditetapkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang  Kepabeanan. 2. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana penyelundupan meliputi: Tanggung jawab perorangan, Pejabat Bea dan Cukai, Pengangkut Barang, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan Badan Hukum (Perseroan, Perusahaan, Kumpulan, Yayasan, Koperasi) dan mengenai sanksi pidana terhadap bentuk-bentuk tindak pidana penyelundupan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102A, Pasal 102B, Pasal 102C, Pasal 102D, Pasal 103, Pasal 103A, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 108 dan Pasal 109 berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.Kata kunci: Upaya Penanggulangan, Tindak Pidana, Penyelundupan, Barang Ekspor Impor, Kepabeanan
PERLINDUNGAN HAK ASASI TERSANGKA TERHADAP TINDAKAN SEWENANG-WENANG APARAT KEPOLISIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN Srianti, Srianti
LEX CRIMEN Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak asasi tersangka selama dalam proses hukum menurut peraturan perundang–undangan di Indonesia dan apa jaminan hukum terhadap tindakan diskresi yang dilakukan oleh aparat kepolisian menurut hukum di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Undang – Undang Dasar 1945 menjamin penghormatan, perlindungan serta penegakan hak warga negara. Hak warga negara merupakan hak konstitusional yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara. Hak konstitusional, meliputi berbagai aspek kehidupan, baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Hak konstitusional warganegara dalam bidang hukum antara lain meliputi, hak persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before the law), hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum. Perlindungan hukum bagi tersangka dalam sistem hukum pidana nasional diatur dalam KUHAP. 2. Undang-undang memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada polisi untuk melakukan suatu hal meskipun hal tersebut tidak diatur di dalam undang-undang itu sendiri yang menurut pengamatannya harus dilakukan. Berbagai pertimbangan termasuk keselamatan jiwa orang lain maupun diri sendiri juga turut menjadi alasan dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan diskresi kepolisian oleh seorang polisi.  Sekalipun diskresi oleh polisi terkesan melawan hukum akan tetapi diskresi tersebut mempunyai dasar hukum yang menjaminnya, sehingga diskresi oleh polisi bukan perbuatan sewenang-wenang. Dasar hukum tersebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Hukum tidak tertulis, Pendapat para ahli hukum dan yurisprudensi. Kata kunci: Hak asasi, tersangka, sewenang-wenang, kepolisian
PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM HUBUNGANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA Berutu, Edy Sunaryo
LEX CRIMEN Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip penegakan hukum pidana dan hak asasi manusia dalam penangkapan dan penahanan dan bagaimana perspektif hak asasi manusia tentang penangkapan dan penahanan.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penangkapan dan penahanan di satu sisi merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang berdasarkan prinsip legalitas kepada penyidik, penyelidik atas perintah penyidik, penuntut umum maupun hakim, namun di sisi lain ia bersinggungan dengan perampasan kemerdekaan tersangka dan terdakwa. Adanya cukup bukti yang menjadi dasar penangkapan dan alasan-alasan subjektif maupun alasan objektif yang menjadi dasar dilakukannya penahanan rentan melanggar hak asasi manusia tersangka atau terdakwa.Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut tidak hanya mengacu kepada prinsip legalitas sebagai dasar hukum penangkapan dan penahanan, tapi juga prinsip nesesitas dan prinsip proporsionalitas. 2. Prinsip legalitas mengindikasikan penangkapan dan penahanan terhadap seseorang tersangka dan tidak melanggar hak asasi manusia dilakukan oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk itu berdasarkan bukti permulaan yang cukup, jika penangkapan dan penahanan melanggar prinsip nesesitas, prinsip proporsionalitas secara otomatis juga terlanggar. Prinsip nesesitas mengacu kepada penggunaan kekuatan harus merupakan tindakan yang luar biasa, dalam arti jika masih ada alternatif lain selain menangkap dan menahan tersangka atau tersangka, maka alternatif tersebut wajib dilakukan.Kata kunci: Penangkapan, penahanan, tersangka, hak asasi manusia.
PERTANGGUNGJAWABAN KODE ETIK HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA PIDANA Bawangun, Adhoni
LEX CRIMEN Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana azas-azas umum peradilan yang dipercaya oleh masyarakat sebagai benteng terakhir pencari keadilan dan bagaimana tanggung jawab Hakim jika kode etik Hakim telah dilanggar bisa mempengaruhi putusan hakim. Denagn menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kode etik profesi hakim adalah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai hakim. 2. Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal ini mengandung arti, bahwa di samping peradilan negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan peradilan negara. Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit tetap diperbolehkan. Kata kunci: Kode etik, Hakim
PENERAPAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA LEMBAGA KEUANGAN BANK (STUDI PENELITIAN PT. BANK SULUT-GO) Senduk, Diva Gideon
LEX CRIMEN Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Gorontalo Disebut Juga PT. Bank SulutGo dan apa Sanksi Akibat Terlambat Menyampaikan Laporan Kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Gorontalo Disebut Juga PT. Bank SulutGo. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penerapan Anti Pencucian Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Gorontalo Disebut Juga PT. Bank SulutGo, memiliki tujuan untuk melakukan penataan kembali terhadap ketentuan-ketentuan khususnya dibidang Pencucian Uang dan pencegahan terhadap Pendanaan Terorisme agar sistim yang ada tidak digunakan sebagai sarana atau prasarana kejahatan Pecucian Uang dan Pendanaan Terorisme , serta penataan dan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada PT. Bank SulutGo, dalam rangka mengimplementasikan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor : 12/POJK.01/2017, tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di sektor jasa keuangan, dan Surat Ederan Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor : 32/SEOJK.03/2017, tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di sektor perbankan. 2. Penerapan program Anti Pencucian  Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) pada PT.  Bank SulutGo sampai saat ini berjalan dengan baik, karena tidak pernah terjadi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme pada PT. Bank SulutGo, dan  dengan di revisinya buku pedoman perusahaan APU dan PPT diharapkan telah memenuhi/mewujudkan keinginan Otoritas dan Pemerintah untuk mencegah pencucian uang  (money laundering) dan terorisme serta dapat membantu Lembaga/Pejabat/Petugas PT. Bank SulutGo dalam menyampaikan Laporan Kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam pelaksanaan program APU dan PPT.Kata kunci: Penerapan Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan, Terorisme,  Lembaga Keuangan Bank.
PENGADUAN FITNAH DALAM PASAL 317 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 322 K/PID/2010) Mamahit, Queen Ester
LEX CRIMEN Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya pnelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan delik pengaduan fitnah dalam Pasal 317 ayat (1) KUHP dan bagaimana penerapan delik pengaduan fitnah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 322 K/Pid/2010, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan delik pengaduan fitnah dalam Pasal 317 ayat (1) KUHP terdiri atas unsur-unsur: 1) barang siapa; b. dengan sengaja; c. mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa; d. baik secara tertulis maupun untuk dituliskan; e. tentang seseorang; f.  sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang; di mana terhadap arti penguasa (overheid) ada sejumlah penulis yang berpandangan bahwa penguasa adalah pembesar arau orang-orang tertentu yang diberi wewenang menerima dan menyelesaikan hal yang diadukan, sedangkan Mahkamah Agung dalam putusan No. 32 K/Kr/1957, 11 Februari 1958, memberi tafsiran lebih luas, yaitu laporan terdakwa ke pengadilan tinggi bahwa jaksa telah memaksa terdakwa untuk mengambil seorang pengacara tertentu, termasuk ke dalam laporan kepada penguasa dalam arti Pasal 317 ayat (1) KUHP, di mana berwenang atau tidaknya pengadilan tinggi memeriksa dan menyelsaikan laporan seperti itu tiak perlu dipertimbangkan karena bukan unsur dari Pasal 317 ayat (1) KUHP. 2. Penerapan delik pengaduan fitnah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 322 K/Pid/2010 yaitu tidak semua pengaduan/laporan kepada penguasa merupakan tindak pidana pengaduan palsu yakni jika: 1) pengaduan/laporan itu ditujukan kepada instansi resmi pemerintah; dan 2) tidak ada jawaban secara resmi dari instansi resmi pemerintah tersebut yang menegaskan apakah perbuatan diadukan/dilaporkan itu benar ada atau tidak.Kata kunci: pengaduan fitnah; pasal 317 ayat (1) kuhp; mahkamah konstitusi;
PELANGGARAN RAHASIA KEDOKTERAN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Rakian, Ryan
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap dokter dalam menjalankan profesinya dan apakah akibatnya jika terjadi pelanggaran terhadap rahasia kedokteran menurut hukum positif Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitiahn yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Bahwa dokter dalam menjalankan profesinya haruslah melaksanakan atau bersandar pada tujuh belas (17) wajib hukum profesi kesehatan sebagai wujud perlindungan hukum bagi dokter. Apabila dokter sebagai tenaga/pelayan kesehatan benar-benar menaati dan melaksanakan ke tujuh belas wajib hukum profesi kesehatan maka dokter tidak akan dituduh telah melakukan perbuatan yang buruk atau malpraktek. 2. Akibat hukum terhadap Pelanggaran Rahasia Kedokteran tercantum dalam beberapa peraturan dan Undang-undang yakni: diberikan sanksi berupa teguran tertulis dan pencabutan SIP (Surat Izin Praktek) oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), (Pasal 79 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran); dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (Pasal 322 KUHP)., sesuai dengan PERMA No. 2 Tahun 2012, denda dlm KUHP ini dikalikan 10.000, sehingga menjadi Rp 90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah). Kata kunci:  Pelanggaran, rahasia kedokteran.
KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA TERHADAP HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG Apude, Rahmatillah
LEX CRIMEN Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kekuatan mengikat suatu surat kuasa terhadap hak tanggungan dalam perjanjian hutang piutang dan bagaimana proses dan syarat pembuatan suatu surat kuasa dalam perjanjian hutang piutang.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan merupakan surat kuasa khusus, dimana surat kuasa termasuk dalam kategori perjanjian atau perikatan. Suatu perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat sahnya sesuai Pasal 1320 KUHPerdata maka dikatakan sah dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak pembuatnya. Demikian pula dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang dibuat memenuhi syarat sesuai Pasal 1320 KUHPerdata adalah perjanjian sah menurut hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya yang harus ditaati bersama. 2. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan harus dibuat dalam bentuk akta otentik dihadapan notaris/PPAT. Apabila hal tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan benar maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak pembuatnya dan dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, di sini notarislah yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik. Mengenai kewenangan yang dimaksud adalah bentuk akta formil sesuai yang diatur dalam Undang-Undang. Sebab itu, tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya hanya sebatas tanggung jawab formil sebagai pejabat negara untuk hal itu, sedangkan tanggung jawab terhadap isi akta adalah tanggung jawab pihak yang mengajukan pembuatan akta tersebut. Dalam kata lain, notaris tidak bertanggung jawab atas apapun terhadap isi akta yang dibuatnya. Kata kunci: Kekuatan mengikat, surat kuasa, hak tanggungan, perjanjian hutang piutang.

Page 20 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue