cover
Contact Name
Muhammad Virsyah Jayadilaga
Contact Email
pusbangdatin@gmail.com
Phone
+628122115449
Journal Mail Official
pusbangdatin@gmail.com
Editorial Address
Jalan H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12940
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Penelitian Hukum De Jure
ISSN : 25798561     EISSN : 14105632     DOI : 10.30641
Core Subject : Education, Social,
The De Jure Legal Research Journal, known as Jurnal Penelitian Hukum De Jure, is a legal publication issued three times a year in March, July, and November. It is published by the Law Policy Strategy Agency of the Ministry of Law of the Republic of Indonesia, in collaboration with the Indonesian Legal Researcher Association (IPHI). This association was legalized under the Decree of the Minister of Law and Human Rights Number AHU-13.AHA.01.07 in 2013, dated January 28, 2013. The journal serves as a platform for communication and a means to publish diverse and relevant legal issues primarily for Indonesian legal researchers and the broader legal community. In 2024, the management of the De Jure Legal Research Journal will include various stakeholders, as outlined in the Decree of the Head of the Law and Human Rights Policy Agency Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, dated February 20, 2024, which establishes a publishing team for the journal. According to the Decree of the Director-General of Higher Education, Research, and Technology of the Ministry of Higher Education, Science, and Technology of the Republic of Indonesia, Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, which is based on the Accreditation Results of Scientific Journals for Period 2 of 2024, the De Jure Legal Research Journal has achieved a Scientific Journal Accreditation Rank of 2 (Sinta-2). This reaccreditation is valid for Volume 23, Number 1, of the year 2023, through Volume 27, Number 4, of the year 2027.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 327 Documents
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN (STUDI KASUS PRINSIP PENCEMAR MEMBAYAR) (Implementation of The Law Number 32, Year 2014 Concerning Marine (Case Study: Principle of one who pollute must be fined) Muhar Junef
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 4 (2016): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.086 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.451-462

Abstract

Prinsip pencemar membayar adalah prinsip yang sering diucapkan dalam deklarasi internasional yang kemudianmasuk ke dalam konvensi-konvensi internasional dan menjadi prinsip hukum lingkungan internasional.Permasalah dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana penerapan prinsip pencemar membayar menurutteori; dan pendekatan apa yang digunakan oleh Indonesia dalam implementasi prinsip pencemar membayar.Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan prinsip pencemar membayar dalam Undang-Undang No. 32Tahun 2014 tentang Kelautan, tidak secara khusus diatur. Hal tersebut tidak mengakibatkan prinsip tersebuttidak dapat diterapkan bila terjadi pencemaran dan/atau perusakan di laut. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah menggunakan penelitian yuridis normatif, maksudnya untuk menjelaskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang berkiatan dengan prinsip pencemar membayar. AbstractPrinciple of one who pollute must be fined is a principle that often said in international declaration then comeinto international conventions and become principle of international environment law. This research triesto examine how the practice of who pollute must be fined principle refer to theory; and what approach usedIndonesia in its implementation. The result of this research finds that its practices in the Law Number 32, Year2014 concerning Marine, ruled not in specific terms. But, It still can be implemented if pollution occurred and/or destruction at sea. Method of this research is normative juridical, intended to explain the Act.
IMPLEMENTASI KONVENSI HAK ANAK TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN PROSES HUKUM (Implementation of Children Rights Convention Related to Children Protection Against The Law) Rosmi Darmi
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 4 (2016): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.271 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.439-450

Abstract

Meningkatnya peristiwa Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) menimbulkan keprihatinan. Selainitu, penerapan sistem peradilan pidana anak menjadi perhatian banyak pihak, terutama dalam proses hukum.Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) Terkait dengaperlindungan anak yang berhadapan dengan proses hukum. Perlindungan hukum terhadap dalam proseshukum mengacu kepada Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of The Child) dan Beijing Rule.Penjabaran perlindungan hukum anak pelaku tindak pidana dalam konvensi tersebut telah mencakup sebagianbesar prinsip perlindungan anak pelaku tindak pidana baik dalam instrumen hukum nasional maupun instrumenhukum internasional. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses penyidikanmeliputi tindakan penangkapan, pemeriksaan, penghentian penyidikan dan penahanan.AbstractA number of the child are against the law must become a concern. Besides that, practices of the juvenilejustice system pay attention to parties, particularly in a legal proceeding. The problem of this writing is howto implement the Convention of Child Rights (KHA) related to child protection against law proceedings. Itsprotection refers to the Convention on the Rights of the Child and Beijing Rule. Spelling out of law protection ofchild offender in the convention have covered largely child protection principle of a legal instrument, nationallyand internationally. Child investigation encompasses arrest, inspection, investigation and termination ofdetention.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak di Indonesia: Studi di Batam Eko Noer Kristiyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 1 (2017): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.156 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.48-56

Abstract

Pemilihan kepala daerah secara langsung dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk nyata pelaksanaan otonomi daerah, di mana rakyat dapat langsung memilih para pemimpin yang dikehendaki secara langsung. Mekanisme kampanye dan proses lain akan membuat para calon pemimpin daerah dikenal lebih baik oleh rakyatnya. Berbagai pertimbangan rasional membawa Indonesia menuju ke era pilkada serentak yang dimulai pada Desember 2015. Batam salah satu daerah yang melaksanakan pilkada serentak. Tulisan ini mencoba menggambarkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Batam yang menggunakan perangkat hukum baru dan mekanisme baru. Penulis mengolah data-data normatif kepustakaan juga mewawancarai langsung pihak-pihak terkait pelaksanaan pemilu di kota Batam. Ternyata pelaksanaan secara prosedural formil yang berlangsung baik tak selaras dengan demokrasi substantif yang ingin dicapai.
Aspek Hukum Kebijakan Penyuluhan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak Marulak Pardede
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 1 (2017): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.351 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.13-28

Abstract

Dalam perkembangan sistem hukum pidana di Indonesia, khususnya tindak pidana anak, dikenal dengan istilah diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak  dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi ini, dapat dilakukan atas persetujuan korban dan ancaman pidananya dibawah 7 (tujuh tahun) dan bukan merupakan pengulangan pidana. Namun demikian, apabila korban tidak menghendaki diversi maka proses hukumnya akan terus berlanjut. Berat ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. Usia anak, berat ringannya perbuatan melawan hukum dapat dijadikan pertimbangan bahwa anak tersebut dipidana atau tidak. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis; dan tipe penelitian ini adalah deskriptif; serta alat penelitian yang dipergunakan adalah studi kepustakaan/Library Studies, dan studi dokumen dari bahan primer dan sekunder, dan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, merupakan terbosan hukum dalam sistem peradilan pidana, karena dimungkinkan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, melalu diversi. Undang-undang ini, memberikan peran serta kepada masyarakat untuk berperan aktif. Pembinaan peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya ditujukan untuk mewujudkan lembaga pengadilan, khususnya Mahkamah Agung, kepolisian, dan kejaksaan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun, tidak memihak (imparsial), transparan, kompeten dan memiliki akuntabilitas, partisipatif, cepat dan mudah diakses. Dengan demikian, diharapkan badan peradilan akan sungguh-sungguh menjadi badan yang independen atau mandiri, lepas dari pengaruh atau campur tangan kekuasaan eksekutif dan elemen kekuasaan manapun. Sehingga lembaga peradilan menjadi benteng keadilan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penyuluhan hukum terpadu sangat diperlukan karena paling tidak hal ini akan dapat menjembatani perbedaan persepsi antara pembuat peraturan tingkat pusat dan daerah. 
Penegakan Hukum Terhadap Orang Asing Di Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar Dan Kelas I Khusus Bandara I Gusti Ngurah Rai Okky Chahyo Nugroho
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 2 (2017): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (860.772 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.231-247

Abstract

Pelanggaran keimigrasian adalah pelanggaran visa seperti sudah lewat batas berlakunya, penyalahgunaan visa dan sebagainya.  Hal ini perlu dilakukan penegakan hukum terhadap orang asing dengan tindakan administratif atau tindakan hukum (projustisia) tergantung pelanggaran yang dilanggarnya. Sedangkan permasalahan yang diangkat mengenai penerapan penegakan hukum yang dilakukan Imigrasi setelah dibentuknya Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) dan kendala yang dihadapi dengan kondisi sekarang. Penelitian ini bersifat dekriptif-analisis dengan pendekatan kualitatif, yang mana berupaya memperoleh gambaran mengenai penerapan penegakan hukum terhadap pengawasan orang asing. Pengawasan orang asing berjalan dengan baik karena didukung oleh keberadaan Timpora dalam memberikan informasi terkait keberadaan orang asing Meskipun Timpora dibentuk dengan leading sector di Imigrasi namun masih ditemui kendala. Kendala tersebut adalah mengenai Surat Izin Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tidak dapat berlaku di Kantor Imigrasi lain meskipun masih di Bidang Pengawasan dan Penindakan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan termasuk dana untuk berproses peradilan yang masih kurang, dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.
Penyelesaian Konflik Penodaan Agama dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia Ahmad Jazuli
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1143.426 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.329-350

Abstract

Tingginya angka kasus terkait pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (“penodaan agama”) baik yang dilakukan atas nama organisasi, aparat, maupun individu, serta ambigunya peraturan terkait kedudukan agama dalam negara menimbulkan polemik di masyarakat yang mengancam intoleransi dan diskriminasi. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan penelitian hukum kepustakaan yang ditujukan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah penyelesaian konflik penodaan agama dalam perspektif hukum pidana di Indonesia, dengan mengkaji peraturan hukum pidana yang berlaku dan untuk mendapatkan suatu gambaran (deskriptif analitis) bagaimanakah seharusnya penyelesaian konflik tersebut dalam sistem peradilan di Indonesia guna mewujudkan restorative justice. Penelitian ini menunjukan bahwa Peraturan nasional terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan masih bersifat parsial dan cenderung subyektif sehingga menimbulkan multi tafsir di kalangan pemerintah dan masyarakat; konflik penodaan agama yang terjadi karena tidak tegasnya pemerintah dalam mengimplementasikan kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai peraturan yang ada; serta peraturan yang ada masih sangat normatif baik isi maupun konsep sehingga masih belum terimplementasi dengan baik.
Upaya Penanggulangan Kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Ulang Mangun Sosiawan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.056 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.365-379

Abstract

Isu aktual mengenai kerusuhan yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan  dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dan meresahkan. Upaya pembenahan berbagai sarana dan prasarana yang seharusnya diselenggarakan pemerintah belum memenuhi harapan bagi narapidana dalam menghadapi over kapasitas, hingga saat ini jajaran Pemasyarakatan senantiasa bergerak untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, segala  bentuk upaya telah dilakukan, namun dianggap masih belum menyentuh akar permasalahan secara baik dan tuntas. Permasalahannya adalah Apa yang menjadi penyebab kerusuhan? Bagaimana upaya penanggulangan kerusuhan serta langkah-langkah mengantisipasinya? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, empiris, yaitu dengan meneliti data sekunder dan data primer yang ada di lapangan. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor terjadinya kerusuhan disebabkan karena, (1) over kapasitas dan perbandingan jumlah petugas dan penghuni lembaga pemasyarakatan yang sangat tinggi; (2) Pemahaman terhadap uraian tugas dan nilai-nilai HAM tidak merata, pelaksaaan tugas cenderung berdasarkan kebiasaan, dan kurang perhatian terhadap kebutuhan narapidana; (3) Kesejahteraan petugas dan keinginan narapidana yang kuat untuk mendapatkan kebebasan/kelonggaran, menimbulkan kecenderungan tumbuhnya hubungan pribadi yang berlebihan dan memungkinkan terjadinya kolusi,  perbedaan perlakuan, persaingan tidak sehat, dan kecemburuan sosial; (4) Situasi dan kondisi yang monoton dan berlangsung lama, mengakibatkan rasa bosan, stress yang berkepanjangan, perilaku apatis, malas, tidak patuh. Upaya penanggulangan dan mengantisipasinya dengan cara preventif dan represif. Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah pentingnya relokasi ulang pembangunan lembaga pemasyarakatan; peningkatan SDM petugas pemasyarakatan; pemenuhan kebutuhan dasar WBP berupa pangan, sandang dan hunian; serta Revisi Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran Firdaus Firdaus
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 4 (2017): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (688.342 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.351-371

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan transportasi, komunikasi, dan informasi mengakibatkan satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat. Perkembangan ini menimbulkan dampak hukum pidana terhadap kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga penanggulangannya diperlukan kerjasama antara negara yang satu dengan negara lainnya. Upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan menjalin hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama, salah satunya dengan melakukan kerjasama bantuan timbal balik dan masalah pidana. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, tulisan ini untuk menjawab  apa  urgensi yang dilakukan  ratifikasi dan perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana, dan untuk melihat apa substansi yang diatur dalam perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Tulisan difokuskan pada urgensi untuk mendukung pelaksanaan pengesahan bantuan timbal balik masalah pidana terkait pemberantasan narkotika dan tindakan terorisme dan substansi yang diatur dalam perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Rekomendasi dari tulisan ini, dapat segera meratifikasi perjanjian dengan ketentuan hukum nasional yang berlaku, dan penguatan beberapa lembaga untuk mendukung pelaksanaan bantuan timbal balik hukum pidana antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran.
Interaksi Antar Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Penerapan Undang-Undang Perkawinan Ahmad Ubbe
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (821.953 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.147-156

Abstract

Penelitian ini bersifat yuridis-dokmatis. Konsep hukum yang dipakai, ialah hukum negara, lokal dan agama; serta postulat yang melekat pada masing-masing keluarga hukum tersebut. Penelitian ini menjawab, permasalahan pertama bagaimana interaksi antarhukum negara, adat dan agama ditanggapi, mana kala terjadi pluralitas hukum dalam pelaksanaan perkawinan didalam masyarakat? Terkait dengan permasalahan tersebut, ditetapkan tujuan dan ruang lingkup penelitian, pertama meneliti prospek pluralisme hukum, menuju dibentuknya sistem hukum nasional di bidang perkawinan. Kedua meneliti interaksi dokma antar hukum, khususnya adat, agama dan negara, sebagai dukungan mewujudkan perkawinan dalam teks dan konteks negara bangsa Indonesia. Data penelitian ialah bahan hukum primer, sekuder dan tersier yang dikumpulkan dengan cara penelusuran pustaka. Data diolah dan dianalisa secara kualitatif-sistimatis, untuk mengungkap interaksi antarhukum, dan antarpostulat hukum, serta pelaksanaan dan penerapannya terhadap perkawinan. Kesimpulan penelitiaan, bahwa telah terjadi integrasi hukum lokal, agama dan negara melalui UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Namun dalam penerapannyatidak terjadi interaksi koorporatif antar postulat hukum yang terkait dan sebab itu terjadi konflik dan atau avoidance antara pendaftaran perkawinan, poligami dan perceraian, yang digambarkan dalam kasus tentang perkawinan, poligami dan perceraian, yang resmi dan tidak resmi. Sementara itu perkawinan dua orang beda agama, dilaksanakan dengan cara pindah agama, tetapi pada umumnya tidak diikuti oleh pindah adat. Hal ini menjadi faktor tidak tercapainyatujuan perkawinan. Diungkap pula bahwa pindah agama untuk melangsungkan perkawinan mudah terjadi. Namun sebaliknya pinda adat dan agama dalam penyelenggaraan dan upacara kematian, selalu mendapat perlawanan dari pihak-pihak keluarga yang semula sudah berbeda agama. Disarankan agar pluralisme hukum dan interaksi antarhukum dan antarpostulat di dalamnya, diselesaikan dengan melakukan pembaruan hukum perkawinan. Pembaruan hukum perkawinan sangat urgen, agar hukum perkawinaan mendapatkan tempatnya dalam ruang ke-Indonesia-an kita, sebagai negara kebangsaan dengan hukum yang beraneka ragam.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia Mosgan Situmorang
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 4 (2017): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.504 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.309-320

Abstract

Hal terpenting dalam suatu sengketa adalah pelaksanaan putusan atas sengketa tersebut atau sering disebut dengan istilah eksekusi. Adalah sia-sia apabila dalam suatu perkara yang sudah mempunya kekuatan hukum yang tetap, akan tetapi pada akhirnya tidak dapat dieksekusi. Di dalam perkara perdata paling tidak ada dua lembaga penting yang dapat menjadi tempat penyelesaian suatu perkara, yakni lembaga pengadilan dan arbitrase. Badan Arbitrase dapat melaksanakan pemeriksaan sengketa secara adil dan lebih cepat akan tetapi Badan Arbitrase tidak punya organ untuk dapat memaksa pihak yang kalah melaksanakan putusannya, seperti layaknya pengadilan yang mempunyai juru sita untuk melaksanakan eksekusi. Oleh karena itu dibutuhkan peranan pengadilan negeri. Agar pengadilan dapat melakukan eksekusi maka ada syarat yang harus dipenuhi yakni dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembaran asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Adapun yang menjadi ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah yang pertama, bagaimanakah peran pengadilan dalam pelaksanaan putusan arbitrase nasional dan yang kedua apakah manfaat pendaftaran putusan arbitrase di pengadilan negeri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Normatif Yuridis dengan demikan datanya adalah data sekunder. Dari penelitian dapat disimpukan banwa ada dua hal pokok yang menjadi peran Pengadilan Negeri yakni yang pertama untuk menerima pendaftaran putusan dan yang kedua adalah untuk melakukan eksekusi apabila para pihak tidak melaksanakan secara suka rela. Konsekuensi suatu perkara arbitrase yang tidak didaftarkan oleh Arbiter dalam jangka waktu 30 hari sejak diputus berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Dari hasil penelitian, perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya ketentuan mengenai pendaftaran putusan arbitrase.

Page 5 of 33 | Total Record : 327