cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 566 Documents
KLIMATOLOGI BADAI PETIR DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA BERDASARKAN OBSERVASI SYNOP TAHUN 2000-2012 Arbain, Ardhi Adhary
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 17, No 1 (2016): June 2016
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1136.084 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v17i1.1175

Abstract

IntisariKlimatologi badai petir (TS) dianalisis dengan memanfaatkan pengamatan SYNOP per 3-jam dari 8 stasiun cuaca BMKG yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya selama periode tahun 2000-2012. Frekuensi kejadian TS pada tiap lokasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah laporan TS pada data SYNOP dengan jumlah total observasi yang dilakukan oleh stasiun yang bersangkutan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa TS memiliki dua pola klimatologi yang dominan dan paling sering terjadi pada periode sebelum dan sesudah musim hujan, terutama pada bulan November dan April. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa TS sangat bergantung pada topografi dari lokasi yang bersangkutan, yang mengindikasikan pengaruh kuat dari siklus harian akibat konveksi kuat dan pola angin darat-laut di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pada beberapa lokasi yang berdekatan dengan Teluk Jakarta, periode puncak kejadian TS juga terjadi pada puncak musim hujan akibat pengaruh dari monsun barat laut dan seruak dingin yang datang dari Laut Tiongkok Selatan. Variabilitas iklim global seperti ENSO (El Nino Southern Oscillation) dan MJO (Madden-Julian Oscillation) turut memberikan pengaruh signifikan terhadap frekuensi TS. Hasil analisis menunjukkan bahwa frekuensi TS mengalami peningkatan pada periode La Nina kuat, serta pada periode sebelum dan sesudah MJO melintasi Indonesia bagian barat.    AbstractThunderstorm (TS) climatology was analyzed by utilizing 3-hourly SYNOP observation of 8 BMKG?s weather stations in Jakarta capital and surrounding area during the period of 2000-2012. The frequency of TS occurrences at each location was calculated based on the ratio of TS reports to the total number of SYNOP observations conducted by the stations. The results show that the TS has two dominant climatological patterns in which most cases, the peak periods both preced and succeed the rainy season, especially in November and April. The results also imply that TS occurences are heavily influenced by the topography at each location, which indicate the great dependency of TS to the diurnal cycle generated by strong convective activity and land-sea breeze circulation over Jakarta and surronding regions. On the other hand, the peak period of TS at some locations close to Jakarta Bay, occurs simultaneously with the peak of rainy season by the influence of north-westerly monsoon and cold surge coming from the South China Sea. Global climate variabilities such as ENSO (El Nino Southern Oscillation) and MJO (Madden-Julian Oscillation) also significantly contribute to the anomaly of TS frequency. The results show an enhancement of TS frequency during the period of strong La Nina, as well as the period before and after MJO passes the western part of Indonesia. 
SEBARAN PARTIKULAT (PM10) PADA MUSIM KEMARAU DI KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA Sepriani, Khariza Dwi; Turyanti, Ana; Kudsy, Mahally
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 15, No 2 (2014): December 2014
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15476.793 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v15i2.2675

Abstract

Intisari   Pencemaran udara yang bersumber dari aktivitas antropogenik dewasa ini menjadi semakin meningkat seiring dengan berkembangnya sektor industri dan transportasi. Kabupaten Tangerang dan sekitarnya merupakan daerah industri besar di Indonesia, sehingga masyarakat di wilayah tersebut memiliki potensi terpapar pencemar udara yang tinggi. Salah satunya adalah partikulat.  Sebaran partikulat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya jumlah sumber emisi, serta faktor meteorologi terutama angin. Pemantauan sebaran pencemar perlu dilakukan sebagai pertimbangan untuk mengambil kebijakan terkait masalah lingkungan. Namun pemantauan pencemar terkendala oleh biaya yang besar dan ketersediaan alat di lapangan, sehingga untuk memudahkan melakukan pemantauan digunakan model sebaran pencemar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah sebaran pencemar PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya berdasarkan arah angin pada musim kemarau. Metode dalam penelitian ini menggunakan model Chimere yang dapat menghasilkan prakiraan pencemar udara harian, termasuk aerosol dan polutan lain. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi PM10 tinggi di daerah sekitar Kotamadya Tangerang. Banyaknya industri dan padatnya kendaraan bermotor serta angin dominan yang menuju timur pada musim kemarau menyebabkan konsentrasi PM10 di Kota Tangerang Selatan hingga Kota Tangerang lebih tinggi daripada di sekitarnya, yakni mencapai 26-28 ?g m-3. Nilai korelasi antara kecepatan angin dan konsentrasi partikulat sebesar -0.46 menunjukkan kecepatan angin cukup mempengaruhi tingkat konsentrasi PM10.   Abstract  Air pollution originating from anthropogenic activities nowadays be increased along with industry development and transportation sector. Tangerang District and its surrounding areas are a large industrial area in Indonesia, so people in the region have a high potential for exposure to air pollutant. Particulate is one of the pollutions. Monitoring the pollutant dispersion is necessary to be conducted as a consideration to take a policy related to environmental issues. However, pollutant monitoring constrained by cost and availability of tools in the field, so the model is used to make pollutant monitoring easier. This study aims to determine the direction of PM10 pollutant dispersion in Tangerang  and the surrounding area based the dominant wind direction in the dry season. The method in this study uses Chimere model that can generate daily air pollution forecast. Result shows high PM10 concentration around Tangerang City. High number of industries and vehicles and also the dominant winds eastward in the dry season led to a concentration of PM10 in Tangerang City until South Tangerang City higher than around, namely reached 26-28 ?g m-3. Correlation value between wind speed and particulate concentration is -0.46 indicated that the wind speed has considerable influence the level of PM10 concentrations.
KONFIGURASI KOMPUTER UNTUK MENJALANKAN REGIONAL SPECTRAL MODEL MEMAKAI DATA ECHAM Kudsy, Mahally
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.243 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2108

Abstract

Percobaan menjalankan program prakiraan iklim dan cuaca yang dikenal dengan Spectral Regional Model (RSM) dilakukan dengan memakai perangkat keras Digital Workstation pada wilayah dengan ukuran 81x57 dengan resolusi kasar dan resolusi halus. Untuk membuat satu prakiraan diperlukan waktu total sekitar 2 jam dan ruang penyimpanan sebesar kira-kira 500 MB, yang sebagian besar dipakai untuk menyimpanan data ECHAM. Untuk menghasilkan pakiraan 3 bulan kedepan, ruangharddisk minimal untuk menyimpan data adalah 10,5 GB dengan waktu pemakaiankomputer selama 180 jam.Lamanya waktu untuk menjalankan run menjadi kendala untuk menghasilkan prakiraan secara cepat, karena itu disini disarankan agar dipakai komputer dengan prosesor pararelExperimental runs of the climate and weather prediction programme called the Regional Spectral Model were performed on a Digital Alpha Workstation for a region having a size of 81x57 grid-points. The run were made at crude and fine resolutions. To make a one- day prediction, 2 hour run and approximately 500 MB of storage were required. Most of this storage was used for filing the ECHAM data which were used as initial data. To complete a run of 3 month prediction, required computing time was approximately 180 hours and storage size of approximately 10.5 GB. From this result, it is recommended that a more powerful hardware such as Cray or SGI with parallel processors is required to speed up the calculation.
PREFACE JSTMC VOL.19 NO.1 JUNE 2018 : FOREWORD AND ACKNOWLEDGEMENT Wirahma, Samba
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 19, No 1 (2018): June 2018
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.52 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v19i1.3257

Abstract

PERBANDINGAN ANTARA EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR DENGAN MIDDLE AND UPPER ATMOSPHERE RADAR DALAM PEMANTAUAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL Hermawan, Eddy; Husni, Mohamad
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.566 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2159

Abstract

Pusat Pengetahuan Radio Atmosfer dan Antariksa, Universitas Kyoto, Jepang bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telahmembangun suatu radar VHF raksasa yang diberi nama Radar Atmosfer Katulistiwa (EAR) di Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Perhatian utama radar ini adalah untuk meneliti perilaku angin dan turbulensi yang terjadi di lapisan troposfer dan lapisan bawah stratosfer dengan resolusi tinggi dalam waktu dan ketinggian. Beberapa program studi dan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan data radar ini sedang direncanakan. Pada makalah ini latar belakang berdirinya EAR, gambaran umum tentang EAR dan MU radar, sistem kerja, hasil awal beroperasinya EAR di Indonesia, khususnya vertikal profil angin zonal dan meridional dikemukakan untuk dibahas.Radio Science Center for Space and Atmosphere (RASC) of Kyoto University (Japan) together with the Indonesian National Institute of Aeronautic and Space (LAPAN) have been constructed a giant VHF radar, namely Equatorial Atmosphere Radar (EAR) at Kototabang, Bukittinggi, West Sumatera. This radar is mainly concerned to observe winds and turbulence in the troposphere and lower stratosphere with a good time and spatial height resolution. Numerous study and research programs with the EAR are now planed. In this paper the basic idea the contructed of EAR, the general description of EAR and MU radar, working system and an initial observation results of EAR contruction, especially on the vertical profile of zonal and meridional wind velocity are discussed.
PENGARUH ENSO TERHADAP POLA ANGIN DAN CURAH HUJAN DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN Renggono, Findy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 12, No 2 (2011): December 2011
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1587.378 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v12i2.2192

Abstract

Ketersediaan air di danau-danau yang berada di DAS Larona sangat penting karenaair yang mengalir keluar dari danau digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkitlistrik. Kajian pola cuaca dan iklim di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk mengetahuiwaktu yang tepat dalam melakukan tindakan antisipasi kekurangan air, termasuk mengadakan kegiatan teknologi modifikasi cuaca untuk menambah curah hujan. Hasilanalisis dengan data angin permukaan NCEP menunjukkan bahwa pola pergerakanangin di wilayah ini dipengaruhi oleh kondisi ENSO. Pada saat El Nino Angin Timuranbertambah kuat, dan angin dari selatan melemah. Curah hujan pada saat El Nino dapatberkurang sampai 22% dari normalnya, namun pada saat La Nina dapat bertambahsebesar 50%.Water availability in Larona watershed is very important as it is used to drive turbinesof Hydro electric power. Study of weather and climate patterns is needed to anticipatedwater shortages, as well as to conduct the weather modification technology for rainenhancement. NCEP surface wind data analysis indicate that the pattern of windmovement in the region is affected by ENSO. During El Nino, easterly wind is gettingstronger, and the southerly wind is weaker. during El Nino rainfall reduced to 22% ofnormal, but during La Nina it increased by 50%.
STANDAR HUJAN EKSTRIM DI RIAU MENGGUNAKAN METODE REGRESI KUANTIL Ardhitama, Aristya; Ulina, Yessy Christy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 15, No 1 (2014): June 2014
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.099 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v15i1.2653

Abstract

IntisariSalah satu akibat dari adanya fenomena penamasan global dan perubahan iklim adalah meningkatnya kasus kejadian cuaca ekstrim dan iklim ekstrim yang terjadi di hampir sebagian besar wilayah Indonesia khususnya di wilayah Riau. Hingga kini belum ada batasan yang jelas atau standar tentang suatu kondisi cuaca dan iklim yang dapat dikategorikan ekstrim. Dari hasil perhitungan curah hujan ekstrim di Riau dengan 2 daerah sampel pos hujan yaitu data Stamet Pekanbaru dan Stamet Japura Rengat, menggunakan metode regresi kuantil, untuk Kota Pekanbaru nilai ekstrim tertinggi pada bulan November 518 mm dan nilai ekstrim terendah 28 mm pada bulan Juli. Sedangkan untuk di daerah Rengat nilai batas atas untuk curah hujannya pada bulan Desember 431.4 mm dan untuk batas bawah 14.3 mm. Nilai ekstrim untuk curah hujan bermanfaat untuk peringatan dini banjir dan kekeringan. AbstractOne of the global warming and climate change effects is increased number of extreme weather events and extreme climate events that occurred in most of Indonesia region, Riau in particular. Yet, there are no distinct border or any standard definition for those events to be categorized as extreme events. Extreme rainfall events have been calculated using 2 weather station data as sample in this paper, those are Pekanbaru and Japura Rengat station, with quantile regression method. For Pekanbaru station, the highest rainfall event is in November with 518 mm monthly rainfall, and the lowest rainfall event is in July with 28 mm monthly rainfall. For Japura Rengat station the highest rainfall event is in December with 431.4 mm monthly rainfall, and the lowest rainfall event is 14.3 mm monthly rainfall. Extreme rainfall can be used for flood and drought early warning.
SIMULASI PRAKIRAAN JUMLAH CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA PARAMETER CUACA (STUDY KASUS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2012) Ardhitama, Aristya
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 2 (2013): December 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1117.708 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i2.2690

Abstract

INTISARISimulasi prakiraan jumlah curah hujan bulanan dengan menggunakan input dapat parameter cuaca di Kota Pekanbaru telah  dilakukan menggunakan model persamaan regresi linear berganda. Untuk memvalidasi kebenaran hasil prakiraan jumlah curah hujan dengan model persamaan regresi linear berganda dihitung nilai Mean absolut Error (MAE) dan nilai uji t student untuk mengetahui kesamaan nilai rata-rata dari jumlah curah hujan prediksi dengan jumlah curah hujan aktualnya. Hasil pengolahan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa simulasi prediksi curah hujan bulanan tahun 2009 dengan menggunakan data parameter cuaca didapatkan penyimpangan nilai MAE sebesar 32.93 mm/bulan dan dari uji t student terbukti bahwa model regresi linear prediksi curah hujan mempunyai kesamaan dengan nilai rata-rata jumlah curah hujan bulanan aktualnya.
EVIDENCE OF COUNTER-DIFFERENCE SURFACE HEAT FLUXES AND ITS HYPOTHESES Santoso, Edi
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 2, No 1 (2001): June 2001
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.502 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2150

Abstract

Parameterization of surface heat flux estimates near-surface turbulent heat fluxes fromdifferences of potential temperature between the surface skin and the mid-mixed layer(ML). The rate of this turbulent transport is proportional to the product of a convectivevelocity times an empirical transport coefficient. New data from three different siteswithin Boundary Layer Experiment - 1996 (BLX96) are used to evaluate surface heatflux parameterization. Old data from six other field programs (BLX83, Koorin, FIFE,Monsoon 90, HAPEX-MOBILHY, and TOGA-COARE) are re-analyzed to test thisparameterization. Evidence from virtually all of these experiments indicates that theempirical transport coefficient for heat fluxes ( C* H ) does not depend on surfaceroughness. Positive turbulent heat fluxes are observed to exist near the bottom of theML even when there is zero potential temperature difference ( ?? =0) between thesurface skin and the mid-ML. Evidence suggests that positive heat fluxes could alsooccur when the surface skin has a slightly colder potential temperature than the mid-ML, implying a flux that is opposite or counter to the potential-temperature difference.Such counter-difference fluxes could be explained by an infrared radiative transferfrom the surface skin, or by non-equilibrium conditions during rapidly-changinginsolation near sunset.Fluks panas turbulen dekat permukaan dapat diestimasi dari selisih antara suhupotensial di batas permukaan (surface skin) dan di bagian tengah lapisan tercampur(mid-mixed layer). Kecepatan dari transpor turbulen ini sebanding dengan perkalianantara koefisien empiris transpor dengan kecepatan konvektif. Data baru dari hasilpengukuran BLX96 pada 3 lokasi yang berbeda akan digunakan untuk mengevaluasiparameterisasi ini. Sementara data yang diperoleh dari yang pernah dilakukansebelumnya (BLX83, Koorin, FIFE, Monsoon 90, HAPEX-MOBILHY, and TOGA-COARE) digunakan untuk menguji hasil parameterisasi ini. Hasil yang diperolehmengindikasikan bahwa koefisien empiris transpor untuk fluks panas tidak tergantungpada kekasaran permukaan (surface roughness). Bukti juga menunjukkan bahwafluks panas positif dapat terjadi ketika suhu potensial di surface skin sama atau sedikitlebih dingin daripada di mid-mixed layer. Kejadian seperti ini, disebut counter-difference fluxes, dapat dijelaskan dengan tranfer radiasi infra merah dari surface skinatau dengan kondisi ketidaksetimbangan perubahan secara cepat insolasi saatmendekati matahari terbenam.
TEKNIK PEMANENAN AIR HUJAN (RAIN WATER HARVESTING) SEBAGAI ALTERNATIF UPAYA PENYELAMATAN SUMBERDAYA AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA Harsoyo, Budi
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 11, No 2 (2010): December 2010
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1423.243 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v11i2.2183

Abstract

Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki masalah yang kompleks yang berhubungan dengan masalah krisis sumber daya air. Teknik pemanenan air hujan telah menjadi bagian penting dalam agenda pengelolaan sumber daya air dalam rangka untuk mengatasi ketimpangan air pada kurangnya hujan dan kekeringan (kekurangan air), pasokan air bersih masyarakat dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis induksi deskriptif terkait dengan tema teknik pemanenan air hujan, dimulai dengan deskripsi dari pandangan terbuka dan data yang dikumpulkan dari literatur yang berkaitan dengan tema dan isu-isu sumber daya air di wilayah Jakarta, kemudian dilakukan analisis lebih lanjut dan kesimpulan yang diambil adalah terkait dengan aspek konservasi air dan pengelolaan sumber daya air krisis di DKI Jakarta.Jakarta as a metropolitan city has many complex issues related to the problem of waterresources crisis. Rain water harvesting techniques has become an important part in the global environmental agenda water resources management in order to overcome inequality of water in the rainy and dry (lack of water), lack of clean water supply community world, as well as flood prevention and drought. This paper tries to analyze the descriptive induction related to the theme of rain water harvesting techniques, starting with a description of the open view and the data was collected from literatures relating to the themes and issues of water resources in Jakarta area , then conducted further analysis and conclusions drawn are associated with the aspect of water conservation and water resources crisis management in DKI Jakarta.

Filter by Year

2000 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 More Issue