cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 566 Documents
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN JASA PELAYANAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA Tukiyat, Tukiyat; Nuryanto, Satyo; Sundoro, Agung
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 2 (2012): December 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v13i2.2576

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks kepuasan pelanggan (customer satisfaction index - CSI) yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai baseline bagi peningkatan pelayanan jasa TMC dan melakukan pemetaan kebutuhan dan harapan pelanggan.
MINIMALISASI KONSENTRASI PENYEBARAN ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN METODE MODIFIKASI CUACA Nugroho, Sutopo Purwo
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.757 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2099

Abstract

Forest and land fire that happen at the long time in 1997 have caused smog disaster in huge area. High concentration of smog caused low visibility and influence of the people activity. One of technology alternative has been applied was weather modification to overcome that disaster. Weather modification activity has been conducted in order to rain making and wash out process with according weather condition on that time. The material has been used CaO, Ca(OH)2, NaCl, and CaCl2 were dispersed by the aircraft. The whole result of the weather modification indicated by increased of visibility on the surface. Those increase caused by the pressure of area that has been seeding become low. Nevertheless, existence very high concentration of smog and distribution in huge area has caused the different not significant.Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama tahun 1997 telah menyebabkan terjadinya bencana asap yang tersebar secara luas. Adanya konsentrasi asap yang demikian pekat dan luas telah menyebabkan jarak pandang menjadi sangat pendek sehingga mengganggu aktivitas penduduk. Untuk itulah maka diterapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi bencana tersebut. Kegiatan dilakukan dengan menerapkan teknologi hujan buatan dan proses pembersihan asap secara simultan dan disesuaikan dengan kondisi cuaca yang saat itu terjadi. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah CaO, Ca(OH)2, NaCl, dan CaCl2 yang ditaburkan dari pesawat terbang pada lapisan asap. Hasil kegiatan modifikasi secara keseluruhan menunjukkan adanya perubahan jarak pandang di permukaan. Kenaikan ini sebagai akibat terjadinya tekanan udara lokal pada daerah yang ditaburi bahan. Namun adanya akumulasi asap yang pekat dan tersebar luas menyebabkan massa asap kembali mengisi ruang tersebut sehingga kenaikan jarak pandang yang terjadi tidak berubah secara ekstrim.
APLIKASI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK MENINGKATKAN CURAH HUJAN DI DAS CITARUM - JAWA BARAT 12 MARET S.D. 10 APRIL 2001 Arifian, Jon; Kudsy, Mahally; Goenawan, R Djoko; Yahya, Rino Bahtiar; Renggono, Findy; Karmini, Mimin; Nugroho, Sutopo Purwo; Tikno, Sunu; Nuryanto, Satyo; Sitorus, Baginda Patar; Bahri, Samsul; Widodo, Florentinus Heru
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 2, No 1 (2001): June 2001
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.864 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2141

Abstract

Teknologi modifikasi cuaca sudah sering diaplikasikan di Indonesia terutama untukmeningkatkan jumlah curah hujan. Teknologi modifikasi cuaca diterapkan bila terjadiindikasi penurunan jumlah curah hujan dan kemungkinan akan munculnya fenomena ElNiño sebagai tindakan preventif. Aplikasi teknologi modifikasi cuaca yang dilaksanakan diDAS Citarum, Jawa Barat mulai tanggal 12 Maret s.d. 10 April 2001 adalah berdasarkan kenyataan bahwa inflow DAS Citarum menurun dengan drastis pada bulan Desember 2000 dan sebagai tindakan preventif akan munculnya fenomena El Niño pada akhir tahun 2001 atau 2002. Pada awal tahun 2001, tiga kaskade waduk di DAS Citarum mengalami defisit cadangan air sebanyak 486,36 juta m . Waduk Ir. Juanda yang merupakan waduk multi fungsi harus menyediakan pasokan air untuk: irigasi teknis pada lahan sawah seluas 296.000 ha (2 kali tanam), yang memberikan kontribusi sebesar ± 40 % ke Jabar atau setara dengan ± 10 % Nasional; air baku permukiman dan industri; serta penyediaan tenaga listrik (± 4,5 milyar kWh). Data akhir setelah dilaksanakan penerapan teknologi modifikasi cuaca dengan menggunakan konsep sistim dan lingkungan adalah nilai rata-rata aliran total Citarum sebesar 326,81 m /det dan volume total aliran Citarum sejak mulai kegiatan hingga tanggal 10 April 2001 adalah sebesar 847,1 juta m3.Weather modification technology has been applied in Indonesia especially to enhancerainfall. Weather modification technology has been employed whenever there has beenan indication of rainfall shortage and the possibility of El Niño occurrence asprecautionary action. Weather modification technology that was applied in Citarumcatchment area ? West Java on 12 March ? 10 April 2001 was based on the fact thatCitarum inflow decreased drastically in December 2000 and also as a preventiveendeavor to the possibility of warm episode in 2001/2002. In the early of 2001, threecascade dams had water storage deficit as much as 486.36 million m3. Ir. Juanda dam,which has multi purposes, has to supply water for: technical irrigation for 296,000 ha ofrice field (2 planting seasons) that contributes ± 40 % to West Java or about ± 10 % ofnational production; fresh water for community and industry; as well as electricity of about 4.5 billion kWh. After the application of weather modification technology by employing system and environment concept, it was recorded that the average inflow of Citarum catchment area was 326.81 m /sec and total volume during the activity was 847.1million m3.
AEROSOL OPTICAL DEPTH (AOD) OVER FOUR INDONESIAN CITIES FROM THE AERONET MEASUREMENT: AN OVERVIEW Kusumaningtyas, Sheila Dewi Ayu
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 20, No 2 (2019): December 2019
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1179.368 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v20i2.3894

Abstract

Abstract A large amount of aerosol, commonly known as Particulate Matter (PM), is emitted to the atmosphere from land-use conversion, urbanization, and the use of fossil fuels from a variety of sectors. Aerosol affect climate, environment, to human health. Each location might have different aerosols types due to various sources, sinks, and local characteristics. Aerosol Robotic Network (AERONET) has been established to investigate and monitor aerosol world-wide included in Indonesia. This work aims to study aerosol optical properties retrieved from AERONET in four locations namely Bandung, Jambi, Pontianak, and Palangkaraya. Seasonal and daily variability in AOD and Angstrom exponent (?), also aerosol classification, is analyzed. The result shows that aerosol characteristics such as AOD and ? in Bandung are different from Jambi, Palangkaraya, and Pontianak due to different aerosol sources. AOD clearly increases during the burning period (dry period) in Jambi, Palangkaraya, and Pontianak. The highest AOD monthly maximum recorded in Palangkaraya as of 4.51 during September. On the other hand, AOD in Bandung does not show significant variation during dry and rainy season. Mixed aerosols (coarse and fine mode) are present in all locations. However, the dominance of fine mode is depicted from high percent frequency of occurrence in Jambi, Palangkaraya, Pontianak, and Bandung, which are 33.4%, 31.38%, 25.14% (? range bin 1.6-1.8) and 37.16% (? range bin 1.4-1.6) respectively. There was a period of ? 1 with 1 AOD 6 in Jambi, Palangkaraya, and Pontianak suggesting smoke fire from peatland, while AOD close to 1 with ? 1 as the character of urban aerosol is prominent in Bandung.   IntisariSejumlah besar aerosol, atau yang dikenal dengan partikulat, diemisikan ke atmosfer dari aktivitas konversi penggunaan lahan, urbanisasi, dan pembakaran bahan bakar fosil dari berbagai sektor. Aerosol memengaruhi iklim, lingkungan, hingga kesehatan manusia. Setiap lokasi memiliki jenis aerosol berbeda karena perbedaan sumber polusi dan cara penyerapannya, serta karakteristik lokal daerah tersebut. Aerosol Robotic Network (AERONET) dibentuk untuk menginvestigasi dan memantau aerosol di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari sifat optik aerosol yang diperoleh dari AERONET di empat lokasi yaitu Bandung, Jambi, Pontianak, dan Palangkaraya. Variabilitas musiman dan harian parameter AOD dan Angstrom eksponen (?) serta klasifikasi aerosol juga dianalisis. Hasil dari studi menunjukkan karakteristik aerosol seperti AOD dan ? di Bandung berbeda dari Jambi, Palangkaraya, dan Pontianak karena perbedaan sumber aerosol. AOD meningkat selama periode kebakaran lahan (musim kemarau) di Jambi, Palangkaraya, dan Pontianak. Maksimum bulanan AOD tertinggi tercatat di Palangkaraya sebesar 4.51 pada September. Di sisi lain, AOD di Bandung tidak menunjukkan variasi yang besar pada musim kemarau dan hujan. Aerosol campuran (partikel kasar dan halus) terdapat di semua lokasi. Namun, dominasi aerosol berukuran halus digambarkan oleh tingginya frekuensi kejadian di Jambi, Palangkaraya, Pontianak, dan Bandung masing-masing 33,4%, 31,38%, 25,14% (? range bin 1,6-1,8) dan 37,16% (? range bin 1,4-1.6). Terdapat periode dimana ? 1 dengan 1 AOD 6 di Jambi, Palangkaraya, dan Pontianak menunjukkan sumber aerosol berasal dari kebakaran asap dari lahan gambut, sementara AOD mendekati 1 dengan ? 1 sebagai karakter dari aerosol perkotaan menonjol di Bandung.
ANALISIS KERUGIAN BANJIR DAN BIAYA PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DALAM MENGATASI BANJIR DI DKI JAKARTA Lestari, Sri
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 2 (2002): December 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.477 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i2.2174

Abstract

Banjir yang melanda Jakarta pada bulan Februari 2002 menimbulkan kerugian sebesarRp 6,7 trilyun. Sebetulnya banjir tersebut dapat diantisipasi jika penerapan TeknologiModifikasi Cuaca (TMC) dilakukan sebelum kejadian banjir. Biaya operasionalnya hanyasekitar Rp 70 juta perhari. Kegiatan penerapan TMC untuk pengendalian banjir ternyatadapat menurunkan tinggi muka air ( TMA) di Pesanggrahan sebesar 51,6 cm (dari 149,9cm menjadi 98,3 cm), di Ciliwung 85,5 cm (dari 234,2 cm menjadi 148,7 cm) dan diSunter 32,3 cm dari 124,5 cm menjadi 92,2 cm). Dari evaluasi jumlah curah hujanmenunjukan bahwa kegiatan modifikasi cuaca dapat menurunkan jumlah curah hujansebesar 13,4 mm (sebelum kegiatan rata-rata per hari sebesar 27,9 mm dan selamakegiatan menjadi 14,5 mm ).Heavy floods occurred in Jakarta and vicinity in February 2002. The floods caused incatastrophe to both community and local government and destroyed infrastructure within the area. The lost was estimated of about 6.7 trillion rupiahs. Actually, the floods might be anticipated should weather modification technology be applied before the floods became too severe. The cost to carry out weather modification activity was only about 70 million rupiahs per day. Weather modification activity to manage rainfall intensity in order to control floods could decrease water level at Pesanggrahan of about 51.6 cm (from 149.9 cm became 98.3 cm), Ciliwung of about 85.5 cm (from 234.2 cm became 148.7cm) and Sunter of about 32.3 cm (from 124.5 cm became 92.2 cm). Evaluation on total rainfall over the area indicated that during the activity the average of daily rainfall decreased of about 13.4 mm, in which before the activity was 27.9 mm while during the activity was 14.5 mm.
ANALISIS KORELASI KERAPATAN TITIK API DENGAN CURAH HUJAN DI PULAU SUMATERA DAN KALIMANTAN Prayoga, M. Bayu Rizky; Yananto, Ardila; Kusumo, Della Ananto
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 18, No 1 (2017): June 2017
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1084.932 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v18i1.2037

Abstract

IntisariKebakaran hutan dan lahan merupakan bencana yang rutin terjadi di Indonesia. Pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi wilayah yang paling sering dilanda kebakaran hutan dan lahan. Munculnya titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan mempunyai pola tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara spasial-temporal konsentrasi titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan serta korelasinya dengan curah hujan. Berdasarkan hasil pengolahan data titik api yang bersumber dari hasil perekaman citra MODIS (Satelit Terra Aqua) tahun 2006-2015, didapatkan bahwa kerapatan titik api di Pulau Sumatera dan Kalimantan akan mencapai puncaknya pada bulan September. Wilayah yang memiliki konsentrasi titik api paling tinggi adalah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan di Pulau Sumatera serta Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat di Pulau Kalimantan. Hasil pengolahan data curah hujan bulanan juga menunjukkan bahwa pada bulan September curah hujan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mencapai nilai terendah dalam satu tahun, yaitu 25-150 mm/bulan. Selain itu, korelasi antara jumlah titik api dan curah hujan menunjukkan nilai korelasi yang cukup (R = 0,307) dengan pola hubungan yang negatif. Hasil pengolahan terhadap data historis titik api ini bisa menjadi acuan dalam kesiapan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan.  AbstractForest fire is one of disasters that occur regularly in Indonesia. Sumatera and Borneo are regions with the most frequently hit by forest fires disaster through years. The emergence of hotspots in Sumatera and Borneo have it own patterns. This study aimed to figure hotspot density in Sumatera and Borneo spatial-temporally and their correlation with rainfall. Based on the results of data processing hotspots sourced from recording of MODIS satellite (Terra and Aqua) 2006-2015, it was found that the density of hotspots in Sumatra and Kalimantan will reach its peak in September. Riau and South Sumatera Province are the regions that has highest concentration of hotspots in Sumatera island, meanwhile Central Borneo and West Borneo Province become the regions that has highest concentration of hotspots in Borneo island. The processing of monthly rainfall data also shown that in September rainfall in Sumatra and Kalimantan reach its lowest level in a year, which is 25-150 mm/month. In addition, hotspot density and rainfall are correlated enough (R = 0,307). The results of the processing of historical hotspots data in this paper could become a reference for forest fires disaster management that often happens in Sumatera and Borneo. 
PEMANFAATAN DATA SATELIT GMS MULTI KANAL UNTUK KEGIATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA Syaifullah, Muhamad Djazim; Nuryanto, Satyo
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 17, No 2 (2016): December 2016
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1030.446 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v17i2.525

Abstract

IntisariTulisan ini menyajikan pemanfaatan data satelit GMS (Geostationary Meteorological Satellites) multi kanal untuk informasi perawanan dalam rangka mendukung kegiatan teknologi modifikasi cuaca. Pemanfaatan data satelit meliputi proses pengunduhan data, proses kalibrasi dan visualisasi citra satelit sehingga dapat diinterpretasi. Pemrosesan data satelit juga meliputi jenis dan tipe awan serta ukuran butir awan. Dengan diketahuinya tipe dan jenis awan maka pemilihan target awan dalam pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dapat lebih efektif. Data Satelit GMS yang berupa data PGM untuk berbagai kanal telah dimanfaatkan untuk analisis cuaca dan mendukung pelaksanaan kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Dari analisis beberapa kanal Infra Merah (IR) dapat diperoleh tipe/jenis awan dan ukuran butiran awan yang sangat bermanfaat untuk kepentingan Teknologi Modifikasi Cuaca. Diperlukan pengelolaan data yang lebih intensif baik manajemen data maupun kontinuitas pengunduhan data untuk menjamin kelancaran analisis. Selain itu juga diperlukan validasi lapangan misalnya dengan data radar analisis menjadi semakin akurat.  AbstractThis paper presents the utilization of GMS (Geostationary Meteorological Satellites) multichannel satellite data for cloud cover information in order to support the activities of weather modification technology or cloud seeding. These utilizations covering the process of data downloading, process calibration and visualization of satellite imagery so that it can be interpreted. Processing of satellite data also includes the type of cloud as well as cloud grain size. By knowing the type of cloud, the cloud target selection in the execution of Weather Modification Technology can be more effective. From the analysis of several Infrared (IR) channels can be obtained type/kind of cloud and grain size of the clouds that are beneficial to the interests of cloud seeding. It is required a more intensive data management and continuity of data download. It is also necessary field validation for example with radar data. The purpose of data management was the data processing became more efficient. 
MENGULAS PENYEBAB BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA DARI SUDUT PANDANG GEOLOGI, GEOMORFOLOGI DAN MORFOMETRI SUNGAI Harsoyo, Budi
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 1 (2013): June 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (885.169 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i1.2680

Abstract

IntisariBanjir sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Setiap kali musim hujan tiba, Kota Jakarta seolah tidak pernah terlepas dari pemberitaan seputar kejadian banjir yang melanda wilayahnya. Tulisan ini mengulas faktor-faktor penyebab banjir di wilayah DKI Jakarta, terutama dari sudut pandang geologi, geomorfologi dan morfometri sungai yang mengalir dan melintasi wilayah DKI Jakarta. Penulis mengumpulkan bahan pustaka dari berbagai sumber untuk memberikan ulasan dan sebuah kesimpulan bahwa secara kodrat, Jakarta memang merupakan daerah banjir sehingga bagaimana pun, kejadian banjir akan sangat sulit untuk dihilangkan dari wilayah DKI Jakarta.  AbstractFlood cannot be separated from the life of the people around DKI Jakarta. Everytime rainy season comes, Jakarta was never be apart from the news about flood incidence hit this region. This paper reviews some factors causing the floods especially from geological, geomorphological, and morphometrical point of view of the rivers flow across DKI Jakarta. The author gathered materials from various sources to give an analysis and conclusion that Jakarta, by nature, is flooded area so flood event will be very difficult to be removed.
HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 2 (2000): December 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1533.351 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i2.2125

Abstract

Perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik (ENSO) sangat berpengaruhterhadap curah hujan hampir di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Dari analisadata curah hujan di Jawa tahun 1961-1993 dengan anomali suhu permukaan laut disekitar Indonesia menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif di bagian timur dan sentral Samudera Pasifik bagian equator dan Samudera Hindia sekitar 10 LS;80 BT,sedangkan di Laut Flores menunjukkan korelasi positif. Ketika suhu permukaan laut dibagian timur dan sentral Samudera Pasifik bagian equator serta di Samudera Hindiameningkat (anomali positif), curah hujan di Jawa mengalami penurunan. Sebaliknya ketika terjadi penurunan suhu, curah hujan di Jawa mengalami peningkatan. Sedangkan untuk Laut Flores, ketika terjadi peningkatan suhu permukaan laut (anomali positif), curah hujan di Jawa meningkat dan apabila terjadi anomali negatif, curah hujan di Jawa menurun. Korelasi yang sangat tinggi antara curah hujan di Jawa dengan anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia terjadi pada bulan September-Nopember, Sedangkan untuk Laut Flores terjadi pada bulan Juli-September.The El Nino and Southern Oscillation is a large scale pattern of rainfall fluctuation almost in all the globe. Jawa rainfall (1961-1993) and sea surface temperature anomaly have been examined. There are significant correlation between Jawa rainfall and sea surface temperature anomaly in east and central equatorial Pacific Ocean, Indian Ocean near 10 LS;80 BT and Flores Sea .The negative correlation is found in east and central equatorial Pacific Ocean and Indian Ocean, while the positive correlation is found in Flores Sea. When the positive anomaly sea surface temperature in east and central equatorial Pacific occur, the Jawa rainfall is decreased, in the contrary if negative anomaly occurs, the Jawa rainfall increase. In Flores Sea, if the sea surface temperature is increased, the Jawa rainfall is increased, and if the sea surface temperature is decreased, the Jawa rainfall is decreased. The highest correlation between Jawa rainfall and sea surface anomaly in Pacific and Indian Ocean is in September-November season, and in the Flores Sea in July-September season.
KORELASI INDEKS NINO 3.4 DAN SOUTHERN OSCILLATION INDEX (SOI) DENGAN VARIASI CURAH HUJAN DI SEMARANG Hidayat, Anistia Malinda; Efendi, Usman; Agustina, Lisa; Winarso, Paulus Agus
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 19, No 2 (2018): December 2018
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.883 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v19i2.3143

Abstract

Semarang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terdampak bencana hidrometeorologi. Sejumlah wilayah di Semarang merupakan daerah rawan kekeringan, sementara di wilayah lainnya merupakan daerah langganan banjir tiap tahunnya. Salah satu parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan fenomena hidrometeorologi adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO). Sebagai sirkulasi tropis non musiman, ENSO memiliki peran penting terhadap variasi curah hujan yang diamati. Penelitian terkait ENSO telah banyak dilakukan sebelumnya, namun belum ada penelitian tekait yang dilakukan di Semarang yang notabene merupakan daerah rawan bencana hidrometeorologi, sehingga fluktuasi ENSO menarik untuk dikaji di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi fenomena global laut atmosfer terhadap distribusi curah hujan di wilayah Semarang. Dalam jangka waktu 15 tahun (2001-2015), pengaruh dari ENSO dianalisis menggunakan korelasi temporal untuk menentukan dampak dari ENSO pada curah hujan yang diamati di enam pos pengamatan hujan di Semarang. Analisis tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) di wilayah Nino 3.4 dengan curah hujan diamati secara signifikan pada lima pos pengamatan hujan selama periode September Oktober November (SON) dengan rentang nilai korelasi antara -0.598 sampai dengan -0.679. Sementara itu, korelasi variabilitas curah hujan dengan Southern Oscillation Index (SOI) menunjukan nilai yang berkisar antara 0.561 sampai dengan 0.780. Curah hujan yang diamati umumnya selalu berkurang pada tahun-tahun dimana nilai indeks Nino 3.4 positif dan nilai SOI negatif, sedangkan curah hujan diamati meningkat pada tahun-tahun dimana nilai indeks Nino 3.4 negatif dan nilai SOI yang positif.

Filter by Year

2000 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 More Issue