cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
RESENSI BUKU: HUKUM PERUSAHAAN MULTINASIONAL Pupung Faisal
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buku ini membahas mengenai aspek hukum dari Perusahaan Mulnasional dalam perdagangan internasional dan penanaman modal asing. Buku ini terdiri dari 4 bab, yang masing-masing pem- bahasan bab memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Bab I membahas mengenai perusahaan nasional dalam perdagangan internasional dan pe- nanaman modal asing; Bab II menjelaskan me- ngenai organisasi dan bentuk hukum pelaksanaan bisnis perusahaan mul nasional; Bab III men- jelaskan fungsi perusahaan mulnasional dalam penanaman modal asing; dan Bab IV membahas perusahaan mulnasional dalam liberalisasi perda- gangan internasional dan penanaman modal asing di China, India, Thailand dan Indonesia. Buku ini menarik untuk dijadikan ulasan karena perusahaan mulnasional berperan cukup besar dalam pem- bangunan ekonomi Indonesia melalui penanaman modal asing dan perdagangan internasional.Pada Bab I penulis menguraikan beberapa definisi atas perusahaan mulnasional, antara lain dari David E Lilienthal, The UN Norm, The Instute de Droit Internaonal, The UN Economic and Social Council, Perserikatan bangsa-bangsa, The OECD, Berthold Goldman. Berdasarkan definisi-definisi yang diuraikan dapat diketahui ciri utama darisuatu perusahaan mulnasional yaitu kemampuanperusahaan mul nasional mengkoordinasikan ak vitas-ak vitas diantara perusahaan-peru- sahaan yang berbeda dari lebih dari dua negara. Dalam bab ini dibahas juga latar belakang lahirnya perusahaan mul nasional dan sejarah perkem- bangannya, mulai dari koloni Eropa pada abad 16 sampai dengan periode 1990 sekarang. Selanjutnya dijelaskan teori-teori perusahaan mul nasional yang juga merupakan teori penanaman modal asing, yaitu: teori penanaman modal melalui pem- belian saham (internaonal fortofolio investment), teori keuntungan monopoli dari penanaman modal asing langsung (the monopolisc advantage theory of foreign direct investment) dan teori internalisasi penanaman modal asing (the internalizaon theoryof foreign direct investment).
PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM MELALUI PEMBUKTIAN DENGAN MENGGUNAKAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGADILI DAN MEMUTUS SENGKETA PERDATA Efa Laela Fakhriah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v5i1.50

Abstract

ABSTRAKBerdasarkan sistem hukum acara perdata yang berlaku, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR. Di samping itu juga alat bukti pemeriksaan setempat sebagaimana dan keterangan saksi ahli Hukum pembuktian yang berlaku saat ini, secara formal belum mengakomodasi dokumen elektronik sebagai alat bukti, sedangkan dalam praktiknya di masyarakat melalui transaksi perdagangan secara elektronik, alat bukti elektronik sudah banyak digunakan, terutama dalam transaksi bisnis modern. Tulisan ini menghasilkan simpulan bahwa dalam hal memeriksa perkara yang pembuktiannya menggunakan bukti-bukti bersifat elektronik, karena hukum acara perdata (HIR) sebagai hukum formil tidak mengaturnya, maka hakim dapat mendasarkan pembuktian pada hukum materiil yang juga mengatur tentang hukum acara, dalam hal ini Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-undang Dokumen Perusahaan. Akan tetapi seandainya pun tidak ada peraturan materil yang mengatur tentang bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dipersidangan, atau hakim tidak mau mendasarkan pembuktian pada hukum materiil, hakim dapat melakukan penemuan hukum dengan cara analogi atau penafsiran hukum terhadap bukti yang bersifat elektronik agar dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan sebagaimana halnya alat bukti yang diatur dalam hukum acara perdata.Kata kunci: bukti elektronik; pembuktian; penemuan hukum. ABSTRACTAccording to the Civil Procedural Law system, the judges were bound to the legal evidences, which meant that the judges might only impose the verdict based on legal evidences which determined by the law as stated in Article 164 HIR for instances: documentary evidence, witness’ statement, allegation, recognition, and oath. In addition, the local inspection as legal evidence was also regulated in Article 153 HIR, and the expert statement stipulated in Article 154 HIR. The current of evidentiary law, was not accommodating electronic documents yet as legal evidence, while in fact electronic trading transactions among societies needed electronic evidence had been widely used, especially in modern business transactions. The problem was how the judge conducted a legal discovery in giving verdict in lawsuit dispute which was handled to use electronic evidence as legal evidence, in the other hand, according to the Civil Procedural Law system stated that evidentiary was legitimate when done using the evidence that had been determined/regulated in the Civil Procedural Regulation.Keywords: electronic evidence; evidentiary; legal discovery.
“CYBERCIME” DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA KEGIATAN DI LAUT Etty R. Agoes
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPada jaman digital dimana komunikasi secara online telah menjadi suatu keharusan, pengguna internet dan negara-negara dihadapkan pada ancaman serangan melalui dunia maya. Para penjahat siber terus mengembangkan teknik serangannya, mereka juga mulai mengalihkan targetnya dengan mengurangi pencurian informasi perbankan atau keuangan dan beralih ke spionase business dan mengakses informasi dari situs-situs pemerintah. Untuk melawan cybercrime yang berkembang dengan sangat pesat negara-negara harus bekerjasama untuk mengembangkan suatu model yang efektif untuk mengawasi ancaman-ancaman demikian. Ancaman terhadap pelayaran internasional hari ini tidak lagi datang hanya dari para pembajak maupun teroris, tetapi para peretas (hackers) melalui komputer, baik yang berada di atas kapal maupun jauh di daratan. Dampak dari kejahatan dunia maya tersebut tidak hanya terasa di bidang pelayaran, tetapi di bidang-idang pemanfaatan laut lainnya seperti kabel dan pipa di dasar laut. Tulisan ini akan mencoba untuk melihat sejumlah kegiatan pemanfaatan laut yang rawan terkena cybercrime terutama dikaitkan dengan sejumlah aktivitas dilaut seperti pelayaran, baik oleh kapal niaga, kapal perang, maupun kapal pemerintah yang dioperasikan untuk kepentingan niaga maupun bukan, kapal yang bertenaga nuklir maupun yang mengangkut nuklir atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun, yang diatur oleh UNCLOS 1982.Kata kunci: cybercrime; digital; laut AbstractIn the digital era where online communication has become a necessity, internet users and the states have to overcome the threat through cyberspace. The cyber criminals simultaneously develop they attack techniques and also began to shift the target from banking or financial information to business espionage and access information from government websites. To overcome the threats from cybercrime, states should work together and develop an effective model for overseeing such threats. Threats to international shipping today no longer come only from the hijackers or terrorists, but also from the hackers through a computer. The hackers can be located on the boat or in the main island. The impact of cyber crime is not only to the shipping, but also in another fields such as cables and pipelines on the seabed. This paper will try to see a number of activities that are vulnerable to the cybercrime in particular related to the a number of activities at sea such as shipping, either by commercial ships, warships, as well as government ship operated for commercial or not, a ship with nuclear-powered or carrying nuclear or other materials that are inherently dangerous or toxic, regulated by UNCLOS 1982.Keyword: cybercrime; sea; digital
QUO VADIS MALPRAKTIK PROFESI DOKTER DALAM BUDAYA HUKUM INDONESIA Veronica Komalawati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Profesi sebagai “moral community” memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Menolong dan menyelamatkan adalah cita dan nilai yang diharapkan dapat diwujudkan oleh profesi dokter. Kemurnian niat, keluhuran budi, dan kerendahan hati adalah tiga pilar yang menopang kinerja profesi dokter sebagai profesi mulia. Kepercayaan, saling menghormati, dan komunikasi merupakan esensi hubungan dokter dan pasien. Hukum sebagai institusi moral bertumpu pada perilaku manusia yang baik, namun dalam praktik dapat terjadi suatu tindakan Malpraktik. Malpraktik medis adalah kelalaian yang dilakukan dokter akibat ketidakcermatan dan kurang hati-hati dalam menjalankan profesi. Tuntutan malpraktik adalah pengejewantahan erosi kepercayaan pasien terhadap kinerja dokter selaku pengemban profesi mulia. Artikel ini membahas tentang qua vadis malpraktik profesi dokter. Disimpulkan bahwa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran serta komersialisasi pelayanan kesehatan mengakibatkan terjadinya erosi hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien. Maraknya tuntutan malpraktik memicu munculnya defensive medicine sebagai mekanisme pertahanan diri dokter agar terhindar dari risiko tuntutan, dengan memanfaatkan isu kemajuan iptek untuk melakukan pemeriksaan secara berlebihan maupun merujuk pasien ke fasilitas lain yang lebih canggih. Kata kunci: hukum; malpraktik; profesi dokter. ABSTRACT A profession as a “moral community” has common ideas and values. Helping and saving are the ideals and the values that are expected to be realized by the medical professional. A pure will, nobility, and humility are the three pillars which build the medical profession as a noble profession. Trust, mutual respect, and communication are the essence of the doctors-patients relationship. In this case, law as a moral institution rests on good human behavior is to prevent medical malpractices which are commonly occurring. Medical malpractice is negligence carried out by doctors due to inaccuracy and inadvertent conduct. Malpractice suits arrises as the manifestation of eroding patients’ trust in the doctor’s performance. This article discusses the Quo Vadis of professional medical malpractice. The conclusion of this research is that the rapid development of medical science and technology and the health services commercialization resulted in the erosion of the trust relationship between doctors and patients. The rising number of malpractice cases triggers the emergence of defensive medicine as a doctor’s self-defense mechanism to avoid the prosecution risk. This is done by utilizing the issue of science and technology development to conduct excessive checks or refer patients to other more sophisticated facilities. Keywords: doctor profession; law; medical malpractice.
PENERAPAN STELSEL KONSTITUTIF TERHADAP DESAIN INDUSTRI YANG CEPAT BERUBAH (FAST MOVING) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 DIHUBUNGKAN DENGAN PERJANJIAN TRIPS-WTO Sudjana Sudjana
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan menentukan penerapan stelsel konstitutif (keharusan pendaftaran) pada Desain Industri yang cepat berubah (fast moving) berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 dihubungkan dengan Perjanjian TRIPs-WTO. Metode penelitian yuridis empiris, tahap penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan untuk meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, dengan mengkaji dokumen-dokumen tentang hukum positif. Hasil penelitan menunjukan bahwa penerapan stelsel konstitutif (keharusan pendaftaran) bagi kreasi-kreasi yang cepat berubah (fast moving) misalnya desain sepatu, dari segi hukum tidak memenuhi atau mengabaikan rasa keadilan dan kemanfaatan karena desain-desain baru yang dihasilkan tersebut tidak didaftarkan sehingga peniruan oleh pihak lain yang beritikad buruk tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran berdasarkan hukum Kekayaan Intelektual. Dari segi bisnis, stelsel konstitutif untuk obyek Desain Industri yang cepat berubah tidak efektif mengingat tuntutan bisnis tidak memungkinkan diproduksi lebih lama karena konsumen merasa bosan atau tidak tertarik lagi terhadap desain yang dianggap sudah out of date (ketinggalan jaman), sehingga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi pelaku usaha apabila desain industri atas produk barang tersebut didaftarkan. Oleh karena itu, perlu solusi memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan serta keuntungan secara ekonomi bagi para pendesain tersebut yaitu dengan penggunaan stelsel deklaratif (pendaftaran tidak mutlak) pada perlindungan desain industri.Kata kunci: desain Industri; fast moving; stelsel konstitutif. AbstractThis study aims to determine the application stelsel constitutive (must register) on the industrial design that is rapidly changing (fast moving) by Act No. 31 of 2000 associated with the WTO TRIPs Agreement. The research method used is a empirical juridical approach, conducted research stage through the study of literature to examine the primary legal materials, secondary law, and tertiary legal materials. Data was collected through document study, conducted by examining the documents about the positive law. Further data analysis method is done through qualitative normative. Research results show that the application of stelsel constitutive (must register) for the creations of rapid change (fast moving), for example the design of the shoe, darisegi law does not meet or ignore the sense of justice and expediency for new designs obtained are not registered so the impersonation by the another bad faith can not be categorized as a violation of the law of intellectual property. From a business standpoint, stelsel constitutive for the objects of industrial design that quickly turned to be ineffective given the demands of the business does not allow manufactured longer for consumers to feel bored or not interested anymore to design considered out of date (outdated), which can cause economic loss for businesses if the industrial design of the products listed goods. Therefore, there needs to be a solution to satisfy the justice and expediency and economic benefits for the designer is to use declarative stelsel (registration is not absolute) on the protection of industrial design.Keywords: Constitutive principle; fast moving; industrial design.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA UNTUK MEMPEROLEH HAK-HAK PEKERJA DIKAITKAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI Mulyani Djakaria
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi sorotan. Kurangnya jaminan keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga kerja wanita merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya berbagai permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan. Tenaga kerja sebagai pekerja di perusahaan masih saja mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pengusaha, hal ini yang menimbulkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja wanita seperti perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita tidak diberikan sepenuhnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif untuk melihat perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga wanita. Hasil menunjukkan bahwa Perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi dalam pelaksanannya secara umum sebagian sudah sesuai, misalnya jaminan sosial secara umum telah diberikan kepada tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian yang belum sesuai misalnya, cuti haid, cuti hamil. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita, dari pihak pemerintah yaitu lemahnya pengawasan, dari pihak pengusaha sering melanggar peraturan demi keuntungan pengusaha, dari pihak tenaga kerja wanita yaitu kurang paham terhadap peraturan perundangan ketika terjadi pelenggaran hak-haknya sebagai pekerja. Kata kunci: pekerja wanita; perlindungan hukum; reproduksi. ABSTRACT Employment problem is still in the spotlight. Lack of warranty of safety, health, and reproductive rights received by female workers was one factor contributting to the problems in the employment field. Female workers as wokers in the company still gets the discriminatory treatment from the employer which cause the rights that should be accepted by the female workers as a protection of safety, heatlh and reprodutive rights of women workers are not given in full. The research method used is normative juridical to see the legal protection of the safety, health and reproductive rights of female workers and the obstacles faced in implementing protection against safety, health, and reproductive rights for female workers. The results show that legal protection for safety, health and reproductive rights in general implementation is partly appropriate, for example social security in general has been given to female workers, but there are some item are not suitable for example, menstruation leave, maternity leave. Constraints faced in the implementation of protection against safety, health, and reproductive rights of female workers, from the government, namely weak supervision, from the employer often violate the rules for the benefit of employers, from the female labor force that is lack of understanding of legislation when it occurs release of his rights as a worker. Keywords: female workers; legal protection; reproductive.
OPTIMALISASI PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DI PENGADILAN Dian Maris Rahmah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Mediasi dalam kaitan pengintegrasiannya dalam sistem peradilan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediasi wajib ditempuh sebagai instrumen untuk mengurangi penumpukan beban perkara perdata di Pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan tentang proses pelaksanaan mediasi di pengadilan yang meliputi tahapan-tahapan mediasi dan pemberdayaan pelaksanaan mediasi dalam pengurangan perkara, kendala yang dihadapi serta upaya mengatasinya. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kenyataannya, mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan dirasa tidak optimal karena seringkali hanya dilakukan untuk memenuhi formalitas saja sehingga masih banyaknya perkara yang gagal di mediasi. Proses pelaksanaan mediasi di pengadilan meliputi beberapa tahapan yaitu tahapan pra mediasi, tahapan proses mediasi dan tahapan akhir proses mediasi yang memungkinkan mediasi berhasil atau tidak berhasil. Penyebab tidak optimalnya mediasi yaitu karena keterbatasan tenaga mediator, fasilitas, dan kurangnya dukungan dari para pihak. Akan tetapi ada upaya yang dapat dijalankan agar mediasi dapat berjalan efektif yaitu dengan kriteria penentuan mediator yang professional dan memiliki kemauan yang tinggi (willingness) untuk mengajak para pihak berdamai. Kata kunci: mediasi; pengadilan; penyelesaian sengketa; perkara perdata; perdamaian. ABSTRACT Mediation in relation to the integration in the judicial system as stipulated in Article 1 point 1 of the Supreme Court Regulation (PERMA) No. 1 of 2016 concerning Procedures for, mediation in Courts, is a way of resolving disputes through the negotiation process to obtain an agreement of the Parties assisted by the mediator. Mediation must be taken as an instrument to reduce the accumulation of civil court cases. This study aims to get clarity about the process of conducting mediation in the court which includes the stages of mediation and empowerment of the implementation of mediation in reducing cases, obstacles faced by the court and efforts to overcome them. This research is descriptive analytical using a normative juridical approach. The results showed that in reality, mediation in settling civil disputes in court is considered ineffective because in many cases mediation is often only done to fulfill formalities so there are still many cases that fail at mediation. The process of conducting mediation in the court includes several stages, namely the pre-mediation stage, the stages of the mediation process and the final stages of the mediation process that result in a successful or unsuccessful mediation. The cause of mediation is not optimal due to limited mediator resources, facilities, and lack of support from the parties. However, there are efforts that can be implemented so that the implementation of mediation can run effectively, namely by criteria for determining professional mediators and must have a willingness to invite parties to reconcile. Keywords: civil case; court; dispute resolution; mediation; reconciliation.
PERKEMBANGAN PENGATURAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Emmy Latifah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakDewasa ini, kegiatan eksploitasi sumber daya ikan secara berlebihan menjadi salah satu ancaman terbesar bagi pengelolaan perikanan dunia. Perkembangan teknologi di bidang industri perikanan menjadi salah satu pemicunya. Oleh sebab itu, menjadi sangat relevan untuk mengetahui bagaimana Hukum Internasional mengatur mengenai pengelolaan perikanan ini sehingga aturan Hukum Internasional ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi negara dalam mengelola perikanan di tingkat nasional. Artikel ini ditulis secara normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka, terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang terkait dengan kelautan, perikanan dan pengelolaannya, serta konservasi laut. Teknik validasi data sekunder menggunakan metode kritik sumber, teknik analisis data menggunakan penafsiran hukum. Hasil menunjukkan bahwa pengaturan pengelolaan perikanan oleh Hukum Internasional mengalami perkembangan dari masa ke masa seiring dengan perkembangan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, serta semakin besarnya kepentingan manusia terhadap sumber daya yang ada di laut merupakan beberapa faktor yang menjadikan pengelolaan perikanan perlu diatur bersama bangsa-bangsa di dunia dalam rangka menciptakan keadilan melalui instrumen hukum internasional, baik yang bersifat hard law maupun soft law.Kata kunci: hard law; hukum internasional; perikanan berkelanjutan; pengelolaan perikanan; soft law. AbstractNowadays, overfishing is one of the most serious threats to the global fisheries management. Technological advances in fishing industry have became one of its trigger. Therefore, it is extremely relevant to examine to what extent International Law have regulated this matter so that its rules could be used as a guidelines for countries to manage the fisheries at national level. It is a normative legal research. The data were secondary ones that collected through study literature. Secondary data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials which related to marine fisheries and its management, as well as marine conservation. The techniques of secondary data validation used source criticism method, while data analysis techniques used legal interpretation. The results showed that fishing activity is one of the oldest human activities. Fisheries management by International Law has developed from time to time in line with the development of man himself. The advances of science, technological developments, as well as the growing human interest against existing resources in the sea are several factors that make fishery management need to be arranged with the nations of the world in order to create justice through international legal instruments, both hard law and soft law.Keywords: fisheries management, hard law, international law, soft law, sustainable fisheries.
ASPEK HUKUM SURROGATE MOTHER DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA Sonny Dewi Judiasih; Susilowati Suparto Dajaan
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSurrogate Mother, ibu yang menyewakan rahimnya, adalah seorang wanita yang mengandung anak yang benihnya berasal dari pasangan lain dan setelah wanita tersebut melahirkan, maka wanita tersebut akan memberikan anak tersebut kepada pasangan darimana benih tersebut berasal. Artikel ini menguraikan kedudukan surrogacy agreement menurut Hukum perjanjian di Indonesia dan status hukum anak yang lahir dari surrogate mother, pengaturan pelaksanaan surrogate mother di beberapa negara sebagai perbandingan dan untuk memahami dan mengkaji perlunya pengaturan surrogate mother di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang dianalisis secara normatif kualitatif. Hasil penelitian bahwa Indonesia belum memiliki aturan yang spesifik mengenai surrogate mother, dalam pelaksanaan surrogate mother yang terkait dengan surrogacy agreement tidak dimungkinkan dilakukan di wilayah hukum Indonesia, status anak yang lahir dari surrogate mother dalam kaitan dengan pengaturan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari surrogate mother, bukan anak dari orang tua yang menitipkan benih di rahim surrogate mother. Banyaknya praktik yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan surrogate mother, maka perlu dibuat aturan sebagai panduan dalam pelaksanaan surrogate mother yang dimaksudkan untuk ketertiban dan kepastian hukum.Kata kunci: aspek hukum; surrogate mother; surrogacy AbstractSurrogate mother is defined as woman carrying another person’s embryo and gives birth to a baby for the person who donors the embryo. The unique characteristic arises from who will be called as the parent. Surrogate mother exists because the wife usually obtain something wrong in her uterus thus cannot carrying a child, subsequently the role of the wife to carry and give birth is transferred to another woman, either voluntarily or because of the money. The purpose of this research is to comprehend and analyse the status of surrogacy agreement in Indonesian contract law; the status of child born through surrogacy; the regulations regarding surrogate mother implemented in several countries as comparison; lastly, to formulate a suitable regulation of surrogate mother in Indonesia. The method used by the author in discussing problems in this research is normative. Specifications research used is by analyzing juridical analysis or the problem based on the statutory provisions related to family law and contract law, literature, other sources related to this research. To obtain the necessary data through the study of literature and field studies were obtained for onward normative data is analyzed normative qualitatively. The results of the research are, Indonesia do not have specific regulationns regarding surrogate mother,thus surrogacy can not be implemented in Indonesia. In relation with Law Number 1 of 1974 concerning marriage, the status of child born through surrogacy is the legitimate child of the surrogate mother, not the intended parent. As a result of comparison with several countries, many countries reject and many accept the existence of surrogate mother. Lastly, due to rampant practice of surrogacy in the society, the writer concludes the government need to promptly draft a regulation as a guidance of surrogacy practice to maintain order and legal certainty in the society.Keywords: gestational surrogacy; legal status; surrogate mother; traditional surrogacy.
KEBERADAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA QUASI YUDISIAL DI INDONESIA Rahmi Rimanda
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dapat diajukan melalui proses litigasi maupun non litigasi berdasarkan kesepakatan para pihak. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen di luar pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang keberadaan BPSK sebagai lembaga quasi yudisial di Indonesia dan efektifitas penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Hasil penelitian menunjukan bahwa BPSK merupakan lembaga quasi yudisial yang keberadaan berada dalam lingkup kekuasaan kehakiman. BPSK sebagai lembaga quasi yudisial berperan dalam mengadili dan menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan serta menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan dalam UUPK. Penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat dikatakan belum efektif. Hal tersebut terlihat dari banyaknya para pihak yang tidak sepakat dengan putusan BPSK. Kendala BPSK dalam menyelesaiakan sengketa yaitu kendala kelembagaan, pendanaan, SDM, dan rendahnya kesadaran hukum perlindungan konsumen. Kata kunci: lembaga quasi yudisial; perlindungan konsumen; sengketa konsumen. ABSTRACT Dispute settlement between consumers and business actors can be submitted through a litigation and nonlitigation process based on the agreement of the parties. The Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection mandates that the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) as the agency which is tasked to handle and to settle the disputes between business actors and consumers outside the court. This study uses a normative juridical approach with descriptive analytical research specifications. The data that is used in this study are secondary data in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. This study aims to investigate the existence of BPSK as a quasi-judicial institution in Indonesia and the effectiveness of consumer dispute resolution through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). The result of this research indicates that BPSK is a quasi-judicial institution which has the existence within the scope of judicial authority. BPSK as a quasi-judicial institution plays a role in adjudicating and resolving the disputes of consumers outside the court as well as making decisions based on the provisions stated in UUPK. Consumer dispute settlement through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) can be said to be ineffective. It can be seen from many parties who did not agree with the decision of BPSK. There are some obstacles of BPSK in resolving disputes including, institutional constraints, funding, human resources, and the lack of legal awareness of consumer protection. Keywords: consumer dispute; consumer protection; quasi-judicial institution.

Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue