cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM KEGIATAN KERUANGANGKASAAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM RUANG ANGKASA Agit Yogi Subandi
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPerkembangan teknologi dan ekonomi global membuat ruang angkasa tidak hanya digunakan oleh negara untuk tujuan ekonomi dan politiknya, melainkan telah menjadi tujuan juga bagi entitas-entitas di luar negara, dalam hal ini entitas non-pemerintah. Perusahaan multinasional tergolong entitas non-pemerintah. Fenomena perusahaan multinasional menjadi penting untuk diperhatikan, karena karakteristik bisnisnya lintas yurisdiksi nasional dan lebih dari satu negara serta melakukan kontrol bisnisnya dari satu negara. Dalam hukum ruang angkasa dikenal dengan istilah “national activity”, mengingat kegiatan ruang angkasa ini juga terkait dengan pertahanan politik suatu negara dan harus di bawah pengawasan negara, sehingga sulit untuk menentukan status kebangsaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana tanggung jawab perusahaan multinasional menurut hukum internasional dan hukum ruang angkasa dan bagaimana bentuk mekanisme pertanggungjawabannya. Dapat disimpulkan bahwa secara umum, sifat tanggung jawab dari negara menurut konteks hukum ruang angkasa adalah atribusi, dan bukan persoalan alokasi risiko. Oleh sebab itu, tanggung Jawab Perusahaan Multinasional dalam kegiatan keruangangkasaan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan untuk perusahaan multinasional ataupun dari rezim perdagangan internasional adalah memberikan kewajiban-kewajiban dari hukum internasional untuk mematuhi ketentuan hukum nasional suatu negara, tempat di mana perusahaan tersebut beroperasi.Kata kunci: hukum ruang angkasa; keruangangkasaan; tanggung jawab perusahaan. AbstractThe development of technology and the global economy make space not only used by the state for economic and political purposes, but has become a destination also for entities outside the State, in this case non-governmental entities. Multinational corporations classified as non-governmental entities. The phenomenon of multinational corporations is important to note, because the characteristics of the business across national jurisdictions and more than one country and control the business from one state. In space law known as ‘national activity’, given space activity is also associated with a political defense of a country and must be under the supervision of the state, making it difficult to determine the status of nationality. Based on this, then the problem is how the responsibility of multinational corporations according to international law and space law and how the form and mechanism of the responsibility. Based on the conclusions of the authors, in general, the nature of the responsibility of the State under a legal context space is attribution, and not about risk allocation. Therefore, Responsibilities of Multinationals companies in space activities, based on the provisions established for multinational companies or of the international trade regime is giving obligations of international law to comply with the national laws of a country, a place where the company operates.Keywords: corporate liability; space activity; space law.
AKIBAT HUKUM GUGATAN DAN PERLAWANAN TERHADAP LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Dwi Nugrohandini; Etty Mulyati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Undang-undang Hak Tanggungan memberikan kemudahan dan kepastian Pemegang Hak Tanggungan melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum. Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dua cara yaitu Parate Eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, atau melalui Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri berdasar Pasal 14 ayat (2) dan (3) Undang-undang Hak Tanggungan. Dalam praktiknya kepastian hukum eksekusi hak tanggungan tersebut tidaklah mutlak, Tereksekusi dapat mengajukan Gugatan dan Perlawanan atas ekseksusi hak tanggungan. Hal ini menghambat eksekusi bahkan dapat membatalkan lelang yang telah terjadi. Tulisan ini diharapkan memberikan gambaran komprehensif terhadap akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya gugatan perdata terhadap lelang eksekusi Hak Tanggungan. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data perkara di KPKNL Bandung dikaitkan dengan asas-asas, norma hukum dan peraturan perundang-undangan. Gugatan dan perlawanan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemegang Hak Tanggungan, pembeli lelang dan pihak lain yang terkait eksekusi hak tanggungan. Diperlukan pengaturan hukum acara khusus eksekusi hak tanggungan sehingga memberikan kepastian hukum. Dengan ketentuan yang memenuhi asas kepastian hukum diharapkan lelang hak tanggungan merupakan jalan keluar terakhir bagi Pemegang Hak Tanggungan dalam menyelesaikan masalah dalam hal debitor cedera janji. Kata kunci: eksekusi; hak tanggungan; lelang. ABSTRACT The Underwriting Law provides convenience and certainty that the Underwriting Rights Holder executes through a public auction. Execution of mortgages can be carried out in 2 (two) ways, namely Parate Execution based on Article 6 of the Underwriting Rights Act, or through Fiat Execution of District Courts (Article 14 paragraph (2 and (3). Executed can still file a lawsuit and Resistance against the exploitation of mortgages, which can hinder the execution and even cancel the auction that has taken place. This paper is expected to provide a comprehensive picture of legal inconsistencies arising from a civil claim against the auction of the Mortgage Execution. which is descriptive analytical in nature, using claim data in KPKNL Bandung is associated with legal principles, legal norms, legislation. Claims and resistance give rise to legal uncertainty for Underwriting Rights holders, auction buyers and other parties which is related. As a result of this uncertainty, legal regulations for the specific execution of mortgages and guarantee laws are needed which can provide legal certainty for the execution of mortgage rights. With provisions that meet the principle of legal certainty, it is expected that the mortgage rights auction is the final solution for holders of mortgage rights in resolving problems in the event the debtor is injured in the appointment. Keywords: auctio; executie; mortgage rights on land.
MENAKAR PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DI INDONESIA Anita Afriana; An An Chandrawulan
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pada asasnya semua jenis perkara perdata diselesaikan melalui mekanisme beracara yang sama sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku. Bagi pihak yang bersengketa dengan nilai gugatan kecil, penyelesaian melalui pengadilan dengan prosedur yang biasa bukanlah pilihan yang tepat karena waktu dan biaya yang dihabiskan untuk beracara di pengadilan dianggap tidak sebanding dengan besarnya nilai yang dipersengketakan. Oleh karena itu melalui Peraturan Mahkamah Agung (PerMa) No. 2 Tahun 2015 diatur tata cara menyelesaikan gugatan sederhana yang sesungguhnya mengadopsi mekanisme Small Claims Court (SCC) yang telah digunakan banyak negara, baik negara dengan sistem common law maupun civil law. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana SCC di negara Singapura dan Belanda serta penerapannya di Indonesia. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode yuridis normatif, antara lain difokuskan pada perbandingan hukum selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Penerapan penyelesaian sengketa dan penegakan hukum melalui SCC di Singapura dan Belanda memiliki perbedaan yang antara lain dipengaruhi oleh sistem hukum. Di Indonesia, SCC diintegrasikan dalam PerMA No. 2 Tahun 2015 yaitu prosedur penyelesaian gugatan sederhana yang cukup efektif menyelesaikan gugatan sederhana secara cepat, dengan prosedur yang berbeda dengan penyelesaian perkara sebagaimana diatur dalam HIR/RBg, namun dalam praktik terdapat kendala dalam hal eksekusi. Kata kunci: gugatan sederhana; small claims court; sengketa perdata, pengadilan. ABSTRACT Basically all kinds of civil cases are solved through the same mechanism as arranged in the rules. For the disputing party with the value of a small lawsuit, the settlement through court with the usual procedure is not the right choice because the time and cost spent on litigation are considered to be incompatible with the amount of disputed value, therefore enforced by Supreme Court Regulation (PerMa) Regulation No. 2 Year 2015 about the procedure of simple lawsuit settlement. Mechanisms used to resolve simple claims as regulated in PerMA No. 2 of 2015 actually adopts a mechanism in the Small Claims Court (SCC) that has been used previously in many countries, both in countries with common law and civil law systems. The issues to be discussed are how the SCC in Singapore and the Netherlands and their application in Indonesia. This article is a small part of the results of research conducted by normative juridical methods which are among others focused on comparative law, then analyzed by juridical qualitative. Application of settlement of disputes and law enforcement through the SCC in Singapore and the Netherlands has differences which, among others, are affected by the legal system. In Indonesia, SCC is integrated into PerMA No. 2 Year 2015, it is quite effective to settle a simple lawsuit quickly, with a different procedure with the settlement of the matter as regulated in HIR/RBg, bridges between court procedures and outside the courts but there are obstacles in terms of execution. Keywords: civil dispute; court; simple lawsuit; small claims court.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ZINA MELALUI MEDIASI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Suhartini; Syandi Rama Sabekti
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Di Aceh, tindak pidana zina diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Namun dalam pelaksanaannya penegakan qanun hukum jinayat belum terlaksana dengan baik, dimana masih terjadi penyelesaian tindak pidana zina secara mediasi melalui lembaga adat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian tindak pidana (jarimah) zina secara mediasi ditinjau dari perspektif hukum positif dan hukum Islam, dan bagaimana pandangan aparat penegak hukum terhadap penyelesaian tindak pidana (jarimah) zina secara mediasi. Jenis penelitian ini hukum empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data primer di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian penyelesaian tindak pidana (jarimah) zina melalui mediasi perspektif hukum positif penyelesaian perkara tindak pidana zina secara mediasi di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informalnya sudah terselesaikan secara damai melalui mekanisme adat namun proses di pengadilan tetap berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara hukum Islam penyelesaian jarimah zina dengan jalan mediasi atau melalui peradilan adat tidak dibenarkan, karena termasuk jarimah hudud yang sanksinya sudah langsung ditentukan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Kata kunci: hukum islam; hukum positif; mediasi; tindak pidana zina. ABSTRACT In Aceh, follow the adultery decision in Article 33 paragraph (1) Aceh Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law. But in its implementation, the jinayat legal qanun has not been implemented properly, where there is still a settlement of criminal acts through mediation of traditional institutions. This study aims to determine how to solve criminal acts (jarimah) of zina by mediation in terms of the perspective of positive law and Islamic law, and how the law enforcers view the settlement of criminal acts (jarimah) zina by mediation. This type of research is empirical law, which investigates initially is secondary data which is then followed by analysis on primary data in the field. Based on the results of study on the settlement of criminal acts (jarimah) zina by mediating a positive legal perspective, the arrangement of cases of zina crime by mediation outside the court so far has no formal legal basis, so there is often a case that has been resolved peacefully through customary mechanisms but the process in the court it still runs in accordance with applicable law. In Islamic law the completion of zina fingerprints by mediation or through customary justice is not justified, because including the jarimah hudud whose sanctions have been directly determined by Allah SWT in the Qur'an. Keywords: adultery crim; islamic law; mediation; positive law.
TANGGUNG JAWAB RENTENG GANTI KERUGIAN IMMATERIIL ATAS PERBUATAN MELAWAN DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Rai Mantili
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pada beberapa praktik di pengadilan, banyak terjadi perkara perbuatan melawan hukum yang meminta ganti kerugian immateriil selain juga ganti kerugian materiil. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.Sel dan Putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 memiliki persamaan perkara, yaitu mengenai perkara perbuatan melawan hukum dan menghukum tergugat secara tanggung renteng. Perbedaan pada kedua kasus tersebut adalah mengenai tanggung jawab ganti kerugian yang harus dipikul oleh para tergugatnya. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.Sel memutus tanggung jawab tanggung renteng pada pihak tergugat, sedangkan pada putusan Putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 pembagian tanggung jawab telah jelas disebutkan pada putusannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kedua putusan hakim tersebut telah memenuhi asas kepastian hukum dan bagaimana konsep tanggung renteng dihubungkan dengan asas kepastian hukum. Disimpulkan bahwa dihubungkan dengan asas kepastian hukum, putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 lebih memenuhi asas kepastian hukum karena adanya kepastian tanggung jawab. Konsep tanggung jawab gugatan ganti kerugian immateriil pada perbuatan melawan hukum sebaiknya menggunakan model proporsional karena model tanggung-renteng berpotensi menimbulkan masalah dan sengketa baru diantara para tergugat. Hal ini mungkin terjadi karena dengan tidak menetapkan beban uang pengganti kepada masing-masing tergugat dapat menimbulkan permasalahan baru pada pelaksanaan eksekusi. Kata kunci: gugatan; kepastian hukum; perbuatan melawan hukum; tanggung renteng. ABSTRACT It is evident in many cases that the plaintiff seek compensation for their material and immaterial damage. The compensation types may be different one case with another. As illustrates in the South Jakarta District Court Decisison No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.nSel and Supreme Court Decision No. 957 K/Pdt/2006. The two cases concerned about unlawful act that born a duty to pay compensation. The deffendant were sued jointly and severally liable for the damages. However, defendant(s) in the cases have to pay different tipes of compensation. Decision of South Jakarta District Court stated that all the deffendaants are responsible jointly, while in the decision of the Supreme Court, the judges celearly stated the fractures of responsibility for each deffendants in the verdic. The legal problem from the two cases is whether the two decisions satisfied the fulfillment of the principle of legal certainty. The concept of responsibility has to be linked to the principle of legal certainty. This article argues that between the two decisions, it is only the decision of the Supreme Court that in line with the fulfillment of the principle of legal certainty. Unspecified compensation portion is likely to cause new problem, so the concept of immaterial compensation claim responsibility against illegal acts should be divined proportinaly. Keywords: illegal acts; joint responsibility; unlawsuits; legal certainty.
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN TERDAKWA TINDAK PIDANA NARKOTIKA SEBAGAI JUSTICE COLLABORATOR Rahman Amin
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTindak pidana narkotika merupakan kejahatan luar biasa yang saat ini dilakukan secara terorganisasi oleh sindikat peredaran gelap narkotika yang memiliki struktur, perencanaan serta dilakukan secara terselubung sehingga sulit dalam pembuktiannya. Salah satu langkah efektif untuk mengungkap sindikat peredaran gelap narkotika yaitu menggunakan pelaku yang terlibat dalam sindikat tersebut untuk memberikan keterangan sejak penyidikan hingga pembuktian di persidangan. Tulisan ini membahas tentang dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung No 920K/Pid.Sus/2013. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) merujuk pada ketentuan SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) di dalam perkara tindak pidana tertentu. Pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 920K/Pid.Sus/2013 dalam menetapkan terdakwa tindak pidana narkotika sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam SEMA tersebut. Dari hasil penelitian disarankan agar hakim dapat memberikan penghargaan (reward) berupa pengurangan hukuman yang signifikan atas peranan yang telah diberikan oleh saksi pelaku yang bekerjasama dalam mengungkap tindak pidana.Kata kunci: hakim; pertimbangan; saksi pelaku yang bekerjasama; terdakwa. AbstractNarcotics criminal offense is an extraordinary crime that is currently done by a syndicate of organized illicit traffic of Narcotics has a structure, as well as the planning done covertly so hard in his demonstration. One of the effective measures to uncover the illicit traffic of narcotics syndicate that uses the actors involved in the syndicate to provide information from the investigation to proof at trial. This paper discusses the basic consideration of judges in Supreme Court Decision No. 920K/ Pid.Sus/2013. The method used is a normative legal research that analyzed qualitatively. The research concludes that the basic consideration of the judge in determining the defendant as a witness who cooperated (Justice collaborator) refers to the provisions of Circular of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 4 Year 2011 on the treatment for the reporting crime (Whistleblower) and a witness who cooperated (Justice collaborator) in the case of certain crimes. Consideration of judges in the Supreme Court ruling No. 920K/Pid.Sus/2013 the defendant establishes the crime of Narcotics as a witness who cooperated (Justice collaborator) complies with the requirements set forth in the Circular of the Supreme Court. From the research results suggested that the judge can give a reward form a significant reduction of sentence on the role that has been given by a witness who cooperated in uncovering criminal acts.Keywords: Judge; justice collaborator; justice consideration.
PENGAKUAN TERHADAP HUKUM PIDANA ADAT DI INDONESIA Ahmad Irzal Fardiansyah; Sigid Suseno; Mien Rukmini; Lies Sulistiani
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Mengembangkan hukum yang hidup di dalam masyarakat Indonesia (hukum adat), sesunguhnya merupakan keniscayaan, karena hukum adat yang dimili ki bangsa Indonesia sejatinya adalah nilai-nilai yang berasal dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Secara khusus tentang hukum pidana adat, memiliki prinsip yang sama. Hukum pidana adat di Indonesia menganut doktrin bahwa tindak pidana adat merupakan hal yang dapat menganggu keseimbangan masyarakat adat, dan terhadap tindakan atau perbuatan delik yang mengganggu keseimbangan masyarakat adat sanksi yang diberikan pada umumnya dilakukan oleh para petugas adat. Akan tetapi hingga saat ini belum ada penerapan secara nyata dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan metode normatif meliputi aturan dan doktrin-doktrin tentang penerapan hukum pidana adat di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa memikirkan kembali kebijakan penangulangan kejahatan dengan hukum pidana, berarti dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan perbaikan terhadap kebijakan hukum pidana yang berlaku saat ini. Bila dikaitkan dengan pernyataan bahwa hukum pidana warisan kolonial merupakan sesuatu yang tidak berakar pada nilai -nilai moral dan budaya Indonesia, maka perbaikan/pembaharuan yang perlu dilakukan terhadap kebijakan hukum pidana Indonesia saat ini adalah dengan memperhatikan dan memasukkan unsur -unsur nilai -nilai moral dan budaya Indonesia, sehingga mengembangkan hukum pidana adat Indonesia merupakan langkah nyata menghargai nilai-nilai bangsa Indonesia, dengan tetap memperhatikan perkembangan global . Kata kunci: adat; hukum; pengakuan; pidana. ABSTRACT Developing a law that lives in Indonesian society (adat law), actually is a necessity, because the adat law owned by the Indonesian nation is actually values originating from the Indonesian community itself. Specifically about criminal adat law, has the same principle, which lives and develops from the identity of the Indonesian nation itself. Criminal adat law in Indonesia adheres to the doctrine that customary crimes are things that can disrupt the balance of indigenous peoples, and against delict actions or actions that disrupt the balance of indigenous peoples sanctions are generally carried out by customary officers. However, until now there has been no real implementation in law enforcement in Indonesia. This study uses normative methods and the results is rethinking crime prevention policies with criminal law, means that it can be interpreted as an effort to make improvements to current criminal law policies. If it is associated with the statement that the colonial law is an inheritance that is not rooted in the moral values and culture of Indonesia, then the improvement/renewal that needs to be done towards the current Indonesian criminal law policy is to pay attention to and incorporate elements of moral values and Indonesian culture, so that developing Indonesia's criminal adat law is a real step to respect the values of the Indonesian people, while still paying attention to global developments. Keywords: adat; criminal; law; recognition.
PERANAN PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL: SUATU TINJAUAN ATAS PERKARA PERDATA TERKAIT TRANSAKSI REPO Ema Rahmawati; Lastuti Abubakar
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pasar modal merupakan sektor keuangan yang memegang peranan dalam pembangunan. Stabilitas pasar modal yang teratur, wajar dan efisien dibutuhkan untuk mendukung pembangunan. Dalam hal terjadinya pelanggaran hukum perdata, perlu diselesaikan melalui penyelesaian sengketa, baik secara litigasi maupun alternatif penyelesaian sengketa. Perkara perdata di pasar modal dapat terbilang jarang, karenanya perkara perdata yang ada perlu dianalisis untuk mengetahui bagaimana praktiknya dan peranannya terhadap pasar modal. Artikel ini didasarkan pada metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum terhadap asas hukum, peraturan hukum, dengan metode pendekatan deskriptif analisis. Penarikan simpulan dari hasil penelitian dilakukan dengan metode analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil pembahasan, disimpulkan bahwa peranan penyelesaian sengketa pada dasarnya merupakan upaya menegakkan hukum pasar modal dalam kondisi terjadinya pelanggaran hukum perdata, bertujuan memulihkan dan menyelaraskan hukum, menciptakan kepastian hukum bagi para pihak di pasar modal serta melindungi kepentingan pelaku pasar modal dari praktik merugikan, demi terciptanya pasar modal yang wajar, teratur dan efisien. Selanjutnya, pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan pengadilan negeri perkara REPO PT Hanson International Tbk. dinilai kurang sesuai karena tidak memperhatikan peraturan, asas dan doktrin, khususnya mengenai struktur REPO, tanggung jawab para pihak dan kelengkapan suatu putusan. Walaupun demikian, sesuai dengan asas res judicata pro veritate habetur, setiap putusan hakim harus dianggap benar dan dihormati . Kata kunci: gugatan perdata; litigasi; pasar modal ; putusan pengadilan; REPO. ABSTRACT Capital market is financial service sector that holds important role in development. Stability of capital market in order, fair and eficient is required to support development. In the event of breach of civil law is occured, the settlement through litigation or alternative dispute resolution is necessary to be conducted. Litigation of capital market case is rarely found, accordingly, the practise of civil litigation case shall be analyzed to clearly conclude its role in capital market. This article is based on normative legal research method, using analitical descriptive method. The conclusion is made by using qualitative normative analitical method. Pursuan to teh analysis, it is concluded that, the role of settlement dispute of capital market is in an effort of law enforcement in the event of the breach of civil law is occured, to heal and accelerate its condition, and further, to create legal certainty for parties in capital market and to protect such parties from disadvantage practise to create the fair, orderly and eficient capital market. Further, the legal consideration brought by the Panel of Judges in the district court decision in REPO case of PT Hanson Internasional Tbk., is not appropriate since it has not consider the prevail regulation, legal principles and legal doctrine, especially in respect of structure of REPO, responsibilities of disputing parties and the requirement of a decision. Nevertheless, pursuant to the priciple of “res judicata pro veritate habetur”, any judge’s decision shall be considered approriate and shall be respected. Keywords: civil claim; litigation; capital market; court decision; REPO.
JAMINAN PENSIUN BAGI PEKERJA KONTRAK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PEKERJA KONTRAK Reza Rizky Farza; Agus Mulya Karsona; Betty Rubiati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Jaminan Pensiun bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi pekerja dan ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun sebagai Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pemberi kerja atau pengusaha. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang Pelaksanaan Jaminan Pensiun Bagi Pekerja Kontrak dan memperoleh pemahaman tentang Tanggung Jawab Pengusaha terhadap Jaminan Pensiun Bagi Pekerja Kontrak untuk Meningkatkan Kesejahteraan Pekerja Kontrak Ketika Memasuki Usia Pensiun. Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis yang menggambarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang terdiri dari bahan dasar hukum primer (perundang-undangan), bahan hukum sekunder dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu metode yang menggunakan sumber-sumber data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para sarjana, yang kemudian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan jaminan pensiun belum terlaksana sepenuhnya, pemberi kerja merasa sanksi hukum jaminan sosial tidak mengikat, aturan hukum yang lemah, dan kurangnya peran dari Pemerintah. Indonesia menganut paham Negara kesejahteraan belum mencerminkan sebagai Negara Kesejahteraan sehingga perlu ada perbaikan dan penegakan Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia. Kata kunci: negara kesejahteraan; pekerja kontrak; pelaksanaan jaminan pensiun. ABSTRACT Pension insurance to maintain a decent degree of life for workers and their heirs by giving participants after participation, increasing the total, permanent or world number. Pension insurance as a form of labor in Indonesia that must be carried out by every employer or employer. This study gained an understanding of the implementation of Pension Contracts for Contract Workers and gained an understanding of the Responsibilities of Employers to Workers 'Contract Pension Insurance to Improve Contract Workers' Welfare Entering Retirement Age. This research uses descriptive analytical research method that discusses facts consisting of secondary data consisting of legal basis material (legislation), secondary legal material and this research uses a normative juridical approach, namely a method that uses secondary data sources, namely legislation, legal theories and opinions of scholars, which are then analyzed. The results of this study indicate that the implementation of the Guarantee is not fully protected, the employer who is guaranteed the law Providing social security, weak legal ties, and reducing the role of the Government. Indonesia adheres to the notion of a welfare state that does not reflect the State of Welfare there must be improvement and enforcement of the Law on National Social Security Systems in Indonesia. Keywords: contract workers; implementation of pension insurance; welfare state.
PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DESA YANG ASPIRATIF Utang Rosidin
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Peraturan Desa pada prinsipnya adalah suatu keputusan masyarakat desa yang dijadikan sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban masyarakat, serta menjaga keselamatan dan tata tertib masyarakat dalam peyelenggaraan pemerintahan desa yang sesuai dengan kehendak dan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan pemerintahan desa hendaknya berlandaskan pada peraturan desa yang aspiratif, dimana proses pembentukannya mewajibkan adanya keterlibatan masyarakat desa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014. Metode penelitian digunakan dengan pendekatan yuridis empiris, dengan jenis data kualitatif yang berupa data deskriptif, yakni sumber data yang diambil dari kata-kata, tindakan, data tertulis, dan dokumen lainnya yang didasarkan atas data sekunder dan data primer. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan desa merupakan bagian dari pelaksanaan demokrasi di tingkat desa, sekaligus penerapan prinsip transparansi pembentukan peraturan desa, sehingga diharapkan lahir peraturan desa yang aspiratif sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan kehendak dan keinginan masyarakat setempat. Kata kunci: aspiratif; partisipasi masyarakat; peraturan desa. ABSTRACT In principle, Village Regulation is a decision of the village community which is used as the basis for implementing village governance with the aim of regulating living together, protecting the rights and obligations of the community, as well as maintaining the safety and order of the community in carrying out village governance in accordance with the wishes and aspirations of the community. Therefore the implementation of village governance should be based on aspirational village regulations, where the formation process requires the involvement of village communities as stipulated in Law No. 6 of 2014. The research method is used with an empirical juridical approach, with qualitative data in the form of descriptive data, namely the source of data taken from words, actions, written data, and other documents based on secondary data and primary data. Community participation in the process of establishing village regulations is part of the implementation of democracy at the village level, as well as the application of the principle of transparency in making village regulations, so that aspirational village regulations are expected to be the foundation for governance in accordance with the wishes and desires of the local community. Keywords: aspirations; community participation; village regulations.

Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue