cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
PENGHIDUPAN KEMBALI BADAN HUKUM PENDIDIKAN TINGGI PASCA PUTUSAN MK NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 Muhammad Akbar Nursasmita
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v5i2.33

Abstract

ABSTRAK Pendidikan tinggi mengalami berbagai dinamika perkembangan, salah satunya pengelolaan perguruan tinggi dengan sistem badan hukum. Dalam sejarahnya konsep badan hukum pendidikan telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2012, DPR bersama Pemerintah membahas dan mengesahkan UU Perguruan Tinggi (UU PT), dimana dalam UU PT tersebut mencantumkan kembali klausul badan hukum dengan berbagai atribut otonomi yang dimilikinya. Hal tersebut menimbulkan polemik pada masyarakat. Dalam artikel ini penulis menjelaskan bagaimana proses pembatalan UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi dilanjutkan proses pembahasan UU PT sehingga konsep badan hukum kembali dimasukkan di dalam UU PT, hingga pada akhirnya penulis membahas mengenai relasi antara MK dan DPR khususnya dalam hal pelaksanaan putusan MK di dalam proses pembuatan Undang-Undang. Metode penelitian yang dipilih adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan sejarah. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa relasi antara MK dan DPR memiliki dinamika yang sangat bergantung pada kemauan para aktor politik serta dapat menggambarkan berjalannya sistem check and balances dalam kehidupan bernegara. Kata kunci: badan hukum pendidikan; mahkamah konstitusi; pendidikan tinggi. ABSTRACT Higher education experiences various developmental dynamics, one of which is the management of higher education institutions with a legal entity system. Historically, the concept of an educational legal entity has been canceled by the Constitutional Court. In 2012, the DPR and Government discussed and ratified the PT Act, which PT Act re-included clauses of legal entities with various attributes of autonomy. This has led to a polemic in society. In this article, the writer explains how the process of cancellation of the BHP Act by the Constitutional Court, then discussion process of PT Act until the concept of legal entities is re-included in PT Act, finally author discusses the relationship between Constitutional Court and DPR, especially in terms of implementing the Constitutional Court's decision in law making process. The research method chosen was normative juridical, with a statutate, conceptual and historical approach. The conclusion that can be drawn is that the relationship between Constitutional Court and DPR was dynamic which is highly dependent on the will of political actors and can describe the operation of the system of checks and balances in state life. Keywords: constitutional court; educational legal entities; higher education.
IMPLIKASI HUKUM UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2020 TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENANGANAN POTENSI RISIKO LIKUIDITAS BANK PERKREDITAN RAKYAT MELALUI PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK Setyo Karno Widigdo
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v5i1.34

Abstract

ABSTRAKTulisan ini bertujuan untuk menelaah pengaturan serta mekanisme pelaksanaan koordinasi antar lembaga terkait pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) bagi Bank sebagai implikasi terbitnya UU No.2 Tahun 2020. Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah berdampak terhadap memburuknya sistem keuangan terutama berkaitan erat dengan meningkatnya risiko likuditas Bank sehingga perlui dimitigasi, salah satunya melalui pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek kepada BPR. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan Bank Indonesia dalam memberikan PLJP bagi Bank Sistemik dan Bank selain Bank Sistemik sebagai amanat UU No.2 Tahun 2020 merupakan penegasan atas kewenangan Bank Indonesia sebagaimana telah diatur dalam UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UUPPKSK). Pengaturan pemberian PLJP kepada Bank Umum telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang telah mengakomodir kewenangan sebagaimana dalam UU PPKSK, namun belum terdapat pengaturan dan mekanisme pelaksanaan koordinasi antar lembaga terkait pemberian PLJP kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ketentuan yang masih berlaku sehubungan dengan fasilitas PLJP bagi BPR masih merujuk pada PBI No. 10/35/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat dan PBI No. 11/29/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Pengaturan yang ada saat ini dinilai sudah tidak relevan dan memadai dalam rangka mengakomodir UU No. 2 Tahun 2020 dan tentunya UUPPKSK, juga mengingat telah beralihnya kewenangan pengawasan perbankan secara mikroprudensial kepada Otoritas Jasa Keuangan.Kata kunci: otoritas jasa keuangan; pinjaman likuditas; pengaturan. ABSTRACTThis paper aims to examine the arrangements and mechanisms for implementing inter-institutional coordination related to the provision of Liquidity Assistance (PLJP) for Banks as the implications of the issuance of UU No.2 Tahun 2020. The Corona Virus Disease (Covid-19) pandemic has had an impact on the deterioration of the financial system, especially closely related to the increased liquidity risk, so it needs to be mitigated, one of which is through liquidity assistance or Sharia Liquidity Assistance to rural banks. In this study the authors use a normative method with a conceptual and statutory approach. Research shows that the authority of Bank Indonesia in providing PLJP for Systemic Banks and Banks other than Systemic Banks as mandated by PERPPU No.1 of 2020 is an affirmation of the authority of Bank Indonesia as stipulated in the Financial System Crisis Prevention and Management Act (UUPPKSK). The arrangement for granting PLJP to commercial banks has been regulated in a Bank Indonesia Regulation (PBI) that has accommodated the authority as stipulated in the UUPPKSK, but there is no regulation and mechanism for implementing coordination between institutions related to the granting of PLJP to Rural Banks (BPR). Provisions that still apply in relation to PLJP facilities for Rural Banks still refer to PBI No. 10/35/PBI/2008 concerning Liquidity Assistance for Rural Banks and PBI No. 11/29/PBI/2009 concerning Sharia Liquidity Assistance for Sharia Rural Banks. Existing regulations are considered to be irrelevant and insufficient in order to accommodate PERPPU No. 1 of 2020 and of course the UUPPKSK, also considering microprudential banking supervision authority has been transferred to the Financial Services Authority (OJK).Keywords: liquidity assistance; otoritas jasa keuangan; regulatation.
KEDUDUKAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA SEKTOR JASA KEUANGAN DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Agus Suwandono; Deviana Yuanitasari
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakKeberadaan Lembaga Alternaf Penyelesaian Sengketa (LAPS) sektor jasa keuangan telah membawa kepasan hukum penyelesaian sengketa konsumen di sektor jasa keuangan. Namun keberadaan LAPS sektor jasa keuangan juga menimbulkan ke dakjelasan mengenai kedudukan dan pilihan forum penyelesaian sengketa konsumen terkait keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam kerangka hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Metode peneli an yang digunakan merupakan metode yuridis normaf dengan menggunakan data sekunder. Spesifikasi penelian bersifat deskripf analis. Analisa data menggunakan normaf kualitaf, dengan metode deduksi dan dianalisis secara yuridis kualitaf. Kedudukan Lembaga Alternaf Penyelesaian Sengketa (LAPS) dinjau berdasarkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang ditujukan khusus untuk konsumen di sektor jasa keuangan, yang memiliki karakterisk permasalahan-permasalahan di sektor jasa keuangan. Hak konsumen dalam penentuan pilihan forum dalam penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan merupakan hak konsumen. Dalam hal konsumen memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, konsumen sektor jasa keuangan yang merupakan konsumen akhir dapat memilih penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK maupun melalui LAPS. Namun bagi konsumen sektor jasa keuangan yang bukan merupakan konsumen akhir, hanya dapat memilih penyelesaian sengketa konsumen melalui LAPS. Perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi pengaturan dan kewenangan lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yakni BPSK maupun LAPS.Kata kunci: jasa; kedudukan; keuangan; lembaga; penyelesaian.
PENERAPAN DAN PERMASALAHAN EKSEKUSI PESAWAT TERBANG BERDASARKAN HUKUM ACARA PERDATA DALAM PERJANJIAN PERAWATAN MESIN PESAWAT Hazar Kusmayanti
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSering kali pihak yang kalah dalam suatu sengketa dak mau melaksanakan putusan hakim, sehingga diperlukan bantuan pengadilan secara paksa. Kasus yang dianalisis yaitu Gugatan Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia kepada PT. Metro Batavia dalam perjanjian perawatan mesin pesawat Batavia Air. Aturan penyitaan pesawat terbang pada dasarnya sama dengan penyitaan barang dak bergerak yaitu penyitaan pesawat terbang sepanjang berkenaan dengan ketentuan umum sita eksekusi (excekutoriale beslag) dan penjualan lelang (excecutoriale verkoop), yang diatur dalam Pasal 197, 198, 199, dan 200 HIR, berlaku dan dapat diterapkan terhadap pesawat terbang dan helikopter, akan tetapi, mengenai hal-hal spesifik melekat pada penyitaan pesawat terbang, tunduk pada Pasal 763 (h) sampai (k) RV. Hambatan- hambatan penyitaan pesawat terbang Batavia Air, antara lain pelaksanaan penjualan lelang (excecutorial verkoop) karena kegiatan operasionalnya dak boleh dimakan oleh sita eksekusi sesuai dengan prinsip Rijden Beslag, asas penguasaan pesawat udara yang dibebani dengan sita eksekusi dapat menimbulkan kendala penjualan lelang apabila pada tanggal eksekusi yang ditentukan pesawat udara tersebut sedang dioperasikan debitor di luar tempat pelaksanaan penjual lelang yang ditentukan. Dalam penetapan sita jaminan pada 4 Maret 2009, majelis hakim meletakkan sita jaminan terhadap 7 buah pesawat dan dak dapat dilakukan parate eksekusi.Kata kunci: esekusi; hipotek; pesawat terbang; sita, penjualan lelang.
ASAS KESEIMBANGAN PADA PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN NASABAH PELAKU USAHA KECIL Etty Mulyati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPerjanjian kredit perbankan merupakan perjanjian baku yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak bank, dengan tujuan efisiensi. Pelaku usaha kecil dengan karakterisknya yang khas, sangat memerlukan dana untuk pengembangan usahanya sehingga menyetujui apa yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit walaupun sangat memberatkan. Perjanjian kredit terkadang memuat klausula eksonerasi/eksemsi berupa menambah hak dan/atau mengurangi kewajiban bank, sehingga permasalahannya adalah bagaimana penerapan asas keseimbangan dalam pembuatan perjanjian kredit perbankan dengan nasabah pelaku usaha kecil. Bank dalam merancang, merumuskan dan menetapkan perjanjian kredit dengan pelaku usaha kecil, wajib mendasarkan pada ketentuan dalam SE OJK No. 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku. Perjanjian kredit dilarang memuat klausula eksonerasi berupa pengalihan kewajiban bank kepada nasabah, dan menyatakan pemberian kuasa dari nasabah kepada bank, baik secara langsung maupun dak langsung juga dilarang memuat klausula yang memiliki indikasi penyalahgunaan keadaan. Penerapan asas keseimbangan para pihak dalam melaksanakan perjanjian kredit yang telah disepaka dengan ikad baik, sebagai penerapan asas keadilan dan kewajaran dilarang memuat klausul yang isinya menyatakan bahwa nasabah tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan perubahan yang dibuat secara sepihak oleh bank oleh karenanya isi perjanjian hendaknya dak rumit dengan menggunakan bahasa Indonesia sederhana disesuaikan dengan jenis kredit yang diberikan, mengingat karakterisk dan pelaku usaha kecil.Kata kunci: asas; perjanjian; baku, kredit; usaha kecil.
KEDAULATAN DI BIDANG INFORMASI DALAM ERA DIGITAL: TINJAUAN TEORI DAN HUKUM INTERNASIONAL Tri Andika
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSaat ini kita memasuki suatu zaman yang disebut dengan era digital (digital age). Di dalam era digital dak ada lagi batas-batas wilayah yang jelas (borderless) yang berdampak pada kedaulatan suatu negara yang diakibatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kasus penyadapan antar negara yang dilakukan oleh The Five Eyes Alliance, menunjukan kepada dunia bahwa perkembangan teknologi dan komunikasi dapat pula merusak hubungan baik antar negara. Pembahasan terkait dengan kedaulatan negara di bidang informasi dalam era digital (digital age) dalam menjawab permasalahan tentang bagaimana kedaulatan negara di bidang informasi dalam era digital dinjau dari teori dan hukum internasional sangat diperlukan dewasa ini. Metode penelian yang digunakan dalam penelian ini menggunakan pendekatan juridis normaf, penelian ini juga menggunakan pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparave approach), pendekatan hukum yang akan datang (futurisk) guna menjawab permasalahan yang diteli dalam penelian ini. Berdasarkan hasil analisis, telah diperoleh simpulan bahwa dari segi teori diperlukan pengembangan teori kedaulatan negara di bidang informasi. Dalam kerangka hukum internasional, aturan-aturan yang mengarah kepada penghormatan kedaulatan suatu negara di bidang informasi telah banyak mendapatkan pengaturan.Kata kunci: kedaulatan; negara; informasi; era; digital.
HARMONISASI HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SEJARAH, LATAR BELAKANG DAN MODEL PENDEKATANNYA Subianta Mandala
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPerbedaan sistem hukum di bidang perdagangan dapat menjadi faktor penghambat bagi perdagangan internasional. Menyadari hal tersebut, masyarakat internasional dari waktu ke waktu berupaya untuk melakukan penyeragaman atau harmonisasi terhadap hukum perdagangan. Tulisan ini berupaya untuk mengkaji dan menganalisis upaya-upaya tersebut dengan memberikan k berat pada model pendekatan yang digunakan dalam mengharmoniskan hukum perdagangan lintas batas tersebut. Penelian ini menggunakan metode yuridis normaf dan semua data yang diperoleh dianalisa secara kualitaf dan diberikan penggambaran secara mendalam mengenai konsep model pendekatan harmonisasi hukum perdagangan internasional. Hasil penelian menunjukkan bahwa upaya harmonisasi hukum perdagangan internasional telah berlangsung cukup lama dalam berbagai fase, baik formal maupun informal dengan melibatkan berbagai pihak. Model pendekatan harmonisasi yang dipergunakan belakangan ini adalah dengan menggunakan perangkat so law, dan cenderung meninggalkan pendekatan hard law. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu mencerma perkembangan tersebut dalam kerangka memperbarui dan sekaligus mengharmoniskan hukum perdagangan nasionalnya dengan norma hukum perdagangan yang berlaku universal. Kata kunci: perdagangan; harmonisasi hukum; hukum perdagangan internasional; hukum perdata; hukum nasional.
PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP AKTA JUAL BELI Nyoman Satyayudha Dananjaya
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSerpikat sebagai buk yang kuat dan sempurna daklah tertutup untuk dibukkan sebaliknya, sehingga timbul pertanyaan alasan-alasan apakah yang menjadi dasar pembatalan serpikat hak milik atas tanah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN)? dan apakah pembatalan serpikat hak milik atas tanah juga berakibat batalnya akta jual beli yang menjadi dasar pembuatan serpikat? Menggunakan penelian hukum normaf yang bersifat eksploratoris yuridis untuk menggali dan menemukan ketentuan-ketentuan menyangkut pembatalan-pembatalan dengan mengekplorasi dan mengkaji bahan-bahan hukum primer, yurisprudensi dan permbangan hukum dari putusan-putusan hakim. Pembatalan serpikat oleh PTUN dibenarkan asalkan pembatalan itu didasarkan pada pembukan yang kuat menyangkut kecacatan dasar hukum dalam penerbitan serpikat baik dari sisi prosedur penerbitan serpikat maupun dari sisi pelanggaran terhadap hukum materiil yang mengancam batalnya akta yang menjadi dasar terbitnya serpikat itu. Akta yang menjadi dasar diterbitkannya serpikat, kecacatannya dipermbangkan dalam permbangan putusan PTUN sebagai dasar pembatalan serpikat dan karenanya apabila serpikat dibatalkan maka akta yang menjadi dasar penerbitan serpikat mutas-mutandis dak mempunyai kekuatan hukum. Untuk itu PTUN dalam membuat putusan mengenai pembatalan serpikat harus berpegang pada SEMA No. 2 Tahun 1991 dan juga berpegang pada UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta perubahannya dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Penda aran Tanah.Kata kunci: akibat hukum; akta; pembatalan; serpikat.
THE LAW APPROVING TREATIES (“UU PENGESAHAN”): WHAT DOES IT SIGNIFY? Damos Dumoli Agusman
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPasal 11 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional secara umum mensyaratkan adanya “persetujuan” dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional. Perbedaan keduanya adalah bahwa dalam Pasal 11 UUD 1945 dak secara khusus mensyaratkan bentuk dari persetujuan dimaksud, sementara Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 mensyaratkan pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Perbedaan proses pengesahan perjanjian internasional untuk dapat diberlakukan dalam sistem hukum nasional Indonesia menimbulkan perdebatan, baik di kalangan akademisi maupun praksi, antara lain: teori monisme-dualisme, status perjanjian internasional dalam hukum nasional Indonesia, maupun implementasi dari perjanjian internasional di Indonesia. Arkel ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi makna undang-undang pengesahan perjanjian internasional dan perkembangannya. Perundang-undangan di Indonesia diidenfikasi memiliki dua sifat yaitu: (1) mengatur (regeling) dan (2) menetapkan (beschikking); dan dalam hal pengesahan perjanjian internasional harus diidenfikasi sebagai peraturan yang bersifat menetapkan (beschikking), bukan bersifat mengatur (regeling).Kata kunci: hukum internasional; legislasi; monisme-dualisme; perjanjian internasional; rafikasi.
PENGALIHAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PEDESAAN - PERKOTAAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA CIMAHI TAHUN 2014 Maria Emelia Retno
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSeap daerah dalam pengeran provinsi, kabupaten/kota di Indonesia melalui Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA)-nya mempunyai kewenangan untuk memungut pajak atas semua objek pajak yang ada di daerahnya. Hal tersebut juga berlaku untuk Kota Cimahi yang pembangunannya tampak semakin berkembang secara pesat seiring dengan berlakunya otonomi daerah. Dengan semakin berkembangnya Kota Cimahi dan semakin maraknya pembangunan perumahan di Kota Cimahi, menunjukan bahwa semakin banyak terjadi peralihan hak atas tanah dan bangunan, yang tentunya berdampak pada perolehan pajak, Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dan juga pada perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-PP) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cimahi. Pengalihan BPHTB dan PBB-PP menjadi pajak daerah tentunya berkaitan dengan kesiapan aparat/petugas pajak (Kota Cimahi) dalam menanggapinya dalam bentuk persiapan dan pelaksanaan pemungutan BPHTB dan PBB-PP tersebut. Dalam penelian ini, akan diteli berbagai persoalan yuridis yang muncul dalam persiapan dan pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-PP) yang semula adalah pajak pusat, kemudian dialihkan menjadi pajak daerah, dengan lokasi penelian di kota Cimahi.Kata kunci: pengalihan BPHTB; PBB-PP; pajak daerah; pendapatan asli daerah.

Page 11 of 26 | Total Record : 253


Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue