cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
SELUK-BELUK PEER TO PEER LENDING SEBAGAI WUJUD BARU KEUANGAN DI INDONESIA Tampubolon, Heryucha Romanna
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.154 KB)

Abstract

ABSTRAKPerkembangan teknologi informasi telah membuat inovasi keuangan berbasis teknologi (financial technology). Dengan berkembangnya inovasi ini, kini hadir sebuah sistem pinjam-meminjam uang yang diwadahi oleh sebuah platform dari perusahaan penyedia layanan yang disebut peer to peer lending (“P2P Lending”). Ini adalah terobosan dari inklusi keuangan dalam mengatasi sistem permodalan yang belum dapat terjangkau oleh lembaga keuangan resmi seperti perbankan. Untuk itulah, Jurnal ini dibuat untuk menganalisis mekanisme usaha dan kelebihan serta kekurangan, mitigasi risiko, serta perlindungan bagi Peminjam dan Pemberi Pinjaman di industri P2P Lending. Secara singkat, mekanisme dari P2P Lending ini ialah Pemberi Pinjaman memberikan pinjaman kepada Peminjam yang telah disaring oleh platform. Melalui P2P Lending, Pemberi Pinjaman memperoleh keuntungan dari bunga atas pinjaman yang diberikan sekaligus kerugian yang mungkin akan dialami seperti risiko gagal bayar. Peminjam memperoleh keuntungan dengan perolehan pinjaman sekaligus kerugian karena harus membayar bunga yang sedikit lebih tinggi. Hingga kini, P2P Lending masih belum memiliki regulasi yang mumpuni namun seiring dengan perkembangan yang semakin pesat, beberapa platform telah menyiasati kekosongan hukum yang ada dengan mengaturnya secara tersendiri dalam SOP perusahaan. Melihat hal ini, Regulator diharap mampu untuk segera membuat peraturan yang dapat menjamin terciptanya kepastian hukum dalam industri P2P Lending.Kata kunci: keuangan; layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi; pembiayaan; pinjaman; teknologi finansial.ABSTRACTThe development of information technology has made technology-based financial innovation. With the development of this innovation, there is a system of lending and borrowing money that is accommodated by a platform from a service provider company called peer to peer lending (“P2P Lending”). This system is a breakthrough from financial inclusion in overcoming capital systems that cannot yet be reached by official financial institutions such as banking. This journal will analyze the business mechanism and its advantages and disadvantages, risk mitigation, and protection for Borrowers and Lenders in the P2P Lending industry. In short, the mechanism of P2P Lending is that the Lender provides loans to Borrowers that have been filtered by the platform. Through P2P Lending, the Lender gains interest from loans given as well as losses that might be experienced such as the risk of default. Borrowers benefit from the acquisition of loans as well as losses because they have to pay slightly higher interest rates. Until now, P2P Lending still does not have a qualified regulation but along with the increasingly rapid development, several platforms have dealt with the existing legal vacuum by regulating it separately in the company’s SOP. Seeing this, the Regulator is expected to be able to immediately make regulations that can guarantee the creation of legal certainty in the P2P Lending industry.Keywords: finance; financing; financial technology; lending; peer to peer lending.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.15
TINJAUAN NORMATIF PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP DIKAITKAN PEMBENTUKAN ATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Widianugraha, Prama
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.674 KB)

Abstract

ABSTRAKDemi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia saat ini dalam mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya telah menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pendaftaran tanah ini merupakan kewajiban pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan, salah satunya adalah perbedaan pengaturan jangka waktu pengumuman pembuktian pemilikan tanah, data yuridis dan data fisik bidang tanah serta peta bidang-bidang tanah diumumkan antara Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hal yang menimbulkan persoalan terkait Asas Publisitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif yang berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan deskriptif kualitatif dengan alur berpikir deduktif, yaitu mulai dari peraturan hukumnya dan untuk menjawab permasalahan yang terjadi untuk mendukung penulisan ini. Dari hasil penelitian ini pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap secara yuridis normatif sah dan dapat dipertanggungjawabkan serta tidak bertentangan dengan kaidah aturan perundang-undangan dalam aturan sistem hukum positif di Indonesia. Kata kunci: pendaftaran tanah sistematis lengkap (ptsl); pengumuman data fisik dan data yuridis; sertifikat hak atas tanah.AbstractIn order to realize the welfare of society, the Indonesian government is currently in regulating land ownership and leading its use to have registered land in the entire territory of the Republic of Indonesia. This land registration is a government obligation that aims to guarantee legal certainty. However, in the implementation there were several obstacles, one of which was the difference in the time period for announcements of land ownership verification, juridical data and land physical data and a map of land parcels announced between Minister of Agrarian and Spatial Planning/National Land Agency Regulation 6 of 2018 concerning Complete Systematic Land Registration (PTSL) with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration which raises issues related to the Publicity Principle. This study uses a normative legal approach that focuses on positive legal norms in the form of qualitative descriptive legislation with deductive thinking flow, namely starting from the legal regulations and brought to the problems that occur to support this writing. From the results of this study the implementation of a complete systematic land registration in a normative juridical manner is valid and accountable and does not conflict with the rules of law in the rules of the positive legal system in Indonesia.Keywords: complete systematic land registration (ptsl)l; announcement of physical data and juridical data; land rights certificate.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.17
ASPEK HUKUM WAJIB BELAJAR SEBAGAI UPAYA PENGHAPUSAN PRAKTIK PERKAWINAN BAWAH UMUR DI INDONESIA Safira, Levana; Judiasih, Sonny Dewi; Rubiati, Betty; Yuanitasari, Deviana
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.598 KB)

Abstract

ABSTRAK Perkawinan bawah umur adalah perkawinan yang terjadi dibawah usia 18 tahun. Artikel ini menguraikan aspek hukum wajib belajar sebagai alat yang paling kuat untuk terhindar dari perkawinan anak. Indonesia memiliki kebijakan wajib belajar 9 tahun yang diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kemudian ditingkatkan masa waktu menduduki pendidikan menjadi 12 tahun melalui “Program Indonesia Pintar” yang merupakan janji politik era kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang dianalisis secara normative kualitatif. Hasil penelitian bahwa Indonesia belum memiliki payung hukum yang kuat terkait peningkatan wajib belajar menjadi 12 tahun, dalam kaitannya untuk megentaskan perkawinan bawah umur, wajib belajar baru mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam menentukan batas usia perkawinan bagi perempuan namun belum cukup untuk mengentaskan perkawinan bawah umur keseluruhan karena diketahui banyaknya pelangsungan perkawinan terjadi pada anak rentan usia 16-17 tahun. Terkait dengan masih banyaknya perkawinan bawah umur di Indonesia yang terjadi maka perlu didukung dengan dibuat aturan hukum yang mengatur peningkatan wajib belajar menjadi 12 tahun, sehingga adanya kebijakan yang mewajibkan seorang anak untuk menyelesaikan pendidikannya sampai dengan usia 18 tahun.Kata kunci: anak; pendidikan; pernikahan; wajib belajar.ABSTRACTChild Marriage is marriage that is conducted under the age of 18 years old. This article analyses the aspect law of compulsory education as the strongest tool to avoid child marriage. Indonesia has regulated compulsory education of 9 years in Act No. 20 of 2003 on National Education System which was gradually elevated to 12 years of compulsory education through “Program Indonesia Pintar” which was a political promise in the era of President Jokowi and Vice President Jusuf Kalla. The method used to approach was normative-juridicial and data obtained through library and field studies that were analyzed normative-qualitatively. The research concluded that Indonesia has not yet have a strong legal protection towards elevating compulsory education from 9 years to 12 years, in relation to erase child marriage, compulsory education only supports the implementation of Act No. 1 of 1974 on Marriage in determining the age limit of marriage for women but not yet enough to alleviate child marriage entirely knowing the number marriages vulnerably occur between children aging 16-17 years old. Relating to the number of child marriage in Indonesia it is necessary that a regulation to be made regulating the elevation of compulsory education to 12 years, resulting to a policy obligating children to finish their education to the age of 18.Keywords: child; compulsory education; education; marriage.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.13
RESENSI BUKU: KONSTITUSIONALISME AGRARIA Zamil, Yusuf Saepul
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (24.367 KB)

Abstract

Buku konstitusionalisme agraria yang ditulis oleh Yance Arizona merupakan buku yang sangat komprehensif, aktual membahas mengenai konstitusionalisme agraria. Buku ini memberikan pemikiran-pemikiran baru terkait dengan konstitusionalisme agraria dan didukung oleh analisis secara mendalam mengenai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Buku ini terdiri dari dari 10 bab.  Bab 1 konstitusi agraria: tujuan konseptual. Bab 2 perkembangan konstitusi agraria indonesia. Bab 3 konstitusi agraria dalam rezim nasionalis. Bab 4 konstitusi agraria dalam rezim pembangunan. Bab 5 konstitusi agraria dalam rezim neoliberal. Bab 6 Mahkamah Konstitusi anak kandung reformasi. Bab 7 putusan-putusan Mahkamah Konstitusi memberikan makna baru mengenai konstitusionalisme agraria. Bab 8 konsepsi konstitusional penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 9 tiga konsepsi penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Bab 10 dari konstitusi agraria ke konstitusionalisme reforma agraria.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.22
KEBERADAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA QUASI YUDISIAL DI INDONESIA Rimanda, Rahmi
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.592 KB)

Abstract

ABSTRAK Penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dapat diajukan melalui proses litigasi maupun non litigasi berdasarkan kesepakatan para pihak. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen di luar pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang keberadaan BPSK sebagai lembaga quasi yudisial di Indonesia dan efektifitas penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Hasil penelitian menunjukan bahwa BPSK merupakan lembaga quasi yudisial yang keberadaan berada dalam lingkup kekuasaan kehakiman. BPSK sebagai lembaga quasi yudisial berperan dalam mengadili dan menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan serta menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan dalam UUPK. Penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat dikatakan belum efektif. Hal tersebut terlihat dari banyaknya para pihak yang tidak sepakat dengan putusan BPSK. Kendala BPSK dalam menyelesaiakan sengketa yaitu kendala kelembagaan, pendanaan, SDM, dan rendahnya kesadaran hukum perlindungan konsumen. Kata kunci: lembaga quasi yudisial; perlindungan konsumen; sengketa konsumen.  ABSTRACT Dispute settlement between consumers and business actors can be submitted through a litigation and non-litigation process based on the agreement of the parties. The Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection mandates that the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) as the agency which is tasked to handle and to settle the disputes between business actors and consumers outside the court. This study uses a normative juridical approach with descriptive analytical research specifications. The data that is used in this study are secondary data in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. This study aims to investigate the existence of BPSK as a quasi-judicial institution in Indonesia and the effectiveness of consumer dispute resolution through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). The result of this research indicates that BPSK is a quasi-judicial institution which has the existence within the scope of judicial authority. BPSK as a quasi-judicial institution plays a role in adjudicating and resolving the disputes of consumers outside the court as well as making decisions based on the provisions stated in UUPK. Consumer dispute settlement through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK) can be said to be ineffective. It can be seen from many parties who did not agree with the decision of BPSK. There are some obstacles of BPSK in resolving disputes including, institutional constraints, funding, human resources, and the lack of legal awareness of consumer protection.Keywords: consumer dispute; consumer protection; quasi-judicial institution.
PERANAN PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL: SUATU TINJAUAN ATAS PERKARA PERDATA TERKAIT TRANSAKSI REPO Rahmawati, Ema; Abubakar, Lastuti
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (25.6 KB)

Abstract

ABSTRAK Pasar modal merupakan sektor keuangan yang memegang peranan dalam pembangunan. Stabilitas pasar modal yang teratur, wajar dan efisien dibutuhkan untuk mendukung pembangunan. Dalam hal terjadinya pelanggaran hukum perdata, perlu diselesaikan melalui penyelesaian sengketa, baik secara litigasi maupun alternatif penyelesaian sengketa. Perkara perdata di pasar modal dapat terbilang jarang, karenanya perkara perdata yang ada perlu dianalisis untuk mengetahui bagaimana praktiknya dan peranannya terhadap pasar modal. Artikel ini didasarkan pada metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum terhadap asas hukum, peraturan hukum, dengan metode pendekatan deskriptif analisis. Penarikan simpulan dari hasil penelitian dilakukan dengan metode analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil pembahasan, disimpulkan bahwa peranan penyelesaian sengketa pada dasarnya merupakan upaya menegakkan hukum pasar modal dalam kondisi terjadinya pelanggaran hukum perdata, bertujuan memulihkan dan menyelaraskan hukum, menciptakan kepastian hukum bagi para pihak di pasar modal serta melindungi kepentingan pelaku pasar modal dari praktik merugikan, demi terciptanya pasar modal yang wajar, teratur dan efisien. Selanjutnya, pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan pengadilan negeri perkara REPO PT Hanson International Tbk. dinilai kurang sesuai karena tidak memperhatikan peraturan, asas dan doktrin, khususnya mengenai struktur REPO, tanggung jawab para pihak dan kelengkapan suatu putusan. Walaupun demikian, sesuai dengan asas res judicata pro veritate habetur, setiap putusan hakim harus dianggap benar dan dihormati. Kata kunci: gugatan perdata; litigasi; pasar modal; putusan pengadilan; REPO.  ABSTRACT Capital market is financial service sector that holds important role in development. Stability of capital market in order, fair and eficient is required to support development. In the event of breach of civil law is occured, the settlement through litigation or alternative dispute resolution is necessary to be conducted. Litigation of capital market case is rarely found, accordingly, the practise of civil litigation case shall be analyzed to clearly conclude its role in capital market. This article is based on normative legal research method, using analitical descriptive method. The conclusion is made by using qualitative normative analitical method. Pursuan to teh analysis, it is concluded that, the role of settlement dispute of capital market is in an effort of law enforcement in the event of the breach of civil law is occured, to heal and accelerate its condition, and further, to create legal certainty for parties in capital market and to protect such parties from disadvantage practise to create the fair, orderly and eficient capital market. Further, the legal consideration brought by the Panel of Judges in the district court decision in REPO case of PT Hanson Internasional Tbk., is not appropriate since it has not consider the prevail regulation, legal principles and legal doctrine, especially in respect of structure of REPO, responsibilities of disputing parties and the requirement of a decision. Nevertheless, pursuant to the priciple of ?res judicata pro veritate habetur?, any judge?s decision shall be considered approriate and shall be respected.Keywords: civil claim; litigation; capital market; court decision; REPO.
AKIBAT HUKUM GUGATAN DAN PERLAWANAN TERHADAP LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Nugrohandhini, Dwi; Mulyati, Etty
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.274 KB)

Abstract

ABSTRAK Undang-undang Hak Tanggungan memberikan kemudahan dan kepastian Pemegang Hak Tanggungan melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum. Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dua cara yaitu Parate Eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, atau melalui Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri berdasar Pasal 14 ayat (2) dan (3) Undang-undang Hak Tanggungan. Dalam praktiknya kepastian hukum eksekusi hak tanggungan tersebut tidaklah mutlak, Tereksekusi dapat mengajukan Gugatan dan Perlawanan atas ekseksusi hak tanggungan. Hal ini menghambat eksekusi bahkan dapat membatalkan lelang yang telah terjadi. Tulisan ini diharapkan memberikan gambaran komprehensif terhadap akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya gugatan perdata terhadap lelang eksekusi Hak Tanggungan. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data perkara di KPKNL Bandung dikaitkan dengan asas-asas, norma hukum dan peraturan perundang-undangan. Gugatan dan perlawanan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemegang Hak Tanggungan, pembeli lelang dan pihak lain yang terkait eksekusi hak tanggungan. Diperlukan pengaturan  hukum acara khusus eksekusi hak tanggungan sehingga memberikan kepastian hukum. Dengan ketentuan yang memenuhi asas kepastian hukum diharapkan lelang hak tanggungan merupakan jalan keluar terakhir bagi Pemegang Hak Tanggungan dalam menyelesaikan masalah dalam hal debitor cedera janji. Kata kunci: eksekusi; hak tanggungan; lelang.  ABSTRACT The Underwriting Law provides convenience and certainty that the Underwriting Rights Holder executes through a public auction. Execution of mortgages can be carried out in 2 (two) ways, namely Parate Execution based on Article 6 of the Underwriting Rights Act, or through Fiat Execution of District Courts (Article 14 paragraph (2 and (3). Executed can still file a lawsuit and Resistance against the exploitation of mortgages, which can hinder the execution and even cancel the auction that has taken place. This paper is expected to provide a comprehensive picture of legal inconsistencies arising from a civil claim against the auction of the Mortgage Execution. which is descriptive analytical in nature, using claim data in KPKNL Bandung is associated with legal principles, legal norms, legislation. Claims and resistance give rise to legal uncertainty for Underwriting Rights holders, auction buyers and other parties which is related. As a result of this uncertainty, legal regulations for the specific execution of mortgages and guarantee laws are needed which can provide legal certainty for the execution of mortgage rights. With provisions that meet the principle of legal certainty, it is expected that the mortgage rights auction is the final solution for holders of mortgage rights in resolving problems in the event the debtor is injured in the appointment.Keywords: auctio; executie; mortgage rights on land.
RESENSI BUKU: SPACEPORTS AROUND THE WORLD, A GLOBAL GROWTH INDUSTRY Pratama, Garry Gumelar
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.032 KB)

Abstract

Hukum ruang angkasa tidak dapat dipungkiri masih menjadi bidang hukum yang relatif kurang populer di Indonesia, hanya diketahui dan dipelajari di kalangan tertentu saja. Masyarakat luas di Indonesia kadang kala mengernyitkan dahi ketika mendengar terminologi ?Hukum Ruang Angkasa?, menandakan bidang ini masih merupakan bidang yang asing di masyarakat, bahkan di kalangan para sarjana hukum sekali pun. Padahal, di era perkembangan teknologi yang amat pesat abad ini, negara-negara lain sudah mulai menaruh perhatian besar di bidang ruang angkasa yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi bagi negara sekaligus membuktikan supremasi negara tersebut di bidang teknologi. Indonesia masih perlu mengembangkan dan menaruh perhatian besar ke luar angkasa karena hal tersebut. Salah satu yang  tengah diperjuangkan untuk diwujudkan  oleh pemerintah, dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN)  adalah pembangunan infrastruktur ruang angkasa yang disebut dengan ?Spaceport? atau ?Cosmodrom?, diterjemahkan ke dalam bahasa  Indonesia sebagai ?Bandar Antariksa? atau ?Bandar Luar Angkasa?. Realisasi rencana Lapan tersebut sampai saat ini telah mencapai tahap pengkajian dan penentuan wilayah yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Bandar Antariksa. Pembangunan bandar antariksa tidaklah murah dan mudah, bahkan berpotensi mendapatkan pertentangan dari masyarakat setempat. Di Biak, Papua, Masyarakat adat Biak memprotes rencana pembangunan stasiun antariksa LAPAN yang akan digunakan untuk peluncuran satelit di Biak Utara, dengan alasan pembangunan stasiun peluncuran tersebut menggunakan tanah adat warga lokal. Selain di Biak, lokasi lainnya yang menjadi kandidat lokasi pembangunan bandar antariksa milik Indonesia adalah di Morotai, Maluku Utara, di samping Nias (Sumatera Utara) dan Enggano (Bengkulu).  Buku berjudul ?Spaceports around The World. A Global   Growth Industry? yang ditulis oleh Erik Seedhouse merupakan referensi yang tepat dan menarik untuk memulai memahami dan mempelajari mengenai konsep bandar antariksa, termasuk kerangka pengaturannya. Buku  tersebut memaparkan sebuah sajian  padat yang  bersisi deskripsi keadaan pasar bandar antariksa, teknologi-teknologi yang diuji coba serta  dikembangkan di dalam sebuah bandar antariksa. Hal yang lebih menarik adalah buku ini juga mengkaji bagaimana perusahaan-perusahaan privat sangat berperan  merealisasikan pembangunan bandar antariksa.  Bandar antariksa sangat penting perannya dalam eksplorasi ruang angkasa, bahkan dengan pembangunan berbagai bandar antariksa, manusia bermimpi mencapai peradaban ruang angkasa yang lebih jauh lagi.
TANGGUNG JAWAB RENTENG GANTI KERUGIAN IMMATERIIL ATAS PERBUATAN MELAWAN DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Mantili, Rai
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.544 KB)

Abstract

ABSTRAK Pada beberapa praktik di pengadilan, banyak terjadi perkara perbuatan melawan hukum yang meminta ganti kerugian immateriil selain juga ganti kerugian materiil. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.Sel dan Putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 memiliki persamaan perkara, yaitu mengenai perkara perbuatan melawan hukum dan menghukum tergugat secara tanggung renteng.  Perbedaan pada kedua kasus tersebut adalah mengenai tanggung jawab ganti kerugian yang harus dipikul oleh para tergugatnya. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.Sel memutus tanggung jawab tanggung renteng pada pihak tergugat, sedangkan pada putusan Putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 pembagian tanggung jawab telah jelas disebutkan pada putusannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kedua putusan hakim tersebut telah memenuhi asas kepastian hukum dan bagaimana konsep tanggung renteng dihubungkan dengan asas kepastian hukum. Disimpulkan bahwa dihubungkan dengan asas kepastian hukum, putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006 lebih memenuhi asas kepastian hukum karena adanya kepastian tanggung jawab. Konsep tanggung jawab gugatan ganti kerugian immateriil pada perbuatan melawan hukum sebaiknya menggunakan model proporsional karena model tanggung-renteng berpotensi menimbulkan masalah dan sengketa baru diantara para tergugat. Hal ini mungkin terjadi karena dengan tidak menetapkan beban uang pengganti kepada masing-masing tergugat dapat menimbulkan permasalahan baru pada pelaksanaan eksekusi. Kata kunci: gugatan; kepastian hukum; perbuatan melawan hukum; tanggung renteng.  ABSTRACT It is evident in many cases that the plaintiff seek compensation for their material and immaterial damage. The compensation types may be different one case with another. As illustrates in the South Jakarta District Court Decisison No. 214/Pdt.G/2016/PN.JKT.nSel and Supreme Court Decision No. 957 K/Pdt/2006. The two cases concerned about unlawful act that born a duty to pay compensation. The deffendant were sued jointly and severally liable for the damages. However, defendant(s) in the cases have to pay different tipes of compensation. Decision of South Jakarta District Court stated that all the deffendaants are responsible jointly, while in the decision of the Supreme Court, the judges celearly stated the fractures of responsibility for each deffendants in the verdic. The legal problem from the two cases is whether the two decisions satisfied the fulfillment of the principle of legal certainty. The concept of responsibility has to be linked to the principle of legal certainty. This article argues that between the two decisions, it is only the decision of the Supreme Court that in line with the fulfillment of the principle of legal certainty. Unspecified compensation portion is likely to cause new problem, so the concept of immaterial compensation claim responsibility against illegal acts should be divined proportinaly.Keywords: illegal acts; joint responsibility; unlawsuits; legal certainty.
MENAKAR PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DI INDONESIA Afriana, Anita; Chandrawulan, An An
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.695 KB)

Abstract

ABSTRAK Pada asasnya semua jenis perkara perdata diselesaikan melalui mekanisme beracara yang sama sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku. Bagi pihak yang bersengketa dengan nilai gugatan kecil, penyelesaian melalui pengadilan dengan prosedur yang biasa bukanlah pilihan yang tepat karena waktu dan biaya yang dihabiskan untuk beracara di pengadilan dianggap tidak sebanding dengan besarnya nilai yang dipersengketakan. Oleh karena itu melalui Peraturan Mahkamah Agung (PerMa) No. 2 Tahun 2015 diatur tata cara menyelesaikan gugatan sederhana yang sesungguhnya mengadopsi mekanisme Small Claims Court (SCC) yang telah digunakan banyak negara, baik negara dengan sistem common law maupun civil law. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana SCC di negara Singapura dan Belanda serta penerapannya di Indonesia. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode yuridis normatif, antara lain difokuskan pada perbandingan hukum selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Penerapan penyelesaian sengketa dan penegakan hukum melalui SCC di Singapura dan Belanda memiliki perbedaan yang antara lain dipengaruhi oleh sistem hukum. Di Indonesia, SCC diintegrasikan dalam PerMA No. 2 Tahun 2015 yaitu prosedur penyelesaian gugatan sederhana yang cukup efektif menyelesaikan gugatan sederhana secara cepat, dengan prosedur yang berbeda dengan penyelesaian perkara sebagaimana diatur dalam HIR/RBg, namun dalam praktik terdapat kendala dalam hal eksekusi. Kata kunci: gugatan sederhana; small claims court; sengketa perdata, pengadilan.  ABSTRACT Basically all kinds of civil cases are solved through the same mechanism as arranged in the rules. For the disputing party with the value of a small lawsuit, the settlement through court with the usual procedure is not the right choice because the time and cost spent on litigation are considered to be incompatible with the amount of disputed value, therefore enforced by Supreme Court Regulation (PerMa) Regulation No. 2 Year 2015 about the procedure of simple lawsuit settlement. Mechanisms used to resolve simple claims as regulated in PerMA No. 2 of 2015 actually adopts a mechanism in the Small Claims Court (SCC) that has been used previously in many countries, both in countries with common law and civil law systems. The issues to be discussed are how the SCC in Singapore and the Netherlands and their application in Indonesia. This article is a small part of the results of research conducted by normative juridical methods which are among others focused on comparative law, then analyzed by juridical qualitative. Application of settlement of disputes and law enforcement through the SCC in Singapore and the Netherlands has differences which, among others, are affected by the legal system. In Indonesia, SCC is integrated into PerMA No. 2 Year 2015, it is quite effective to settle a simple lawsuit quickly, with a different procedure with the settlement of the matter as regulated in HIR/RBg, bridges between court procedures and outside the courts but there are obstacles in terms of execution.Keywords: civil dispute; court; simple lawsuit; small claims court.

Page 7 of 26 | Total Record : 253


Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue