cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA SISTEM ONLINE PAYMENT POINT BANK Hakim, Lukman
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.383 KB)

Abstract

ABSTRAKSalah satu produk yang diterapkan oleh lembaga perbankan adalah adanya sistem payment secara online. Dalam sistem payment online point, bank berfungsi sebagai lembaga penyedia jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedudukan hukum konsumen/nasabah sistem payment yang menggunakan jasa perbankan dalam melakukan tagihan pembayaran kepada pelaku usaha. Peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang perbankan maupun peraturan di bidang perlindungan konsumen telah mengatur secara jelas tentang perlindungan terhadap hak-hak para konsumen/pelanggan yang terlibat dalam sistem payment  online bank, khususnya dalam hal terjadinya keluhan terhadap pihak bank maupun nasabah pengguna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif. Dalam penelitian ini, ada dua pendekatan pokok yang digunakan yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), serta Pendekatan Konsep (conceptual approach). Penelitian hukum normatif didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang telah menggunakan jasa perbankan yang menggunakan Sistem Online Payment Point dapat dilihat dalam POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dimana dalam POJK tersebut tertuang perlindungan hukum kepada nasabah pengguna jasa perbankan yang melindungi nasabah dalam menggunakan produk dan jasa perbankan khususnya dalam sistem pembayaran yang menggunakan sistem online dalam perkembangan teknologi saat ini.Kata kunci: bank; hukum; konsumen; payment; perlindungan. ABSTRACTOne of the product used by banking institutions is online payment system. In the online point payment system, the bank becomes service provider under a payment traffic. Legal standing of the consumer in such customer payment system is the user of banking services in billing payments to business actors. Laws and regulations, especially in the banking sector and regulations in the field of consumer protection, have clearly regulated the protection of the rights of consumers or customers involved in the bank’s online payment system, especially in the presence of complaints against the bank. The method used in this study is a normative juridical method. There are two main approaches that are used in this research, namely: Legislation, and Concept Approach. Normative legal research is based on secondary data and emphasizes speculative-theoretical steps and normative-qualitative analysis. Legal protection for consumers who have used banking services in the Online Payment Point system can be seen in the Financial Services Authority Regulation Number 1 of 2013 concerning Consumer Protection in the Financial Services Sector where legal protection is provided to customers who use banking services that protect customers in using banking products and services especially in payment systems.Keywords: bank; costumer; law; payment; protection. DOI:  https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.8 
PEMBENTUKAN PRINSIP JURISDICTION TO PREVENT (PRE-EMPTIVE JURISDICTION) DAN PRINSIP PERLINDUNGAN AKTIF DALAM HUKUM SIBER Nugraha, Purna Cita
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.057 KB)

Abstract

ABSTRAKRuang siber telah mengubah cara masyarakat dalam berkomunikasi dan berinteraksi tanpa dibatasi oleh batas-batas negara. Dengan karakteristiknya yang transnasional, hingga saat ini masih sulit menemukan kesepahaman internasional dalam konsep pengaturan yang sesuai. Belum terdapatnya rezim internasional yang mengatur hal ini mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum dalam tataran pengaturan internasional dan nasional. Dalam rangka untuk mencari konsep yang sesuai dan tepat waktu untuk mengatur dunia maya yang menghadapi berbagai tantangan dan hambatan terkait dengan yurisdiksi antar negara, Lex Informatica telah memberikan para pembuat kebijakan suatu opsi dengan pengaturan teknis melalui teknologi yang dapat melampaui batas-batas masing-masing negara (ekstrateritorial). Kombinasi rezim hukum dan Lex Informatica akan menghasilkan prinsip-prinsip baru dalam mengatur dunia maya, seperti Prinsip Yurisdiksi untuk Mencegah dan Prinsip Perlindungan Aktif. Prinsip jurisdiction to prevent (pre-emptive jurisdiction) dan prinsip perlindungan aktif merupakan prinsip hukum utama yang dapat digunakan untuk mendukung konsepsi kedaulatan negara guna membentuk rezim extraterritorial juridiction dalam cyberlaw di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian pada ketentuan hukum yang berlaku. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis futuristik (hukum yang akan datang).Kata kunci: lex informatica; prinsip; ruang siber. ABSTRACTCyberspace has changed the way society interacts and communicates to each other withour border. Because of its transnational characteristics, up until today, it is still difficult to find international agremeent on the right and proper instrument to regulate cyberspace. The legal gap caused by the absence of international legal regime will in fact produce a legal uncertainty in the context of international and national regulation. In order to find the appropriate and timely concept to regulate cyberspace which are facing now multifacet challanges and obstacles regarding jurisdiction among States, the Lex Informatica has provided policy makers with technical arrangements through technology that can reach beyond each States’ borders (extraterritorial). The combination of legal regime and the Lex Informatica will produce new principles in regulating cyberspace, such as the Principle of Jurisdiction to Prevent and the Principle of Active Protection. The Principle of Jurisdiction to Prevent and the Principle of Active Protection will become the main principles in supporting the concept of the state sovereignty in developing extraterritorial jurisdiction regime for cyberlaw in Indonesia. This researh is considered as a legal research focussing on examining existing rules and regulations and also considers legal futuristic research in nature in trying to find which legal instrument should be developed in the future”.Keywords: cyberspace; lex informatica; principle.DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.4 
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA UNTUK MEMPEROLEH HAK-HAK PEKERJA DIKAITKAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI Djakaria, Mulyani
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.909 KB)

Abstract

ABSTRAK Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi sorotan. Kurangnya jaminan keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga kerja wanita merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya berbagai permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan. Tenaga kerja sebagai pekerja di perusahaan masih saja mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pengusaha, hal ini yang menimbulkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja wanita seperti perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita tidak diberikan sepenuhnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif untuk melihat perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga wanita. Hasil menunjukkan bahwa Perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi dalam pelaksanannya secara umum sebagian sudah sesuai, misalnya jaminan sosial secara umum telah diberikan kepada tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian yang belum sesuai misalnya, cuti haid, cuti hamil. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita, dari pihak pemerintah yaitu lemahnya pengawasan, dari pihak pengusaha sering melanggar peraturan demi keuntungan pengusaha, dari pihak tenaga kerja wanita yaitu kurang paham terhadap peraturan perundangan ketika terjadi pelenggaran hak-haknya sebagai pekerja.Kata kunci: pekerja wanita; perlindungan hukum; reproduksi. ABSTRACTEmployment problem is still in the spotlight. Lack of warranty of safety, health, and reproductive rights received by female workers was one factor contributting to the problems in the employment field. Female workers as wokers in the company still gets the discriminatory treatment from the employer which cause the rights that should be accepted by the female workers as a protection of safety, heatlh and reprodutive rights of women workers are not given in full. The research method used is normative juridical to see the legal protection of the safety, health and reproductive rights of female workers and the obstacles faced in implementing protection against safety, health, and reproductive rights for female workers. The results show that legal protection for safety, health and reproductive rights in general implementation is partly appropriate, for example social security in general has been given to female workers, but there are some item are not suitable for example, menstruation leave, maternity leave. Constraints faced in the implementation of protection against safety, health, and reproductive rights of female workers, from the government, namely weak supervision, from the employer often violate the rules for the benefit of employers, from the female labor force that is lack of understanding of legislation when it occurs release of his rights as a worker.Keywords: female workers; legal protection; reproductive.DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.2 
TINDAKAN DIREKSI YANG MEMBERIKAN CORPORATE GUARANTEE TERHADAP ANAK PERUSAHAAN TANPA PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS DITINJAU DARI HUKUM PERSEROAN Widyawati, Mira; Suryanti, Nyulistiowati; Saleh, Kilkoda Agus
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.516 KB)

Abstract

ABSTRAK Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Pada praktiknya seringkali terjadi direksi tidak memperhatikan batasan kewenangannya dalam hal mengikat perseroan sebagai penjamin, dimana pemberian jaminan disyaratkan oleh anggaran dasar memerlukan adanya persetujuan dewan komisaris. Penelitian ini bertujuan untuk memahami akibat hukum terhadap kerugian yang timbul akibat pemberian jaminan perusahaan oleh direksi tanpa adanya persetujuan dewan komisaris dan tanggung jawab direksi terhadap kerugian perseroan akibat pemberian jaminan perusahaan tanpa adanya persetujuan dewan komisaris. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu dengan mengkaji dan menguji data sekunder ditunjang dengan wawancara. Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan menganalisis ketentuan-ketentuan hukum, teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan akibat hukum dan tanggung jawab direksi terhadap pemberian jaminan perusahaan.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil: pertama, bahwa dalam hal anggaran dasar mengatur perlunya persetujuan dewan komisaris maka akibat hukum terhadap jaminan perusahaan yang diberikan direksi tanpa persetujuan dewan komisaris adalah batal demi hukum. Kedua, tanggung jawab direksi terhadap pemberian jaminan perusahaan tersebut adalah dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi. Namun sebaliknya, direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya apabila anggaran dasar tidak menentukan perlunya persetujuan dewan komisaris.Kata kunci: dewan komisaris; jaminan perusahaan; tanggung jawab direksi. ABSTRACTThe Directors are authorized to organize a company in accordance with the policy deemed as appropriate within the limitation determined in the Law of Company and/or its articles of association. In practice, often the directors do not pay attention to the limitation of its authority in attributing the company as a guarantor, that required approval from board of the commissioner in the articles of association. This research aims to comprehend on the legal consequence and responsibility of the directors against the damages occurred resulting from the grant of corporate guarantee without the board of commissioner’s approval. The research method used is the juridical-normative method, which inspects and tests the secondary data supported by interviews. The research specifications are in descriptive-analytical, it depicts and analyze the law provisions, law theory and positive law in relation to the legal consequence and responsibility of the directors against the grant of corporate guarantee. The result shows conclusion, first, in the event of the articles of association regulates the necessity of approval from the board of commissioner, the legal consequence is null and void. Second, with respect to the directors’ responsibility on the granting of corporate’s guarantee, it can be requested to the directors as individuals. On the contrary, the responsibilities cannot be requested to them if the articles of association does not regulate the requirements of approval from the board of commissioner.Keywords: corporate guarantee; responsibility of the directors; the board of commissioner.DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.9 
ASPEK HUKUM TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA Maria, Anis
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi dan globalisasi ekonomi di Indonesia menimbulkan pergeseran budaya masyarakat dari penggunaan transportasi konvensional menuju pemanfaatan transportasi berbasis aplikasi. Penggunaan angkutan jalan berbasis aplikasi ini kian lama semakin meluas di hampir seluruh kota besar di Indonesia, namun regulasi yang mengaturnya belum terbentuk dengan sempurna. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menerbitkan peraturan sejak tahun 2016, namun peraturan tersebut telah 2 (dua) kali dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Sehingga sampai saat ini regulasi yang mengatur keberadaan transportasi berbasis aplikasi ini belum sempurna, khususnya terkait legalitas. isu persaingan usaha dengan transportasi konvensional, isu perlindungan konsumen, dan isu perlindungan mitra (driver) dalam perjanjian kemitraan dengan perusahaan penyedia aplikasi. Pengaturan transportasi berbasis aplikasi saat ini cenderung bersifat desentralisasi di masing-masing daerah, sehingga belum ada kesamaan hukum di bidang ini. Selain itu, pengaturan yang ada saat ini masih perlu disempurnakan untuk mendukung persaingan usaha yang sehat dan kompetitif antara kedua pelaku usaha ini.
PENYELESAIAN KREDIT MACET PERSEROAN MELALUI EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS NAMA PRIBADI Bimantara, Ragga
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.184 KB)

Abstract

ABSTRAKKeberadaan Undang-undang Hak Tanggungan bagi sistem hukum perdata khususnya hukum jaminan bertujuan untuk melindungi kepentingan para pihak guna mewujudkan kepastian hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah beserta dengan bangunannya sebagai agunan kredit kepada kreditur, sebagaimana agunan tersebut merupakan salah satu syarat dari Perbankan dalam memberikan fasilitas kredit. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian perbankan terhadap kredit macet perseroan yang jaminan dari perjanjian kredit tersebut dipastikan tidak dapat menutupi seluruh hutang Debitur kepada Kreditur dan bagaimanakah penyelesaian kredit macet melalui eksekusi jaminan hak tanggungan pada lembaga perbankan. Berdasarkan spesifikasi penelitian deskriptif analisis dengan metode yuridis normatif disimpulkan bahwa apabila eksekusi jaminan hak tanggungan yang dilakukan oleh bank atas hutang debitur perseroan dengan jaminannya nama pribadi maka bank dapat menerapkan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dengan penyelesaian kredit macet melalui eksekusi jaminan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.Kata kunci: hak tanggungan; jaminan; perseoran.ABSTRACTThe existence of UUHT for the civil law system, in particular for the guarantee law, is to protect the interests of the parties in order to actualize the balanced of legal certainty in the field of binding guarantees for the objects related to the land and buildings as credit collateral to creditors, because collateral is one of the requirements of banks to provide credit facilities. This article aims to find out how the banking solution to the company’s non performing loan which the credit agreement collateral cannot cover the whole creditors’ debts. With descriptive analysis and normative juridical method, .the results show that if the execution of collateral for mortgage rights carried out by banks for the company’s debtor debts that uses a personal name as collateral, the banks can apply Article 1131 and KUHPerdata 1132 with the settlement of non performing loan through the execution of collateral refers to Law No. 4 of 1996 on encumbrance right over land and land-related objectsKeywords: company; guarantee; security rights.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.19
JAMINAN PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI PRINSIP PROFESIONALITAS DOSEN DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ., Sudjana
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.495 KB)

Abstract

ABSTRAKKajian ini membahas pentingnya Jaminan Perlindungan Hukum sebagai prinsip Profesionalitas dosen dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkaitan dengan kedudukan dosen, perlindungan kreasi dan inovasi serta kompetensi dalam pelaksanaan tridharma Perguruan Tinggi. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Jaminan Perlindungan Hukum sebagai Prinsip Profesionalitas Dosen Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi meliputi (1) Perlindungan terhadap kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berdasarkan UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; (2) Perlindungan atas kreasi dan inovasi yang dihasilkan dosen berdasarkan UU tentang Kekayaan Intelektual; dan (3) Perlindungan atas kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi berdasarkan Ketentuan tentang sertifikasi tenaga pendidik (dosen) dan renumerasi kelebihan beban kerja. Jaminan Perlindungan Hukum tersebut dapat meningkatkan kinerja Dosen yang bersangkutan, sehingga mendorong perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kata kunci: dosen; ilmu pengetahuan dan teknologi; perlindungan hukum; prinsip profesionalitas. ABSTRACTThis study discusses the importance of Legal Protection Guarantees as the principle of professionalism of lecturers in the Development of Science and Technology relating to the position of lecturers, protection of creations and innovations and competencies in the implementation of the Tridharma of Higher Education.The research method used is a normative juridical approach, the research phase is carried out through literature studies and data collection techniques are carried out through document studies. The results showed that guarantee legal protection as a principle of professionalism Lecturer in the Development of Science and Technology include (1) Protection of the position of the lecturers as professionals based on Law Number 14 of 2005 on Teachers and Lecturers; (2) Protection of the creations and innovations produced lecturers based on the Law on Intellectual Property; and (3) Protection of the necessary competence in accordance with the task in the implementation of the three responsibilities of Higher Education based on the provisions concerning the certification of teachers (lecturers). Legal Protection Guarantees can improve the performance of lecturers in question, thus encouraging the development of science and technology.Keywords: lecturer; principles of professionalism; protection law; science and technology.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.12 
PENINGKATAN PROFESIONALISME PENYIDIK DAN ANTISIPASI DALAM MENGHADAPI PRAPERADILAN Krismen, Yudi
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.754 KB)

Abstract

ABSTRAKPraperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; serta permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Dengan melihat fenomena hukum sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang di atas maka Penulis tertarik untuk menjadikan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah. Apa Saja Yang Harus Diperhatikan Dalam Melakukan Praperadilan. Pertama, Antisipasi Praperadilan dapat dilakukan mulai dari Proses Penyidikan yang dilakukan oleh Polisi sebagai Penyidik. Kedua, Hal Yang Perlu Diperhatikan Penyidik Sebagai Antisipasi Praperadilan Adalah mengenai Etika Penyidikan. Seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya memiliki koridor hukum yang harus dipatuhi, dan diatur secara formal apa dan bagaimana tata cara pelaksanaan, tugas-tugas dalam penyidikan. Artinya para penyidik terikat kepada peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. Dalam pelaksanaan proses penyidikan, peluang-peluang untuk melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang untuk tujuan tertentu bukan mustahil sangat dimungkinkan terjadi, karena itulah semua ahli kriminalistik menempatkan etika penyidikan sebagai bagian dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik.Kata kunci: antisipasi; mekanisme; pidana; praperadilan; sistem peradilan.ABSTRACTPretrial is the authority of the District Court to examine and decide on whether or not an arrest and/ or detention is valid is the request of a suspect or his family or other party or the power of a suspect; whether valid or not the termination of the investigation or termination of prosecution at the request of law and justice; and requests for compensation or rehabilitation by the suspect or his family or other parties or their proxies whose cases are not brought to trial. By looking at legal phenomena as described in the background above, the authors are interested in making the subject matter in this research. What should be take into account in conducting pretrial. First, anticipation of pretrial can be carried out starting from the investigation process carried out by the police as investigators. Investigation aims to find and collect evidence to make a crime clear, investigators are authorized to carry out seizures.. Secondly, the Things to Look Out for Investigators as Anticipating Pretrial is concerning the Ethics of Investigation. An investigator in carrying out his duties has a legal corridor that must be obeyed and formally regulated and how the procedures for carrying out the tasks in the investigation. This means that investigators are bound to the regulations, legislation, and provisions that apply in carrying out their duties. In carrying out the investigation process, opportunities for deviating or misusing authority for a particular purpose are not impossible to occur, which is why all criminalist experts place the ethics of investigation as part of the professionalism that must be possessed by an investigator.Keywords: anticipation; mechanism; pretrial; system tort; trial.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.21 
PENGELOLAAN PIUTANG PASIEN DI RUMAH SAKIT SWASTA: SUATU TINJAUAN HUKUM Jonathan, Praisila Glory Florencia; Fakhriah, Efa Laela; ., Kartikasari
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.987 KB)

Abstract

ABSTRAKRumah Sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang diharapkan mampu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Dewasa ini kepemilikan Rumah Sakit didominasi oleh swasta yang berorientasi mencari keuntungan, namun demikian setiap Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan harus tetap mengutamakan kepentingan publik dan menjalankan fungsi sosialnya. Fungsi sosial Rumah Sakit ini kenyataannya dapat menimbulkan persepsi bahwa pasien berhak menuntut pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan kemampuan finansialnya, dan berujung pada diterbitkannya piutang pasien. Piutang pasien terjadi karena pada saat pasien keluar Rumah Sakit tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya rumah sakit. Pelaksanaan prestasi berupa pembayaran imbalan jasa medis perlu ditagihkan kepada pasien dalam bentuk tertulis, dan diberikan waktu yang pantas apabila pembayaran seketika tidak dapat dilakukan. Mengingat bahwa imbalan jasa dokter sifatnya tidak mutlak dan tidak dapat diseragamkan, Rumah Sakit dapat melepaskan hak untuk menagih piutangnya kepada pasien, baik seluruhnya maupun sebagian, apabila hal tersebut sesuai dengan keputusan manajemen Rumah Sakit. Bagi pasien miskin atau tidak mampu, pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu peraturan internal Rumah Sakit mengenai pengelolaan piutang pasien dan kerjasama Rumah Sakit swasta dengan dinas kesehatan dan jaminan sosial kesehatan sangat diperlukan.Kata kunci: hukum piutang; pengelolaan piutang; piutang pasien.ABSTRACTHospital is one of the health care facilities that are expected to be able to support efforts to improve public health. Nowadays, Hospital ownership is dominated by profit-oriented private sector, however every hospital in providing health services must prioritize the public interest and carry out its social functions. The social function of the hospital can in fact lead to the perception that patients have the right to demand health services without considering their financial capabilities, and lead to the issuance of patient receivables. Patient’s receivables occur because when the patient leaves the hospital does not have enough money to pay for hospital fees. Payment of medical services needs to be billed to patients in written form, and given appropriate time if immediate payments cannot be made. Given that the physician services fee are not absolute and cannot be uniformed, the Hospital can give up the right to collect the receivables from the patient, either in whole or in part, if this is in accordance with the management’s decision. For patients who are poor or incapable, the financing of health services at the Hospital is borne by the government and local government in accordance with the applicable legislation. Therefore the internal regulations of the Hospital regarding the management of patient receivables and the collaboration of private hospitals with health services and health social security are very necessary.Keywords: law of receivables; management of receivable; patient receivables.DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.16
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP DISKRIMINASI KESEMPATAN MENDAPATKAN UPAH BAGI TENAGA KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA Putri, Ratih Ananda; ., Idris; Pratiwi, Agus
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 2 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.881 KB)

Abstract

ABSTRAK Meratifikasi dan mengimplementasikan Konvensi ILO No. 100, Konvensi ILO No. 111, dan CEDAW dikatakan sebagai salah satu upaya penting untuk mengatasi diskriminasi upah bagi tenaga kerja perempuan. Untuk itu, perlu diketahui implementasi ratifikasi konvensi-konvensi tersebut dalam hukum nasional terkait diskriminasi kesempatan untuk mendapatkan upah terhadap buruh perempuan di Indonesia dan upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat implementasi konvensi-konvensi tersebut. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang menitikberatkan pada literatur dan peraturan. Kesimpulan meskipun telah terdapat pengaturan mengenai anti diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja dari mulai UUD sampai dengan Undang-Undang, namun implementasinya, peraturan-peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan benar dikarenakan undang-undang ratifikasi yang ada hanya melakukan pengulangan terhadap norma yang diatur dalam konvensi. Lebih lanjut, terdapat peraturan gubernur yang diskriminatif yang berakibat, masih terdapatnya diskriminasi kesempatan terhadap perempuan di tempat kerja. Disaran agar pemerintah mengimplementasi Konvensi ILO No. 100, Konvensi ILO No. 111, serta CEDAW dengan merevisi peraturan perundang-undangan yang ada khususnya Undang-Undang Ketenagakerjaan atau dengan membuat peraturan baru agar sanksi dan prosedur terhadap pelanggaran lebih efektif dan tidak merugikan para pekerja perempuan di masa depan. Pemerintah sudah seharusnya mengikuti rekomendasi-rekomendasi Komite CEDAW dan ILO seperti melakukan kerjasama dengan mitra sosial agar Indonesia dapat melakukan kewajiban internasional akibat meratifikasi konvensi tersebut. Kata kunci: diskriminasi; hak asasi; ratifikasi; tenaga kerja perempuan ABSTRACT Ratifying and implementing ILO Convention No. 100, ILO Conventions no. 111, and CEDAW can be regarded as one of the important efforts to overcome wage discrimination for female workers. Therefore, need to know the implementation of ratification of CEDAW, ILO Convention No. 100 and 111 into national law on discrimination of opportunity to earn wages for female workers in Indonesia and how efforts can be made to strengthen the implementation of CEDAW, ILO Convention No. 100 and 111 in Indonesia. The author uses normative juridical research approach focuses to literature and regulation data. Although there have been regulations on anti-discrimination against women in the workplace from the constitution to several acts, however the regulations have not been implemented properly since the existing ratification law only performs repetition of the norms set out in the convention. In addition, in 2017, there is also a discriminatory governor rule. Therefore, discrimination against women in the work place occur. Advises the government to improve the implementation of ILO Convention No. 100, ILO Convention No. 111 and CEDAW by revising the existing laws and regulations of the Employment Act or by issuing new regulations, therefore will be effective sanctions and procedures that would do no harm to the future of women workers. Governments should also follow the recommendations of the CEDAW and ILO Committees such as cooperating with social partners. Thus, Indonesia can perform its international obligations as a result of ratifying the convention.Keywords: discrimination; human rights; ratification; women worker DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n2.20

Page 6 of 26 | Total Record : 253


Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue