cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Arjuna Subject : -
Articles 131 Documents
POLA PERMUKIMAN TEPIAN AIR, STUDI KASUS: DESA SEPUK LAUT, PUNGUR BESAR DAN TANJUNG SALEH KECAMATAN SUNGAI KAKAP, KABUPATEN KUBU RAYA Putro, Jawas Dwijo; Nurhamsyah, M
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1476.162 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i1.13841

Abstract

Proses terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses penciptaan lingkungan hunian sebagai wadah fungsional yang menampung segala kebutuhan manusia dan dilandasi oleh pola aktifitas serta merupakan hasil interaksi antara manusia atau kelompok masyarakat dengan setting (rona lingkungan) baik bersifat fisik maupun non fisik (sosial budaya). Manusia dalam menempati lingkungan huniannya disesuaikan dengan preferensi lingkungan yang menyangkut pemahaman karakteristik alam dan manusia serta hubungan timbal baliknya. Penyesuaian ini memunculkan konsep bermukim yang memperlihatkan cara masyarakat beradaptasi dengan lingkungan dan membentuk pola permukiman. Seperti halnya yang dibahas dalam penelitian ini dengan mengambil kasus masyarakat di tiga desa yaitu ; Desa Sepuk Laut, Desa Tanjung Saleh, dan Desa Punggur Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, yang beradaptasi dengan lingkungan dan membentuk pola pemukiman pada kawasan tepian air. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pola permukiman yang terbentuk pada tiga desa diatas mengacu pada tahapan perkembangan kawasan pinggiran sungai atau air, struktur pola permukiman kawasan yang linier, orientasi kearah tepian air, kepadatan dan kualitas bangunan, serta topografi tepian air The process of settlements formation was possibly made by the process of creating dwelling environment as a functional space that accommodate all human needs, These condition are based on the patterns of activity and interaction between people or society with the their environmen setting; both physical and non-physical (social and cultural). In occupied their environment, humans are adapt  to the  environment  preferences  concerning their understanding  to  the natural  characteristics  and  vice-versa.  This adaptation  led to  the concept of  living  that shows  how  people adapt  to the environment  and  creating  their settlement patterns. This study used case study from three villages, namely; Sepuk Laut village, Tanjung Saleh village, and Punggur Besar  village of Sungai Kakap Sub-district, Kubu Raya Regency, which adapt to the environment and form a pattern of settlement in the waterfront areas. The results of this study shown that the settlement pattern formed based on the stage of development of the river and waterfront areas. Besides, it also found that the structure of the settlement is in linear patterns, orientation to the water, the density and quality of the buildings, and the topography of the waterfront.REFERENCESAbdullah. 2000. Upaya Meningkatkan Income Penduduk Kawasan Penyangga Kota Melalui Penataan Prasarana Permukiman. laporan penelitian. Lemlit Universitas Tadulako. PaluBertrand, Alvin L. 1972. Seventy Years or Rural Sociology in The United States.Essay Press.New YorkBintarto, R. !983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia. JakartaDepdikbud, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. JakartaMoeleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. BandungMuhajir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. YogyakartaRapoport, Amos (1989). Dwelling Settlement and Tradition. Prentice Hall Inc. LondonSnyder, J.C; Catanese A.J. 1985. Pengantar Arsitektur. Erlangga. Jakarta.Suprijanto, I. 2001.Model Pengembangan Kawasan Kota Tepi Air. Makalah pada KOLOKIUM Hasil Litbang PUSKIM 2002. Puslitbang Permukiman. Balitbang Departemen KimpraswilTaylor, Lee. 1980. Urbanized Society. Goodyear Puiblishing Company Inc. Santa Monica, California.Turner, F, C. 1976. Housing Policy by People: Towards Autonomy in Building Environment. Marion Boyars. London
KAWASAN CIGONDEWAH TERKAIT SARANA PRASARANA LINGKUNGAN TERBANGUN SEBAGAI KAWASAN WISATA TEKSTIL DI KOTA BANDUNG Wijaya, Karto; Permana, Asep Yudi
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2017): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.705 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i2.23247

Abstract

Kawasan Cigondewah pada awalnya merupakan kawasan agraris, dan kawasan ini mengalami perkembangan kearah sentra perdagangan kain dan industri tekstil sejak tahun 1960-1976 yang ditandai oleh usaha karung goni oleh masyarakat setempat. Kegiatan ekonomi berbasis home industri ini memberikan kontribusi pendapatan bagi khususnya penduduk setempat, karena tenaga kerja berasal dari sekitar kelurahan Cigondewah sendiri. Mulanya usaha karung goni ini dibeli dari pabrik gula yang kemudian dipasarkan hingga Kawarang dan Banten. Pada tahun 1976 mengalami kejenuhan, yang kemudian masyarakat setempat beralih dari usaha karung goni ke imbah industri (karung plastik dan kain bekas). Pada awal 1997 kawasan cigondewah mampu berperan sebagai sentra perdagangan kain. Sentra ini melayani pembeli-pembeli yang berasal dari Bandung dan sekitasrnya. Bahan baku dari tekstil berasal dari pabrik yang ada di wilayah tersebut, namun sebagian lagi berasal dari Jakarta melalui pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan ini dalam RTRW Kota Bandung adalah kawasan industri berwawasan lingkungan. Perkembangan kawasan ini memberikan potensi yang luas terutama dalam pengembangannya sebagai sebuah kawasan yang memiliki produk unggulan/spesialisasi dalam cakupan rencana pengembangan pariwisata Kota Bandung. Penelitian ini merupakan studi penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana melalui pendekatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fakta dan fenomena yang terjadi dilapangan. Berdasarkan hasil analisis penelitian ditemukan potensi dan karakteristik kawasan yang mendukung dalam pengembangan Kawasan Cigondewah sebagai Kawasan Wisata Tesktil di Kota Bandung. Terkait dengan prasarana dan sarana lingkungan ditemukan permasalahan, antara lain: ketersediaan sarana parkir dan jalur pedestrian yang kurang memadai, kondisi kawasan yang belum tertata secara maksimal.Kata-kata Kunci: Lingkungan Terbangun, Perkembangan KawasanCIGONDEWAH AREA RELATED TO ENVIRONMENT BUILT INFRASTRUCTURE FACILITIES AS SENTRA CLOTH IN BANDUNG CITY The Cigondewah area was originally an agrarian area, and the region has been progressing towards the trading center of textile fabrics and industry since 1960-1976 which is marked by the burlap sack by the local community. This home industry-based economic activity contributes the income to the locals in particular, since the labor comes from around Cigondewah urban village itself. Initially, this sack business was purchased from a sugar factory which was then marketed to Kawarang and Banten. In 1976 experienced saturation, which then the local community shifted from the business of burlap sack to industrial waste (plastic bags and used cloth). In early 1997 the cigondewah area was able to serve as a fabric trading center. This center serves buyers who come from Bandung and sekitasrnya. Textile raw materials come from existing factories in the area, but some come from Jakarta through the port of Tanjung Priok. This area in RTRW Bandung is environmentally friendly industrial area. The development of this area provides a wide potential especially in its development as an area that has excellent products / specialization in coverage of tourism development plan of Bandung City. This research is a descriptive research study using a qualitative approach, which through this approach aims to provide an overview of the facts and phenomena that occur in the field. Based on the results of research analysis found the potential and characteristics of the area that supports the development of Cigondewah Area as Tourism Area Tesktil in Bandung. Related to infrastructure and environmental facilities found problems, among others: the availability of parking facilities and pedestrian paths are inadequate, the condition of the area that has not been set up optimally. The Cigondewah area was originally an agrarian area, and the region has been progressing towards the trading center of textile fabrics and industry since 1960-1976 which is marked by the burlap sack by the Keywords: Built Environment, Regional DevelopmentREFERENCESCreswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mired. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hadi, S. P. (2001). Manusia dan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Jaya, I. (2007). Pengelolaan Lingkungan Kawasan Wisata Danau Lebo Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Universitas Diponegoro.Sudjarto, D. (1985). Diktat Kuliah Perencanaan Kota Baru. Bandung: ITB.Sugandhy, A. (1999). Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan hidup. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Undang-undang No. 9 tahun 1990. (1990). Undang-undang Republik Indonesia Nomo 9 tahun 1990.Wijaya, K., Setioko, B., & Murtini, T. W. (2015). Pengaruh Perubahan Fungsi Lingkungan Binaan terhadap Citra Kawasan Wisata Tekstil Cigondewah Kota Bandung. Jurnal Arsitektur Komposisi, 11(2), 67–75. Retrieved from ojs.uay.ac.id
KARAKTERISTIK ORIENTASI RUMAH TRADISIONAL BUGIS (BOLA UGI) DI DUSUN KAJUARA KABUPATEN BONE SULAWESI SELATAN Hamka, ,; Antariksa, ,; Wulandari, Lisa Dwi
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (796.84 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i2.13832

Abstract

Permukiman tradisional identik dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat di masing-masing daerah. Permukiman tradisional umumnya memiliki aturan terhadap pola dan tatanan rumah pada permukimannya sesuai dengan tradisi dan budaya setempat, salah satunya dalam hal orientasi rumah. Pola dan tatanan orientasi rumah tersebut juga terdapat pada permukiman di Dusun Kajuara, namun orientasi bola ugi yang ada di dusun ini memiliki karakteristik yang beragam. Dusun Kajuara merupakan permukiman yang berada di wilayah topografi perbukitan, namun sebagian dari wilayah permukimannya berada pada kondisi tanah datar. Pola permukiman di dusun ini umumnya berpola linier membentuk kelompok-kelompok permukiman yang mengikuti sirkulasi jalan desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan karakakteristik orientasi bola ugi di Dusun Kajuara yang memiliki arah orientasi rumah yang beragam, berdasarkan pendekatan aturan adat dan tradisi masyarakat setempat. Metodelogi penelitian menggunakan metode kualitatif analisis deskriptif dengan teknik analisis komparatif terhadap beberapa kelompok permukiman. Hasil penelitian terhadap kelompok permukiman tersebut menunjukkan bahwa dasar munculnya orientasi bola ugi yang beragam adalah terkait dengan konsep orientasi rumah dapat menghadap ke arah empat penjuru mata angin. Arah orientasi rumah yang baik adalah menghadap timur dan barat dengan mempertimbangkan kondisi topografi letak rumah. Rumah yang berada pada topografi perbukitan umumnya akan berorientasi kearah tanah yang lebih tinggi, sedangkan yang berada pada kondisi tanah datar umumnya akan berorientasi ke jalan Traditional settlements are identical with tradition and cultural of local communities in each region. Traditional settlements generally have the rules in the pattern and order of houses in accordance with the traditions and culture. One of the considerations is the orientation of the houses. The orientation pattern and order of the houses can be found on settlements of Kajuara Village, however, the orientation of bola ugi in this village has diverse characteristics. Kajuara Village is a settlement in the area of hilly topography, but most of the territory of the settlement are on the flat ground conditions. The pattern of settlement in this village generally has linear patterned which formed groups of settlements followed the circulation path. The purpose of this study was to determine and explain the characteristics of orientation bola ugi in Kajuara Village which has a diverse of houses orientation. The condition based on customs rules and traditions of the local community. The research methodology used qualitative descriptive analysis with comparative technique. The results showed that the diversity of bola ugi orientation is associated with the houses orientation concept, which can be facing four directions of cardinal directions. The best direction of houses is by facing east and west and by considering the condition topography. Houses that located on hilly topography generally oriented towards higher ground, while those in the flat ground conditions generally will be oriented to the street.REFERENCESHasan, & Prabowo. (2002). Perubahan Bentuk dan Fungsi Arsitektur Tradisional Bugis di Kawasan Pesisir Kamal Muara, Jakarta Utara. International Symposium ‘Building Research and the Sustainability of the Built Environment in the Tropics’ Universitas Tarumanegara.Idawarni. (2011). Penentuan Arah dan Letak Permukiman dan Rumah Tinggal Kaitannya dengan Kosmologi, Studi Kasus: Kampung Kanarea, Kecamatan Bajeng Gowa Sulawesi Selatan. Local Wisdom-Jurnal Ilmiah Online, ISSN: 20863764. Volume: III, Nomor: 1, Hal: 09-18.Mithen & Onesimus. (2003). Arsitektur Tradisional Toraja Merupakan Ekspresi dari Aluk Todolo. Jurnal Penelitian Enjiniring Vol.9 No.3 September-Desember 2003 Hal. 300-308Morrel, Elizabeth. (2005). Simbolisme, Ruang, dan Tatanan Sosial dalam Tapak-Tapak Waktu Kebudayaan, Sejarah, dan Kehidupan Sosial di Sulawesi Selatan. Inninnawa: Makassar.Nurjannah & Anisa. (2010). Pola Permukiman Bugis di Kendari. NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010:139-146Sumalyo. (2001). Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 64 – 74Wikantiri, Veronika & Marwah. (2011). Faktor Penentu Orientasi Rumah Di Permukiman Nelayan Dusun Salarang Kabupaten Maros. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar
KONSEP PERMUKIMAN KOTA TERPADU MANDIRI Kalsum, Emilya; Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.378 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v3i2.18322

Abstract

Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama di kawasan terisolir/tertinggal sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar. Namun tidak seluruh unit permukiman transmigrasi berkembang dengan baik. Berbagai permasalahan terjadi yang berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat transmigran sampai saat ini. Paradigma baru pembangunan transmigrasi adalah membentuk kawasan transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan baru sehingga dapat melibatkan seluruh stakeholder lebih partisipasif, holistik dan berkesinambungan. Berbagai strategi ini disiasati dengan, pencanangan program Kota Terpadu Mandiri (KTM).Untuk mendukung semua aktivitas yang ada di dalam Kota Terpadu Mandiri, perlu dibuat konsep permukiman KTM yang dapat mengarahkan kepada suatu standar/pedoman teknis (NSPM) KTM. Penyusunan konsep permukiman KTM ini didasarkan pada pendekatan strategis, teknis, pengelolaan; partisipasi; pembangunan yang berkelanjutan dan pembangunan berwawasan sosial budaya. Konsep permukiman KTM selanjutnya dibagi dalam identifikasi kondisi awal, potensi dan kendala sumberdaya wilayah serta kebijakan sektoral dan kebijaksanaan pembangunan daerah, analisis potensi dan perkembangan wilayah, pola dan struktur infrastruktur wilayah, identifikasi pokok-pokok permasalahan infrastruktur; dan perumusan konsep permukiman KTM. Analisis dilakukan melalui kajian data lapangan dipadukan dengan landasan teori tata ruang. Konsep permukiman disesuaikan dengan fungsi kawasan diwujudkan dengan konsep dasar kebutuhan sarana dan prasarana yang diselaraskan dengan tahapan pembangunan. Development of transmigration is essentially an integral part of national and regional development, in an effort to accelerate development, especially in a remote area as well as to improve the welfare of the migrants and the surrounding communities. However, not all transmigration settlement units progressed well. Various problems occur and they impact the level of welfare of transmigrants. New development paradigm is shaping the transmigration area to be the center of new growth so as to involve all stakeholders to become more participatory, holistic and sustainable. These strategies are manifested by the declaration of the program Kota Terpadu Mandiri (KTM), Independent Integrated City.In order to support all activities in KTM, a concept of settlements that could lead to a standard / technical guidelines for KTM is needed. The concept is based on the strategic approach, technical, management; participation; sustainable development and socio-cultural oriented development. KTM settlement concept is divided into the identification of initial conditions, potentials and constraints of regional resources and sectoral policies and regional development policies, analysis of the potential and development of the region, the pattern and structure of regional infrastructure, identification of problem issues of infrastructure; and the formulation of the concept of settlement for KTM. Analysis was conducted by analyzing field data combined with the theoretical basis of spatial layout. The concept of neighborhood settlements adapted to function; manifested by the basic concept of facilities and infrastructure needs, and also are synchronized with the phase of development.REFERENCESChambers, Robert. (1969). Settlement Schemes In Tropical Africa. New York: PraegerChiara, Joseph De. (1975). Urban Planning and Design Criteria. New York: Van Nostrand Reinhold.Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi. (2006). Kota Terpadu Mandiri. Jakarta.Nas, PJM Dr. (1979) Kota Di Dunia Ketiga: Pengantar Sosiologi Kota dalam Tiga Bagian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara
PERUBAHAN KARAKTER ARSITEKTUR PERMUKIMAN KAMPUNG BETING KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT Sari, Indah Kartika
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.321 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i1.18809

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan karakter arsitektur permukiman di Kampung Beting Kota Pontianak dalam tiga periode masa pertumbuhan permukiman yakni periode Kesultanan, periode Transisi dan periode Republik. Arsitektur sebagai wujud kebudayaan merupakan bentuk yang paling rentan berubah sebagai bentuk adaptasi  terhadap  perkembangan jaman  dan membentuk perubahan  pada  suatu permukiman. Meskipun demikian, wujud kebudayaan yang diinginkan adalah perubahan yang tetap memelihara karakter inti dan menyesuaikannya dengan kondisi saat ini sehingga tetap terjaga benang merah antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian rasionalistik, yakni dengan cara menyusun materi-materi berdasarkan teori dan dilanjutkan dengan  penelusuran empiri tersebut dan dilanjutkan analisis karakter bentuk arsitektur di lokasi amatan, yaitu Stylistic System,  Physical System  dan  Spatial System. Tahapan  ini  diawali dengan dengan studi pustaka kemudian menentukan variabel-variabel dilanjutkan dengan mengobservasi sumber data dari lokasi amatan penelitian pada kondisi saat ini (periode republik) dilanjutkan  dengan melakukan wawancara untuk mendapatkan data baik berupa subject self account atau interpretasi dari penulis pada periode masa kesultanan dan periode masa transisi sehingga dapat direkonstruksi karakter arsitektur permukiman dalam beberapa periode tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rumusan perubahan selama tiga periode tersebut dengan menemukan perubahan baik dari stylistic system (bentuk dan dimensi bangunan), physical system (material dan fungsi) maupun spatial system (karakter ruang, pola ruang, hirarki posisi, maupun orientasi. Perubahan-perubahan bentuk tersebut dapat mewakili kondisi kebudayaan pada masa itu yang apabila dirangkaikan akan dapat bercerita tentang sejarah dan kebudayaan dari arsitektur permukiman tersebut. This study aims to determine the change of the architecture character of the residential in the Kampung Beting of Pontianak city. The change classified into three periods of the settlement growth, namely: the Sultanate, transition, and the Republic period. Architecture as expression of culture is the most susceptible element that change by adaptation due to the changing times, and forming changes  in settlement. However, the desirable form of cultures is a change that kept the core of characters and adapt to the current condition that maintained underlying causes between the past, present and future. Based on the background, the method that used in this study is the rationalistic research methods by arranging materials which is based on the theory and continued with the empirical exploration, then follows by analyzing character’s form of the architecture in the site; including stylistic system, physical system and spatial system. This research was begun with the literature review, then followed by determination of variables, observation of location on the current situation (republic’s period), and interviews to get data either as subject self account or author’s intrepretation. The result, obtained a formula of changes over the three periods. The changes occur on stylistic system (shape and dimensions of the building), physical system (material and function) as well as the spatial system (character space, spatial patterns, hierarchical position, and orientation). The changes of form may represent the culture conditions on certain period. From the sequences of changes will inform about the historical-cultural context of the settlement architecture on the areaREFERENCESAlqadrie, Rossandra Dian Wijaya. 2010, Morfologi Kota Pontianak. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. YogyakartaBudihardjo, Eko; Agung Budi Sardjono; Galih Widjil Pangarsa; Eddy Prianto. 2011. Arsitektur dalam Perubahan Kebudayaan. Tulisan dalam blog pribadi http://arsip-s3arskotundip.blogspot.com/2011/05/arsitektur-dalam-perubahan-kebudayaan-2.htmlChing, Francis D.K, 2000. Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan. Erlangga. JakartaDoxiadis, C. A. 1968. Ekistic, an Introduction to the Science of Human Settlements.    Hutchinson of London. LondonFuad, Zubaidi. 2009. Arsitektur Kaili sebagai Proses dan Produk Vernakular. Jurnal “ruang” volume 1 Nomor 1 September 2009. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas  Tadulako. PaluHabraken, N.J. 1976. Variations: The Systematic Design of Supports; MIT Cambridge. MassachusettsMangunwijaya, YB. 1988. Wastu Citra,Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis.  PT. Gramedia. JakartaRapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. University of Winconsin. MilwaukeeRapoport, Amos. 1977. Human Aspects of Urban Form: Towards a Man-Environment Approach to Urban Form and Design. University ofWinconsin. MilwaukeeYunus, Hadi Sabari, 2000. Struktur dan Tata Ruang Kota. Pustaka Bel. YogyakartaVincent. 1983. Perencanaan Tapak Untuk Perumahan (terjemahan). Erlangga. JakartaZeisel, John. 1981. Inquiry by Design, Tools for Environment, Behaviour Research. Cambridge University Press. California
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR JALAN SEBAGAI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KETAPANG Juniardi, Ferry; Azwansyah, Heri
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.894 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i1.18807

Abstract

Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten yang sedang berkembang perlu didukung dengan infrstruktur jaringan jalan yang baik.  Studi ini bertujuan mengembangkan infrastruktur jaringan jalan untuk mendukung pergerakan kendaraan di Kabupaten Ketapang. Studi ini membutuhkan data-data pergerakan kendaraan dan jaringan jalan yang diperoleh dari instansi terkait dan survei lapangan. Model bangkitan pergerakan kendaraan dipengaruhi oleh jumlah sarana kesehatan (X3), sedangkan model tarikan pergerakaan kendaraan  dipengaruhi oleh jumlah penduduk (X1) dan  jumlah sarana kesehatan(X3). Jaringan jalan  arteri primer yang dikembangkan meliputi : ruas Jalan batas Kabupaten Sanggau   Batas  Kecamatan  Balai Berkuak; ruas Jalan Batas Kecamatan Balai Berkuak  Aur Kuning; ruas Jalan Aur Kuning  Sandai; ruas Jalan Sandai  Nanga Tayap; dan ruas Jalan Nanga Tayap  Batas Provinsi Kalimantan Tengah.  Sementara itu, untuk meningkatkan aksesibilitas juga dilakukan peningkatan dan pengembangan terhadap beberapa jalan kolektor primer. Ketapang regency is growing and need to be supported by a good road network infrastructure. This study aims to develop a network infrastructure to support the movement of vehicles in Ketapang regency. This study requires data of movement of vehicles and the road network, obtained from the relevant agencies/departments and field survey. Vehicles trip generation models influenced by number of health facilities (X3), while pull models of vehicle movement influenced by number of residents (X1) and number of health facilities ( X3). Primary artery roads network that was developed include: regency’s boundary road of Sanggau – district’s boundary road of Balai Bekuak; district’s boundary road of Balai Bekuak - Aur Kuning; road segment of Aur Kuning - Sandai; road segment of Sandai - Nanga Tayap, and road segment of Nang Tayap – province’s boundary of Central Kalimantan. In addition, to improve accessibility, it also necessary to makes some improvement and development of the primary collector roadsREFERENCESBPS Kabupaten Ketapang. 2012. Kabupaten Ketapang Dalam Angka. BPS Kabupaten Ketapang. Ketapang.Dirjen Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indoensia. Jakarta.Lubis, Muhammad E. 2012. Penetapan Model Bangkitan Pergerakan Untuk Beberapa Tipe Perumahan di Kota Pematangsiantar, Media Teknik Sipil, Volume 10, Nomor 1, Februari 2012: 27 – 34. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.Raperda RTRW Kabupaten Ketapang 2013 – 2033. KetapangTamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi : Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi. Penerbit ITB. Bandung.-----------. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sekretariat Negara RI. Jakarta
ANALISIS ALIRAN ANGIN PADA ATAP MIRING MELALUI UJI SIMULASI FLOW DESIGN Amri, Siti Belinda; Syukur, La Ode Abdul
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2017): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.305 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i2.23252

Abstract

Bidang penelitian tentang aliran angin pada bangunan sangat penting baik untuk perencanaan bangunan maupun pemukiman. Aliran angin yang mempengaruhi bangunan memiliki dampak pada ketahanan struktural terhadap angin. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai drag coefficient atau gaya hambat terhadap angin yang dihasilkan pada atap miring dengan nilai sudut yang berbeda. Metode yang digunakan adalah dengan menguji model atap melalui simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic) pada software Autodesk Flow Design. Hasil uji lima atap miring dengan nilai 0o, 15o, 30o, 45o, dan 60o menujukkan bahwa semakin besar sudut atap maka semakin besar luas bidang atap yang bersentuhan dengan aliran angin datang, hal ini sejalan dengan nilai average drag coefficient yang dihasilkan. Atap dengan sudut 60o memiliki luas bidang atap dan nilai average drag coefficient yang tertinggi diantara kelima sudut atap yang diuji, dengan nilai luas 72 m2 menghasilkan nilai average drag coefficient sebesar 1,4. Bangunan dengan nilai drag coefficient yang tinggi memiliki resiko kerusakan struktur yang tinggi akibat angin karena memiliki bentuk yang kurang aerodinamis.Kata-kata Kunci: aliran angin, atap miring, Flow Design, drag coefficient.ANALYSIS OF WIND FLOW PATTERN ON SLOPED ROOF USING FLOW DESIGN SIMULATIONThe field of research on wind flow on buildings is important for both building planning and planning a residential areas. Wind flow affecting the building has an impact on structural resistance to the wind. The study was conducted to find out the value of drag coefficient or drag force against the wind generated on the sloped roof with different angle values. The method applied by tested the roof model through CFD (Computational Fluid Dynamic) simulation through Autodesk Flow Design software. The test results of five sloped roofs with angle 0o, 15o, 30o, 45o, and 60o showed that the higher the angle of the roof, the larger the area of the roof in contact with the approaching wind flow. This is in line with the average drag coefficient value generated. The roof with an angle of 60o has a large roof area and the highest average drag coefficient among the five tested roof angles, with an area of 72 m2 yields and average drag coefficient of 1.4. Buildings with high drag coefficient value have a high risk of structural damage due to wind because it has a less aerodynamic shape.Keywords: wind flow, sloped roof, Flow Design, drag coefficient REFERENCESAutodeks Help (2015), Get Started With Autodesk Flow Design,  https://www.autodesk.com/products/flow-design/overview (diakses tanggal 5 November 2017)Bhandari NM, Krishna P. (2011) An Explanatory handbook on proposed IS- 875 (Part 3): Wind loads on buildings and structure. IITK-GSDMA Project on Building Codes.Boutet, T. (1987). Controlling Air Movement. New York: McGraw Hill.Chung, TJ., (2010), Computational Fluid Dynamic. Cambridge: Cambidge University Press.Driss, S., Driss, Z., & Kammoun, I. K. (2014). Impact of Shape of Obstacle Roof on the Turbulent Flow in a Wind Tunnel. American Journal of Energy Research, 90-98.Groat, Linda N., David Wang (2002), Architectural Research Methods, New York: John Wiley and Sons.Guirguis, N., El-Aziz, A. A., & Nassief, M. (2007). Study of wind effects on different buildings of pitched roofs. Desalination, 190–198.Lechner, N. (2007). Heating, Cooling, Lighting: Metode Desain untuk Arsitektur. Jakarta: Rajawali.Lippsmeier, G. (1997). Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.Mujiasih, S., & Primadi S.T., (2014), Analisis Kejadian Puting Beliung Tanggal 11 Desember 2013 di Wilayah Denpasar Bagian Selatan–Bali, Prosiding Workhop Operasional Radar dan Satelit Cuaca, Jakarta: BMKG.Stathopoulos and B.A. Baskaran, (1996) “Computer simulation of wind environmental conditions around buildings”, Engineering Structures, 18(11), 876-885.Szokolay, N. V. (1980). Environmental Science Handbook. New York: Wiley.Tominaga, Y., Akabayashi, S., Kitahara, T., & Arinami, Y. (2015). Air flow around isolated gable-roof building with different roof pitches: Wind Tunnel experiments and CFD Simulation. Building and Environment, 204-213.
PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF BLACK WOOD (EBONY) AS A CONSTRUCTION MATERIAL Yoresta, Fengky Satria
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.89 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i1.13837

Abstract

This research is aimed to determine physical and mechanical properties of Ebony wood as a construction material. The physical and mechanical properties test is conducted based on ASTM D 143-94 code. The mean value of moisture content and specific gravity of Ebony wood is obtained 12,90% and 0,92 gr.cm-3 respectively. Meanwhile MOE, bending strength, compressive strength parallel to grain, shear strength, and tensile strength parallel to grain are 180.425,87 kg.cm-2; 1656,22 kg.cm-2; 861,55 kg.cm-2; 119,61 kg.cm-2; dan 2.319,03 kg.cm-2 respectively. Based on the test results, it can be concluded that Ebony wood is classified to Strength Class I due to PKKI 1961, so it can be recommended for use in heavy construction such as bridge and building structures Penelitian ini bertujuan menentukan sifat fisis dan mekanis kayu  Ebony sebagai material konstruksi. Pengujian sifat fisis dan mekanis dilakukan berdasarkan standar ASTM D 143-94. -3Nilai kadar air rata-rata kayu Ebony diperoleh sebesar 12,90% dan berat jenis 0,92 gr.cm . Sementara nilai rata-rata MOE, kuat lentur, kuat tekan sejajar serat, kuat geser, dan kuat tarik -2 -2 -2sejajar serat berturut-turut adalah 180.425,87 kg.cm ; 1656,22 kg.cm ; 861,55 kg.cm ; -2 -2119,61 kg.cm ; dan 2.319,03 kg.cm . Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kayu Ebony tergolong kelas kuat I menurut PKKI 1961, sehingga dapat direkomendasikan untuk digunakan pada konstruksi-konstruksi berat seperti jembatan dan struktur bangunan. REFERENCESAghayere A & Jason V. 2007. Structural Wood Design: A Practice-Oriented Approach Using the ASD Method. John Wiley & Sons, Inc., New JerseyBoen T. 2009. Constructing Seismic Resistant Masonry Houses in Indonesia. United Nation.Chauf KA. 2005. Karakteristik Mekanik Kayu Kamper sebagai Bahan Konstruksi. Majalah Ilmiah MEKTEK . Vol 7 : 41-47.Dolan JD. 2004. Timber Structures. Pp 628-669 in Wai FC & Eric ML (Eds) Handbook of Structural Engineering – 2nd ed. USA. Duggal SK. 2008. Building Materials – 3rd ed. New Age International (P) Ltd, New Delhi.Kim NT, Matsumura J & Oda K. 2011. Effect of growing site on the fundamental wood properties of natural hybrid clones of Acacia in Vietnam. Wood Science 57: 87–93.Lempang M & Muhammad A. 2008. Anatomical Structure, Physical and Mechanical Properties of Kumea Batu Wood. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.26(2): 138-147 (In Indonesian)Martawijaya A., Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, & Kadir K. 2005. Atlas Kayu Indonesia, Jilid II. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.PKKI (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia). 1961. PKKI NI – 5 1961. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.Wanneng PX, Ozarska B, & Daian MS. 2014. Physical Properties Of Tectona Grandis Grown In Laos. Journal of Tropical Forest Science 26(3): 389–396Winandy JE. 1994. Wood Properties. Hal 549-561 dalam Arntzen, Charles J., (Editor) Encyclopedia of Agricultural Science. Vol. 4. October 1994. Academic Press, Orlando.Wood Handbook. 2010. Wood as Engineering Material. Forest Product Laboratory. United States Department of Agriculture Forest Service, Madison.Yancey CW. et al. 1998. A Summary of the Structural Performance of Single Family Wood Framed Housing, Building and Fire Research Laboratory, National Institute of Standards and Technology, Gaithersburg, MD.
WATER RESISTANCE OF RECYCLED PAPER PANEL Rani Suryandono, Alexander; Wihardyanto, Dimas
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 1 (2017): June
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.923 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i1.20392

Abstract

Recycled paper has many benefits, from saving woods to reducing carbon footprints. Industrialized recycled paper were mainly made in developed countries. These processes are using high technology and utilize chemical reactions and materials that can only be done in large factories. Meanwhile, paper are also used in developing countries. Newspaper is one of the mass medias that use a high number of paper. Printed newspaper are still used by the majority of people which they prefer rather than the digital newspaper version. This paper focuses in newspaper recycling that can be done in a home industry without high technology involved so that the people of developing countries could easily do it. The paper is broken into cellulose and then glued using tapioca starch. The recycled paper is formed as a panel for partition in a house. The recycled panel paper is put into the water to measure the resistance level. This experiment will help to understand the recycled panel paper strength against water. Recycling process in a home industry can be a part of green solution, especially in paper use. Through this experiment method research, it can be seen that recycled paper panel has a certain resistance level from water and may be used for partition panel. Keywords: recycled paper, panel, partition, environmental friendly, building materials  KETAHANAN AIR PANEL KERTAS DAUR ULANGKertas daur ulang memiliki banyak manfaat, mulai dari mengurangi penggunaan kayu sampai karbon. Industri kertas daur ulang banyak terdapat di Negara maju. Proses ini membutuhkan teknologi tinggi dan menggunakan reaksi dan bahan kimia yang hanya mungkin dilakukan di pabrik besar. Sementara itu, kertas juga digunakan di Negara berkembang. Koran adalah satu dari media massa yang menggunakan banyak kertas. Koran cetak masih lebih banyak digunakan daripada media online. Paper ini membahas daur ulang kertas koran yang dapat dilakukan pada skala rumah tangga tanpa teknologu tinggi sehingga dapat dilakukan oleh orang awam di negara berkembang. Kertas koran dihancurkan menjadi selulosa dan menggunakan tepung tapioca sebagai perekat. Kertas daur ulang dibentuk menjadi panel untuk digunakan sebagai dinding partisi. Panel kertas daur ulang ini dimasukkan kedalam air untuk mengetahui ketahan terhadap air. Percobaan ini memperlihatkan tingkat ketahanan panel kertas daur ulang terhadap air. Proses daur ulang yang dapat dilakukan pada rumah tangga dapat menjadi bagian dari solusi hijau, khususnya pada penggunaan kertas. Melalui riset berbasis eksperimen ini, dapat dilihat bahwa panel kertas daur ulang memiliki ketahanan terhadap air dan dapat digunakan sebagai dinding partisi. Kata-kata kunci: kertas daur ulang, panel, partisi, ramah lingkungan, bahan bangunan REFERENCESAlice Wisler (2015) Facts about Recycling Paper. http://greenliving.lovetoknow.com/Facts_About_Recycling_Paper. Accessed 2 April 2016 Clay Miller (2011) 5 Benefits of Recycling Paper. http://www.ways2gogreenblog.com/2011/09/28/5-benefits-of-recycling-paper/. Accessed 10 May 2016 Hari Goyal (2015) Grades of Paper. http://www.paperonweb.com/grade.htm. Accessed 2 April 2016 Hari Goyal (2015) Properties of Paper. http://www.paperonweb.com/paperpro.htm. Accessed 2 April 2016 Kathryn Sukalich (2016) Everything You Need to Know about Paper Recycling. http://earth911.com/business-policy/business/paper-recycling-details-basics/. Accessed 15 July 2016 [U1] Larry West (2015) Why Recycle Paper. http://environment.about.com/od/recycling/a/The-Benefits-Of-Paper-Recycling-Why-Recycle-Paper.htm. Accesed 15 June 2016 Marie-Luise Blue (2008) The Advantages of Recycling Paper. http://education.seattlepi.com/advantages-recycling-paper-3440.html. Accessed 15 June 2016 Nina Spitzer (2009) http://www.sheknows.com/home-and-gardening/articles/810025/the-impact-of-disposable-coffee-cups-on-the-environment. Accessed 15 June 2016 Radio New Zealand (2010) Iwi not Giving Up Fight against Tasman Mill Discharges. http://www.radionz.co.nz/news/regional/64521/iwi-not-giving-up-fight-against-tasman-mill-discharges. Accessed 15 July 2016 Rick LeBlanc (2016) Paper Recycling Facts, Figures and Information Sources. https://www.thebalance.com/paper-recycling-facts-figures-and-information-sources-2877868?_ga=1.192832942.544061388.1477446686. Accesed 2 April 2016 Robinson Meyer (2016) Will More Newspapers Go Nonprofit? http://www.theatlantic.com/technology/archive/2016/01/newspapers-philadelphia-inquirer-daily-news-nonprofit-lol-taxes/423960/. Accessed 3 August 2016 School of Engineering at Darthmouth (2010) Forest and Paper Industry. http://engineering.dartmouth.edu/~d30345d/courses/engs171/Paper.pdf. Accessed 2 April 2016 T. Subramani, V. Angappan. (2015). Experimental Investigation of Papercrete Concrete. International Journal of Application or Innovation in Engineering and Management. Volume 4 Issue 5 page 134-143
FILOSOFI DAN PENERAPAN KONSEPSI BUNGA PADMA DALAM PERWUJUDAN ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI Paramadhyaksa, I Nyoman Widya
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (993.591 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v3i1.16720

Abstract

Padma adalah sebutan bunga teratai merah dalam bahasa Sanskerta. Padma tumbuh secara alami di media lumpur dengan kandungan air yang cukup. Akarnya tumbuh menjalar di media tanah, batangnya terendam di air, sedangkan daunnya yang lebar mengapung di permukaan air. Bunga padma yang sedang mekar berada di atas permukaan air, menengadah, bersih dari noda lumpur, dengan kelopaknya yang merekah sempurna ke segala arah. Karakter fisik padma yang sedemikian rupa ini telah lama melahirkan ilham dijadikannya padma sebagai bunga suci dalam ajaran Hindu dan Buddha. Dalam seni lukis dan seni arca timur, padma juga sering dijadikan lapik atau atribut yang digenggam tokoh dewa-dewi tertentu. Di Bali, padma juga dijadikan sebagai konsepsi dasar wujud bangunan suci dan arah mata angin. Kelopak-kelopak bunga padma yang merekah sempurna sering kali dikaitkan dengan keberadaan delapan arah mata angin utama yang diyakini dijaga oleh para dewata utama pula. Tulisan ini merupakan ringkasan dari suatu kajian yang menerapkan metode hermeneutik tentang filosofi bunga padma dan keterkaitannya dengan konsep arah mata angin utama yang dikenal dalam tatanan arsitektur tradisional Bali. Pada beberapa bagian juga akan dipaparkan gambaran wujud penerapan konsepsi bunga padma tersebut dalam berbagai perwujudan arsitektur tradisional Bali. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa Konsepsi Padma ini telah terejawantahkan dalam tata ruang Pulau Bali, tata mandala pura, seni bangunan suci, dan seni ikonografis arca tradisional Bali. Padma refers to red water lily in Sanskrit. Padma grows naturally in the mud media with enough water content. Its roots spread in the soil planting media, the stem is submerged in water, while the leaves float on the water surface. Water lily flower blooms above the surface of the water, looking up, clean from mud, with petals that splitting all directions. Such padma’s physical characteristics have brought inspiration so that it becomes a sacred flower in Hinduism and Buddhism. In Eastern art, padma is often used as a pedestal or character attributes of certain gods or goddess. In Bali, padma serves as the basic concept of the sacred structure form and eight directions. The splitting petals of padma are often associated with the presence of the eight cardinal directions guarded by eight major gods. This paper is a summary of the study which applied the methods of philosophical hermeneutics on the philosophy of padma and its relevance to the concept of the main wind direction known in the order of traditional Balinese architecture. In some parts, it is also described the application description of Padma concept various embodiments of the Balinese traditional architecture. The final result of this research shows that Padma concept applied on Bali island masterplan, Hindu temple mandalas, holy buildings and iconographic of traditional Balinese sacred statues.REFERENCESAltman, Nathaniel (2002). Sacred Water: The Spiritual Source of Life. New Jersey: Paulist Press.Beer, Robert (2003). The Handbook of Tibetan Buddhist Symbols. Chicago: Serindia Publications, Inc.Debroy, Bibek dan Dipavali Debroy (2005). The History of Puranas. New Delhi: Bharatiya Kala Prakashan.Dwipayana, A. A. G. N. Ari dan Putra, I Nyoman Darma (2004). Bali Menuju Jagaditha: aneka perspektif. Denpasar: Pustaka Bali Post.Eiseman, Fred B. dan Margaret H. Eiseman (1989). Bali, Sekala and Niskala: Essays on religion, ritual, and art. Volume 1. London: Periplus Editions.Gupte, Ramesh Shankar (1980). Iconography of the Hindus, Buddhists, and Jains. Delhi: D. B. Taraporevala Sons.Heine-Geldern, Robert (1956). Conceptions of State and Kingship in Southeast Asia. New York: SEAP Publications.Kapur, Sohaila (1983). Witchcraft in Western India. New Delhi: Orient Longman.MacDonell, Arthur Anthony (1974). A Prctical Sanskrit Dictionary: with transliteration, accentuation, and etymological analysis throughout. London: Oxford University Press.Manuaba, Adnyana dan Supartha, Wayan (1999). Bali dan Masa Depannya. Denpasar: Penerbit Bali Post.Miksic, John N (1995). The Legacy of Majapahit. Singapore: National Heritage Board.Munandar, Agus Aris (2005). Istana Dewa Pulau Dewata: Makna Puri Bali Abad ke-14-19. Depok: Komunitas Bambu.Munandar, Agus Aris (2008). Ibukota Majapahit: Masa Jaya dan Pencapaian. Depok: Komunitas Bambu.Phalgunadi, I Gusti Putu (1991). Evolution of Hindu Culture in Bali: From the Earliest Period to the Present Time. Delhi: Sundeep Prakashan.Scheurleer, Pauline C. M. Lunsingh, dkk. (1988). Ancient Indonesian Bronzes: A Catalogue of the Exhibition in the Rijksmuseum Amsterdam with a General Introduction. Leiden: Brill Archive.Thompson, Richard L (2007). The Cosmology of the Bhagavata Purana: Mysteries of the Sacred Universe. Delhi: Motilal Banarsidass Publisher.Wiana, Ketut (2004). Mengapa Bali disebut Bali. Denpasar: Paramita

Page 2 of 14 | Total Record : 131