cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Arjuna Subject : -
Articles 131 Documents
PERUBAHAN RUANG BERBASIS TRADISI RUMAH JAWA PANARAGAN DI DESA KAPONAN Nurmayanti, Yunita; Dwi Wulandari, Lisa; Murti Nugroho, Agung
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 1 (2017): June
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2206.452 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i1.20393

Abstract

Tatanan spasial (ruang) memperlihatkan hubungan antara arsitektur dan budaya masyarakat setempat. Manusia sebagai makhluk yang berpikir dinamis, memiliki peran besar untuk merubah lingkungan fisik maupun kebudayaan. Tatanan ruang tradisional merupakan warisan leluhur yang harmonis, senantiasa mengalami perubahan untuk beradaptasi dengan modernitas budaya global. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur ruang yang berubah dan (2) menjelaskan faktor-faktor sosial-budaya yang mempengaruhinya, pada objek rumah tinggal tradisional di wilayah kebudayaan Jawa Panaragan. Objek penelitian berupa rumah-rumah berlanggam arsitektur Jawa, yang telah berdiri sejak sebelum era kemerdekaan RI, terletak di wilayah tertua dari permukiman Desa Kaponan. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif-rasionalistik dengan analisis deskriptif. Penggalian data melalui observasi langsung terhadap objek yang menjadi kasus penelitian dan wawancara silang dengan informan (narasumber dan keyperson) terkait. Variabel penelitian meliputi organisasi, fungsi, hirarki, orientasi serta teritori ruang sebagai panduan untuk mengamati perubahan ruang dalam 2 (dua) periode waktu. Objek/kasus penelitian dipilih secara sengaja berdasar kriteria meliputi rumah lurah, carik, pamong desa dan tokoh masyarakat yang menjabat pada masa lampau, dilengkapi dengan rumah petani serta buruh tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur spasial (ruang) yang banyak berubah adalah organisasi dan teritori ruang sebagai konsekuensi dari penambahan jumlah, jenis dan fungsi ruang. Unsur spasial yang sedikit berubah adalah orientasi dan hirarki ruang karena kuatnya faktor kepercayaan leluhur. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ruang terutama adalah struktur keluarga dan perubahan gaya hidup seiring meningkatnya pengetahuan dan pendidikan. Kata-kata kunci : perubahan ruang, rumah tradisional, Jawa Panaragan  THE TRADITION BASED ROOM CHANGES IN JAWA PANARAGAN HOUSE OF KAPONAN VILLAGESpatial order (space) shows the relationship between the architecture and the culture of local community. As dynamic thinking creature, human has a major role in changing the physical environment or culture. Order of the traditional spaces which is a harmonious ancestral heritage is constantly changing to adapt to the global culture of modernity. This research aimed to (1) identify and analyze the elements of spatial change and (2) explain the socio-cultural factors that affected it, on the object of traditional house in the Panaragan Javanese cultural area. The object of research were traditional Javanese type of home, built before the era of Indonesia independence (1945), located in the oldest settlement of the Kaponan Village. The research methodology used a qualitative–rationalistic approaches with descriptive analysis. Data mining was conducted through direct observation of objects that became case studies and interviews with related informants and keyperson. Variables of research include organization, function, hierarchy, orientation and territory of spatial (space) as a guide for observing spatial change between two periods of time. Object/case studies were deliberately chosen based on criteria include the house of the village head and officials, teacher and community leaders who served in the past, also added with home of farmers and farmworkers. The results showed that elements of the spatial (space) which was much changed was the organization and territorial spaces as a consequence of the addition of the number, type and function space. The elements of spatial orientation and space hierarchy was less changed, because of the strong ancestral belief and religion. The main factors affecting the occurrence of a spatial change was family structure and lifestyle changes, along with the increasing knowledge and education. Keywords: change spaces, traditional house, Jawa Panaragan REFERENCESAltman, I. & Chemers M.M. (1989). Culture & Environment. New York: Cambridge University Press. Habraken, N. J. (1988(. Type as a Social Agreement. Makalah dalam Asian Congress of Architect. Seoul. Habraken, N.J. (1982). Transformation of The Site. Massachusetts: MITT. Kartono, J.L. (2005). Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya. Jurnal Dimensi Interior. III (2): 124-136. Marti, M, Jr. (1993). Space Operasional Analisis. USA: PDA Publisher Corporation. Rapoport, A. (2005). Culture, Architecture, and  Design. Chicago: Locke Scientific. Soegijono, Arkham, R, Zaenuri & Setiantoro. (2006). Sekilas Sejarah Desa Kaponan dan Silsilah Penduduknya. Tidak dipublikasikan. Ponorogo. Susilo, G.A. (2010). Peranan Arsitektur Tradisional Jawa dalam Pembangunan Berkelanjutan (Studi Kasus Arsitektur Joglo Ponorogo).  Makalah dalam Seminar Nasional FTSP-ITN. Malang. Susilo, G.A. (2015). Model Tipe Bangunan Tradisional Ponorogo.  Makalah dalam Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. E 137-E 144. Sutarto A. & Sudikan, S.Y. (Eds. ). (2004). Pendekatan Kebudayaan dalam Pembangunan Provinsi Jawa Timur. Sutarto, A. (2004).  "Studi  Pemetaan  Kebudayaan Jawa Timur" Jember: Kompyawisda
TIPE SETTING TERITORI TERAS AKIBAT AKTIVITAS TAMBAHAN PENGHUNI DI PERMUKIMAN PESISIR SUNGAI KAPUAS Nurhamsyah, Muhammad; Saputro, Nicko Maindra
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.336 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v3i1.16721

Abstract

Teras merupakan ruang tambahan yang berfungsi untuk mewadahi aktivitas tambahanpenghuni rumah. Teras juga berperan sebagai ruang transisi yang bersifat publik. Pemakaianteras yang fleksibel merupakan salah satu alasan terbentuknya teras. Teritori teras dapattercipta dari pola perilaku penghuni yang melakukan kegiatan di teras yang berulang dankonstan. Lokasi penelitian berada di daerah pesisir kampung Bansir Laut, KecamatanPontianak tenggara, Kalimantan Barat. Topologi permukiman kampung Bansir yangmerupakan permukiman pinggiran sungai memiliki karakter permukiman yang dibangundiatas air. Teritori yang tidak jelas karena rumah yang didirikan berada diatas air merupakanalasan pemilik rumah membentuk suatu penanda atau batasan teritori rumahnya. Berdasarkanalasan tersebut dibentuklah teritori teras yang disesuaikan dengan kebutuhan dan mendukungaktivitas dalam teras. Permukiman kampung Bansir yang merupakan permukiman multi etnisdan berada di pesisir sungai, meciptakan pola perilaku yang khas dan dipengaruhi olehkeberadaan sungai Kapuas. Sehingga menciptakan karakteristik setting-setting tipe teras yangsama, namun memiliki fungsi teras yang berbeda. Penelitian ini hanya membahas khususterciptanya setting teritori teras yang dipengaruhi kebiasaan atau perilaku pemilik rumah danperuntukan teras sebagai ruang aktivitas tambahan. Dari hasil penelitian ini menghasilkandata mengenai karakteristik tipe setting teritori teras di pesisir sungai kampung Bansir The terrace is an additional space that serves to accommodate the additional residents. A flexible use of the terrace is one of the reasons for the formation of terraces. Territory patio can be created from the occupant behavior patterns that have activities in the patio repetitive and constant. The research location is at Bansir Laut village, sub-district of southeast Pontianak, West Kalimantan. Bansir village settlements topology which is a riverside settlement has the character of settlements built on the water. Territories that are not clearly established because the house is above the water is the reason homeowners form a boundary marker or their home territory. Based on these reasons, established territory of terrace tailored to the needs and support the activities of the terrace. Thus, creating the same characteristic of the porch/terrace setting, with a different function. This research only discusses the creation of setting that influenced by the habits or behaviors from the homeowners and the allocation of the terrace as an additional activity space. From the results of this study, it generates data on the characteristics of the territory setting type of the terraces at the river Bansir villageREFERENCESHaryadi, B. Setiawan (1996). Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Suatu Pengantar ke Teori, Metodologi  dan Aplikasi, Direktorat Jendral Pendidikan. YogyakartaHelmi, Avin Fadilla,(1999). Beberapa teori psikologi lingkungan, Universitas Gadja Mada. YogyakartaLaurens, Joyce M (2001). Studi Perilaku Lingkungan, Percetakan Universitas Kristen Petra. SurabayaLaurens, Joyce M (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo. JakartaPrabowo, Hendro (1998). Arsitektur Psikologi dan Masyarakat, Universitas Gunadarma. Jakarta
DISAIN STRUKTURAL DALAM PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH TRADISIONAL MELAYU KOTA SAMBAS KALIMANTAN BARAT Zain, Zairin; Fajar, Indra Wahyu
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.019 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i2.18797

Abstract

Rumah itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual bagi penghuni. Ini berarti bahwa fungsi rumah secara fisik dibangun untuk mempertahankan hidup mereka dari ancaman lingkungan seperti iklim, cuaca atau hewan liar, sementara rumah juga diperuntukkan untuk kebutuhan rohani mereka dengan memfasilitasi interaksi antara penghuni di rumah atau interaksi dengan orang di luar rumah. Untuk itu, menarik untuk mendalami kearifan lokal  yang hidup di  masyarakat tradisional di Kota  Sambas Kalimantan Barat, melalui pemahaman disain struktural  dari  elemen-elemen  tempat tinggal tersebut. Disain struktural bangunan dikerjakan dalam memenuhi tujuan-tujuan untuk  safety,  values,  fitness,  compatibility  dan  flexibility. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa disain struktural rumah tradisional Melayu di kota Sambas dibangun dengan  Tujuan  Safety  diperoleh dari keadaan yang memperhatikan kedominanan, proporsi dan keseimbangan; Tujuan Value diperoleh dari perhatian terhadap konstruksi ruang, keterhubungan ruang, susunan dan perletakan kolom; Tujuan Fitness diperoleh dari pemilihan dan pola struktur; Tujuan Compatibility diperoleh dari perhatian terhadap pemilihan material, orientasi bangunan dan bentuk-bentuk struktur ruang; sedangkan Tujuan Flexibility diperoleh dari susunan dan keterkaitan ruang serta pemilihan sistem struktur. The house was built to meet the physical and spiritual needs of the occupants. This means that the physical functions of house was bulit to maintain their living from environmental threats such as climate, weather or wild animals, while the house as well intended for their spiritual needs to facilitating the interaction between the occupants in the house or interaction with people outside the house. For that, it is interesting to explore the local wisdom that growing in traditional people of the Sambas town West Kalimantan, through an understanding of the structural design of the house elements. Structural design of the building is done to fulfill the objectives of safety, values, fitness, compatibility and flexibility. From the results of this study found that the structural design of the Malay traditional house in Sambas town was built with the aim of Safety obtained from the state of attention to dominance, proportion and balance; the aim of Value obtained from the state of attention to the construction of space, the connectedness of space, arrangement and placement of columns; the aim of Fitness obtained from the state of attention to the selection and patterns of structures; the aim of Compatibility obtained from the state of attention to the material selection, building orientation and the forms of spatial structure; while the aim of Flexibility is obtained from the state of attention to the composition and  space connectedness and the structural systemREFERENCESAlMudra, Mahyudin. 2004. Rumah Melayu Memangku Adat Menjemput Zaman. Balai Kajian Dan Pengembangan Budaya Melayu. YogyakartaBappeda Kab. Sambas, 2012. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Sambas 2012-2032. Bappeda Kab. Sambas. SambasBPS-Kalimantan Barat. 2010. Kalimantan Barat Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. PontianakNoble, Allen G. 2007.  Traditional Buildings ~ A Global Survey of Structural Forms and Cultural Functions. I.B.Tauris & Co Ltd, New YorkTahir, M. M.; M. F. M. Zain; K. Sopian; I. M. S. Usman; M. Surat; N. A. G. Abdullah; N. Tawil; M. F; I. Md Nor, A. I. Che-Ani. 2010. The development of a sustainably responsive ultra low energy terrace housing for the tropics incorporating the raised floor innovation. Proceedings of the 5th IASME / WSEAS International Conference on ENERGY & ENVIRONMENT (EE '10) University of Cambridge, United Kingdom p. 36-45, Energy and Environmental Engineering Series: A Series of Reference Books and Textbooks. Published by WSEAS Press.Wahl, Iver. 2007. Building Anatomy : An Illustrated Guide to How Structures Work. Mc.Graw Hill Company Inc. New York Zain, Zairin; Indra Wahyu Fajar. 2014. Tahapan Konstruksi Rumah Tradisional Suku Melayu Di Kota Sambas Kalimantan Barat. Jurnal Langkau Betang Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura dan Pusat Studi Disain Universitas Tanjungpura. PontianakZain, Zairin. 2013. The Anatomy of  traditional Dwellings: Comparative Study between Malay and Dayak Indigenous Architecture in West Kalimantan. LAP Lambert Academic Publishing/AV Akademikerverlag GmbH & Co. KG. Saarbrücken. GermanyZain, Zairin. 2012a. Pengaruh Aspek Eksternal Pada Rumah Melayu Tradisional di Kota Sambas. Jurnal NALARs, Vol 11 No 2 Juli 2012. Universitas Muhammadiyah Jakarta. JakartaZairin Zain. 2012b. Analisis Bentuk dan Ruang pada Rumah Melayu Tradisional di Kota Sambas, Kalimantan Barat.  Jurnal NALARs Volume 11 No. 2 Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jakarta
EKSPLORASI KONDISI FISIK DAN NON FISIK PADA PERMUKIMAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL DI KAMPUNG NELAYAN PENGASINAN, MUARA ANGKE Anisa, Anisa; Septiawan, Thoriq; Nur Rahmah, Gita Laela; Kadeli, Kadeli; Adi Putro, Syaid; Kurnia, Tedi
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 5, No 1 (2018): June
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1078.394 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v5i1.25771

Abstract

Definisi permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang memiliki prasarana, sarana, utilitas umum, serta memiliki penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. Banyak kita temui permukiman yang mempunyai karakteristik khusus, misalnya berkaitan dengan lokasi, kesukuan, pekerjaan, dll.Salah satunya adalah permukiman nelayan yang ada di Muara Angke. Permukiman ini diberi nama kampung Pengasinan, karena di kampung ini mayoritas penduduknya adalah nelayan yang juga mempunyai aktivitas lain yaitu pengawetan ikan tradisional menggunakan pengasinan (penggaraman). Penelitian ini bertujuan untuk menggali kondisi permukiman nelayan tradisional Kampung Pengasinan Muara Angke.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.Deskriptif  kualitatif yang dimaksud adalah mengidentifikasi, mendeskripsikan serta menginterpretasikan kondisi fisik permukiman nelayan tersebut dengan dibantu menggunakan data nonfisik. Analisis dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah pemilahan data atau sering disebut reduksi data. Tahap kedua adalah tahap klasifikasi. Tahapan ketiga adalah deskripsi dan  interpretasi data sampai ditemukan kesimpulan.Kesimpulan dari penelitian ini adalah, proses terbentuknya sebuah permukiman dan aktivitas yang terjadi di dalamnya akan berpengaruh terhadap bentuk fisik yang dapat diamati. Pemukiman di pengasinan Muara Angke ditata secara terencana oleh badan pengelola hasil perikanan tradisional. Walaupun pola permukiman mereka tertata secara teratur namun, bentuk rumah di pemukiman ini terbentuk menyesuaikan dengan aktivitas atau kegiatan warganya yaitu sebagai  pengolah ikan asin. Dapat dilihat bahwa di tengah permukiman terdapat area yang digunakan untuk menjemur ikan yang telah di asinkan, walaupun tempat khusus telah di sediakan.Kata-Kata Kunci: permukiman, pengolahan hasil perikanan, eksplorasi EXPLORATION OF PHYSICAL AND NON-PHYSICAL CONDITION ON TRADITIONAL FISHERY PRODUCTS PROCESSING SETTLEMENTS IN FISHERMEN'S PENGASINAN VILLAGE, MUARA ANGKEThe definition of settlements in Law No. 1 of 2011 is part of a residential environment consisting of more than one housing unit that has infrastructure, facilities, public utilities, and has supporting other functional activities in urban or rural areas. Many of us encounter settlements that have special characteristics, such as relating to location, ethnicity, work, etc. One of them is fishermen's settlement in Muara Angke. This settlement was given the name of Kampung Pengasinan, because in this village the majority of the population are fishermen who also have other activities that are preservation of traditional fish using marinating (salting). This study aims to explore the condition of traditional fisherman's settlement of Kampung Mengasinan Muara Angke.This study used a descriptive qualitative method. Descriptive qualitative in question is to identify, describe and interpret the physical condition of fishing settlements are assisted using nonphysical data. The analysis is done in three stages. The first stage is the sorting of data or often called data reduction. The second stage is the classification stage. The third stage is the description and interpretation of data until found conclusions.The conclusion of this study is, the process of formation of a settlement and the activities that occur in it will affect the physical form that can be observed. Settlements in Muara Angke salting are laid out in a planned manner by the traditional fisheries management agency. Although the pattern of their settlements arranged regularly, however, the form of houses in these settlements formed to adjust to the activities or activities of its citizens as a salted fish processor. It can be seen that in the middle of the settlement there is an area used to dry the fish that has been in asinkan, although a special place has been provided.Keywords: settlement, processing of fishery products, explorationREFERENCESBPS. 1990. Data Statistik Muara AngkeBPS. 2000. Data Statistik Muara AngkeBPS. 2010. Data Statistik Muara AngkeJulaikah, Nurul dan Farid Hidayat. (2017). Menelisik Pengrajin Ikan Asin di Muara Angke. http://m.infonitas.com/pluit-kapuk/usaha/menelisik-pengrajin-ikan-asin-di-muara-angke/51017. 3 Juni 2018.Travel Around Indonesia. (2016). Muara Angke, Sebuah Pemukiman Nelayan yang Terlupakan. http://seetheworldonamonitor.blogspot.com/2016/12/muara-angke-sebuah -pemukiman-nelayan.html.3 Juni 2018Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan PermukimanUndang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman
PENGHALANG SOSIAL DAN PSIKOLOGIS PADA PROYEK KONSTRUKSI DENGAN PRINSIP BANGUNAN HIJAU Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.045 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i1.13843

Abstract

Proyek konstruksi bangunan merupakan kegiatan yang menentukan penerapan prinsip bangunan hijau. Gerakan bangunan hijau yang telah berlangsung cukup lama telah cukup berhasil secara teknologi dan ekonomis, namun halangan dapat datang dari manusia yang terlibat (stakeholders) pada proyek tersebut. Penghalang ini berangkat dari faktor sosial dan psikologis manusia, yang seringkali tidak disadari. Kajian tentang penghalang tersebut dilihat dari tingkat individu, organisasi dan kelembagaan. Pemecahan masalah dilakukan dengan melihat penghalang sebagai kesempatan atau sebagai masalah yang harus dipecahkan. Faktor edukasi memegang peranan penting dalam mengubah faktor sosial dan psikologis yang menghalangi tersebut. Termasuk pula peranan penting pemerintah sebagai pengatur Process of construction project is an activity which determines the application of the principles of green building. Green building movement has been going on for quite a while and has been significantly successful both technologically and economically. However, obstructions may come from humans involved (stakeholders) in the project. These obstructions originated from the social and psychological factors, which are often unrecognized.  This study on the obstructions covered  from the level of individuals, organizations and institutions. Problem solving is done by looking at the obstructions as the opportunity or as a problem to be solved. Education holds significant role in changing social and psychological factor, this includes the role of government as the regulatorREFERENCES______ 2008. A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK® Guide) — Fourth Edition. Newtown Square: Project Manage-ment Institute.______            Green Building Council Indonesia. http://www.gbcindonesia.org. Akses: 7 Desember 2010.Hoffman, Andrew J. & Henn, Rebecca. 2008. Overcoming the Social and Psychological Barriers to Green Building. Organization and Environment, Vol. 21 number 4, December 2008. Sage Publications. http://oae.sagepub.com/content/21/4/ 390.refs.htmlRetzlaff, Rebecca C. 2009. The Use of LEED in Planning and Development Regulation: An Exploratory Analysis. Journal of Planning Education and Research, Vol. 29, May 2009. Sage Publications. http://jpe.sagepub.com/ content/ 29/1/67.refs.html
SEBARAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK DAN PILIHAN MASYARAKAT DI KECAMATAN PONTIANAK UTARA, KOTA PONTIANAK Purnomo, Yudi; Wulandari, Agustiah
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2017): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (953.672 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i2.23249

Abstract

Fasilitas pelayanan publik merupakan salah satu fungsi bangunan gedung yang menjadi tujuan masyarakat dalam berbagai urusan administrasi maupun pemerintahan di sebuah kota maupun daerah. Proses administrasi, dengan jenis dan hierarki yang beragam, yang dilakukan sering kali menuntut masyarakat untuk melakukan perjalanan dari tempat tinggal menuju fasilitas pelayanan publik dan sebaliknya. Jenis layanan publik dan jarak jangkau perjalanan dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan sebaran dan alokasi fasilitas pelayanan publik dalam sebuah bagian wilayah kota.Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan pilihan (preferensi) masyarakat terhadap sebaran lokasi fasilitas pelayanan publik di Kota Pontianak, khususnya Kecamatan Pontianak Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menjadikan jenis dan hierarki fasilitas pelayanan publik di Kota Pontianak, radius layanan, perilaku perjalanan, kepemilikan moda, dan lain-lain sebagai variabel penelitian. Selanjutnya artikel ini akan menggunakan pendekatan statistik deskriptif untuk memberikan gambaran pilihan masyarakat terhadap sebaran fasilitas pelayanan publik.Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi pilihan masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara terhadap sebaran fasilitas pelayanan publik, yaitu jarak tempuh dan kualitas layanan. Salah satu karakter perjalanan masyarakat di wilayah ini  adalah perjalanan dengan  jarak tempuh dalam rentang yang jauh tidak menjadi kendala untuk dilalui jika fasilitas yang akan dikunjungi adalah fasilitas rekreasi, perniagaan, dan peribadatan.Kata-kata Kunci: fasilitas  pelayanan publik, jarak tempuh, statistik deskriptif, Kota Pontianak DISTRIBUTION OF PUBLIC SERVICE FACILITIES AND COMMUNITY OPTIONS IN NORTH PONTIANAK DISTRICT, PONTIANAK Public service facility is one of the places that the community goals in various purposes and administrative affairs in a city or region. The service processes, with diverse types and hierarchies, often require people to travel from residence to public service facilities and vice versa. The type of public service and travel distance can be one of the factors that determine the distribution and allocation of public service facilities in a part of the city area.This article aims to explain the society's choice to the distribution of public service facilities in Pontianak City, especially Pontianak Utara Subdistrict. This research is done by making the type and hierarchy of public service facility in Pontianak City, service radius, travel behavior, and so on as research variables. Furthermore, this article will use a descriptive statistical approach to provide an overview of society's choice of public service facilities.There are two main factors influencing the choice of people in Pontianak Utara Subdistrict to the distribution of public service facilities, ie mileage and service quality. One character of the community's journeys in the region is long distance travel is not an obstacle to go through if the facilities to be visited are recreational facilities, trade facilities, and worship facilities.Keywords: public service facilities, mileage, descriptive statistics, Pontianak CityREFERENCESBPS Kota Pontianak. (2017). Kecamatan Pontianak Utara dalam Angka 2017. Pontianak: BPS Kota Pontianak.BPS Kota Pontianak. (2017). Kota Pontianak dalam Angka 2017. Pontianak: BPS Kota Pontianak.Nurmandi, A. (1999). Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi, dan Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia . Yogyakarta: Lingkaran Bangsa.Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.Purnomo, Y., & Wulandari, A. (2017). Pengaruh Sebaran Lokasi dan Perencanaan Bangunan Gedung Kantor Pelayanan Publik Terhadap Pola Penggunaan Energi Bangunan dan Masyarakat di Kota Pontianak. Universitas Tanjungpura. Pontianak: Tidak Dipublikasikan.Tamin, O. Z. (2000). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.Tarigan, R. (2006). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Warpani, S. (1990). Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: ITB.
PENGARUH PRESEDEN ARSITEKTUR DUNIA TERHADAP KARAKTERISTIK BENTUK FASADE BANGUNAN DI KOTA MAKASSAR Pujantara, Ruly
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (999.87 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i2.13834

Abstract

Pada era modern sekarang ini, fasade dan bentuk bangunan yang berkembang dan di bangun di kota-kota besar Indonesia adalah kebanyakan fasade dan bentuk bangunan modern dan futuristik. Desainnya mempunyai karakteristik tertentu sesuai gaya Arsitektur Eropa, Amerika dan Jepang. Originalitas fasade bangunan dan bentuk bangunan modern di Indonesia juga mengalami adaptasi mengikuti preseden Arsitektur dunia. Preseden Arsitektur ini menjadi sedikit masalah ketika unsur keamanan, kenyamanan menjadi hilang dan menjadi gangguan dalam struktur perencanaan dan perancangan bangunan di Indonesia. Bagaimana adaptasi karakter fasade pada lingkungan, bentuk preseden arsitektur dan akibatnya kepada keseluruhan desain pasca huni , akan menjadi inti bahasan dalam tulisan ini di dasarkan pada tinjauan filosofi, ilmu pengetahuan, rekayasa teknik dan seni. Membaca dan mengidentifikasi karakteristik dari preseden yang menjadi tema dalam sebuah desain dilakukan dengan membandingkan langsung fasade, bentuk, pola geometri, skala, bidang vertikal dan horizontal yang mempengaruhi pola desain dari arsitek bersangkutan. Hasilnya adalah beberapa bangunan komersial di kota Makassar sangat dipengaruhi oleh preseden arsitektural dari luar, langgam kelokalan hilang, sedangkan bangunan pemerintahan walaupun sedikit dipengaruhi preseden arsitektur dari luar namun masih tetap memasukkan langgam arsitektur lokal dan kultur daerah setempat sebagai identitas kedaerahan In this modern era, futuristic buildings form and facade, nowdays, can be seen at big towns in Indonesia. The design has certain characteristic in accordance to eropean, american and japanese architecture style. The originality of it’s facades were changed, adopting  the global  architectural precedents, and sometimes its turn into problems when adopting process ignoring comfortness, safety, and structure. How is the facade characeristic, the form of precedent, and its impact are the essences of this paper. Discussion constructed based on review of philosophy, science, engineering and art. To read and identify the characteristics of precedent were done by comparing directly the facade, shape, geometry pattern, scale, vertical and horizontal plane that affect the pattern of design. From the result: for some commercial buildings in the Makassar city were strongly influenced by the architectural precedent from the outside, the style of its localities was disappearing. For the government buildings, although is slightly influenced  by the architectural precedents from the outside, but its still keeping the local architectural style and culture of the local area as a regional identity.REFERENCESAlan Johnson, Paul. (1994). The Theory of Architecture: Concept, Themes & Practices, New York, Van Nostrand ReinholdAntoniades, A.C. (1991). Poetic Of Architecture, New York ,Van Nostrand ReinholdAtmoko, Adi Utomo (2003), Teori Arsitektur III, Buku Ajar, Yogyakarta, Universitas Gadjah MadaChing, Francis D.K. (1993). Architectural Concept,US,American Institut of Architec.Cooke, Catherine. (1984). Fantasy and Architecture, United Kingdom, Academy Group Ltd.Frazer, Jhon. (1995). An Evolusionary Architecture, London, Architectural AssociationGrand Architecture. (1997). Bernard Tscumi Document Extra vol.10, Tokyo, Japan, A.D.A  EDITA Tokyo Co.LtdGrand Architecture. (1997). Morphosis Document Extra vol.9, Tokyo, Japan, A.D.A  EDITA Tokyo Co.LtdGrand Architecture. (1997). Richard Meyer Document Extra vol.8, Tokyo, Japan, A.D.A  EDITA Tokyo Co.LtdGrand Architecture. (1997). Tadao Ando Document Extra vol.1, Tokyo, Japan, A.D.A  EDITA Tokyo Co.Ltd.H.B. Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press.Heryanto, Bambang. (2003). Sejarah Arsitektur, Makassar, Hasanuddin University Press.I. Makainas, (2011), Eksplorasi terhadap Arsitektur Dekonstruksi, Jurnal Media Matrasain Vol.8-No.2,Manado, Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sam RatulangiJeramain, Philipus. (2010). Teori Arsitektur III, Buku Ajar, Kupang, Universitas Katolik Widya MandiraLync, Kevin. (1977). Site Planning, American Institute of ArchitectPoernomo, S. (1992), Paradoks Arsitektur Dekonstruksi, Jakarta, Majalah Konstruksi Edisi AprilSiregar, Fritz O.P. (2011). Penilaian Terhadap Arsitektur, Jurnal Media Matrasain Vol.8-No.1, Manado, Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sam Ratulangi.Steiner, Frederik. (2007). Planning and Urban design Standarts, American Planning Association.Sutanto, Agustinus. (2001). Gagasan Koneksi Ruang, Kamasutra, Seminar Nasional Arsitektur, Depok, Universitas Indonesia.Tjahyono, G. (1998). Indonesian Heritage: Architecture, Singapore Archipelago PressWhite, Edward.T. (1973). Ordering System: an introduction to architectural design, Tucson Arizona, University of Arizona.http//www.Arcspace.comhttp//www.Architecture Digest.comhttp//www.Enric Miralles.comhttp//www.Eric Owen Moss.comhttp//www.Frank Gehry.comhttp//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6/BABV.htmlhttp//www.Morphosis.comhttp//www.Tom Mayne.comhttp//www.Thomas Meyer Archive.dehttp//www.Zaha Hadid Architec.com
SIRKULASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT Sari, Etsa Purnama; Kalsum, Emilya
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (643.311 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i1.18812

Abstract

Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau dan perairan menjadikan angkutan laut menjadi salah satu sarana transportasi yang cukup efektif di negara ini. Daya angkut yang besar dan beragam serta biaya yang lebih murah dengan jarak jangkauan yang luas, membuat sarana ini banyak diminati oleh masyarakat sekaligus juga merupakan pendukung utama perkembangan kehidupan sosial budaya dan roda perekonomian. Untuk mendukung proses transportasi laut ini perlu sarana berupa pelabuhan. Pelabuhan dalam melakukan pelayanan terhadap kapal memiliki beberapa fasilitas pokok dan penunjang yang wajib dimiliki. Salah satunya adalah terminal penumpang kapal laut dengan berbagai kegiatan di dalamnya untuk kedatangan maupun keberangkatan. Masalah ketidaknyamanan dalam berkegiatan, jauhnya akses sirkulasi antara satu kegiatan dengan kegiatan kegiatan embarkasi dan debarkasi yang tidak teratur, pembagian jalur sirkulasi penumpang dan pengantar penumpang yang tidak jelas seringkali muncul akibat sirkulasi yang tidak direncanakan dengan baik pada terminal penumpang kapal laut. Bahkan tidak jarang dapat menimbulkan adanya calo tiket hingga adanya penumpang tanpa tiket yang dapat masuk ke dalam kapal hingga kapal berlayar. Perencanaan sebuah sirkulasi yang tepat pada terminal penumpang kapal laut memerlukan kajian terhadap unsur-unsur sirkulasi seperti pencapaian, pola sirkulasi, jalur sirkulasi, serta bentuk ruang sirkulasi. Kajian unsur-unsur ini selanjutnya diselidiki melalui penelusuran masalah dengan analisis deskriptif melalui penggambaran objek penelitian yang terdapat pada Terminal Penumpang Pelabuhan International Yokohama, Terminal Penumpang Pelabuhan Kobe dan Terminal Penumpang Pelabuhan Osanbashi Hall As one of the largest archipelago country, sea transportation acts as one of the most effective means of transportation in Indonesia. Large and diverse carrying capacity, lower cost with wide range of distances, are factors which making sea transportation demand is quite high in public as well as a major proponent of development of social, cultural, and economy. Thus, to support this means of transportation, facility in form of port is needed. A port must have some basic and support facilities, which includes ship passenger terminal to accommodate arrival of departure of passengers. Problems which usually occur in ship passenger terminal caused by poor planning of circulation are: discomfort in activities, long distance of circulations which connect one activity to another, disorganized embarkation and disembarkation, and confusing distribution of passengers and passenger’s comperes’ pathways. From those conditions, sometimes it gives opportunity for ticket brokers and passengers without tickets who could board ships without proper requirements. A proper planning of circulation requires analysis of elements of circulation which includes entrance, circulation pattern, circulation path, and form of circulation space. Furthermore, such elements were studied through problem seeking, then descriptively analyze through research’s object depiction from Yokohama International Passenger Terminal, Kobe Port Terminal, and Osanbashi Hall Passenger TerminalREFERENCES__. 1996. Peraturan Pemerintah RI No. 70 Tahun 1996 tentang Kepelabuhan, Departemen Perhubungan RIAlucci, Marcia Peinando; Leonardo Marques Monteiro. 2009. Thermal Comfort Index for The Assessment of Outdoor Urban Spaces in Subtropical Climates. University of Sao Paulo. Sao PauloAndiani, Dita. 2011. Terminal Feri Domestik Sekupang – Batam (Arsitektur Simbolis). Laporan Perancangan Tugas Akhir Departemen Arsitektur, Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/26972Ching, Francis D. K. 2000. Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan; edisi kedua. Erlangga. JakartaCyril, Haris 1975. Dictionary of Architecture And  Construction. McGraw-Hill Professional. New York.Haronjeff, Robert. 1993. Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara. Erlangga. JakartaMorlok, Edward K. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga. JakartaTriatmodjo, Bambang. 2008. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakartawww.kobe-meriken.or.jp. Akses: 2013www.osanbashi.com. Akses: 2013www.investor.co.id. Akses: 2013
PENGARUH FASILITAS SOSIAL TERHADAP KENYAMANAN INTERAKSI SOSIAL PENGHUNI PERUMAHAN DI KELURAHAN SUNGAI JAWI LUAR PONTIANAK Putro, Jawas Dwijo; Purwaningsih, Dyah Listyo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.318 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i2.18799

Abstract

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan tempat berlindung dan berisirahat sekaligus  menjadi  tempat bagi penghuninya melakukan aktivitas dan berinteraksi sosial. Kenyamanan berinteraksi sosial dalam lingkungan hunian merupakan tuntutan dasar yang harus dipenuhi oleh para pengembang perumahan baik pengembang swasta  maupun pemerintah. Tulisan ini merupakan hasil penelitian  tentang  pengaruh fasilitas sosial terhadap kenyamanan sosial penghuni pada perumahan di wilayah Kelurahan Sungai Jawi Luar Pontianak. Analisis penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu standarisasi fasilitas sosial, persepsi masyarakat, dan kenyamanan interaksi sosial. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan pemukiman yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka dan pemakaman umum. Untuk mengetahui persepsi masyarakat, dilakukan analisis melalui kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan (ekonomi, fisik lingkungan, jenis kegiatan sosial, intensitas kegiatan sosial, tingkat interaksi  sosial, alokasi waktu interaksi sosial,tanggung jawab  sosial). Sementara itu, untuk mengukur tingkat kenyamanan interaksi sosial, digunakan 3 indikator yaitu kontak sosial antara individu dengan individu (I-I), kontak sosial antara individu dengan kelompok (I-K), dan kontak sosial antara kelompok dengan kelompok (K-K). Housing is a basic needs for human which is a shelter and a place for the residents to do activities and social interaction. Convenience to interact socially in a residential environment is the basic demands to be met by housing developers both private and public (government developers). This paper as result of the research on the influence of social amenities for the social comfort of the occupants in the housing settlement in the urban village area of Sungai Jawi Luar city of Pontianak. The analysis of this study covers three variables observations, namely the standardization of social facilities, public perception, comfortability to do social interaction. Social facilities are needed by the community in residential neighborhoods that include all facilities of education, health, shopping and commerce, worship, recreation and culture, sport and the open space and public cemetery. To determine public perception, the analysis is done through a questionnaire that consisted of several questions (economic, physical, environmental, type of social activity, intensity of social activities, the level of social interaction, allocation of time for social interaction, social responsibility). Meanwhile, to measure the comfort level of social interaction, used three indicators, namely social contact between individuals (I-I), social contact between individuals and group (I-K), and social contact between group with group (K-K).REFERENCESBadan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 03-6981-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Tidak Bersusun di Daerah Perkotaan. Badan Standarisasi Nasional. JakartaBadan Standarisasi Nasional. 1989. SNI 03-1733-1989 Tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota. Badan Standarisasi Nasional. JakartaBadan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2010. Kalbar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. PontianakBadan Pusat Statistik Kota Pontianak. 2010. Hasil Sensus Penduduk Kota Pontianak 2010: angka sementara. Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. PontianakDepartemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota. Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.Kementerian Hukum dan HAM. 1992. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Kementerian Hukum dan HAM. JakartaKementerian Dalam Negeri. 1987. Permendagri No 1 Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial. Kementerian Dalam Negeri. JakartaNasution, Ryan Parlindungan. 2010. Interaksi Sosial Warga Komplek Perumahan (Studi Deskriptif di Perumahan Bukit Johor Mas, Kelurahan Pangkalan Mashyur Kecamatan Medan Johor). Universitas Sumatra Utara. MedanSuparno, Sastra M.; Endy Marlina. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan.  Andi. Yogyakarta
KAJIAN POTENSI PEMAKAMAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN, STUDI KASUS: TPU KOTA PONTIANAK Wulandari, Agustiah
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.285 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v1i2.18800

Abstract

Ruang terbuka hijau (RTH) pada saat ini banyak mengalami perubahan fungsi menjadi lahan terbangun. Tidak dipungkiri lagi bahwa RTH di banyak kota di Indonesia sudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, perhotelan, restauran, pertokoan, perkantoran, jalan raya, tempat parkir, pompa bensin, tempat pedagang kaki lima dan kawasan lainnya. Hal ini menciptakan kelangkaan RTH di banyak daerah perkotaan di Indonesia. Proses perencanaan kota yang berwawasan lingkungan sangat diperlukan di seluruh wilayah perkotaan di Indonesia. Pemanfaatan ruang terbuka yang selama ini belum atau kurang dimanfaatkan harus lebih dimaksimalkan lagi pemanfaatannya, seperti tempat pemakaman. Pemakaman merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota yang belum efektif pemanfaatannya sebagai RTH. Karakteristik dan jenis makam yang ada di Indonesia seperti  tempat pemakaman umum (TPU) dan tempat pemakaman khusus (TPK) memiliki kelebihan dan kekurangan untuk dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau. Pemanfaatan tempat pemakaman umum sebagai RTH dilakukan dengan membandingkan variabel-variabel dari tiap indikator  fungsi RTH, seperti fungsi sosial, fungsi fisik, dan fungsi estetika.  Kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan fungsi fisik RTH kawasan pemakaman saat ini masih belum ada kawasan pemakaman umum yang secara optimal dapat berfungsi sebagai RTH. Kawasan Pemakaman yang memenuhi fungsi sosial  RTH  adalah TPU Islam, TPU Kristen, dan TPU tionghoa.  Sedangkan  Fungsi estetika  RTH dapat dipenuhi oleh tempat pemakaman Kristen dan Tionghoa. Green open space has now been changed into buildings. urban green space has been converted into residential areas, hotels, restaurants, shops, offices, highways, parking lots, gas stations, street vendors and other areas. This creates a dearth of green space in many urban areas in Indonesia. Ecological city planning is indispensable in all urban areas in Indonesia. Utilization of open space should be maximized ecologically. Cemetery is one of the urban open space that has not been effectively utilized as a green space. Characteristics cemetery in Indonesia as a public cemetery and the private cemetery have advantages and disadvantages for use as green open space. Analysis of the utilization of public cemeteries as open green space is done by comparing the variables of each indicator function of green open space, such as a social function, physical function, and aesthetic functions. The resulting conclusion is that no area of the public cemetery that optimally meets the physical function as green open space. Cemetery area which fulfills a social function of green open space is the Islamic cemetery, Christian cemetery, and Chinese cemetery. While the aesthetic function can be fulfilled by  Christian Cemetery dan Tionghoa cemeteryREFERENCESAswad. 2004. Studi Konsep Pengembangan Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat Kota Pangkalan Bun Kalimantan Timur. Jurnal ASPI. Vol 3 , April, 58-79Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta: Departemen Dalam NegeriDepartemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta: Departemen Dalam NegeriSekretariat Negara. 1987. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman. Jakarta: Sekretariat Negara

Page 4 of 14 | Total Record : 131