Halu Oleo Law Review			
            
            
            
            
            
            
            
            Halu Oleo Law Review (HOLREV) is a peer-reviewed journal published by Faculty of Law, Halu Oleo University twice a year in March and September. This journal provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge.
The aim of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. HOLREV is available in print and online version.
The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics in the fields of Criminal law; Private law, including business law, economic law, Islamic law, inheritor law, agrarian law, and custom law; Constitutional law; Administrative and government law, including maritime law, mining law, and environmental law.
            
            
         
        
            Articles 
                98 Documents
            
            
                        
            
                                                        
                        
                            Reposisi Eksekutif Review Terhadap Peraturan Daerah dalam Kerangka Otonomi Daerah 
                        
                        Junaidi, Muhammad                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 1, No 1 (2017): Halu Oleo Law Review: Volume 1 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (728.936 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v1i1.2350                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Kewenangan eksekutif menjalankan eksekutif review menjadi salah satu pertentangan yang berarti terhadap paradigma implementasi pemerintahan daerah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Di satu sisi, eksekutif membutuhkan kewenangan eksekutif review dalam mengharmonisasikan kebijakan antara pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah, akan tetapi disisi lain dalam doktrin pemisahan kekuasaan pengujian Peraturan-peraturan daerah merupakan wewenang dari lembaga yudikatif yang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia amanatnya dijalankan oleh Mahkamah Agung. Berangkat dari kondisi tersebut maka memungkinkan dilakukannya eksekutif review dilakukan bukan hanya oleh Presiden, akan tetapi tetap memperhatikan persetujuan Mahkamah Agung. Diharapkan melalui reposisi yang demikian akan mengedepankan upaya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Tanggung Jawab Pengangkut dan Pengawas Pelayaran Pada Pelayaran Rakyat 
                        
                        Jabalnur, Jabalnur                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 2, No 2 (2018): Halu Oleo Law Review: Volume 2 Issue 2 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (277.402 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v2i2.4659                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranan sebagai penghubung antar wilayah, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan upaya kesejahteraan rakyat. Namun hingga saat ini otoritas perhubungan laut belum maksimal dalam menjalankan kewenangannya dalam memeriksa kelaik-lautan kapal. Dalam Prinsip dasar keselamatan pelayaran menyatakan bahwa kapal yang hendak berlayar harus berada dalam kondisi sea worthness atau laik-laut. Artinya, kapal harus mampu menghadapi berbagai cara termasuk kejadian ombak besar dan badai dalam pelayaran.Pihak penyelenggara pelayaran di beberapa pelabuhan masih belum melakukan penilaian dan pertimbangan secara profesional terhadap kelaikan kapal sehingga kerusakan secara tak terduga dan atau kecelakaan sering dialami kapal pada saat berlayar. Bahwa pihak-pihak yang terkait dalam pengangkutan barang dan orang baik itu dalam pelayaran rakyat, antar pulau maupun penyeberangan feri, masing-masing pihak bertanggung jawab berdasarkan peran dan fungsi masing-masing. Pihak pengangkut nakhoda dan pemilik kapal sebagai pelaku langsung “kejahatan†(actus reus), sedangkan pihak pengawas dalam hal ini syahbandar maupun dinas perhubungan daerah bertanggung jawab tidak langsung. Dan apabila terbukti melakukan kesalahan maka dapat dikenakah pasal 302 dan atau 303 Undang-undang No. 17 tahun 2008 Tentang pelayaran Jo pasal 359 KUHP ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 1.5 Miliar.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Kedudukan Harta Bersama yang Dihibahkan Ayah kepada Anak 
                        
                        Jalil, Siti Misnar Abdul                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 2, No 2 (2018): Halu Oleo Law Review: Volume 2 Issue 2 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (282.657 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v2i2.4722                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta Bersama yang telah dihibahkan orang tua kepada anak dan untuk mengetahui akibat hukum apabila orang tua yang menghibahkan menarik kembali harta gono-gini tersebut. Penulisan ini menggunakan metode penulisan normatif, pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan undang-undang (Statute Approach). Hasil penelitian adalah Akibat hukum harta bersama (gono-gini) yang dihibahkan kepada anak menurut KHI adalah menjadi milik si anak selama pemberian hibah atas harta bersama itu tidak lebih dari sepertiga. Pemberian hibah itu diperhitungkan sebagai warisan dan juga masih dapat ditarik kembali jika harta hibah tersebut masih dalam penguasaan si anak (si penerima hibah). serta Penarikan kembali harta bersama yang dihibahkan kepada anak, dari kasus penarikan/pembatalan hibah pada Pengadilan Agama Kolaka, dapat dilaksanakan apabila harta yang dihibahkan kepada anak itu terbukti tanpa persetujuan dari pihak istri/suami, atau pemberian hibah itu melebihi sepertiga dari jumlah harta bersama. Hal ini mengingat di dalam harta bersama yang dihibahkan itu juga terdapat harta anak-anak yang lain sebagai ahli waris. Di mana sesuai Pasal 210 ayat (2) KHI harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah. Selain itu, walaupun hibah orang tua kepada anak dapat ditarik kembali, namun penarikan ini hanya dapat dilakukan apabila harta hibah tersebut masih ada dalam penguasaan si penerima hibah, karena apabila sudah beralih kepada pihak ketiga maka akan timbul derden verzet (perlawanan), dan apabila ada permohonan sita, maka niet bevinding atau tidak diketemukan benda objek perkaranya di lapangan.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Korporasi yang Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi 
                        
                        Moga, Muhammad Dahlan                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (314.481 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.5480                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Hakekat CSR adalah komitmen korporasi untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan menyumbangkan sebagian keuntungannya guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi korporasi maupun masyarakat pada umumnya. CSR tidak hanya sekadar aktivitas kedermawanan (charity) atau aktivitas saling mengasihi (stewardship) yang bersifat sukarela, namun dalam perkembangannya di Indonesia menjadi suatu kewajiban korporasi sebagaimana tertuang UU Perseroan Terbatas. Dalam penyaluran CSR dilakukan secara bervariasi oleh korporasi, ada yang dilaksanakan langsung oleh korporasi, namun juga terkadang korporasi bermitra dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah. Dalam praktiknya, prosedur penyaluran bantuan CSR oleh pemerintah daerah dilakukan dengan cara berbeda yaitu dengan tanpa mekanisme APBD (penyaluran langsung) dan penyaluran melalui mekanisme APBD. Bilamana CSR tersebut dalam penyaluran dan pengelolaannya terjadi suatu penyimpangan hukum seperti perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada terjadinya kerugian Negara atau daerah maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Jika terjadi pelanggaran hukum dalam penyaluran dan pengelolaan CSR korporasi secara langsung tanpa melalui mekanisme APBD, maka implikasi hukumnya terbagi dua macam yaitu; perbuatan melanggar hukum yang masuk dalam wilayah hukum perdata dan tindak pidana umum yang masuk wilayah hukum pidana.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Analisis Fiqh Lingkungan Terkait Penyalahgunaan Pengelolaan Pertambangan Terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup 
                        
                        Sinapoy, Sabaruddin                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (364.961 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.6012                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Upaya dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan dilatarbelakangi maraknya aktivitas yang dilakukan perusahaan maupun masyarakat yang tersebar di beberapa wilayah berpotensi menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat penggunaan logam berat dalam mengikat mineral dan lahan bekas tambang menjadi lahan tidak produktif. Kegiatan industri pertambangan selain mempunyai dampak positif karena dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan mendatangkan hasil yang cukup besar sebagai sumber devisa, tetapi sisi lain mempunyai dampak negatif cukup besar yaitu dengan banyaknya perizinan yang dikeluarkan, maka mengakibatkan terjadinya kerusakan, kelestarian hutan, hilangnya ekosistem flora-fauna langka maupun baru dan pencemaran lingkungan, sehingga mengganggu kesehatan, serta hilangnya budaya kearifan lokal masyarakat sekitarnya.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Ketentuan-ketentuan TRIPS-Plus dalam Kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas 
                        
                        Sanib, Safril Sofwan                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (342.723 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.6016                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan filosofi Ketentuan TRIPS-Plus di bawah kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Bilateral (Bilateral Free Trade Agreements=BFTA). Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan komparatif. Penelitian ini menemukan, bahwa filosofi dari ketentuan TRIPS-Plus di bawah BFTA adalah untuk menghilangkan standar minimum dan fleksibilitas yang terkandung dalam ketentuan Perjanjian TRIPS WTO yang berdampak pada: (1) pembatasan alasan untuk pengecualian dari invensi yang bisa di patenkan; (2) membatasi penerbitan lisensi wajib; (3) pembatasan ruang lingkup exhaustion of rights dan impor paralel; (4) perpanjangan jangka waktu pemberian paten; (5) kewajiban perlindungan paten untuk perlindungan varietas tanaman; (6) eksklusivitas atas uji data berkenaan dengan produk farmasi dan kimia; (7) perlindungan untuk jenis-jenis merek dagang baru (8) perlindungan yang kuat untuk teknologi digital. Bila negara-negara menyepakati BFTA dengan mitra/partner dagang tentang ketentuan-ketentuan HKI yang mengandung TRIPS-Plus tersebut di atas maka akan menyebabkan negara tersebut tidak dapat menggunakan fleksibilitas yang diberikan oleh perjanjian HKI pada level multilateral (TRIPS Agreement) dan hal tersebut berdampak pada tidak terpenuhinya hak-hak dasar yaitu: hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dan akses obat-obatan secara terjangkau dan murah, serta hak atas pangan.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Harmonisasi Pengaturan Lembaga Perlindungan Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi 
                        
                        Khalid, Khalid                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (321.63 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.6019                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Perlindungan hak asasi manusia bagi warga negara tidak dapat hanya dengan meratifikasi pengaturan yang mengatur hak-hak asasi warga negara dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk menyahuti tuntutan globalisasi, namun yang terpenting kemudian adalah political will dan konsistensi menjalankan pasal-pasal tersebut dalam tataran perilaku berbangsa dan bernegara, dan ini tidak bisa dilepaskan keharusan adanya Lembaga Negara yang menjaga, menjalankan dan mengawal terwujudnya pengakuan, perlindungan dan penegakkan HAM tersebut. Perwujudan ini dapat diupayakan dengan melakukan harmonisasi dan penguatan kelembagaan HAM dalam konstitusi agar efektif dan independen.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            The Comparison of Civil Procedure and Industrial Relations Courtprocedure 
                        
                        PN, Sugeng Santoso                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (362.057 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.6013                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
The Industrial relations dispute which is resolved through the Industrial Relations Court puts the workers/laborers against the employers and bases their formal source of law on the Article 57 of Law No. 2/2004 which basically uses the civil procedure except under special regulation. The analysis in this study shows that the implementation of civil procedure actually contravenes the labor law. The characteristics of the Industrial Relations Court procedure differs from the civil procedure.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Konsensus dan Sikap Para Ulama Salaf Kontemporer dalam Melawan Terorisme dan ISIS 
                        
                        Sukring, Sukring                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (350.23 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.6018                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Tragedi Terorisme dan ISIS memiliki daya rusak yang sangat besar. Semua madzhab fiqih dan para ulama salaf kontemporer secara tegas dan jelas telah menyatakan di banyak pendapat mereka, bahwa yang menghalalkan pembunuhan terhadap muslim adalah kafir dan menganggap mereka sebagai khawarij, sehingga bagi para pelaku teror dengan ciri-ciri yang sama diberlakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti tindakan yang diberlakukan pada khawarij. Tindakan teror dan pembunuhan dalam banyak dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis sangat di larang dan termasuk dosa besar. Teror dan kekerasan dalam konsep Islam tidak dibenarkan tidak satu pemikir dan ulama pun yang menolerir baik di luar Islam maupun dalam tubuh Islam sendiri. akhir-akhir ini teror yang mengatasnamakan Islam mulai merebak kembali seiring munculnya kelompok-kelompok ekstremis/keras yang melakukan atas nama gerakan mendirikan Negara Islam atau ingin mengembalikan kejayaan Islam di masa lampau yaitu penegakan Khilafah Islamiyah (ISIS). Sikap para ulama salaf tegas bahwa Islam harus berlandaskan argumen yang rasional dalam mendirikan suatu tatanan kenegaraan. Ulama mayoritas menolak adanya kekerasan dan teror dalam segala aktivitas yang mengatasnamakan Islam.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            The Licensors’ Economic Right for Creative Commons Licensed Works Used for Commercial Purposes In Indonesia 
                        
                        Sulistianingsih, Dewi; 
Safitri, Gianefi                        
                         Halu Oleo Law Review Vol 3, No 1 (2019): Halu Oleo Law Review: Volume 3 Issue 1 
                        
                        Publisher : Halu Oleo University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (386.632 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33561/holrev.v3i1.5180                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
A Creative Commons License is a public license which can be used by a creator or an inventor regarding a royalty-free license both for commercial and non-commercial uses. The commercial use of a creation financially inflicts the licensor since there is no economic right from the royalty from the user of the creation. This paper is a result of a study which applied a normative juridical approach. The study aims to find out the protection of economic right of the licensor for his or her creation, which is under creative commons license, which is used for commercial purposes. The economic right protection of the licensor whose work is under common creative license which is used commercially is the same as that of other licenses because a creative commons license is basically the same as other license agreements which bind parties involved in an agreement. The protection is given through the Act of the Republic of Indonesia Number 28 Year 2003 Concerning Copyright.