cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan
ISSN : 25988573     EISSN : 25991388     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 130 Documents
Tekanan Darah Sistolik Penduduk Dewasa dengan Indeks Massa-Tubuh Normal di Indonesia: Analisis Riskesdas 2013 Afriansyah, Nurfi; Prihatini, Sri; Muljati, Sri
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8042

Abstract

Adult population with normal systolic blood pressure (SBP) among those with normal body-mass index (BMI) can be used as a reference value to develop the Dietary Reference Intakes (DRI) for Adult Data from participants of the Basic Health Research (Riskesdas) 2013 were analyzed for Indonesian adult population aged 25 to 59 years with BMI 18,5—24,9 kg/m2 (n = 19 401). In this paper, above-normal blood pressure refers to SBP >115 mm Hg; this includes all categories of prehypertension and hypertension as defined in 7th report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7). The two SBP categories of man and woman participants were grouped into fourths of the age intervals (25-29, 30-39, 40-49, 50-59 years); fifths of the educational and main job level of head of household; two types of residence (urban, rural); fifths of the expenditure level per capita per month; and 33rd of the Indonesian provinces. Among adults with normal BMI, 26,2% of men and 37,6% of women had normal SBP. Percentage of the highest normal SBP found in the youngest age interval, the highest quintile and the urban residence. As we get older, the lower the percentage of normal SBP. The four provinces that have the highest percentage of men with normal SBP were West Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, and Bali. The four provinces having the highest percentage of women with normal SBP were Riau Island, West Sulawesi, DKI Jakarta, and Bali. If the adult’s normal BMI and SBP will be used among other things for a reference value, such as to develop the DRI, it is necessary to consider the SBP thresholds and residence, in particular the urban.Key words: Systolic blood-pressure (SBP), body-mass index (BMI), Indonesia adults, reference value, the Dietary Reference Intake (DRI)
Should Off-Label Medicines Be Included in the Universal Health Coverage (UHC) Schemes? Why, When, and How? Mulyani, Ully Adhie
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8044

Abstract

Off label medicine refers to any medicine that is used to treat any ailment beyond of its approved / licensed indication by National Regulatory Authorities, such us FDA in USA and BPOM in Indonesia. Off-label medicines are used because the available and approved drugs do not have the desired effect, then doctors try medicine that have not been licensed indications. Some other reasons in practice off-label medicines use and prescribing are that drugs in the same category have the same effect (although have not been approved by indication); the expansion to a lighter form than the licensed indication, or extension of use for certain related conditions. At the opposite, the disadvantage of the practice off-label medicine use is generally not included in any health insurance benefit package, also not covered by mandatory insurance scheme (JKN-BPJS). Patients should pay for the price of a drug that has not been assured or proven of its efficacy and safety. It needs strong evidence based on scientific research to ensure the safety and effectiveness of off-label medicines to be included in the list of medications (national formulary) to put it on National Health Insurance (BPJS) benefit package.
Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia: Konsep, Strategi dan Tantangan Siswanto, Siswanto
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8045

Abstract

Referred to ancient artifact and manuscript, Indonesian Traditional Medicine has been established and used by Indonesian people for maintaining health, treatment, and disease prevention. SWOT analysis has shown that Indonesia has the potencies and opportunities to develop Indonesian Traditional Medicine. The appropriate strategy to develop Indonesian Traditional Medicine is by conducting a 3P approach i.e. product, practice, and provider in a simultaneous way. The development of product is dealing with efficacy, safety and quality of product (modalities). The development of practice is dealing with the elaboration of the body of knowledge of Indonesian Traditional Medicine (Kestrindo) that can be used for formal education (Strata 1) in universities, to generate Kestrindo professionals, separated from conventional medicine. During the last three years, National Committee of Jamu Scientification has involved to elaborate and to establish the body of knowledge of Kestrindo. Kestrindo body of knowledge has the following building blocks, i.e. supporting pillars of biomedical science, philosophy of Indonesian origin, mechanism of action: physiogenesis (holistic), modalities of Indonesian origin (jamu, diet, massage, hypnotherapy, praying). As the philosophy of Kestrindo is holistic .i.e. paying attention a patient as holistic human being (body-mind-spirit), mixed methodology should be used. In this method, clinical outcome to be concerned is not only objective parameters (etic) but also subjective parameters (emic). In the future, it needs to finalize the concept of Kestrindo development for anticipation of global competitions and challenges and also to raise Indonesian nation integrity.
Penggunaan Alat Pengukur Hemoglobin di Puskesmas, Polindes dan Pustu Faatih, Mukhlissul; Sariadji, Kambang; Susanti, Ida; Putri, Ratih Rinendya; Dany, Frans; Nikmah, Ully Alfi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8046

Abstract

Menurut RIFASKES 2011, secara nasional, persentase Puskesmas yang mempunyai Hb Sahli adalah 46,3%, sisanya tidak mempunyai atau menggunakan alat pengukur hemoglobin lainnya. Persentase Puskesmas yang memiliki Hb Sahli dan digunakan pada pelayanan KIA adalah sebanyak 37,7% namun belum dapat dikonfirmasi dengan akurat berapa banyak penggunaan alat pengukur Hb POCT di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.Tujuan studi ini untuk mendapatkan gambaran kelayakan pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode Hb Sahli, POCT hemoglobin atau metode lainnya yang sesuai di fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas, Polindes dan Pustu.Desain studi ini adalah deskriptif kualitatif dengan konfirmasi data melalui wawancara dengan tenaga kesehatan bidan di lapangan, Pustu, Polindes dan Puskesmas terpilih di Kabupaten Bantul, Bogor, dan Kota Pangkalpinang. Studi ini juga melakukan studi literatur, baik dari buku, jurnal, artikel internet dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan alat pemeriksa hemoglobin.Hasil studi ini menunjukkan bahwa di Puskesmas yang diwawancara, umumnya menyediakan alat pemeriksa Hb Hematology Analyzer (HA), Cyanmeth Spectrofotometer dan Hb Sahli. Meskipun metode HA gratis, tetapi hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu saja. Metode spektrofotometer digunakan di Puskesmas sepanjang bahan habis pakai untuk pemeriksaan masih tersedia. Umumnya Puskesmas menggunakan metode Sahli, dan kalaupun menggunakan metode lain, akan kembali menggunakan Sahli, karena metode lain tidak dapat digunakaan dengan berbagai alasan dan kendala di Puskesmas. Pada Puskesmas Pembantu dan Polindes umumnya pemeriksaan Hb dirujuk ke Puskesmas pusat/induk (kecamatan) dan tidak ada ‘laboratorium’ pembantu di Pustu/Polindes/Poskesdes.Kata kunci: alat pengukur hemoglobin
Arah Riset Sumberdaya dan Pelayanan Kesehatan Mulyana, Nana; Tambunan, Nagiot Cansalony
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8047

Abstract

AbstrakRancangan kebijakan publik harus mampu menjadi input pada sisi konsumen, dapat dibaca, dipahami dan diolah menjadi produk kebijakan pemerintah. Pelaksana program/aktivitas pembangunan di tingkat pusat,provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan di desa dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang tegas, tidak tumpang tindih, substansial, dan sesuai konteks. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh produk riset yangsudah mengarah pada penyediaan rancangan peraturan perundang-undangan, yang dalam penyusunan/ formulasinya sudah melibatkan pihak pelaksana utama dari tingkat pusat/provinsi/kabupaten/kota. Sudahsaatnya, hasil riset berkontribusi langsung pada program/aktivitas  pembangunan melalui rancangan peraturan, dan tidak lagi hanya berhenti pada naskah akademik atau naskah urgensi sebagai data dukung dalammerancang peraturan perundang-undangan.AbstractPublic policy design should be able to be input on the consumer side, readable, understood and processed into a product of government policy.Stakeholders at the central, provincial, district / municipality, up to village levels require strong, non-overlapping, substantial, and context-based laws. These needs can be met by research products that have led to the provision of the draft of laws and regulations, which in their formulationalready involve major stakeholders from the central / provincial / district / municipality levels. It is time, the research results contribute directly to development programs / activities through the provision of the draft oflaws and regulations, and no longer stop at academic texts which is limited only as data support in drafting legislation.
Determinan Kepatuhan Berobat Pasien Hipertensi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I Liberty, Iche A.; Pariyana, Pariyana; Roflin, Eddy; Waris, Lukman
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8048

Abstract

Puskesmas is a First Level Health Facility Until now, the management of non-communicable diseases which is still a big challenge in Puskesmas is hypertension. One effort that can be done to reduce the morbidity rate of hypertension is the consumption of antihypertensive, but still few patients who adhere to this treatment. This study aims to analyze the determinants of adherence in patients undergoing treatment of hypertension and how it affects blood pressure control of hypertensive patients. This research is an observational analytic research with cross sectional approach. This research was conducted in Palembang city from August to October 2017. The samples were patients who went to Puskesmas Karyajaya, Kenten, Plaju, Sei Baung, and Campus which fulfilled the inclusion criteria with a total sample of 90 patients. Data analysis in this research was univariate and bivariate analysis with Chi Square Test. Determinant which influence to adherence in this research was duration of hypertension with POR 0,11 with CI 95% 0,02-0,52 (p value = 0,04). While other determinants of gender, age, education level, occupation, Body Mass Index, BPJS participation, and family history of hypertension have no significant effect on hypertension patient’s treatment compliance. Compliance of patients in undergoing treatment of hypertension is also a determinant that affects the control of blood pressure of respondents. The determinants that affect the adherence in this study are duration of hypertension, thus health workers at first-level facility is very necessary attention to a history of hypertension patients in order to improve therapeutic efficacy.Keyword: Determinan, Adherence, High Blood Pressure
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial di Puskesmas Terpencil dan Sangat Terpencil Nurlinawati, Iin; Rosita, Rosita; Werni, Sefrina
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8049

Abstract

Setiap puskesmas harus menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) esensial tanpa melihat krteria puskesmas. UKM esensial meliputi 5 jenis pelayanan, yaitu promosi kesehatan; kesehatan lingkungan; kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana; pelayanan gizi; dan pencegahan dan pengendalian penyakit.Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran pelaksanaan UKM esensial di puskesmas terpencil dan sangat terpencil di wilayah Indonesia. Data diperoleh dari survei lokasi calon penempatan tim Nusantara Sehat tahun 2016 sebanyak 131 unit puskesmas terdiri dari 74 puskesmas terpencil dan 57 puskesmas sangat terpencil.Hasil penelitian menunjukkan terdapat 87,0 persen puskesmas melaksanakan 5 jenis pelayanan esensial dan masih terdapat puskesmas yang hanya melaksanakan 3 jenis pelayanan yaitu sebesar 1,5 persen. Pelayanan kesehatan lingkungan merupakan jenis UKM esensial uang paling banyak tidak dapat diselenggarakan oleh puskesmas. Belum semua jenis tenaga kesehatan ada di Puskesmas terpencil dan sangat terpencil. Terkait dengan pelaksanaan UKM esensial jenis tenaga yang masih kurang di daerah terpencil dan sangat terpencil yaitu dokter, tenaga kesling, tenaga pelaksana gizi dan tenaga kesehatan masyarakat. Peningkatan kemampuan puskesmas untuk menyelenggarakan UKM esensial secara menyeluruh baik di puskesmas terpencil maupun puskesmas sangat terpencil, perlu didukung dengan tenaga yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis UKM esnsial.Kata Kunci: Puskesmas, Upaya Kesehatan Esensial, Nusantara Sehat
Ketersediaan Fasilitas dan Tenaga Kesehatan dalam Mendukung Cakupan Semesta Jaminan Kesehatan Nasional Misnaniarti, Misnaniarti; Hidayat, Budi; Pujiyanto, Pujiyanto; Nadjib, Mardiati; Thabrany, Hasbullah; Junadi, Purnawan; Besral, Besral; Purwoko, Bambang; Trihono, Trihono; Yulaswati, Vivi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i1.8050

Abstract

Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis yang sangat bervariasi, menimbulkan potensi melebarnya ketidakadilan pemanfaatan kesehatan pada masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan (khususnya dokter spesialis) dalam mendukung pelaksanaan JKN. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa ketersediaan faktor suplai (FKTL, TT, dan tenaga dokter spesialis) dalam mendukung kebijakan JKN secara umum jumlahnya masih belum mencukupi serta distribusinya belum merata di setiap wilayah kab/kota. Rasio FKTP dan FKTL per penduduk cenderung lebih tinggi di wilayah luar Jawa/ Bali. Rasio dokter spesialis per penduduk lebih tinggi di wilayah Jawa/Bali, sedangkan rasio TT di RS cenderung hampir sama range-nya di semua wilayah. Distribusi penyebarannya cenderung tidak merata hampir di semua wilayah. Rekomendasi bagi Pemerintah Daerah diharapkan mempunyai komitmen untuk memenuhi dari sisi suplai pelayanan kesehatan agar penduduk yang sakit dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah.Keywords: Fasilitas, tenaga, tempat tidur, rasio rumah sakit, suplai layanan kesehatan
Pelatihan Soft Skill Caring Meningkatkan Kualitas Pelayanan Keperawatan dan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Kota Bandung Kusmiran, Eny
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i2.8098

Abstract

Kualitas perawat ditentukan oleh kompetensi hard dan soft skill. Caring sebagai bagian dari soft skill adalah esensi mendasar pada profesi perawat. Penilaian pasien mengenai soft skill caring perawat adalah indikator dari kualitas pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian untuk mengembangkan model pelatihan soft skill caring dan mengidentifikasi model tersebut terhadap kualitas keperawatan dan kepuasan pasien. Desain pra-eksperimen dengan pretest-posttest tanpa kontrol dengan melibatkan 53 perawat dan 53 pasien pada dua rumah sakit swasta di Kota Bandung. Instrumen penelitian diadaptasi dari Caring Nurse Patient Interactions Scale (CNPI) dan kepuasan pasien diadaptasi dari patient satisfaction with nursing care. Intervensi terdiri dari (1) pemberian materi selama 3 hari, (2) post pelatihan 2, 4 dan 6 minggu. Analisis data dilakukan untuk melihat perubahan penilaian soft skill caring perawat serta kepuasan pasien sebelum dan sesudah intervensi-pelatihan menggunakan uji paired t-test. Analisis General Linier Model Repeated Measure (GLM-RM) dipergunakan untuk analisis follow-up 4 dan 6 minggu. Hasil penelitian menunjukkan model pelatihan soft skill caring terbukti efektif meningkatkan penilaian perawat dan kepuasan pasien, serta dapat dimanfaatkan bagi perawat di rumah sakit.
Implementasi Pelayanan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumahsakit PONEK di Indonesia Herdarwan, Harimat; Waris, Lukman; Siswati, Tri
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jpppk.v1i2.8099

Abstract

Angka kematian neonatal dan angka kematian balita di Indonesia masih tinggi. Kasus kegawatdaruratan merupakan penyebab tingginya angka kematian tersebut. Rumahsakit Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam merupakan rumahsakit rujukan dengan visi mempercepat penurunan angka kematian neonatus dan angka kematian balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pelayanan neonatal emergensi pada rumahsakit PONEK 24 jamdiIndonesia.Penelitian didesain dengan  pendekatan mixmethod yaitu pembauran antara studi kuantitatif dan kualitatif. Studi kuantitatif adalah cross sectional dan studi kualitatif adalah Rapid Assesment Procedure yang dilakukan pada tahun 2014. Penelitian dilakukan di rumahsakit di Indonesia dengan kriteria rumahsakit PONEK 24 jam, telah menerima sosialisasi tentang PONEK, dipilih secara random di 7 provinsi di Indonesia masing-masing 2 rumahsakit tiap provinsi. Berdasarkan kriteria tersebut sebanyak 14 rumahsakit diobservasi dalam penelitian ini. Data kuantitatif yang dikumpulkan meliputi pelayanan klinis, manajemen, sarana dan prasarana, ketenagaan dan pendanaan. Data dikumpulkan dengan cara observasi, telaah dokumen dan wawancara. Data kualitatif yang dikumpulkan meliputi proses, hambatan, dan keberhasilan PONEK dengan cara indepth interview dengan informan kunci direktur rumahsakit, ketua komite medik dan dokter spesialis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumahsakit telah melaksanakan pelayanan neonatal emergensi 24 jam, KMC dan   aksesibilitas darah yang memadai. Pelayanan neonatal emergensi telah didukung dengan jenis tenaga profesional, komitmen direktur rumahsakit yang tinggi, MoU dengan IDI, kerjasama dengan NGO serta ruangan, sarana dan prasarana yang memadai. Keberhasilan rumahsakit PONEK 24 jam didukung oleh kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan layanan rumahsakit. Namun di beberapa rumahsakit kurangnya tenaga terlatih, jumlah tenaga, tidak ada tim, sarana dan prasarana serta ruangan menjadi alasan rumahsakit tidak melaksanakan PONEK. Kesimpulan: beberapa rumahsakit telah melaksanakan pelayanan neonatal emergensi komprehensif 24 jam, namun masih perlu mendapat perhatian dalam hal pelatihan dan jumlah tenaga, biaya, sarana dan prasarana serta ruangan yang memadai.Kata Kunci : neonatal, emergensi, rumahsakit, rujukan.

Page 1 of 13 | Total Record : 130