cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 341 Documents
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PERBANKAN Prima Satya Irianto; Budi Ispriyarso
LAW REFORM Vol 12, No 2 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.641 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i2.15877

Abstract

Semangat meningkatkan peran publik terhadap informasi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih. Sehingga pemerintah bersama legislator melahirkan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik guna melindungi hak warga Negara atas akses informasi yang dijamin oleh konstitusi. Namun disisi lain  perbankan yang menjadi penggerak sektor ekonomi mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan  Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Poblem penelitian tentang penerapan peraturan perundang – undangan keterbukaan informasi di perbankan dan penerapan manajemen risiko dalam penerapan  keterbukaan informasi publik di perbankan serta ketiga keterbukaan informasi publik yang ideal  di perbankan. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perbankan telah menjalankan praktek keterbukaan informasi kepada publik secara parsial  sebelum diterbitkan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Produk hukum keterbukaan informasi publik ini bertentangan dengan prinsip etika  dalam perbankan (khususnya keterrbatasan pemberian keterangan) dan produk hukum lainnya. Berbagai benturan  kepentingan dalam keterbukaan informasi publik memerlukan upaya mitigasi risiko secara komprehensif. Upaya melaksanakan ketentuan informasi oleh perbankan dapat dijalankan dengan salah satu cara  penerapan informasi publik berbasiskan manajemen risiko dan pembentukan peraturan pelaksanaan keterbukaan informasi publik di perbankan yang diterbitkan oleh regulator menjadi sebuah kebutuhan. Diperlukan sebuah pembentukkan peraturan pelaksanaan keterbukaan informasi publik di perbankan guna menghindari risiko dalam pelaksanaanya sekaligus perlu dilakukan kaji ulang Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3) DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ASAS KEADILAN DAN KEPATUTAN Onggo Wijoyo
LAW REFORM Vol 8, No 1 (2012)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.647 KB) | DOI: 10.14710/lr.v8i1.12419

Abstract

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir atau biasa disingkat dengan (HP3) merupakan suatu terobosan baru pemerintah dalam hal pengelolaan wilayah pesisir. Terobosan pemerintah ini merupakan sebuah bentuk privatisasi terhadap wilayah pesisir yang dimana bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam pesisir. Dalam perjalanannya HP3 begitu ditentang oleh masyarakat khususnya masyarakat adat dan nelayan tradisional karena dengan adanya HP3 maka akan merugikan dan tidak melindugi kepentingan masyarakat adat dan nelayan tradisional yang telah turun temurun mencari nafkah di wilayah pesisir.Berdasarkan latar belakang tersebut menimbulkan suatu perumusan masalah apakah HP3 sudah memenuhi rasa keadilan dan kepatutan didalam masyarakat Indonesia, serta bagaimana prospek kedepannya HP3 yang tercantum dalam undang-undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil.Permasalahan tersebut dicari penyelesaiannya dengan metode yuridis normatif, dengan jenis data yang dipakai adalah data sekunder, dan pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumenter dan studi pustaka.Hasil Penelitian menunjukan bahwa (HP3) dilihat dari sudut pandang kepatutan adalah patut dikarenakan pada intinya aturan (HP3) bertujuan mulia untuk melindungi nelayan tradisional, pengusaha, masyarakat adat dan kelestarian sumber daya alam. Sedangkan dari sudut pandang keadilan adalah tidak adil dikarenakan tidak melindungi para nelayan dan masyarakat adat indonesia. Oleh karena itu, perlu diadakan perubahan pada aturan HP3 supaya bisa memberikan rasa keadilan didalam masyarakat indonesia dan perlu adanya aturan yang mendukung aturan HP3 ini.Kesimpulannya, bahwa aturan HP3 ini adalah Patut tetapi tidak adil. Oleh karena itu diperlukan perubahan dalam Pasal-Pasal HP3 tersebut.Perubahan Pasal-pasal HP3 tersebut adalah perlunya memakai kata nelayan tradisional, wilayah pesisir dibagi menjadi empat bagian, jangka waktu HP3 diukur berdasarkan teori daya pikul, persyaratan dipermudah, ditambahkan juga aturan tentang pejabat yang berwenang yang tidak melaksanakan pengawasan terhadap ketaatan lingkungan pesisir, pelanggaran tata ruang pesisir bagi pemberi izin dan pemohon izin, insentif pajak, penghargaan, pencegahan dan pelatihan oleh ahli-ahli hukum ,ekonomi, lingkungan pesisir, dan lain-lain yang disediakan dinas atau departemen kelautan dan perikanan.Kata kunci : Keadilan, Kepatutan, Pesisir, Perubahan, Hak Pengusahaan perairan pesisir
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PUTUSAN PERKARA TATA USAHA NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA SEMARANG Ladju Kusmawardi; Suteki Suteki; Aprista Ristyawati
LAW REFORM Vol 14, No 1 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (78.996 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i1.20240

Abstract

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Indonesia dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Jurnal ini membahas penerapan sanksi administratif, kendala yang dihadapinya dan konsep penerapan sanksi administratif  dalam putusan perkara TUN di PTUN Semarang yang efektif. Metode penelitiannya yaitu socio legal. Hasil penelitiannya adalah pertama, Penerapan sanksi administratif dalam putusan perkara TUN di PTUN Semarang belum optimal. Kedua, kendalanya yaitu kesadaran Pejabat TUN yang rendah, tidak adanya partisipasi aktif dari Tergugat dan kurangnya pengawasan, belum adanya peraturan mengenai anggaran khusus. Ketiga, konsep penerapannya  agar efektif yaitu adanya dasar hukum bagi PTUN untuk mencantumkan sanksi administratif dalam amar putusan,  merevisi Ketentuan Pasal terkait, perlu adanya komitmen yang jelas dari Badan atau Pejabat TUN beserta Atasannya, perlunya pengawasan.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA SATWA YANG DILINDUNGI DI INDONESIA Benny Karya Limantara
LAW REFORM Vol 10, No 1 (2014)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.257 KB) | DOI: 10.14710/lr.v10i1.12453

Abstract

Penelitian ini mengkaji kebijakan hukum pidana dalam menentukan arahkebijakan penanggulangan tindak pidana satwa yang dilindungi di Indonesia saatini dan pada masa yang akan datang. Kajian didasarkan pada hasil penelitianyuridis normatif untuk menemukan kaidah-kaidah dan norma-norma hukumdalam merumuskan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi. Hasil penelitianmenyimpulkan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi saat ini masihdirasakan kurang efektif, seperti tidak adanya pengaturan pertanggungjawabanbagi korporasi dan tidak adanya pengaturan mengenai perbedaan sanksi antarasatwa liar yang dilindungi dari alam dan hasil penangkaran, oleh karenanya, perluadanya reformulasi Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya AlamHayati dan Ekosistemnya serta dimasukkannya pengaturan mengenai satwa yangdilindungi dalam RUU KUHP sebagai pijakan yuridis yang baru untukmemberikan perlindungan baik secara konkret maupun secara abstrak.Kata Kunci : KebijakanPidana, Perlindungan, Satwa
PROBLEMATIKA NEGARA DAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP KONSEP UNJUST WAR Arief Rachman Hakim; Joko Setiyono
LAW REFORM Vol 15, No 2 (2019)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.87 KB) | DOI: 10.14710/lr.v15i2.26173

Abstract

PERTANGGUNG JAWABAN DOKTER DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK Yunanto Yunanto
LAW REFORM Vol 7, No 1 (2011)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.028 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i1.12502

Abstract

          Kesehatan adalah hak setiap manusia, tetapi untuk menuju sehat ini ia memerlukan pertolongan dokter.Dari sinilah muncul hubungan hukum yang dimulai dengan informed consent yang menjadi dasar Transaksi Terapeutik.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisa hubungan hukum dalam transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien, penyelesaian perkara-perkara ingkar janji / wanprestasi yang dilakukan oleh dokter dalam transaksi terapeutik dan untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisa bagaimana peranan IDI dalam rangka membantu penyelesaian masalah pada kasus-kasus malpraktek.Metode yang digunaka adalah yuridis normative (doctrinary approach) dan pendekatan yurudis sosiologis (socio legal approach).Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa informed consect belum dapat dilaksanakan dengan baik oleh Rumah Sakit karena secara teknis sulit dilakukan dan pasien sendiri belum memahami akan hak-haknya, yang terpenting adalah cepat sembuh, tidak peduli bagaimana cara yang akan digunakan dokter. Tetapi dengan perkembangan jaman dan tingkat pendidikan, hubungan yang demikian ini bergeser menjadi hubungan yang sejajar, yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan.Dengan perkembangan ini pula kemudian muncul berbagai gugatan terhadap dokter yang menuntut ganti kerugian.Tetapi gugatan ini terkadang sulit dibuktikan, karena peranaan IDI yang melindungi anggotanyaKata Kunci : Tanggungjawab Dokter ; Transaksi Terapeutik
KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN SEBAGAI PERWUJUDAN EKONOMI KERAKYATAN (STUDI KELOMPOK WANITA TANI DESA NGALIYAN KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG) Novita Dewi Masyithoh
LAW REFORM Vol 3, No 1 (2007)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2709.352 KB) | DOI: 10.14710/lr.v3i1.12359

Abstract

Sistem ekonomi kerakyatan merupakan wujud demokrasi ekonomi yang saat ini dianut Indonesia untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan dalam menggali sumber daya daerah berada di tangan daerah. Oleh karena itu, pengembangan potensi ekonomi dengan sistem ekonomi kerakyatan pun menjadi kewenangan daerah. Penelitian ini membahas tentang Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan sebagai Perwujudan Ekonomi Kerakyatan (Studi Kelompok Wanita Tani Desa Ngaliyan Kecamatan Limpung Kabupaten Batang).Kebijaksanaan pemerintah yang dibuat lintas sektoral antara Dinas Pertanian dan Kantor Koperasi dan PKM Kabupaten Batang merupakan modal sistem politik, di mana pembuatan kebijaksanaan didasarkan pada konsep dan respon dari situasi politik terhadap kekuatan-kekuatan sosial, politik, dan ekonomi. Jadi, kebijaksanaan pemerintah dipandang sebagai output dari sistem politik.Prospek pemberdayaan perempuan dalam wadah Kelompok Wanita Tani ini pada masa yang akan datang akan mendukung terciptanya ekonomi kerakyatan. Akan tetapi, haruslah dirumuskan kebijaksanaan pemerintah yang lebih jelas, terarah, dan tidak tumpang tindih dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat politis. Terlebih lagi, Desa Ngaliyan akan direncanakan menjadi Agropolitan dalam bidang emping.Kata Kunci : Kebijaksanaan Pemerintah, Pemberdayaan Perempuan, Ekonomi Kerakyatan
PENERAPAN DISKRESI OLEH PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS II A, SEMARANG: (TELAAH PARADIGMA KONSTRUKTIVISME TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN) Otniel Yuristo Yudha Prawira; Suteki Suteki
LAW REFORM Vol 12, No 1 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.22 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i1.15843

Abstract

Perempuan memiliki peranan untuk menerima zat anak, mengandung anak, melahirkan anak, menyusui anak. Hanya saja perempuan juga dapat kehilangan hak kemerdekaannya sebagai seorang manusia karena kesalahan yang disebabkan oleh situasi tidak terduga, berada di waktu dan tempat yang tidak tepat ataupun karena kekhilafannya. Dan ironisnya adalah perempuan tersebut sedang hamil (bahkan hingga melahirkan) ataupun menyusui anaknya dalam keadaan sedang menjalani hukuman hilang kemerdekaan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Kriteria pola bangunan jauh dari kata ideal, kelebihan kapasitas narapidana, serta minimnya peraturan perundangan yang secara spesifik mengatur bagaimana peran Petugas Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A terhadap pembinaan narapidana perempuan yang hamil dan/atau menyusui adalah faktor-faktor yang menyatakan bahwa diskresi sudah dapat dilakukan. Namun, minimnya pengetahuan dan pengalaman petugas lapas terhadap diskresi serta disintegrasi antar anggota tim pengamat pemasyarakatan merupakan hambatan utama dalam membina narapidana hamil dan/atau menyusui.
POLITIK HUKUM DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI WILAYAH LAUT YANG BERADA DIBAWAH KEDAULATAN INDONESIA Adil Lugisnto
LAW REFORM Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.688 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i2.12409

Abstract

Indonesia merupakan negara maritim sekaligus negara kepulauan. Indonesia memiliki sekitar 13. 487 pulau yang tersebar diseluruh nusantara, dimana setiap pulau tersebut dikelilingi perairan/laut. Indonesia terletak diantara dua benua yaitu benua asia dan Australia serta berada diantara dua samudera, yaitu samudera hindia dan samudera pasifik. Sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari wilayah laut/perairan yang mencakupi enam puluh persen (60%) dari seluruh wilayah Indonesia dan sisanya sebesar empat puluh persen (40%) adalah wilayah daratanKondisi geografis Indonesia yang sangat strategis tersebut berpotensi mendatangkan pencemaran, khususnya pencemaran bahan berbahaya dan beracun sehingga lingkungan/wilayah laut Indonesia perlu mendapat perlindungan dari pencemaran.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: (1) Bagaimana kebijakan (policy) yang terdapat dalam instrumen-instrumen hukum internasional dalam upaya pengendalian pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut? (2) Bagaimana Politik Hukum dalam upaya pengendalian pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan Indonesia? (3) Bagaimana konsistensi dan harmonisasi secara vertikal maupun horizontal antar produk hukum yang mengatur tentang pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan Indonesia?Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode kualitatif. Kebijakan (policy) dalam instrumen-instrumen hukum internasional mengatur upaya-upaya pencegahan terjadinya pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut/perairan, Politik hukum dalam perundang-undangan nasional mengatur pencegahan dan penanggulangan pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut/perairan1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum2 Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Undip44dari aspek hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Politik hukum yang terdapat dalam produk-produk hukum, baik secara vertikal maupun horizontal mengatur pengendalian pencemaran bahan berbahaya dan beracun di wilayah laut/perairan secara berbeda-beda, sehingga terjadi inkonsistensi dan disharmonisasi antar produk hukum tersebut.Kata kunci: politik hukum, pencemaran, bahan berbahaya dan beracun, dan wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan Indonesia.
IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL Suteki Suteki
LAW REFORM Vol 13, No 2 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.982 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i2.16160

Abstract

Analisis terhadap hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep atau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui dalam peranan hukum dalam mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum dapat menanggulangi bahkan menghapuskan kemiskinan. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pasal 66A ayat (1), salah satu  tujuan bagi hasil cukai  pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial. Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh, (2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembaga pendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasarana pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6) peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehab atau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni.