cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 341 Documents
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN CYBER CRIME DAN CYBER SEX Barda Nawawi Arief
LAW REFORM Vol 1, No 1 (2005)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11103.428 KB) | DOI: 10.14710/lr.v1i1.12177

Abstract

Cyber crime di bidang kesusilaan, yang berupa cyber pornography dan cyber sex dapat menjadi masalah yang serius apabila tidak diantisipasi melalui kebijakan hukum pidana. Kebijakan umum yang perlu diterapkan adalah dengan pendekatan integral/sistemik yang memadukan pendekatan teknologi, pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif, dan pendekatan global. Kebijakan penanggulangan cyber pornography dapat ditemukan dalam KUHP dan juga dalam UU No.32/2002 tentang Penyiaran, meskipun terdapat kelemahan dalam asas teritorial. Untuk mengantisipasi hal tersebut dalam Konsep RUU KUHP 2004/2005, dirumuskan perluasan asas teritorial dan perumusan delik Pornografi Anak melalui Komputer. Sedangkan cyber sex sulit dijangkau oleh hukum pidana positif saat ini, karena perbuatannya bersifat maya/abstrak/non-fisik dan sangat individual serta selalu bertolak dari paradigma perbuatan dalam arti fisik/materiel. Oleh karena itu dalam praktek peradilan, hakim dapat melakukan konstruksi hukum dengan menyatakan bahwa cyber sex atau "hubungan seksual non-fisik (maya)" ini merupakan bentuk zina dalam pengertian Pasal 284 KUHP. Hal itu didasarkan pada alasan juridis normatif, juridis konseptual/teoritik/keilmuan, jurisprudensi, pandangan pakar, agama, dan dari sudut akibat sosial (dampak negatifnya)Kata Kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Cyber Crime, Cyber Pornography, Cyber Sex
PERLINDUNGAN HAK ANAK KORBAN PHEDOFILIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI TENTANG PENANGANAN KASUS KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI POLRESTABES SEMARANG Tri Novita Sari Manihuruk; Nur Rochaeti
LAW REFORM Vol 12, No 1 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.863 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i1.15845

Abstract

Phedofilia merupakan bentuk tindak pelanggaran terhadap hak anak yang tergolong keji dan jahat. Anak sebagai korban Phedofilia sangat dirugikan, sebab hak-hak korban kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu korban membutuhkan perhatian dan perlindungan hukum secara maksimal. Untuk mewujudkan perlindungan hak anak sebagai korban Phedofilia diperlukan suatu upaya yang rasional, yaitu dengan kebijakan perlindungan hukum khususnya di Polrestabes semarang. Perlindungan terhadap hak-hak anak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap anak korban yaitu mendapatkan rehabilitasi medis, Psikososial, restitusi, konseling dan segala bentuk perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pelaksanaan Pemenuhan Hak-Hak Anak Sebagai Korban Phedofilia dalam Tahap Penyidikan Pada Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polrestabes Semarang dilaksanakan berdasarkan SOP dan Undang-Undang, yaitu berupa: sharing, orangtua korban didampingi dalam pembuatan laporan, korban didampingi oleh orangtua ketika melakukan pemeriksaan, mendapatkan bantuan pelayanan medis, mendapatkan bantuan konseling dan psikiater, korban dijauhkan dari tersangka, identitas korban dirahasiakan/ tidak dipublikasikan. Perlindungan hak anak korban Phedofilia pada masa yang akan datang dikaji dari studi komparasi negara Malaysia dan Singapura serta studi Pembaharuan KUHP 2015 dan Undang-Undang (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual Tahun 2016).
KAJIAN TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG DISPARITAS PIDANA DALAM KASUS-KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Semarang Aghata Langlang Buana
LAW REFORM Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.882 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i2.12411

Abstract

Kajian terhadap Pertimbangan Hakim tentang Disparitas Pidana dalam Kasus-kasus Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Semarang). Banyak putusan PN Semarang yang penerapan pidananya berbeda, padahal tindak pidana-tindak pidananya sama, misal kasus pencurian. Tindak pidananya sama tentang pencurian, tetapi pidana yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana berbeda-beda. Dalam konteks ini maka ada disparitas pidana yaitu penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.Bagaimanakah disparitas pidana dalam kasus-kasus tindak pidana pencurian di Pengadilan Negeri Semarang? Apa yang menjadi pertimbangan hakim tentang disparitas pidana atas kasus tindak pidana pencurian? Bagaimanakah pengaruh disparitas pidana terhadap tujuan pemidanaan tindak pidana pencurian? Tujuan penelitian ini yaitu: untuk mendeskripsikan disparitas pidana dalam kasus-kasus tindak pidana pencurian di Pengadilan Negeri Semarang; untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim tentang disparitas pidana atas kasus tindak pidana pencurian; untuk mengetahui pengaruh disparitas pidana terhadap tujuan pemidanaan tindak pidana pencurian.Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis atau yuridis empiris. Spesifikasi penelitian adalah penelitian deskriptif analitis. Sebagai data primer yaitu hasil wawancara, sedangkan data sekunder yaitu bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yaitu sejumlah referensi yang relevan dan aktual. Metode pengumpulan data adalah studi pustaka dan wawancara/Interview. Metode analisis data menggunakan analisis data empiris.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya disparitas pidana ini bukan hanya di PN Semarang, namun pada seluruh pengadilan di Indonesia bahkan di dunia ini tidak bisa sama sekali meniadakan disparitas pidana. Disparitas pidana tidak bisa ditiadakan sama sekali karena menyangkut persoalan sampai sejauh mana hal itu sebagai akibat yang tidak terelakkan dari kewajiban hakim untuk mempertimbangkan seluruh elemen yang relevan dalam perkara individu tentang pemidanaannya. Simpulan: disparitas tidak secara otomatis mendatangkan kesenjangan yang tidak adil. Demikian pula persamaan dalam pemidanaan tidak secara otomatis mendatangkan pidana yang tepat. Saran: hendaknya ada penelitian yang lebih dalam lagi tentang disparitas pidana. Sehubungan dengan itu, akademik perlu membuka seluas-luasnya pada peneliti lainnya untuk meneliti terhadap upaya mengatasi disparitas pidana, dengan harapan dapat diperkecil dampak negatif dari adanya disparitas pidana.Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Disparitas Pidana, Kasus-kasus Tindak Pidana Pencurian, Pengadilan Negeri Semarang.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASAR TRADISIONAL DI ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN Ni Komang Devayanti Dewi
LAW REFORM Vol 14, No 1 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.65 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i1.20232

Abstract

Masuknya investasi untuk berinvestasi di sektor pasar modern, menjadi tantangan tersendiri bagi aktivitas dan perkembangan ekonomi rakyat kecil dalam hal ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah di pasar tradisional.  Bahkan keberadaan pasar tradisional di perkotaan semakin memprihatinkan dan bahkan terancam gulung tikar dengan semakin pesatnya pertumbuh dan perkembangan pembangunan pasar modern. Tujuan penulisan tulisan ini adalah untuk mengetahui tantangan terhadap pasar tradisional di tengah pengaruh globalisasi dan liberalisasi perdagangan serta mengetahui perlindungan hukum bagi pasar tradisional di era liberalisasi perdagangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu Tantangan terhadap pasar tradisional di tengah pengaruh globalisasi dan liberalisasi perdagangan ditandai dengan masuknya arus investasi di Indonesia yang telah melanda seluruh bidang penanaman modal dari suatu daerah menuju kedaerah yang lain yang paling menguntungkan, Perlindungan Hukum Bagi Pasar Tradisional di Era Liberalisasi Perdagangan dalam dilihat dalam Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007 , Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 56/M-DAG/PER/9/2014, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 20 Tahun 2012.
Kebijakan Sistem Pemidanaan Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk Corina Hidayah
LAW REFORM Vol 9, No 2 (2014)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.414 KB) | DOI: 10.14710/lr.v9i2.12445

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan sistem pemidanaan tindakpidana pembunuhan yang sedang berlaku saat ini. Tujuan lainnya adalah untukmenjelaskan kebijakan sistem pemidanaan tindak pidana pembunuhan pada masayang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridisnormative yang menitik beratkan pada sumber data sekunder. Analisa data disajikansecara kualitatif normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, Tidak terdapatpengertian maupun penjelasan mengenai tindak pidana Pembunuhan(Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk) dalam KUHP yang berlaku saat ini hanyasaja berdasarkan interpretasi dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana.Kedua, Para pembuat undang-undang agar dalam merumuskan mengenaiperumusan RKUHP terdapat penjelasan mengenai tindak pidana pembunuhandalam keadaan mabuk dengan mengadopsi atau merujuk pada perundangundanganyang terdapat dalam ketentuan Pasal mengenai tindak pidana dalamkeadaan mabuk dibeberapa negara lain, dengan menambahkan pada pasal 357konsep RUU KUHP yang semula hanya satu Pasal saja menjadi dua Pasal.Kata kunci:Kebijakan, pidana, pembunuhan, keadaan mabuk1 Mahasiswa
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM MELINDUNGI TRANSAKSI E - COMMERCE DI INDONESIA Rizka Andi Fitriono
LAW REFORM Vol 7, No 1 (2011)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (710.845 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i1.12479

Abstract

Kegiatan perdagangan di masyarakat telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut dipengaruhi salah satunya dengan berkembangnya teknologi yang berbasis internet yang dikenal dengan nama e-commerce. E-commerce merupakan bentuk perdagangan yang mempunyai karakteristik tersendiri yaitu perdagangan yang melintasi batas negara, tidak bertemunya penjual dan pembeli, media yang dipergunakan internet.Kondisi tersebut di satu sisi sangat menguntungkan bagi para pihak baik konsumen maupun pelaku usaha karena Akses ke pasar global secara langsung dan banyak pilihan yang didapat dengan mudah, di sisi lain menimbulkan kejahatan baru karena karakteristik e-commerce yang khas. Maka dari itu sangat diperlukan perlindungan hukum dalam transaksi e-commerce. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tesis ini diangkat tiga permasalahan yaitu pertama bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana dalam melindungi terhadap transaksi e commerce saat ini dan kedua bagaimanakah Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam melindungi terhadap transaksi e-commerce yang akan datang. Metodelogi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji/menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum terutama bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, Serta ditunjang dengan pendekatan yuridis historis dan yuridis komparatif. Hasil analisa yang dapat dijadikan sebagai kesimpulan dalam tesis ini terhadap Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam melindungi terhadap transaksi e commerce saat ini  belum tercantumnya secara jelas dan terpadu dalam hukum positif di Indonesia, baik dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), maupun dalam perundang-undangan di luar KUHP. Akan tetapi, terdapat ketentuan dalam KUHP dan dalam perundang-undangan di luar KUHP yang dapat diterapkan terhadap transaksi e-commerce. Kebijakan formulasi perlindungan hukum pidana dalam transaksi e-commerce  yang akan datang adalah Konsep KUHP 2008 namun kebijakan formulasi ini dirasa masih kurang karena tidak mengatur secara khusus terhadap tindak pidana transaksi e-commerce. Oleh karena itu, menurut penulis Para pembuat kebijakan formulasi hukum pidana dalam melindungi  terhadap transaksi e-commerce seyogyanya adanya hubungan dan harmonisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan Transaksi Elektronik yang bisa dikatakan cyberlaw Indonesia dengan undang-undang induk yaitu KUHP dan undang-undang khusus lainnya maupun konvensi internasional yang berkaitan dengan transaksi e-commerce.  Kata Kunci : Kebijakan Formulasi, Transaksi E-Commerce, Hukum Pidana
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA (PENAL) DAN NON HUKUM PIDANA (NON PENAL) DALAM MENANGGULANGI ALIRAN SESAT Saiful Abdullah
LAW REFORM Vol 4, No 2 (2009)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.231 KB) | DOI: 10.14710/lr.v4i2.700

Abstract

ABSTRAKMeningkatnya masalah-masalah kejahatan dan kekerasan yang berlatarbelakang agama dan kepercayaan, terutama mengenai aliran sesat sampai saat inidinilai sangat meresahkan, dan menghawatirkan, yang jika tidak ditanggulangi,dihawatirkan akan menimbulkan perpecahan di kalangan anggota keluarga danmasyarakat, bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara.Bertolak dari hal tersebut diatas, subtansi permasalahannya ada dua , yaitukebijakan hukum pidana dalam menanggulangi aliran sesat untuk saat ini danuntuk saat yang akan datang maupun kebijakan non penal dalam menanggulangialiran sesat. Dua permasalahan pokok ini pada intinya ditujukan untuk mengetahuidan menganalisa kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi aliran sesatuntuk saat ini dan untuk masa yang akan datang, maupun untuk mengetahui danmenganalisa kebijakan non penal dalam menanggulangi aliran sesatPenelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif analitisdengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridisnormatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana asas-asas hukum, sinkronisasivertikal/ horisontal, dan sistemik hukum diterapkan. Sedangkan, pendekatanyuridis empiris pada prinsipnya hukum dikonsepsikan secara sosiologis sebagaigejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan secara empiris yang teramatidalam pengalaman.Dari hasil penelitian di dapat bahwa saat ini maka kebijakanpenanggulangan aliran sesat dapat dilakukan dengan menggunakan hukum pidana(penal) dengan menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)maupun undang-undang di luar KUHP, terutama UU No 1 Pnps 1965. Sedangkanupaya antisipatif di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan antisipasiyuridis, yaitu mempersiapkan berbagai peraturan yang bersangkut-pautdengannya. Sedangkan upaya non penal dapat ditempuh dengan melakukanpendekatan agama, budaya/kultural, moral/edukatif sebagai upaya preventifdengan melakukan serangkaian program kegiatan dengan fokus pengkuatan,penanaman nilai budi pekerti yang luhur, etika sosial, serta pemantapankeyakinan terhadap agama melalui pendidikan agama.Konsepsi kebijakan penanggulangan aliran sesat adalah mengintegrasikandan mengharmonisasikan kegiatan atau kebijakan non penal dan penal itu ke arahpenekanan atau pengurangan faktor-faktor potensial untuk tumbuh dan suburnyaaliran sesat di Indonesia. Dengan pendekatan integral inilah diharapkan , ummatdapat hidup berampingan secara damai dalam menjalankan agama, keyakinan,2ibadah dan kepercayaannya sebagaimana dicantumkan dalam Undang-undangDasar 1945.Kata Kunci: Aliran Sesat, Kebijakan Hukum Pidana (penal) dan Kebijakan NonHukum Pidana (non penal)
KEBIJAKAN HUKUM “TRANFERABILITY” TERHADAP PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA Kholis Roisah
LAW REFORM Vol 11, No 2 (2015)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.578 KB) | DOI: 10.14710/lr.v11i2.15772

Abstract

Perhatian dan kepedulian pemerintah Indonesia semakin meningkat setelah menjadi pihak Persetujuan TRIPs dan konsekuensinya Indonesia harus meratifikasi beberapa perjanjian internasional di bidang HKI dan melakukan revisi serta mengeluarkan peraturan baru di bidang perlindungan HKI. Sistem hukum perlindungan HKI di Indonesia yang mendasarkan pada perjanjian-perjanjian internasional  mengandung nilai atau ide dasar perlindungan HKI mengadopsi gagasan yang mengedepankan hak-hak individu  yang  memenerima sesorang itu memiliki harga perseorangan yang kuat dan diyakini memiliki harga moral yang intrinsik/inheren yang berbeda dengan   kosmologi masyarakat Indonesia yang bercorak komunal menjadikan karya-karya intelektual tersebut diciptakan oleh para kreator dan inventor bukan bertujuan untuk dimiliki secara pribadi sebagai kekayaan, tetapi semata-mata bertujuan memenuhi kebutuhan komunitas masyarakat. Kebijakan hukum perlindungan HKI di Indonesia sama  dengan melakukan “transferability” ataupun transplantasi sistem hukum HKI yang berasal dari masyarakat Barat ke dalam sistem hukum Indonesia. Kebijakan perlindungan HKI di Indonesia menjadi tidak berakar  sistem sosial masyarakatnya (not peculiar rooted of social life) dan tidak  tumbuh di dalam konteks sosial  masyarakat Indonesia sendiri (not developed within context).
KESEPAKATAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PEMILU (STUDI KASUS KONFLIK PEMILU TAHUN 2004 DI KABUPATEN BATANG) Langgeng Purnomo
LAW REFORM Vol 2, No 2 (2007)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14010.653 KB) | DOI: 10.14710/lr.v2i2.12293

Abstract

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui wujud konflik pelaksanaan Pemilu tahun 2004 di Kabupaten Batang, untuk mengetahui adanya kesepakatan sosial sebagai sarana penyelesaian konflik, untuk mengetahui tanggapan dari pihak-pihak yang terlibat konflik terhadap kesepakatan sosial dan ingin dijelaskan bahwa kesepakatan sosial sebagai sarana dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemilu. Untuk membahas masalah sentral tersebut, dipakai pendekatan social legal research dan studi intensif dilaksanakan di lokasi wilayah Kabupaten Batang. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode penelitian kualitatif dengan didukung pengumpulan data melalui wawancara berpedoman dan pengumpulan data melalui sumber data sekunder. Temuan studi menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2004 di Kabupaten Batang, telah terjadi beberapa konflik. Yakni konflik di internal PPP Kabupaten Batang, konflik antara PDIP dan Partai Golkar, konflik Partai Golkar / PKB dengan Kepala Desa serta Camat. Faktor-faktor penyebab konflik yakni masing-masing pihak berusaha untuk memperebutkan sumber daya dalam perolehan jumlah suara, saling berebut untuk memperoleh kedudukan dalam kepengurusan parpol ataupun ketidak netralan aparat pemerintah. Untuk mencegah dan menanggulangi konflik dapat digunakan kesepakatan sosial sebagai sarana penyelesaian konflik Pemilu. Adanya kesepakatan sosial yang dilaksanakan dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2004 di Kabupaten Batang, mendapat dukungan dari para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu. Kesepakatan sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya penccegahan dan penanggulangan tindak pidana Pemilu di Kabupaten Batang.Kata Kunci : Kesepakatan Sosial / Konvensi Sosial, Konflik, Tindak Pidana Pemilu.
Implementasi Nilai Keadilan Sosial Oleh Hakim Dalam Perkara Lanjar Sriyanto Dari Perspektif Pancasila Dan Kode Etik Profesi Hakim Lilik Haryadi; Suteki Suteki
LAW REFORM Vol 13, No 2 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (118.039 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i2.16153

Abstract

Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar yang memutus perkara Lanjar Sriyanto atas kelalaian dalam berkendara yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia dan anaknya mengalami luka, dalam pertimbangan hukumnya telah menggunakan pemikiran secara progresif yakni meskipun Lanjar Sriyanto secara fakta dan alat bukti yang dihadirkan telah memenuhi unsur rumusan pasal yang didakwakan namun hakim menilai dengan menggunakan dasar kemanusiaan dan keadaan Lanjar Sriyanto maka tidak ada sifat dapat dicelanya Lanjar Sriyanto dan adanya alasan pemaaf sehingga hakim memutuskan Lanjar Sriyanto tidak perlu menjalani hukuman pidana. Hakim pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung telah merubah putusan Hakim Pengadilan Negeri sehingga menyatakan lanjar Sriyanto telah memenuhi rumusan delik dan patut dipidana. Sehingga karena hakim pada tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung hanya melihat pada penerapan hukum bukan melihat langsung keadaan Lanjar Sriyanto maka keadilan dirasa belum dihadirkan sebagaimana keadilan sosial yang diamanatkan dalam Pancasila, Kode Etik Hakim, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Penelitian hukum ini adalah non-doktrinal menggunakan pendekatan Socio Legal Research. Hakim tidak hanya memutus berdasarkan pada rumusan pasal yang didakwakan, namun hakim wajib menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, Kode Etik Hakim, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Hakim menegakkan hukum juga harus menegakkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat termasuk nilai keadilan sosial. Menegakkan hukum harus menguraikan makna dan tujuan hukum itu sendiri, bukan hanya menerapkan aturan perundang-undangan yang tertulis sehingga hakim bukan hanya sebagai corong undang-undang, namun hakim wajib menghadirkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hakim wajib memutus perkara dengan keyakinannya serta dilandasi pada kebijaksanaannya. Hakim dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat karena sejatinya hakim tidak berada dalam ruang hampa dari pengaruh-pengaruh sosial.

Page 4 of 35 | Total Record : 341