Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A KABUPATEN KENDAL Nur Rochaeti, R.B. Sularto, Tarekh Candra D*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.846 KB)

Abstract

Pembinaan narapidana ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak para narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan bertugas menampung, merawat dan membina narapidana. Pembinaan narapidana yang baik harus ada partisipasi dari petugas, narapidana dan masyarakat. Tujuan penulisan ini untuk menganalisis pelaksanaan pembinaan narapidana, peran serta masyarakat dalam pembinaan narapidana, dan hal-hal yang menjadi hambatan bagi masyarakat dalam hal peran serta masyarakat dalam pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Kendal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan penelitian dengan menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Kendal menunjukan bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana sudah cukup baik, meskipun menemui hambatan seperti kurangnya kualitas dan kuantitas petugas, sarana dan prasarana yang kurang memadai, sikap perilaku dan jumlah narapidana yang tidak sebanding dengan jumlah petugas, dan pandangan negatif masyarakat terhadap narapidana. Masyarakat terlibat dalam pembinaan kerohanian dan intelektual, mengawasi, menjamin dan membimbing dalam program asimilasi dan integrasi. Hambatan masyarakat untuk terlibat dalam pembinaan diantaranya enggan untuk terlibat dalam pembinaan narapidana, perizinan dan syarat yang ketat, sarana kurang memadai, dan terbatasnya anggaran.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA. (PUTUSAN NO. 02/PID.SUS.ANAK/2015/PN-UNR.KAB.SEMARANG) Nur Rochaeti, A.M.Endah Sri A, Muhammad Husein Reza*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.627 KB)

Abstract

Anak adalah titipan Tuhan kepada kedua orangtua, masyarakat, bangsa, dan negara sebagai generasi penerus dalam mencapai cita-cita dan eksistensi suatu Negara. Berkenaan dengan yang dimaksud dengan anak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 11 tahun 2012 pasal 1 angka 3 yaitu :“Anak yang berkonflik  dengan  hukum  yang  selanjutnya  disebut  anak  adalah anak  yang  telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi  belum  berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Dalam konvensi-konvensi internasional telah mengatur mengenai Perlindungan Anak dan cara pelaksanaan penyelesaian permasalahan anak dalam proses Peradilan Pidana.Negara berkewajiban memenuhi  hak setiap anak atas kelangsungan hidup,tumbuh dan berkembang, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Selain pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan. Negara Indonesia berdasarkan isi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak  pelaksanaan Perlindungan Anak pada proses Peradilan Pidana Anak tercantum pada  UUSPPA Pasal 52, 53, 54, 55, 56, 57, 60, 61, dan 62 berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan anak diatur pada KUHP pasal 363 ayat 1 ke-5. Dalam pertanggung jawaban tindak pidana, anak tidak seluruhnya berupa pemidanaan. Dalam menjalani proses pemidanaan anak diberikan hak-hak yang sebagaimana di atur pada Pasal 4 butir (a) sampai (g) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak.
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KELAS I SEMARANG Nur Rochaeti, Endah Sri, Lisda Dina Uli P*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.55 KB)

Abstract

Fenomena kejahatan yang sekarang menjadi perhatian khusus oleh pemerintah hingga masyarakat umum adalah kejahatan oleh dan kepada Anak. Balai Pemasyarakatan mempunyai peran penting dalam setiap perkara yang dilakukan oleh anak. BAPAS diharapkan dapat menjadi pemantau serta pendamping bagi Anak Berhadapan dengan Hukum. Tujuan dari penulisan hukum ini untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hukum Anak Berhadapan dengan Hukum menurut ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak dan pelaksanaan perlindungan hukum bagi Anak Berhadapan dengan Hukum di BAPAS Kelas I Semarang. Metode pendekatan yang dilakukan adalah metode yuridis empiris. Data/materi pokok dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari para informan melalui penelitian lapangan, yaitu BAPAS Kelas I Semarang dan LPAS Jawa Tengah.Hasil penelitian dalam pelaksanaan tugas BAPAS di lapangan akan dilaksanakan oleh Petugas Kemasyarakatan yang dalam hal ini Pembimbing Kemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan akan melakukan pembimbingan dari tahap pra-ajudikasi hingga post-ajudikasi bagi Anak Berhadapan dengan Hukum, dan juga bekerjasama dengan LPAS, LPKS dan LPKA pada regional kerja BAPAS. Tugas pertama Pembimbing Kemasyarakatan adalah membuat laporan penelitian kemasyarakatan yang akan menjadi pedoman penegak hukum dalam melakukan proses hukum terhadap Pelaku Anak. Pembimbing Kemasyarakatan Kelas I Semarang dalam menjalankann tugasnya selalu berpedoman dengan isi dari Pasal 65 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
ARTI PENTING VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN Nur Rochaeti, Bambang Dwi Baskoro, Hamidah Siadari*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.976 KB)

Abstract

Tindak Pidana Perkosaan memerlukan alat bukti sah dalam pembuktiannya, minimal dua alat bukti yang sah dalam membentuk keyakinan hakim. Jika sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang ditemukan penyidik maka keyakinan hakim dapat terbentuk, namun jika alat bukti kurang dari dua maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membuat Visum et Repertum. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik menyusun penelitian hukum dengan judul “Arti Penting Visum et Repertum sebagai Alat Bukti dalam Penanganan Tindak Pidana Perkosaan”Rumusan masalah pada penelitian ini adalah masalah  bagaimana kebijakan formulasi dalam pembuktian tindak pidana perkosaan  dan bagaimana kedudukan dan kekuatan Visum et Repertum terhadap pembuktian tindak pidana perkosaan.Metode penelitian dilakukan dengan metode pendekatan normatif empiris dan spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Kemudian metode pengumpulan datanya dilakukan melalui studi kepustakan dan wawancara, sedangkan analisis datanya dilakukan secara kualitatif.Hasil penelitian yang didapat yaitu bahwa penanganan tindak pidana perkosaan sudah diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan sudah dimuat beserta perluasan tindak pidana perkosaan dalam konsep Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana terutama perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana jika dilihat dari paradigma Rancangan KUHP yang tidak terlepas dari penerimaan instrumen HAM (Hak Asasi Manusia) dan pendekatan model Restorative justice sebagai model untuk mengahadapi kejahatan kejahatan yang terjadi, dan mencari sistem keadilan baru dari yang selama ini ada. Kedudukan Visum et Repertum hanya termasuk satu dari 5 alat bukti yang sah namun dengan melampirkan bukti Visum et Repertum di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik atau pada tahap pemeriksaan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum otomatis bukti Visum et Repertum menjadi alat bukti sah. Namun Visum et Repertum harus dilakukan agar dapat diketahui apakah benar telah terjadi tindak pidana tersebut terhadap korban. Visum et Repertum mutlak harus ada dalam penyidikan kejahatan perkosaan namun tidak selalu ada dokter setempat yang terpencil.Kekuatan dalam pembuktian tindak pidana perkosaan, dengan Visum et Repertum dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Karena tujuan Visum et Repertum adalah untuk memberikan kepada hakim suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
The Impact of Enforcement of Corruption Law by the Corruption Eradication Commission after the Ratification of the Latest KPK Law Ayu Putriyana; Nur Rochaeti
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 21, No 3 (2021): September Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.822 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2021.V21.299-310

Abstract

2019 was a year full of turmoil for the KPK (Corruption Eradication Commission) due to the revision of the KPK Law after 17 years of the KPK Law being in effect. Despite many rejections, the latest KPK Law was still passed in September 2019 so that it became Indonesia's positive law. Therefore, the statements of the problem in this research are: what is the cause of the KPK Law revision and what is the impact of law enforcement on corruption by the KPK after the ratification of the latest KPK Law. The purpose of this research is to find out the reasons for the revision of the KPK Law and the impact of the implementation of the latest KPK Law. The method used in this research is a normative juridical method with a descriptive qualitative approach. The results of the research indicate that there are several weaknesses of the previous KPK Law which have an impact on the performance of the KPK so that it has not provided maximum results. In fact, regarding the impact of the enactment of the latest KPK Law, it has not given positive results so that it affects the stability of law enforcement for corruption. Therefore, there needs to be a good adaptation for the KPK and all related parties so that the latest KPK Law can run well.
The Socio-Legal Study of Rights Fulfillment and Fostering Prisoner at Correctional Institutions in Covid 19 Pandemic Nur Rochaeti; Irma Cahyaningtyas
Jurnal Dinamika Hukum Vol 21, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2021.21.2.2858

Abstract

As part of the integrated criminal justice system, Correctional Institutions play a role as law enforcement officers in addition to having a strategic role in the formation of Human Resources (HR) that are independent, responsible, quality, and dignified. The correctional system is a more humane and normative treatment system for inmates based on Pancasila and is characterized by rehabilitative, corrective, educative, and integrative or order regarding the direction and boundaries as well as ways of fostering prisoner based on Pancasila, which are carried out in an integrated manner between the coach as  a correctional officer , being fostered, and integrative or order regarding the direction and boundaries as well as the way of fostering the prisoners based on Pancasila which are carried out in an integrated manner between the coach, prisoners and integrative Public. The problem is how is the socio-legal study of fulfilling prisoner’s rights and fostering in correctional institutions during the COVID 19 pandemic. The research method used is socio-legal, to analyze the policy on Act Number 12 of 1995 of correctional and fulfillment of prisoner’s rights in coaching during the COVID 19 pandemic. The results of the study analysis that the policy in Act Number 12 of 1995 of correctional currently does not accommodate the fulfillment of prisoner’s rights in correctional facilities, prisoner’s guidance is carried out by providing useful skills after leaving correctional facilities for independence and personality, which cannot be fully utilized. Inmates optimally, after leaving penitentiary, infrastructure facilities, as well as health workers in correctional, are needed, especially when the COVID 19 pandemic. The release of prisoners is a dilemma in the condition of the COVID 19 pandemic.Keywords: arranged socio-legal; fostering prisoner; correctional institutions; COVID 19
KONTRIBUSI PERADILAN ADAT DAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PEMBARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Nur Rochaeti; Rahmi Dwi Sutanti
Masalah-Masalah Hukum Vol 47, No 3 (2018): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.167 KB) | DOI: 10.14710/mmh.47.3.2018.198-214

Abstract

Keadilan menurut masyarakat adat dimaknai sebagai suatu konsep yang bersifat kompleks, karena tidak hanya dapat diberikan oleh pengadilan formal, namun juga dapat diberikan oleh forum lain seperti peradilan adat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kontribusi peradilan adat dan keadilan restoratif dalam pembaruan  hukum pidana di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian sosio-legal (socio-legal study).Hasil penelitian menunjukkan peradilan adat dan keadilan restoratif di Indonesia telah dilakukan melalui partisipasi anggota masyarakat dengan karakteristik tradisional hukum, pluralisme budaya, nilai-nilai moral, dan agama dalam rangka memecahkan masalah melalui konsultasi untuk mencapai kesepakatan. Peradilan adat dan keadilan restoratif di Indonesia dilakukan dengan mediasi untuk kesepakatan untuk mencapai kesepakatan demi kepentingan terbaik bagi korban, pelaku, keluarga, dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan karakteristik tradisional hukum, pluralisme budaya, nilai-nilai moral, dan agama.
MEMUTUS MATA RANTAI PRAKTIK PROSTITUSI DI INDONESIA MELALUI KRIMINALISASI PENGGUNA JASA PROSTITUSI Apriliani Kusumawati; Nur Rochaeti
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.333 KB) | DOI: 10.14710/jphi.v1i3.366-378

Abstract

Selama ini prostitusi di Indonesia dipandang dengan cara pandang patriarki, dimana Perempuan yang Dilacurkan (Pedila) selalu menjadi objek dan tudingan sumber permasalahan. Pedila dihukum oleh Negara sebagai pelaku tindak pidana, sedangkan pengguna jasa prostitusi dianggap wajar, padahal praktik prostitusi akan terus ada selama masih banyak “permintaan/demand” dari pengguna jasa prostitusi. Karenanya, gagasan kriminalisasi bagi pengguna jasa prostitusi mendesak untuk dilakukan dalam upaya memutus mata rantai praktik prostitusi. Penulis menemukan bahwa Indonesia terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang memuat larangan prostitusi, antara lain terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun aturan tersebut belum komprehensif untuk menjerat para pihak yang terlibat dalam prostitusi, khususnya pengguna jasa prostitusi. Penindakan dapat dilakukan melalui penyusunan peraturan perundang-undangan khusus terkait prostitusi atau dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. 
Pertimbangan Hakim Dalam Menggunakan Keterangan Ahli Kedokteran Forensik Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Pembunuhan Muchlas Rastra Samara Muksin; Nur Rochaeti
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v2i3.343-358

Abstract

Pemeriksaan suatu perkara pidana menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam suatu proses peradilan yang bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) salah satu usaha yakni dengan menggunakan ilmu bantu kedokteran forensik, Namun sayangnya dilapangan banyak sekali Aparat Penegak Hukum Termasuk Hakim yang tidak memanfaatkan semaksimal mungkin metode yang diperbolehkan oleh Hukum Acara Indonesia untuk menghadirkan kebenaran dan keadilan dalam suatu perkara Pidana Khususnya Pembunuhan. Artikel ini memberikan kejelasan kedudukan dan pengaruh Alat Bukti Kedokteran Forensik terhadap Pertimbangan Hakim. Penelitian ini merupakan Penelitian Normatif. Bahwa Kedudukan keterangan ahli forensik berdiri pada sifat dualisme alat bukti keterangan ahli, Pada suatu sisi alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau Visum et Repertum tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli pada sisi yang lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan juga menyentuh alat bukti surat, namun pengambilan keputusan akan sifat dualisme alat bukti keterangan ahli Forensik terletak pada keyakinan hakim dalam membuat putusan. Ilmu kedokteran forensik berperan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara sesuatu perbuatan dengan akibat yang akan menimbulkan akibat luka pada tubuh atau yang menimbulkan gangguan kesehatan atau yang menimbulkan matinya seseorang (causal verbend).
Proses Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Novi Novitasari; Nur Rochaeti
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v3i1.96-108

Abstract

Penyalahgunaan dan peredaran Narkotika sudah merambah sampai kesemua kalangan menjadi korban. Tujuan penelitian ini“untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anak menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika di daerah Semarang, untuk mengetahui, memaparkan dan menganalisis Penegakan aturan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak. Metode yang dipakai pada studi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan ini adalah penelitian yuridis normative dan juga menggunakan metode berpikir deduktif. Hasil penelitian di dapat faktor yang mempengaruhi anak menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan substansi hukum, struktur hukum, sarana, budaya hukum dan masyarakat. Faktor yang paling berpengaruh merupakan internal anak itu sendiri. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak telah efektif. Peran orang tua untuk mendidik anak dengan baik agar tidak mudah terpengaruh melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Terkhusus kepada Hakim untuk melakukan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana sehingga memberikan dampak yang baik bagi psikologi anak yang berhadapan dengan hukum.