cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
PERBEDAAN SIKLUS TANAM BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, TERHADAP VARIABILITAS TINGKAT SERAPAN KARBON Erlania Erlania; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.235 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.111-124

Abstract

Rumput laut merupakan komoditas penting kelautan dan perikanan. Komoditas ini selain berperan untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir juga mempunyai fungsi sebagai penyerap karbon. Penelitian ini telah dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh perbedaan waktu siklus tanam terhadap tingkat serapan karbon oleh rumput laut, Kappaphycus alvarezii, terkait fluktuasi kondisi lingkungan perairan. Rumput laut dibudidayakan dengan sistem long line di Perairan Teluk Gerupuk selama tiga siklus tanam pada bulan Juli-November 2012. Pengamatan dan analisis sampel rumput laut dilakukan pada hari ke-0, 15, 30, dan 45 untuk masing-masing siklus tanam, dengan parameter yang dianalisis adalah laju serapan karbon, laju pertumbuhan harian, dan produktivitas budidaya. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara in situ untuk mengetahui fluktuasi kondisi perairan Teluk Gerupuk. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus tanam rumput laut yang berlangsung pada musim tanam berbeda memberikan pengaruh pada perbedaan pola serapan karbon oleh rumput laut hasil budidaya. Tingkat serapan karbon tertinggi dari tiap siklus diperoleh pada waktu yang sama yaitu pada periode awal budidaya, dengan nilai berturut-turut 33,13; 88,73; dan 18,16 ton C/ha/tahun. Budidaya yang berlangsung pada saat musim tanam produktif memberikan serapan karbon yang optimum, dan sebaliknya saat musim tanam kurang produktif serapan karbon yang dihasilkan juga minimum.
HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR TEKNIS DENGAN PRODUKTIVITAS TAMBAK INTENSIF DI LAMPUNG SELATAN Mudian Paena; Irmawati Sapo; Akhmad Mustafa; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.059 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.267-275

Abstract

Sub sektor perikanan budidaya menjadi salah satu penyokong produksi perikanan nasional. Terkait dengan semakin meningkatnya permintaan pasar internasional dan domestik maka program revitalisasi perikanan budidaya khususnya udang yang dicanangkan sejak tahun 2005 telah direspon baik oleh semua pemerhati perikanan budidaya. Produksi udang nasional tersebut dihasilkan oleh tambak dari berbagai tingkat teknologi mulai dari tambak tradisional sampai pada tambak intensif. Pengembangan tambak intensif di Indonesia masih didominasi oleh para pengusaha atau perorangan yang memiliki modal besar, mengingat dalam pengoperasian tambak intensif membutuhkan biaya produksi yang sangat tinggi dan bervariasi antara tambak satu dengan tambak yang lainnya. Namun demikian pengelolaan tambak intensif secara teknik tidak sama antara satu pengelola tambak dengan pengelola tambak lainnya. Hal tersebut berdasarkan kemampuan dan pengalaman para teknisi dan tenaga ahli pendamping serta kondisi spesifik setiap tambak. Berdasarkan hal tersebut maka  telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara beberapa faktor teknis dengan produktivitas udang di tambak intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor teknis mana yang sangat berpengaruh terhadap produksi udang di tambak intensif. Penelitian ini dilakukan di kawasan tambak intensif Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung pada tahun 2007. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survai untuk mendapatkan data primer dari proses produksi yang dilakukan melalui pengajuan kuisioner dan perekaman pada saat wawancara kepada responden secara terstruktur. Analisis data dilakukan untuk menentukan koefisien korelasi untuk mengetahui tingkat hubungan atau keeratan hubungan antara produktivitas tambak dengan faktor teknik pengelolaan tambak. Seluruh data dianalisis menggunakan Program Statistial Product and Service Solution (SPSS) 15,0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengapuran dolomit awal, pengapuran kaptan awal, padat penebaran dan waktu penebaran mempengaruhi produktivitas tambak intensif di Kabupaten Lampung Selatan.Aquaculture sector has been one of the backbones of national fisheries production. Increasing demand from international and domestic markets has made the revitalization of aquaculture, particularly in prawn culture which has been proclaimed since 2005, getting positive response from fisheries stakeholders. National prawn production mainly comes from pond culture applying different technology levels from traditional to intensive systems. Development of intensive pond in Indonesia is dominated by entrepreneurs who have massive capital resources. Intensive ponds require a very high production costs and vary from one pond to the others. Furthermore, intensive pond is managed differently between one manager and the others. It depends on the skill and experience of technicians, aquaculture extensions and specific conditions of the pond. This research was aimed to find out technical factors which influence prawn culture in intensive pond. The research was done in intensive pond area in South Lampung in 2007. A field survey was conducted using questionaire and structured interview to gather primary data of production processess. Data analysis was done to determine the coefficient correlation or the closeness of correlation between pond productivity and pond technical factors. All data were analyzed using Statistical Product and Service Solution (SPSS) 15.0 program. The result showed that the initial dolomite plastering, captan application, stocking density, and time of stocking influence the productivity of intensive ponds in South Lampung, province of Lampung.
PENGARUH KADAR TRIPTOPAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KRABLET KEPITING BAKAU, Scylla serrata SELAMA MASA PENDEDERAN Usman Usman; Kamaruddin Kamaruddin; Asda Laining
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 3 (2016): (September 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.582 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.3.2016.259-269

Abstract

Kepiting bakau bersifat kanibal dan cenderung memiliki laju pertumbuhan yang lambat ketika diberi pakan buatan. Triptopan adalah salah satu asam amino esensial untuk pertumbuhan dan merupakan prekursor pembentukan serotonin yang dapat mengontrol sifat agresif pada beberapa vertebrata. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum triptopan pakan terhadap pertumbuhan dan sintasan krablet selama masa pendederan. Empat dosis penambahan L-triptopan dalam pakan yaitu: 0% (A); 0,25% (B); 0,5% (C); dan 1,0% (D) dengan kadar triptopan dalam pakan berturut-turut 0,41%; 0,52%; 0,67%; dan 0,96%; serta kontrol berupa pakan rebon kering (E) yang mengandung triptopan sebanyak 0,79%. Hewan uji yang digunakan adalah krablet kepiting bakau berumur 3-5 hari sejak memasuki stadia krablet. Krablet dipelihara dalam bak fiber berukuran 1,0 m x 1,0 m x 0,5 m sebanyak 15 unit dengan kepadatan masing-masing 50 ekor/m2. Selama lima minggu pemeliharaan, krablet diberi pakan uji sebanyak 30%-15%/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krablet yang diberi pakan mengandung triptopan 0,67% menunjukkan laju pertumbuhan tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan krablet yang diberi pakan mengandung triptopan 0,41%. Rasio efisiensi protein tertinggi juga didapatkan pada krablet yang diberi pakan mengandung triptopan 0,67% dan berbeda nyata (P<0,05) dengan krablet yang diberi pakan rebon. Sintasan, konsumsi pakan harian, rasio konversi pakan, dan komposisi proksimat total tubuh krablet relatif sama di antara perlakuan, meskipun ada kecenderungan terbaik pada krablet yang diberi pakan mengandung 0,67% triptopan.The main constrain in mud crab culture is high cannibalism which are triggered by several factors such as limited space, lack of feed and large size variation. Mud crab also has relative slow growth when fed artificial diet. Tryptophan is an essential amino acid for growth and precursor of serotonin which can control natural aggressiveness in vertebrates. This study was conducted to obtain optimum level of tryptophan in diet for mud crab during nursery. Four test diets were formulated to contain different levels of supplemental L-tryptophan at: 0%, 0.25%, 0.5%, 1.0%, and as the control diet was dried mysid, so the tryptophan levels of the test diets were 0.41% (A), 0.52% (B), 0.67% (C), 0.96% (D), and 0.79% (mysid, E) respectively. Crablets (3-5 days post-methamorphosis) with average initial weight of 0.039 g were randomly distributed into 15 of 1.0 m x 1.0 m x 0.5 m fibre glass tank with density of 50 ind./tank. The crablets were fed daily the test diets at 30% to15% of biomass. After five weeks feeding trial, crablet fed the diet containing 0.67% of tryptophan had significantly (P<0.05) higher weight gain compared to crablet fed diet containing 0.41% of tryptophan. Highest protein efficiency ratio was also obtained in crablet fed the diet containing 0.67% of tryptophan and significantly different (P<0.05) with crablet fed dried mysid (control). Final carapace width, feed conversion ratio, and survival rate were not significantly different (P>0.05) among the treatments.
PRODUKSI DAN KANDUNGAN NUTRISI Spirulina fusiformis YANG DIKULTUR DENGAN PENCAHAYAAN MONOKROMATIS LIGHT EMITTING DIODES (LEDs) Muhammad Firdaus; Ahmad Fauzan
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.668 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.2.2015.211-219

Abstract

Spirulina merupakan mikroalga yang digunakan secara luas sebagai bahan baku industri kimia, pangan, dan pakan. Produksi dan kandungan biokimia produk yang dihasilkan sangat berkaitan dengan kondisi kultur, antara lain spektrum cahaya yang digunakan. Pencahayaan monokromatis dengan panjang gelombang tertentu yang dihasilkan light emitting diodes (LEDs) berpotensi untuk diaplikasikan pada mikroalga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh panjang gelombang cahaya dari LEDs terhadap produksi dan kandungan nutrisi Spirulina fusiformis. Spirulina dikultur dengan intensitas cahaya 2.000 Luxyang bersumber dari LED dengan cahaya monokromatis merah (M), biru (B), dan biru-merah (BM), serta cahaya dari lampu fluoresens sebagai kontrol (K). Puncak kepadatan sel terjadi pada hari ke-18 dengan kepadatan masing-masing sebanyak 5,56 x 104 sel/mL (M); 1,65 x 104 sel/mL (B); 4,15 x 104 sel/mL (BM); dan 4,56 x 104 sel/mL (K). Perlakuan pencahayaan LED dengan cahaya monokromatis merah mencapai biomassa panen tertinggi sebesar 3,91 mg/mL dengan kandungan protein 49,77%; lemak 19,61%; karbohidrat 6,15%; serat kasar 0,00%; dan abu 24,48%. Pencahayaan dengan LED merah berpotensi diaplikasikan sebagai sumber cahaya dalam produksi Spirulina.
KESESUAIAN LAHAN AKTUAL UNTUK BUDIDAYA UDANG WINDU DI TAMBAK KABUPATEN LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN Erna Ratnawati; Hasnawi Hasnawi; Akhmad Mustafa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1712.031 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.151-168

Abstract

Kabupaten Luwu Timur (Lutim) adalah salah satu kabupaten di pantai timur Sulawesi Selatan yang memiliki lahan tambak yang cukup luas, namun tingkat produktivitas untuk udang windu masih rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya udang windu di tambak demi meningkatkan produktivitas tambak di Kabupaten Lutim. Faktor yang dipertimbangkan untuk mengetahui karakteristik lahan meliputi: topografi dan elevasi, tanah, hidrologi serta iklim. Analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan tambak di Kabupaten Lutim termasuk tanah sulfat masam dan tanah sulfat masam yang berasosiasi dengan tanah gambut yang dicirikan dengan pH rendah, potensi kemasaman serta kandungan unsur toksik tergolong tinggi dan kandungan unsur hara makro tergolong rendah. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.895 sampai 3.758 mm/tahun dengan rata-rata 2.632 mm/tahun. Hasil analisis kesesuaian lahan aktual menunjukkan bahwa dari luas tambak yang ada di Kabupaten Lutim, ternyata 144,27 ha tergolong sangat sesuai, 2.555,67 ha tergolong cukup sesuai dan 11.666,48 ha tergolong sesuai marjinal untuk budidaya udang windu.
PERKIRAAN PADAT PENEBARAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) YANG OPTIMUM BERDASARKAN PADA KEBUTUHAN OKSIGEN TERLARUT Arif Dwi Santoso
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.862 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.341-347

Abstract

Studi tentang perkiraan padat penebaran optimum pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) berdasarkan pada kebutuhan oksigen terlarut telah dilakukan pada areal Teluk Hurun, Lampung pada bulan Juli 2003. Rata-rata hasil pengukuran kualitas lingkungan keramba jaring apung 13,5 m3 yang berisi ikan kerapu macan meliputi oksigen terlarut 3,68—6,76 (5,35 ± 0,25) mg/L suhu air 28,64—29,72 (29,09 ± 0,09) oC. Salinitas 32,69—33,0 (32,94 ± 0,13) psu and turbiditas 0,27—13,62 (1,15 ± 0,41) NTU. Data tambahan meliputi laju pemasukan air sungai sekitar 0,02 m3/detik dan kecepatan arus 2,3—5,1 cm/detik. Dari analisis data laju respirasi ikan kerapu macan yang diukur dengan mengunakan fish chamber menghasilkan fungsi korelasi terhadap bobot badan ikan yaitu Y= 0,0038 + 0,6108 dengan R2= 0,7437 dan fungsi padat penebaran yang optimum yaitu Y= 1505,6 X -0.632; R2= 0,7419. Dari kedua fungsi tersebut didapatkan rekomendasi penentuan padat penebaran yang optimum berdasarkan kebutuhan oksigen terlarut dengan batasan sebagai berikut: stok ikan berukuran kurang dari 50 g disarankan ditebar dengan kepadatan 175 ekor/m3, ikan ukuran 100--200 g sekitar 63 ekor/m3 dan ikan ukuran lebih dari 1.200 g sekitar 17 ekor/m3.Study on the optimum stocking rate estimation on tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) base on dissolved oxygen budged was held in aquaculture area Hurun Bay Lampung in July 2003. Environmental parameters of Hurun Bay estuary were monitored at the site of 13.5 m3 floating net cages for E. fuscoguttatus in July 2003. Average dissolved oxygen inside cages was 3.68—6.76 (5.35 ± 0.25) mg/L with water temperature 28.64—29.72 (29.09 ± 0.09) oC. Salinity 32.69—33.0 (32.94 ± 0.13) psu and turbidity 0.27—13.62 (1.15 ± 0.41) NTU. Inflow rate of cages was 0.02 m3/sec with current velocity 2.3—5.1 cm/s. Results showed that the functions of respiration rate for correlation between respiration of E. fucoguttatus and their weight was Y= 0.0038x + 0.6108 with R2= 0.7437 meanwhile the functions of optimum stocking density was Y= 1505.6 X -0.632, R2= 0.7419. On basis of dissolved oxygen budged, estimated optimum stocking density for lower limit was 175 ind./m3 for fish 50 g in average, 63 ind./m3 for fish 100--200 g and 17 ind./m3 for fish up to 1,200 g.
TOKSISITAS LETAL MOLUSKISIDA NIKLOSAMIDA PADA BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) Yosmaniar Yosmaniar; Eddy Supriyono; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 1 (2009): (April 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.855 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.1.2009.85-93

Abstract

Penggunaan moluskisida untuk menanggulangi hama dalam budidaya tanaman padi yang semakin meningkat berpotensi mencemari lingkungan perairan, karena mengandung residu dari bahan aktifnya. Moluskisida niklosamida (C13H8Cl2N2O4) merupakan bahan aktif pestisida yang digunakan untuk memberantas hama keong mas atau siput murbei (Pomacea sp.) di sawah. Dengan demikian, bahan tersebut memiliki potensi untuk mencemari lahan tempat usaha budidaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi toksisitas akut niklosamida terhadap benih ikan mas (Cyprinus carpio) yang ditunjukkan oleh nilai Median Lethal Concentration (LC50) 24, 48, dan 96 jam. Penelitian dilakukan di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung-Bogor. Menggunakan ikan mas dengan bobot individu 2,47 ± 0,13 g. Moluskisida yang digunakan mengandung bahan aktif niklosamida 250g/L. Wadah pengujian berupa 21 unit akuarium kaca berukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm yang dilengkapi aerasi serta saluran pemasukan dan pengeluaran. Jumlah ikan uji setiap wadah 10 ekor dengan peubah yang diukur adalah mortalitas ikan. Selama penelitian ikan tidak diberi makan. Tahapan penelitian terdiri atas penentuan nilai ambang atas-bawah, nilai lethal time dan LC50 -24, 48, 72, dan 96 jam. Data diolah dengan analisis probit program LC50. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LC50-24, 48, 72, dan 96 jam terhadap benih ikan mas adalah 0,8012 (0,7140—0,8990); 0,5999 (0,5356—0,6719); 0,4511 (0,4067—0,5004); dan 0,3849 mg/L (0,3684—0,4061). Hal ini menunjukkan niklosamida termasuk pestisida yang memiliki toksisitas sangat tinggi (golongan A).The use of molluscicide in aquatic as well as in terresterial agro ecosystem without properly controlled may produce detrimental effects on freshwater fisheries. Molluscicide utilization for golden apple snail (Pomacea sp.) control in rice field has increased. The ingredient potencially has a possibility to pollute aquaculture water. The experiment aimed to determine potency of lethal toxicity (LC50) 24, 48, 72, and 96 hours of niclosamide on common carp (Cyprinus carpio) fry. This research was conducted at Research Station for Enviroment and Toxicology, Cibalagung-Bogor by using molluscicide containing niclosamide of 250 EC. Twenty one glass aquaria of 40 cm x 20 cm x 20 cm in size filled with 10 L of water were used in this experiment equipped with water circulation system and stockted with 10 fry per aquarium. Parameter observed was the mortality of fry and water quality. The tested fish were not fed during the treatment. Preliminary research was performed by finding concentration range, lethal time  dan LC50 of 24, 48, 72, dan 96 hours. Data obtained was analyzed using LC50  probit analysis program. Result of the experiments indicated that the lethal toxicity (LC50) of niclosamide on common carp (Cyprinus carpio) fry were as follows: 24, 48, 72, and 96 hours which were 0.8012 (0.7140—0.8990), 0.5999 (0.5356—0.6719), 0.4511(0.4067—0.5004), and 0,3849 mg/L (0.3684—0.4061). The niclosamide is extremely toxic (classification A).
PENGGUNAAN MAGGOT SEBAGAI SUBSTITUSI IKAN RUCAH DALAM BUDIDAYA IKAN TOMAN (Channa micropeltes CV.) Ediwarman Ediwarman; Rina Hernawati; Wisnu Adianto; Yann Moreau
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.708 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.395-400

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui substitusi larva black soldier fly (Hermetia illuscens), fresh maggot sebagai pengganti ikan rucah terhadap keragaan pertumbuhan ikan toman (Channa micropeltes CV). Sebanyak 450 ekor ikan toman dengan bobot rata-rata 6,03 ± 0,69 g dipelihara dalam 15 unit hapa (1 m x 1 m x 1,2 m) dengan padat tebar 30 ekor/hapa. Ada 5 tingkatan kombinasi substitusi yaitu: 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% maggot segar dihitung dari bobot kering. Selama 56 hari, pemberian maggot hidup tidak berpengaruh terhadap sintasan. Hasil penelitian memberikan rataan bobot akhir ikan menurun dengan meningkatnya persentase pemberian maggot (27,1 g,  0%; 19,6 g, 25%; 22,1 g, 50%; 14,1 g, 75%; 10,5 g, 100%). Sedangkan pertumbuhan (SGR) berkisar antara 0,49%—2,61% hari-1, dengan konversi pakan (FCR), 3,24—14,1. Dari hasil analisis ANOVA dapat disimpulkan bahwa untuk mandapatkan laju pertumbuhan spesifik (SGR) yang terbaik, maggot dapat menggantikan ikan rucah sampai 50%, dengan rasio konversi pakan (FCR) sebesar 3,31.The aim of this research was to evaluate the effect of fresh black soldier fly (Hermetia illuscens) larvae, or fresh maggot, as substitute to trash fish on growth by feeding giant snakehead (Channa micropeltes). Giant snakehead (6.03 ± 0.69 g, mean mass ± SD) were reared in 15 hapas (1 m x 1 m x 1.2 m) with 30 fish per unit. Five substitution levels were tested: 0%, 25%, 50%, 75%, and 100% fresh maggot on dry mass basis. After 65 days, the utilization of fresh maggot did not affect fish survival rate. Average fish mass at the end of experiment was negatively correlated to the level of substitution of trash fish by fresh maggot (27.1 g, 0%; 19.6 g, 25%; 22.1 g, 50%; 14.1 g, 75%; 10.5 g, 100%) while specific growth rate (SGR) ranged from 2.61% to 0.49 % day-1 and feed conversion ratio (FCR on dry mass basis) ranged from 3.24 to 14.1. Using ANOVA tools, results indicated that fresh maggot can substitute as much as 50% trash fish without negative impact on SGR, with expected FCR of 3.31.
FERMENTASI BUNGKIL KOPRA DENGAN Rhizopus sp. DAN PEMANFAATANNYA DALAM PAKAN PEMBESARAN IKAN BANDENG DI TAMBAK Usman Usman; Asda Laining; Kamaruddin Kamaruddin
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.823 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.3.2014.427-437

Abstract

Bungkil kopra (BK) hasil fermentasi dengan Rhizopus sp. memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan yang tidak difermentasi, sehingga memiliki potensi dan perlu dimanfaatkan sebagai sumber protein dalam pakan ikan-ikan herbivora-omnivora seperti ikan bandeng. Penelitian ini bertujuan mengamati pemanfaatan bungkil kopra hasil fermentasi dengan Rhizopus sp. sebagai sumber protein dalam pakan untuk pembesaran ikan bandeng di tambak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan empat petak tambak masing-masing berukuran 2.500 m2/petak. Ikan uji yang digunakan adalah yuwana ikan bandeng berukuran awal rata-rata 10 g/ekor yang ditebar dengan kepadatan 1.500 ekor/petak, dan diaplikasikan pakan uji pada saat ikan berukuran rata-rata 65 g. Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan yang berbahan baku utama (A) tepung bungkil kopra tanpa fermentasi, dan (B) tepung bungkil kopra hasil fermentasi dengan Rhizopus sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan, rasio konversi pakan, dan sintasan ikan tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara kedua perlakuan. Namun ikan yang diberi pakan uji B memiliki produksi yang lebih tinggi (P<0,05) daripada yang diberi pakan uji A. Bungkil kopra yang difermentasi dengan Rhizopus sp. dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein dalam pakan ikan bandeng.
TEKNOLOGI PEMELIHARAAN LARVA KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) SECARA MASSAL Titiek Aslianti; Ketut Suwirya; Asmanik Asmanik
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2340.434 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.1-11

Abstract

Teknologi produksi benih kerapu sunu (Plectropomus leopardus) melalui perbaikan pengelolaan pakan dan lingkungan terus dipacu guna meningkatkan sintasan dan diharapkan dapat menghasilkan benih secara kontinyu. Dalam pemeliharaan larva, jenis pakan awal yang sesuai merupakan faktor penentu keberhasilan. Pakan alami jenis rotifer, gonad tiram (trochophore), emulsi kuning telur, dan juga pakan buatan yang dilarutkan telah dicoba dalam penelitian ini sebagai pakan awal. Penelitian menggunakan wadah bak beton berkapasitas 6 m3 (12 bak) yang diisi telur kerapu sunu dengan kepadatan 100.000—150.000 butir/bak. Penebaran telur dilakukan secara bertahap pada masing-masing bak sesuai dengan jumlah telur yang tersedia. Nauplii artemia, pakan buatan, dan udang jembret (mysid) diberikan sesuai dengan perkembangan larva dimulai pada umur 20 hari (D20) hingga mencapai fase yuwana/ benih (D45). Pengamatan terhadap laju tumbuh dan sintasan larva dilakukan setelah penelitian berakhir. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis proksimat, asam lemak pakan, dan abnormalitas tulang belakang larva (deformity) serta kualitas air diamati sebagai data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pakan buatan yang dilarutkan dan emulsi kuning telur sebagai pakan awal, ternyata mampu memacu pertumbuhan dan meningkatkan sintasan larva. Kisaran panjang total, bobot tubuh, dan sintasan benih yang dicapai berturut-turut adalah 1,95 cm—2,85 cm; 0,64—0,73 g; dan 0,25%—3,97% dengan kisaran laju tumbuh harian sebesar 3,9%—4,22%. Hasil pengamatan terhadap tulang belakang larva tidak ditemukan abnormalitas dengan kisaran jumlah ruas 21—23 ruas dan jarak antar ruas 0,030—0,036 mm.Seed production technology of leopard coral trout, Plectropomus leopardus by improving hatchery management had been conducted in order to increase survival rate and to produce seed continuity. The initial feeding can successfully support in larval rearing. Feed organism as rotifer, trochophore gonad, egg yolk emulsion, and artificial feed emulsion, had been used as an initial feed. The twelve of concrete tanks with 6 m3 capacity were stocked with coral trout eggs at density 100,000—150,000 eggs/tank. Artemia nauplii, artificial feed, and mysid as feed, start on larvae D20 up to juvenile stage (D45). Growth rate and survival rate were observed and calculated when the experiment was terminated. The data was analyzed by descriptive. Nutrition value of food was analyzed by proximate and fatty acid composition. The others parameters such as deformity and water quality were observed. The result showed that artificial feed emulsion and egg yolk emulsion as an initial feeding can be improve the growth rate and increase survival rate of larvae. The range of total length, body weight and survival rate of the seed i.e. 1.95—2.85 cm; 0.64—0.73 g, and 0.25%— 3.97% with the daily growth rate 3,9%—4,22%, respectively. No back bone deformity in the seed, that is 21—23 segments with interspaces of segments 0.030—0.036 mm.

Page 5 of 77 | Total Record : 763


Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue