cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
PERTUMBUHAN DAN SINTASAN CACING LAUT Nereis sp. (POLYCHAETA, ANNELIDA) YANG DIBERI JENIS PAKAN BERBEDA Rasidi Rasidi; Mufti P. Patria
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.701 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.447-464

Abstract

Cacing laut sebagai pakan berkualitas tinggi sangat dibutuhkan dalam prosespematangan gonad dan pemijahan udang dan ikan. Namun informasi bahan pakan lokal alternatif untuk budidayanya masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi beberapa bahan baku lokal sebagai alternatif pakan dalam budidaya cacing laut Nereis sp. Metode penelitian menggunakan metode eksperimental dengan random design. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada pemeliharaan Nereis sp. dengan menggunakan perbedaan jenis pakan. Pakan yang digunakan terdiri atas 4 jenis: (A) tepung usus ayam broiler, (B) tepung kepala udang, (C) tepung darah ayam, dan (D) pakan komersial (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot berkisar 0,31-1,01 g, dan laju pertumbuhan spesifik berkisar 0,73%-1,76 %/hari, serta tingkat sintasan berkisar 80,56%-92,22%. Hasil analisis varian terhadap pertumbuhan, laju pertumbuhan spesifik, dan sintasan berbeda nyata (anova P< 0,05). Perlakuan terbaik diperoleh pada pakan dari tepung usus ayam broiler. Jenis pakan yang lain juga mempunyai kualitas yang sama dengan pakan komersial. Dengan demikian tepung usus ayam, kepala udang, dan tepung darah dapat digunakan sebagai alternatif pakan dalam budidaya cacing laut selain pakan ikan komersial.
SELEKSI KARAKTER PERTUMBUHAN POPULASI IKAN MAS (Cyprinus carpio) RELATIF TAHAN KOI HERPES VIRUS Didik Ariyanto; Erma Primanita Hayuningtyas; Khairul Syahputra
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.854 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.121-129

Abstract

Strain Rajadanu merupakan populasi ikan mas yang mempunyai daya tahan terhadap serangan koi herpes virus (KHV) relatif lebih baik dibandingkan strain lainnya. Namun demikian, populasi ikan dengan daya tahan yang tinggi diduga mempunyai laju pertumbuhan yang lebih lambat. Hal ini karena adanya fenomena sharing energi untuk berbagai karakter yang berbeda. Dalam kegiatan seleksi, salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi fenomena tersebut adalah dengan melakukan seleksi secara bersamaan (tandem selection) terhadap karakter-karakter tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan populasi ikan mas strain Rajadanu dengan laju pertumbuhan cepat, sebagai bagian dari program perakitan strain unggul ikan mas tahan KHV. Sebagai hewan uji adalah populasi dasar (F0) sintetik yang dibentuk tahun 2010, terdiri atas 2 cohort ikan mas strain Rajadanu dengan masing-masing populasi terdiri atas 10 famili yang bersifat full-sib. Seleksi dilakukan menggunakan metode seleksi individu (mass selection) pada saat bobot rata-rata populasi mencapai ukuran konsumsi, yaitu antara 200-300 g/ekor. Cut off seleksi ditentukan berdasarkan hasil sampling sebelum kegiatan seleksi dilakukan, yaitu bobot individu terendah pada 20% individu terbaik, sebesar 400 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot rata-rata pada cohort 1 dan 2 masing-masing sebesar 271,91 g dan 247,49 g dengan bobot rata-rata populasi terseleksi masing-masing cohort sebesar 558,18 g dan 528,08 g, sehingga menghasilkan nilai diferensial seleksi sebesar 286,27 g dan 280,39 g. Hasil analisis terhadap nilai heritabilitas (dalam arti luas/broad sense) karakter bobotkedua cohort ikan mas tersebut sebesar 42% dan 30%. Berdasarkan hasil tersebut, prediksi respon seleksi yang akan diperoleh pada generasi selanjutnya (F1) pada masing-masing cohort sebesar 123,01 g dan 84,12 g setara dengan 45,27% dan 33,96%.
POLA PEMANGSAAN LARVA IKAN KAKAP MERAH, Lutjanus sebae Regina Melianawati; Philip Teguh Imanto; Made Suastika
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.76 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.49-54

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemangsaan dari larva ikan kakap merah, L. sebae umur 5 dan 10 hari yang dipelihara dengan kondisi pencahayaan alami. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu jam pada masing-masing umur tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara alami pola pemangsaan larva L. sebae tergantung pada kondisi pencahayaan, di mana aktivitas pemangsaan berlangsung secara maksimal pada saat tersedia pencahayaan dengan intensitas yang mencukupi untuk larva menangkap mangsanya. Intensitas cahaya minimal yang diperlukan oleh larva L. sebae untuk melakukan pemangsaan berada pada kisaran 400—600 lux. Maksimal pemangsaan satu larva pada umur 5 dan 10 hari adalah 6,2 dan 25,3 individu rotifer. Lama waktu pencernaan larva umur 5 dan 10 hari adalah 4 dan 5 jam, sedangkan laju cerna larva pada masing-masing umur tersebut adalah 1,50 dan 2,76 individu rotifer per jam.The aim of this research was to get the information about the feeding pattern of emperor snapper L. sebae larvae at 5 and 10 days olds reared under natural light intensity. Larvae samples were taken every hour from each age. The result showed that naturally, feeding pattern of emperor snapper larvae depend on the light intensity condition, feeding activity would be done when the light intensity was enough available for supporting larvae to feed. Minimum light intensity that needed by the larvae for feeding activity was range between 400—600 lux. Maximum feeding per larvae at 5 and 10 days olds were 6.2 and 25.3 individual rotifers. Digestion time of larvae at those ages was 4 and 5 hours, while digestion rate were 1.50 and 2.76 individual rotifers per hour.
HUBUNGAN PRODUKTIVITAS TAMBAK DENGAN KERAGAMAN FITOPLANKTON DI SULAWESI SELATAN Andi Marsambuana Pirzan; Petrus Rani Pong-Masak
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.891 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.211-220

Abstract

Studi telah dilakukan pada tambak-tambak di Kabupaten Bulukumba, Jeneponto, Maros, Pinrang, dan Takalar, Sulawesi Selatan bertujuan menelaah hubungan produktivitas tambak dengan keragaman fitoplankton serta analisis kualitas air dan tanah untuk mendukung pengelolaan tambak berkelanjutan. Pengambilan sampel fitoplankton, air, dan tanah pada lokasi yang representatif di kawasan tambak. Fitoplankton dikoleksi menggunakan plankton net no. 25. Sampel fitoplankton dipekatkan menjadi 10 mL kemudian diawetkan dalam larutan MAF. Identifikasi fitoplankton menggunakan mikroskop yang berpedoman pada buku identifikasi plankton dan perhitungannya menggunakan metode counting cell. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton berkisar dari 455—1.476 ind./L dan jumlah genus berkisar dari 8—14 genera. Berdasarkan indeks keragaman fitoplankton di Kabupaten Bulukumba, Jeneponto, Maros, Pinrang, dan Takalar tergolong kedalam kondisi stabil moderat. Keseragaman fitoplankton di Kabupaten Maros, Pinrang, dan Takalar lebih merata dibandingkan dengan Kabupaten Bulukumba dan Jeneponto. Peningkatan keragaman fitoplankton cenderung diikuti oleh peningkatan produktivitas tambak.This study was conducted in the brackishwater pond of Bulukumba, Jeneponto, Maros, Pinrang, and Takalar Regencies of  South Sulawesi. The aims of this research were to study relationship between productivity of brackishwater pond and phytoplankton diversity and also analyse soil and water qualities to support management of sustainable brackishwater pond. Simple random sampling was applied to phytoplankton, water and soil samples representative of brackishwater pond. Plankton net no. 25 was used to plankton collection then it was preserved in MAF solution. Phytoplankton were identified using microscope and counting cell method. Result of this research each station showed that phytoplankton abundance was 455—1,475 ind./L while genus number was 8—14 genera. The diversity indices of all station were moderately stable while ivenness indices of Maros, Pinrang, and Takalar more spread than Jeneponto and Bulukumba. The increasing of phytoplankton diversity in the water seem to influence the increasing of brackishwater pond productivity.
PEMANFAATAN MAGGOT SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN DALAM PAKAN BUATAN UNTUK BENIH IKAN BALASHARK (Balanthiocheilus melanopterus Bleeker) Agus Priyadi; Zafril Imran Azwar; I Wayan Subamia; Saurin Hem
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.347 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.3.2009.367-375

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi sumber protein tepung ikan dengan tepung maggot telah diteliti terhadap ikan hias balashark. Sebanyak 1.500 ekor benih ikan balashark dengan bobot awal rata-rata 2,26 ± 0,08 g dan panjang 5,18 ± 0,06 cm ditebar dalam 15 unit bak tembok berukuran 1,2 m x 0,7 m x 0,5 m, sistem resirkulasi dan dilengkapi aerasi dengan padat penebaran 100 ekor/bak dan dipelihara selama 60 hari. Pakan buatan dengan perbedaan substitusi maggot terhadap tepung ikan sebagai pengganti protein diberikan sebagai perlakuan yaitu (a) 0%; (b) 10%; (c) 20%; (d) 30%; dan (e) 40% maggot substitusi. Perlakuan substitusi maggot nyata mempengaruhi (P<0,05) pertambahan bobot, panjang total, pertumbuhan spesifik, retensi protein, dan rasio efisiensi protein. Substitusi maggot hingga level 16,47% memberikan respons terbaik terhadap penampilan tumbuh benih ikan balashark.The objective of this research was to study the effect of maggot meal as an alternative protein source to partially substitute fish meal in artificial feed for balashark fry. This research was conducted at the Research Institute for Ornamental Fish in Depok, West Java. Fifteen concrete tanks each of 1.2 m x 0.7 m x 0.5 m, provided with aerated recirculation water system, were used as culture tanks. Balashark fry averaging 2.26±0.08 g in body weight and 5.18±0.06 cm in body length were stocked into the tanks at a density of 100 fries per tank. The dietary treatments tested were five different levels of maggot meal, namely: (a) 0% substitution; (b) 10% substitution; (c) 20% substitution; 30% substitution, and e) 40% substitution. Feeding of the fries lasted for 60 days. Results of the research showed that, based on body weight gain, total body length, specific growth rate, protein retention, protein efficiency ratio, and lipid retention, the effect of maggot meal to substitute for fish meal was significant (P<0.05). The best growth performance of the balashark fries was achieved by the feed containing maggot meal substitution for fish meal of 16.47%.
SENSITIVITAS DETEKSI PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG PENAEID DENGAN PENANDA MOLEKULER SPESIFIK HAEMOLYSIN (IAVh) Ince Khairana Kadriah; Koko Kurniawan; Endang Susianingsih; Muharijadi Atmomarsono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.6 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.4.2016.363-371

Abstract

Penyakit vibriosis pada budidaya udang dapat menyebabkan penurunan produksi yang cukup besar. Metode deteksi cepat akan sangat membantu dalam penanganan dan pencegahan awal untuk mengurangi kematian udang. Upaya untuk deteksi cepat adalah dengan menggunakan penanda molekular yang spesifik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur sensitivitas metode deteksi vibriosis pada udang penaeid (windu dan vaname) menggunakan penanda molekuler spesifik haemolysin (IAVh). Pengujian dilakukan untuk sampel udang yang diinfeksi buatan melalui injeksi maupun pada sampel yang dikoleksi dari tambak udang. Sampel organ udang hasil infeksi buatan ditanam pada media TCBSA untuk melihat koloni bakteri yang tumbuh. Selanjutnya koloni bakteri tersebut diuji secara biokimia dan molekuler. Deteksi vibriosis untuk sampel dari tambak budidaya hanya dilakukan secara molekuler menggunakan primer spesifik IAVh. Lokasi pengambilan sampel udang dari Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Pinrang), Provinsi Lampung (Desa Bakauheni dan Kalianda), Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Situbondo) dan Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Karawang). Hasil uji biokimia untuk sampel dengan infeksi buatan dapat menentukan spesies bakteri, namun waktu yang diperlukan relatif lama. Hasil uji menggunakan penanda molekuler haemolysin IAVh dapat secara spesifik mendeteksi vibrio patogen pada kepadatan bakteri 102–103 CFU/mL dari organ udang, baik pada sampel hasil infeksi buatan maupun pada sampel dari tambak.Vibriosis disease may cause a significant production losses in shrimp culture. The rapid detection method will be be very effective as earlier preventive measures to avoid mass mortality of shrimp. Effort for the rapid detection was done by specific molecular marker. The aim of this research was to evaluate the sensitivity of the specific molecular marker of haemolysin (IAVh) for vibriosis detection. Vibriosis detection was carried-out for both naturally infected shrimp and artificially infected through injection. Several organs of artificially-infected shrimp grown on TCBS media to find identify colonies of bacteria. After this, colonies of bacteria were tested biochemically and molecularly. Penaeid shrimp samples were collected from the shrimp brackishwater ponds in the South Sulawesi Province (Takalar Regency, Maros Regency, Pangkep Regency, Bulukumba Regency, Barru Regency, and Pinrang Regency). Lampung Province (Bakauheni and Kalianda District), East Java Province (Situbondo Regency) and West Java Province (Karawang Regency). The results of biochemical assay for artificially-infected shrimp could determine the species of vibrioses, but it took a relatively long time. The further results showed that specific molecular marker of haemolysin (IAVh) could detect Vibriosis directly from the shrimp organs in at density of 102-103CFU/mL on both natural and artificial infected vibrioses shrimp.
PEMELIHARAAN LARVA ABALON Haliotis squamata DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN BERBEDA DALAM BENTUK TEPUNG Fitriyah Husnul Khotimah; Gusti Ngurah Permana; Ibnu Rusdi; Bambang Susanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.108 KB) | DOI: 10.15578/jra.13.1.2018.39-46

Abstract

Masalah utama yang umum terjadi pada produksi benih abalon adalah kematian yang tinggi (> 90%) setelah abalon menempel pada plate pemeliharaan. Penggunaan pakan dalam bentuk tepung untuk mengganti diatom sebagai pakan postlarva beberapa spesies ikan, udang, dan abalon sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pakan dalam bentuk tepung yang sesuai dan efektif untuk mendukung sintasan dan pertumbuhan larva abalon Haliotis squamata. Percobaan terdiri atas lima perlakuan pakan pada pemeliharaan larva abalon yaitu tepung Spirulina sp., Ulva sp., Chaetoceros sp., Gracilaria sp., dan diatom (kontrol). Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Pakan berupa tepung yang digunakan pada masing-masing perlakuan, terlebih dahulu dicampur merata dengan larutan tepung agar (7,5 mg/mL dalam air laut; suhu 40°C) dengan konsentrasi tepung 40 mg/mL larutan agar. Pemberian pakan dilakukan setiap tiga hari dengan cara menyemprotkan larutan pakan pada permukaan plate pemeliharaan larva. Penelitian dilakukan selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva abalon yang diberi pakan tepung Spirulina sp. paling tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan yang diberi diatom, tepung Chaetoceros sp., dan Ulva sp., yaitu masing-masing 81,49%; 79,25%; 76,57%; dan 76,46%; tetapi tidak berbeda nyata dengan yang diberi pakan tepung Gracilaria sp. 81,37% (P>0,05). Laju pertumbuhan harian panjang cangkang larva abalon tertinggi diperoleh pada larva yang diberi pakan tepung Gracilaria sp. (203,81 ± 1,23 µm/hari) dan Spirulina sp. (205,59 ± 1,71 µm/hari). Nilai laju pertumbuhan harian panjang cangkang larva abalon yang paling rendah dijumpai pada larva yang diberi pakan tepung Ulva sp. (146,07 ± 1,73 µm/hari).The most common problem in abalone seed production is the high mortality occurrence (> 90%) after postlarvae settlement to the rearing plates. The use of microparticle diets to replace the natural feed of postlarval has been performed on various species of fish, shrimp, and abalone. This research aims to determine the most effective and suitable powder-based feed to support the survival and growth of abalone Haliotis squamata larvae. The experiments consisted of five feed treatments, i.e., Spirulina sp., Ulva sp., Chaetoceros sp., and Gracilaria sp. Flour, and diatoms (as control). Each treatment had four replicates. The powder-based feed used in each treatment was firstly mixed with a solution of agar powder (7.5 mg/mL sea water, 40°C) with a concentration of 40 mg of flour/mL of agar solution. Feeding was done every three days by spraying the feed solution onto the surface of the larval rearing plate. The study was conducted for 30 days. The results showed that survival rate of abalone larvae fed with Spirulina sp. flour was the highest and significantly different (P<0.05) compared with those given diatoms, Chaetoceros sp. and Ulva sp. flours, which were 81.49%, 79.25%, 76.57%, and 76.46%, respectively, and not significantly different from those fed with Gracilaria sp. 81.37% (P>0.05). The highest daily growth rate of the shell length of abalone larvae was achieved by larvae fed with Gracilaria sp. (203.81 ± 1.23 ¼m/day) and Spirulina sp. flours (205.47 ± 1.71 µm/day). The lowest daily growth rate of shell length was found on abalone larvae fed with Ulva sp. flour (146.07 ± 1.73 µm/day).
IDENTIFIKASI ZIGOSITAS IKAN LELE (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F-2 YANG MEMBAWA GEN HORMON (PhGH) DENGAN MENGGUNAKAN METODE REALTIME-qPCR Huria Marnis; Bambang Iswanto; Romy Suprapto; Imron Imron; Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (31.836 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.1.2016.39-46

Abstract

Produktivitas ikan budidaya dapat ditingkatkan melalui teknologi transgenesis. Populasi ikan lele transgenik cepat tumbuh telah dihasilkan dan karakter biologisnya telah diketahui. Namun informasi zigositas ikan lele transgenik perlu ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zigositas ikan lele transgenik F-2. Zigositas ikan lele transgenik diidentifikasi dengan menggunakan metode real-time qPCR (RT-qPCR) dan uji progeni. Identifikasi zigositas melalui uji progeni, dilakukan dengan mendeteksi transgen (PhGH) pada individu-individu F-3 hasil persilangan transgenik F-2 dengan non-transgenik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zigositas pada ikan lele transgenik F-2 dapat diidentifikasi dengan menggunakan metode RT-qPCR. Semua ikan transgenik F-2 adalah heterozigot, dengan nilai 2-Ct yang hampir sama tiap individu F-2, yaitu berkisar 0,80-0,99. Identifikasi zigositas dengan metode RT-qPCR menunjukkan hasil yang sama dengan uji progeni, semua transgenik F-2 tidak menghasilkan 100% anakan F-3 positif transgen. Pada uji progeni, transmisi transgen pada penelitian ini tidak mengikuti hukum segregasi Mendel, dengan kisaran sebesar 5%-40%.Fish farming productivity can be increased by transgenesis technology. On the previous study, transgenic African catfish population fast growing has been produced and its biological characters has been known. However information of transgenic zygosity of catfish should be examined. The aim of this study was to identify the zygosity of F-2 transgenic African catfish. The zygosity of F-2 transgenic was identified by real time-qPCR (RT-qPCR) method and progeny test. Further, identification of zygosity F-2 transgenic African catfish was confirmed by progeny test, while F-2 transgenic African catfish was mated with non-transgenic. Identification of zygosity F-2 transgenic was conducted by detection PhGH gene (transgene) in F-3 transgenic African catfish population. Transgene transmission was evaluated by PCR method. The result showed that the zygosity F-2 transgenic African catfish could be identified by RT-qPCR method. All F-2 transgenic African catfish were heterozygous, where as the 2-Ct value was almost same for all individual, which ranges from 0.80 to 0.99. The result of zygosity identification using RT-qPCR method was as same as that of progeny test. In the progeny test, transgene transmission in this study was non-Mendelian segregation, with ranges of 5%-40%.
PERFORMA BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DARI HASIL PERSILANGAN INDUK ALAM Ida Komang Wardana; Sudewi Sudewi; Sari Budi Moria Sembiring; Ahmad Muzaki
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2774.084 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.3.2015.357-369

Abstract

Tiram mutiara merupakan salah satu komoditas andalan dalam budidaya laut. Masalah utama yang dihadapi adalah pasok benih baik kuantitas maupun kualitas. Upaya perbaikan dilakukan dengan perkawinan silang antar varietas tiram dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas benih Tiram Mutiara (Pinctada maxima) baik secara fenotip maupun genotip. Induk yang disilangkan secara resiprokal mempunyai karakter nacre putih (P) dan kuning (K) baik populasi Bali maupun Maluku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persilangan dua populasi tersebut menghasilkan tiga varietas yaitu: varietas I (K x P), varietas II (K x K) dan varietas III (P x K). Nilai SR pada fase pediveliger dari ketiga varietas menghasilkan sintasan berturut-turut 65%, 59%, dan 45%. Pertumbuhan varietas III menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dengan kisaran panjang cangkang 3,0-4,5 cm pada umur dua bulan pemeliharaan. Analisis genetik dengan RAPD-DNA menunjukkan bahwa induk-induk yang berhasil memijah mempunyai variasi genetik 0,3755; 0,3938; dan 0,1600. Sedangkan turunan F1 mempunyai variasi genetik lebih rendah yaitu: 0,2738; 0,2667; dan 0,0924.
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT: ASPEK KESESUAIAN LAHAN, IMPLEMENTASI PRODUKSI, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN I Nyoman Radiarta; Jojo Subagja; Adang Saputra; Erlania Erlania
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1301.279 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.307-320

Abstract

Pengembangan kawasan minapolitan harus didukung dengan ketersediaan data dan informasi di antaranya potensi lahan serta dukungan strategi pengembangannya. Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai satu wilayah pengembangan minapolitan ikan lele. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengembangan budidaya ikan lele di kawasan minapolitan Kabupaten Bogor dengan melihat aspek kesesuaian lahan, implementasi produksi, dan strategi pengembangannya. Survai lapangan telah dilakukan pada bulan Juni 2011. Kesesuaian lahan dianalisis secara spasial dengan mengadopsi 1-3 sistem skor, 1 adalah kurang sesuai, dan 3 adalah sangat sesuai. Dari total potensial lokasi pengembangan sebesar 28.519 ha menunjukkan kategori sangat sesuai dan sesuai ditemukan sebesar 20.854 ha. Lokasi ini tersebar merata di empat kecamatan minapolitan. Dengan memanfaatkan sekitar 20% dari luasan yang ada, produksi ikan lele (pembesaran) per siklusnya sekitar 625.620 ton dengan semi-intensif atau 93.317 ton dengan tradisional. Beberapa strategi pengembangan budidaya ikan lele yang terbagi menjadi tiga segmen perlu diperhatikan guna mendukung kesuksesan program minapolitan ini.

Page 7 of 77 | Total Record : 763


Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue