cover
Contact Name
Zaki Ulya
Contact Email
zaki.ulya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
zakyulya@unsam.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota langsa,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Published by Universitas Samudra
ISSN : 26153416     EISSN : 26157845     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Samudra Keadilan merupakan jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Samudra, guna penyebarluasan kajian konseptual dan hasil penelitian. Jurnal Hukum Samudra Keadilan terbit dua kali dalam setahun (Januari-Juni dan Juli-Desember). Jurnal Hukum samudra Keadilan ditujukan untuk kalangan pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM, serta pemerhati hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 243 Documents
STRATEGI IMPLEMENTASI PERIZINAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF SEBAGAI PEMBATASAN TERHADAP KEBEBASAN BERTINDAK Nur Asiyah
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 12 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.697 KB)

Abstract

Asas legalitas merupakan asas yang membatasi kekuasaan pemerintahan, dan pembatasan pemerintahan ini bukan berarti mematikan kekuasaan pemerintahan yang pada dasarnya berisi wewenang untuk mengendalikan (sturing) kehidupan masyarakat. Adapun izin diartikan sebagai pengecualian terhadap segala sesuatu hal yang pada prinsipnya dilarang atau tidak boleh dilakukan, jadi pemberian izin adalah pengualian terhadap larangan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Empiris. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum dan data yang terdiri dari Studi Kepustakaan (Liberary Research), Analisa bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Penerapan sanksi administratif dalam suatu izin merupakan pembatasan terhadap kebebasan untuk bertindak. Izin sebagai instrumen hukum dalam membatasi kebebasan bertindak bagi seseorang harus bertumpu pada aturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Penerapan sanksi administratif dalam suatu perizinan berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dan atau mengarahkan kebebasan bertindak seseorang untuk berbuat sesuai dengan aturan hukum.
ASPEK HUKUM LEGALITAS PERUSAHAAN ATAU BADAN USAHA DALAM KEGIATAN BISNIS Rini Fitriani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 12 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.389 KB)

Abstract

Perusahaan selalu terhubung dengan pihak ketiga dan ingin melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur ("te goeder trouw"), maka sangat penting arti legalitas suatu perusahaan dalam kegiatan bisnis. Legalitas suatu perusahaan atau badan usaha adalah merupakan unsur yang terpenting, karena legalitas merupakan jati diri yang melegalkan atau mengesahkan suatu badan usaha sehingga diakui oleh masyarakat. Legalitas perusahaan harus sah menurut undang-undang dan peraturan, di mana perusahaan tersebut dilindungi atau dipayungi dengan berbagai dokumen hingga sah di mata hukum. Bentuk-bentuk Legalitas Perusahaan Ada beberapa jenis jati diri yang melegalkan badan usaha, diantaranya yaitu: nama perusahaan, merek perusahaan, dan surat izin usaha perdagangan. Sedangkan manfaat dari legalitas perusahaan adalah sebagai sarana perlindungan hukum, sarana promosi, bukti kepatuhan terhadap hukum, mempermudah mendapatkan suatu proyek dan mempermudah pengembangan usaha. Banyaknya perusahaan yang didirikan tanpa melegalkan perusahaan, sangat merugikan perusahaan lain yang menjalankan kegiatan bisnisnya secara jujur.
TINDAK PIDANA PENELANTARAN DALAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KUALASIMPANG Khairullah Khairullah; Cut Elidar; Siti Sahara
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 12 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.197 KB)

Abstract

Penelantaran dalam rumah tangga diatur dalam UU No 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT, penelantaran yang dilakukan oleh suami atau isteri di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang yaitu meninggalkan anak, isteri atau suami yang ia berkewajiban memberikan kehidupan perawatan dan pemeliharaan kepada orang tersebut, tindak pidana penelantaran banyak terjadi di masyarakat Aceh Tamiang dan sedikit sekali mendapat penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga tersebut. Penelantaran dalam rumah tangga diatur dalam UU No 23 tahun 2004 tentang PKDRT.tiap orang yang “menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1); Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2), Pasal 49 menyebutkan dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penelantaran yaitu faktor individu,faktor sistemik dan faktor pendidikan. Upaya agar tidak terjadi penelantaran dalam rumah tangga yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, membina kesadaran hokum masyarakat terutama hokum agama tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban suami isteri Penelitian ini mengunakan metode Penelitian Yuridis normative dan yuridis empiris. Yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data skunder atau bahan pustaka. Penelitian hukum empiris yaitu melakukan penelitian lapangan dengan mengadakan serangkaian wawancara dengan responden dan informan untuk memperoleh data-data dilapangan.
MEMAKNAI KEBIJAKAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI Bismar Nasution
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.497 KB)

Abstract

Menghadapi ancaman krisis keuangan global itulah pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Pertama, Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Tujuan Perppu ini adalah membantu bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Persyaratan memperoleh FPJP semula sangat ketat sehingga sulit dipenuhi oleh bank pada masa krisis. Namun, menjadi catatan di sini, Undang-undang yang ada dalam mengatur kegiatan ekonomi sebagai dasar bagi pemerintah membuat kebijakan hanya ada apabila pemerintah menghadapi situasi yang normal. Sayangnya Undang-undang tidak memberi jawaban kepada pemerintah kalau terjadi krisis. Oleh karena itu, terjadi kekosongan hukum apabila pemerintah menghadapi krisis. Maka jawabannya pemerintah kembali ke Perppu. Disini Perppu menjadi dasar hukum yang lebih tinggi membolehkan pemerintah membuat kebijakan-kebijakan ekonomi menghadapi krisis.
ANALISIS JURIDIS TENTANG PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Suhaidi Suhaidi
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.497 KB)

Abstract

Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Perdagangan orang dapat terjadi pada setiap manusia, terutama terhadap perempuan dan anak. Masalah perdagangan orang sangat kompleks, sehingga upaya pencegahan maupun penanggulangan korban perdagangan harus dilakukan secara terpadu. Adapun beberapa faktor pendorong terjadinya perdagangan orang antara lain meliputi kemiskinan
PRINSIP PELIMPAHAN KEWENANGAN KEPADA ULIL AMRI DALAM PENENTUAN HUKUMAN TA’ZIR, MACAMNYA DAN TUJUANNYA Zahratul Idami
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.814 KB)

Abstract

Prinsip pelimpahan kewenangan juga dikenal dalam Hukum Islam yaitu pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai khalifah di bumi atau kepada ulil amri. Salah satu kewenangan itu adalah untuk penentuan hukuman ta’zir. Penguasa dapat menentukan bentuk hukuman yang menurutnya sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan bisa memberi efek jera, dengan memperhatikan keaadaan individu yang bersangkutan, ruang, waktu dan perkembangan yang ada. Bagaimanakah bentuk kewenangan yang diberikan, bagimanakah jarimah dan macam-macam ta’zir yang diberikan dan apakah tujuan penentuan Hukuman ta’zir tersebut, hal ini memerlukan kajian yang mendalam, agar tidak salah dipahami. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pelimpahan kewenangan kepada ulil amri dalam melakukan penentuan hukuman ta’zir, Apa saja kriteria sehingga suatu jarimah dapat dijatuhkan ta’zir, macam-macam ta’zir, serta menjelaskan tujuan penentuan hukuman ta’zir tersebut. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan cara mentelaah bahan-bahan atau literatur yang ada berupa buku-buku, kitab-kitab, dan bahan yang berasal dari media lain yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Elfina Tanjung
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.579 KB)

Abstract

Suami istri yang merupakan keluarga adalah dasar permulaan dari hubungan antara kelompok yang membentuk masyarakat. Pengertian perkawinan (Ta’rif) menurut Islam adalah pernikahan yaitu aqad yang sangat kuat atau mitsaaqaan ghaaliizhan untuk mentaati perintah dari Allah Swt dan melaksanakan pernikahan merupakan ibadah. Dalam Perkawinan salah satu yang dapat menimbulkan masalah-masalah yang mengikat suami-istri adalah harta kekayaan. Kedudukan harta benda Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 yaitu Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
PERWUJUDAN KEDAULATAN LAUT DI ACEH BERBASIS HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL Muhammad Heikal Daudy
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.076 KB)

Abstract

Perairan laut Aceh yang berada di antara Selat Malaka (pesisir timur) dan Samudera Hindia (pesisir barat) menempatkan daerah ini berhadapan langsung dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Laut Aceh merupakan aset besar yang berperan sebagai sumber kekayaan alam, sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar pulau, kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan. Diakui bahwa perhatian masyarakat Aceh terhadap potensi wilayah lautnya semakin berkembang. Kecendrungan ini dipengaruhi oleh perkembangan pembangunan yang dinamis yang mengakibatkan semakin terbatasnya potensi sumber daya di darat. Pengaruh lainnya adalah perkembangan kemaritiman secara nasional sehingga memberikan kemudahan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut. Sementara itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut masih menghadapi kendala klasik berupa kendala teknis dan kendala struktural. Sehingga permasalahan yang berpotensi muncul dari dua kendala tersebut, sejatinya mampu diantisipasi dengan mengoptimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya lokal secara bijak. Untuk alasan tersebut, maka pemahaman yang komprehensif dalam kerangka pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) cukup relevan untuk dijadikan tolok ukur, dan ini menjadi tanggungjawab negara (state responscibility). Kerangka HAM yang dimaksud sebagai bentuk pendekatan dalam mewujudkan kedaulatan laut di Aceh dalam konteks ke-Indonesiaan adalah melalui pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob). Penilaian selama ini, bahwa Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama dengan Pemerintahan Aceh yang seharusnya bertanggungjawab untuk memenuhi hak tersebut cenderung belum maksimal dalam memainkan fungsinya selama ini, meskipun mempunyai peran yang sangat besar di dalamnya. Oleh karena tanggungjawab negara tersebut, pada dasarnya tidak dapat dikesampingkan sebagaimana mandat Konvensi Internasional Hukum Laut (HUKLA) 1982; Konvensi Hak Ekosob 1976; serta Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pun demikian pemahaman yang komprehensif oleh Pemerintahan Aceh mengenai prinsip-prinsip pemenuhan hak Ekosob sebagai payung kebijakan atau ‘guideline’ dalam membangun sektor perikanan dan kelautannya yang berbasis kepada sumber daya lokal. Akan menjadi modal utama dalam mengembangkan potensi kelautan (ocean economics) dan mendorong terjadinya demokratisasi dan keadilan sosial, demi mensejahterakan rakyat Aceh, khususnya peningkatan kualitas kehidupan para nelayan.
DISTORSI BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT SISTEM PEMBUKTIAN Dahlan Dahlan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.425 KB)

Abstract

Adapun upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP selama ini dinilai kurang memadai. Oleh karena itu, pada pada tahun 1999 diundangkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menganut sistem pembuktian terbalik terbatas. Ketentuan tersebut dijamin dalam Pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999, yang memungkinkan diterapkannya pembuktian terbalik yang terbatas terhadap delik tertentu dan mengenai perampasan harta hasil korupsi. Sulitnya memperoleh bukti dan saksi dalam mengungkap kasus korupsi sebagai salah satu penyebab kejaksaan mengalami kesulitan untuk dapat menyeret pelaku korupsi di depan pengadilan.
ANALISIS YURIDIS MEKANISME PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA YANG DILAKUKAN OLEH MAHKAMAH AGUNG TERHADAP MAHKAMAH SYAR’IYAH DI ACEH Ramlan Rauf
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mahkamah Agung memiliki peranan yang sangat vital di sistem peradilan Indonesia. Peranan tersebut ialah Mahkamah Agung memegang kekuasaan kehakiman bagi badan peradilan yang berada di bawahnya. Salah satu peranan Mahkamah Agung yaitu melakukan pengawasan bidang keuangan terhadap seluruh lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung termasuk Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan Mahkamah Syar’iyah disebabkan karena adanya kekhususan bagi Aceh dalam menyelenggarakan syari’at Islam. Oleh karena itu berdampak pula pada aspek pengelolaan keuangan yang dibebankan kepada Mahkamah Syar’iyah.

Page 4 of 25 | Total Record : 243