Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan merupakan jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Samudra, guna penyebarluasan kajian konseptual dan hasil penelitian. Jurnal Hukum Samudra Keadilan terbit dua kali dalam setahun (Januari-Juni dan Juli-Desember). Jurnal Hukum samudra Keadilan ditujukan untuk kalangan pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM, serta pemerhati hukum.
Articles
254 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN ATAS KORBAN MALPRAKTEK KEDOKTERAN
M. Nurdin
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (597.521 KB)
Pasal 44 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran menyatakan “Dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran wajib mengikuti standard pelayanan kedokteran dan kedokteran gigiâ€. Dokter dalam menjalankan tugasnya mempunyai alasan yang mulia yaitu berusaha mempertahankan supaya tubuh pasien tetap sehat atau berusaha untuk menyehatkan tubuh pasien atau setidaknya mengurangi penderitaan pasien, tetapi pelayanan kesehatan seorang dokter kepada pasien tidak selamanya berhasil dengan baik, tetapi ada kalanya usaha tersebut mengalami kegagalan, kecacatan, dan kematian pasien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlindungan hukum apa saja terhadap pasien atas korban malpraktek dan bagaimana solusi penyelesaian atas pasien korban malpraktek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien atas korban malpraktek belum dapat berjalan sepenuhnya sebagaimana diharapkan. Solusinya adalah dapat berupa: a. penyelesaian secara pidana, b. penyelesaian secara perdata, c. penyelesaian melalui Kode Etik Kedokteran IDI, d. penyelesaian melalui majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia.
TANGGUNG JAWAB KONSULTAN HUKUM SEBAGAI PROFESI PENUNJANG DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP KETERBUKAAN DI PASAR MODAL
Ramon Nofrial
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (356.582 KB)
Profesi penunjang merupakan pihak-pihak yang tugasnya melakukan pekerjaan membantu emiten mewujudkan penerapan prinsip-prinsip keterbukaan di pasar modal. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) menentukan paling sedikit ada empat profesi penunjang di pasar modal yang membantu emiten dalam melakukan keterbukaan, yaitu profesi itu adalah akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris. Konsultan hukum adalah pihak independen yang dipercayai karena keahlian dan integritasnya untuk memberikan pendapat hukum (legal opinion) secara independen mengenai emisi dan emiten atau pihak lain yang terkait dengan kegiatan pasar modal. Untuk itu, konsultan hukum harus melakukan pemeriksaan dari segi hukum (legal audit). yang diperlukan penjamin pelaksana emisi terkait.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PEMERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI
Zuleha Zuleha
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (361.948 KB)
Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan , utamanya terhadap kepentingan seksual laki-laki. Citra seksual perempuan yang telah ditempatkan sebagai obyek seksual laki-laki, ternyata berimplikasi jauh pada kehidupan perempuan, sehingga dia terpaksa harus selalu menghadapi kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan secara fisik serta psikis. Korban kejahatan diartikan sebagai orang yang secara perseorangan atau bersama-sama, menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomis atau pelemahan substansial dari hak-hak dasar mereka, melalui tindakan atau kelalaian yang merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di negara-negara anggota termasuk hukum-hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat pidana. Tindak pidana perkosaan sangat mencemaskan terlebih kalau korbannya adalah anak-anak yang masih di bawah umur, sebab hal ini akan mempengaruhi psikologis perkembangan anak, menimbulkan trauma seumur hidup dan yang lebih miris anak korban pemerkosaan bisa menjadi pekerja prostitusi. Sehingga merusak masa depan mereka.
KETERWAKILAN PEREMPUAN SEBAGAI ANGGOTA TUHA PEUT GAMPONG DI KOTA LANGSA
Zulfiani Zulfiani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (333.745 KB)
Pasal 37 ayat (2) Qanun Kota Langsa Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pemerintahan Gampong menyatakan bahwa dalam penyusunan keanggotaan Tuha Peuet Gampong sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh per seratus) anggota Tuha Peuet Gampong diambil dari kaum perempuan. Namun kenyataannya berdasarkan jumlah gampong yang ada di Kota Langsa keterwakilan Perempuan sebagai Tuha Peut belum terpenuhi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Keterwakilan perempuan Tuha Peut di Kota Langsa, Apa faktor dan Hambatan Keterwakilan Perempuan Tuha Peut di Kota Langsa Tidak terpenuhi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keterwakilan perempuan Tuha Peut di Kota belum terpenuhi karena ada beberapa gampong di Kota Langsa yang tidak ada keterwakilan perempuan sebagai Tuha Peut Gampong, walaupun jumlah penduduk di Kota Langsa lebih banyak perempuan di bandingkan laki-laki. Adapun faktor dan hambatan penyebab keterwakilan perempuan tuha peut tidak terpenuhi karena disebabkan masih banyak kaum perempuan yang tidak memiliki rasa percaya diri dan masih banyak anggapan kaum laki-laki terhadap perempuan, bahwa tugas perempuan hanya di dapur,di sumur dan di kasur, selain itu juga di tambah dengan faktor budaya masyarakat yang masih bersifat patriarkhi (berlawanan), serta hambatan di bidang fisik, sosial budaya, sikap pandang, historis dan kurangnya dukungan keluarga dan kurangnya kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan perempuan.
HASIL PENELITIAN KEMASYARAKATAN SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENGADILAN ANAK
Liza Agnesta Krisna
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (328.158 KB)
Penelitian Kemasyarakatan dalam UU SPPA memiliki posisi yang sangat penting, peran dari Penelitian Kemasyarakatan adalah untuk menginformasikan mengenai kondisi pribadi anak, hubungannya dengan keluarga, lingkungan dan hal lainnya dari Pembimbing Kemasyarakatan yang kemudian ikut berperan dalam penentuan putusan oleh hakim terhadap perkara pidana anak. Lebih lanjut, dalam UU SPPA, Penelitian Kemasyarakatan memiliki porsi yang lebih besar. Misalnya dalam semua tahapan proses peradilan dan Diversi, penyidik dan penuntut umum sampai dengan Hakim diwajibkan mempertimbangkan laporan Penelitian Kemasyarakatan. sebagaimana diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), diatur bahwa Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara, dan dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan tersebut. Akan tetapi dalam beberapa putusan hakim anak, laporan penelitian kemasyarakatan tersebut masih belum digunakan secara efektif.
AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK TERHADAP PERJANJIAN MULTILATERAL PARA PIHAK
Adwani Adwani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (557.719 KB)
Negara-negara dalam mewujudkan kepentingan-kepentingan nasional, salah satunya dapat dilakukan melalui hubungan-hubungan internasional. Hubungan tersebut umumnya dibangun melalui suatu perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral yang mengikat para pihak dari perjanjian tersebut. Penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui akibat yang terjadi dari pemutusan hubungan diplomatik terhadap perjanjian multilateral bagi para pihak dalam perjanjian. Hasilnya bahwa pemutusan hubungan diplomatik tidak mengurangi keterikatan para pihak yang memutuskan hubungan diplomatik untuk melaksanakan kewajiban dari perjanjian multilateral tersebut, hanya saja dapat ditangguhkan untuk sementara waktu karena terjadinya perubahan mendasar di negara pendukung kewajiban internasional tersebut. Perjanjian multilateral bukan saja berlaku bagi negara pesertanya, akan tetapi berlaku juga bagi negara bukan peserta perjanjian tersebut.
PERANAN DAN FUNGSI HUKUM LINGKUNGAN MENGANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA SUMBERDAYA PESISIR SUMATERA UTARA.
Syamsul Arifin
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (596.245 KB)
Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir melebihi batas kemampuan bumi untuk menetralisirnya telah mendorong terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Indonesia salah satu negara penyumbang emisi GRK yang signifikan di dunia, terutama emisi yang bersumber dari kegiatan penggunaan lahan dan kehutanan (LULUCF). Aktivitas lain yang menimbulkan permasalahan GRK, meliputi, pemanfaatan energi tidak efisien, perubahan fungsi lahan, pencemaran udara akibat industri, penggunaan bahan bakar tidak ramah lingkungan pada transportasi, persampahan, pengelolaan lingkungan tidak maksimal , penggunaan bahan tidak ramah ozon pada AC dan kulkas. Terdapat beberapa kesepakatan masyarakat Internasional yang tertuang dalam konvensi dan protokol sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasinya dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004. Selanjutnya pada tanggal 3 Oktober 2009 Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada point menimbangnya menguraikan, bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PENERAPAN QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT/MESUM DI KABUPATEN ACEH TIMUR
Bustami Bustami
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (522.69 KB)
Pasal 5 dan Pasal 22 ayat (1) Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum menentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan khalwat/mesum. Di Kabupaten Aceh Timur, meskipun kasus khalwat/mesum sering terjadi, tetapi dalam dua tahun terakhir belum pernah sekalipun kasusnya dilimpahkan ke pengadilan (Mahkamah Syar’iyah), bahkan kasus-kasus khalwat/mesum tersebut sering diselesaikan melalui penyelesaian adat. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum, sehingga menarik untuk diangkat dalam suatu kajian ilmiah. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum di Kabupaten Aceh Timur, apa saja yang dapat menjadi faktor pendukung penerapan Qanun, faktor penghambat dan solusi yang dilakukan mengatasi hambatan tersebut. Dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Hasil penelitian ini diharapkan agar dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Qanun tentang khalwat/mesum, alokasi dana yang memadai serta kesungguhan pihak-pihak terkait dalam penerapan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum di Kabupaten Aceh Timur.
REFORMA AGRARIA DALAM KONTEKS PENINGKATAN AKSES KAUM TANI MISKIN TERHADAP PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA
Fatimah Fatimah
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (486.801 KB)
Reforma agraria atau land reform, pembaharuan agraria merupakan suatu perubahan besar dalam struktur agraria, yang membawa peningkatan akses petani miskin pada lahan, serta kepastian penguasaan (tenure) bagi mereka yang menggarap lahan. Reforma agraria suatu persoalan yang sangat dibutuhkan pada saat ini oleh masyarakat Indonesia dengan mengingat kebutuhan akan tanah sangat meningkat untuk pembangunan sedangkan tanah itu sendiri adalah tetap. Reforma agraria itu sendiri pada reformasi telah diamanatkan dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001, yang harus membawa kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Indonesia sperti juga yang diamanatkan dalam tujuan pembangunan Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea ke IV. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil sensus Pertanian (ST) 2013 dengan jumlah rumah tangga pertanian sebanyak 26,14 juta, sebagian para pekerja di sektor pertanian hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang meliputi penelitian asas-asas hukum, sistematik hukum dan sejarah hukum.
KAJIAN HUKUM TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM
Nur Asiyah
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (695.581 KB)
Beragamnya agama dan aliran kepercayaan di Indonesia tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan antar pemeluk agama dan aliran kepercayaan, secara kontekstual adanya kehalalan menikahi ahli kitab dalam al Qur’an, didorong Pasal 35 dan penjelasannya, serta Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang secara tidak langsung memberikan peluang terjadinya perkawinan beda agama. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu dengan menelusuri literature atau sumber-sumber data yang diperoleh dari buku-buku, kitab-kitab dan lainnya yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan tema ini. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan normatif yuridis. Data yang sudah terkumpul dianalisis secara deskriftif dengan metode berfikir deduktif dan induktif. Dilihat dari Maqasid Asy Syari’ah, secara relevansi keberadaan ahli kitab pada saat ini tidak sesuai teks nash pada masa nabi dan dari aspek keburukan yang mendominasi dibanding kebaikannya. Di dalam fatwa MUI dijelaskan bahwa menikah beda agama hukumnya haram dan dalam hukum positif adanya pasal-pasal yang melarang perkawinan campuran baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa perkawinan beda agama menurut Undang-undang tidak sah melalui Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan hukum Islam.