cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
KALPATARU
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 278 Documents
Geologi Situs Kosala, Kabupaten Lebak, Provinsi Jawa Barat. Intan, M Fadlan S.
KALPATARU Vol 16, No 1 (2002)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2365.607 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v16i1.184

Abstract

.
Manik-Manik Kaca Salah Satu Indikator Kejayaan Dan Keruntuhan Perniagaan Pulau Kampai. Soedewo, Ery
KALPATARU Vol 24, No 2 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5288.504 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v24i2.40

Abstract

Salah satu jejak masa lalu di Pulau Kampai yang jumlah dan jenisnya berlimpah adalah manik-manik kaca. Permasalahan pada tulisan ini adalah keterkaitan antara keberlimpahan objek tersebut dengan refleksi kondisi tertentu pada masa lalu di Pulau Kampai. Keberlimpahan data kemudian dianalisis secara morfologi dan dilihat kuantitasnya, sehingga menghasilkan ragam jenis dan gambaran fluktuasi yang merupakan refleksi kejayaan dan keruntuhan perniagaan Pulau Kampai di masa lalu. Penjelasan tentang faktor penyebab fluktuasi dicapai melalui analogi sumber-sumber historis, baik lokal maupun mancanegara. Kajian ini bertujuan menggambarkan fluktuasi perniagaan di Pulau Kampai yang terefleksikan lewat fluktuasi kuantitas manik-manik kacanya, sekaligus menjelaskan faktor penyebab keruntuhan dan kejayaan perniagaan kuna di Pulau Kampai. Kejayaan perniagaan pulau ini berlangsung antara abad ke-11 hingga pertengahan abad ke-14, salah satunya didorong oleh permintaan terhadap produk alam Sumatera oleh pasar Tiongkok sejak masa Dinasti Sung. Keruntuhannya bermula sejak kekuasaan Dinasti Ming membatasi pengusaha swasta dalam perdagangan lintas samudera mulai abad ke-15, yang berakibat pada menurunnya permintaan terhadap produk alam Sumatera. Peran Kampai dalam perniagaan akhirnya mencapai titik terbawah pada abad ke-16 ketika bandar-bandar lain di Sumatera menjadi tempat dijualnya komoditi ekspor yang dihasilkan oleh Aru. Abstract. Kampai Island’s past traces include the abundant varied glass beads. Was such abundant glass beads reflects certain conditions on ancient Kampai Island? Such richness in number and variety have triggered a number of researches on their quantity and morphology which provide some information of categorization and trade fluctuation in the ancient Kampai Island. The factors contributing to the rise and fall of the island are explained through the analogy of local or international historical sources. Kampai’s heyday through AD 11 to the middle of AD 14 centuries was among others due to demand on Sumatera’s natural resources by the Chinese market since the Tang Dynasty’s period; on the other hand, the Ming Dynasty’s AD 15 century inter-ocean private trade quota limitation contributed to the decline of such resources demand. The declining demand finally brought Kampai’s commerce to collapse at AD 16 century when other Sumatera’s ports began to export Aru’s commodity.
Preface Kalpataru Volume 22, nomor 1, tahun 2013 Arkeologi, KALPATARU Majalah
KALPATARU Vol 22, No 1 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.103 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v22i1.94

Abstract

Studi Kewilayahan dalam Penelitian Peradaban Śriwijaya Taim, Eka Asih Putrina
KALPATARU Vol 22, No 2 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.966 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v22i2.127

Abstract

Abstrak. Kerajaan Śriwijaya memiliki peradaban yang tersebar di seluruh wilayah yang berada di bawah kekuasaannya, tidak hanya di Sumatra bagian selatan, tetapi di seluruh wilayah Nusantara bahkan di wilayah Asia Tenggara. Hasil studi arkeologi mengenai peradaban Śriwijaya masih bersifat spatial, belum dapat menggambarkan posisi dan fungsi antara satu situs Śriwijaya dengan situs Śriwijaya lain, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Studi atau penelitian Śriwijaya diperlukan secara integritas dalam suatu kawasan untuk mendapatkan hasil secara holistik, tidak terpisah-pisah oleh batasan wilayah, baik secara administratif maupun kewilayahan geografis. Dalam makalah ini akan dicoba untuk membahas mengenai penelitian berorientasi kawasan yang tidak dipisah-pisah baik secara geografis, administratif, maupun wilayah kerja.Abstract. Territorial Studies in Śrivijaya Civilization Research. The Great of Śrivijaya Kingdom must had a great civilization as well as its greatness. The civilization spread to the entire region under his control, not only in southern Sumatra, but also in all parts of the archipelago and even in Southeast Asia. Yet the archaeological study of the Śrivijaya civilization is still spatial, not able to describe the common thread between the position and function between one of Śrivijaya site to others, either nationally and regionally and internationally. Integrity in Śrivijaya study or research is necessary to get a holistic result, not separated by a region boundary either in administrative or territorial geographical. in this paper will try to discuss about the research orientated area that is not fragmented by separation either geographical, administrative, or work areas.
PERKEMBANGAN RAGAM HIAS PADA OMO SEBUA DI NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA Pramaresti, Elyada Wigati
KALPATARU Vol 27, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (615.897 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v27i2.463

Abstract

Abstract. Omo Sebua or chief’s house is a cultural material heritage found in South Nias Regency, North Sumatera. In the past, each village in South Nias has one Omo Sebua. However, currently there are only four houses that still exist located in Hilinawalö Mazinö, Hilinawalö Fau, Onohondrö, and Bawömataluo. Each house has its own ornament style which rather different to each other. The main purpose of this article is to find out about the development of the ornaments on four remaining omo sebua which were built in different periods. The methods used in this research were by making shape-based ornament classification then followed by analysis to identify the quantity of its sub-theme, location, and ornament morphology. The result reveals that ornaments on those four houses have developed through times which caused by many factors, such as time, skill, and influence from other cultures. This research attempts to provide documentation of ornaments on Omo Sebua before these fine buildings completely destroyed, as well as to introduce the cultural material heritage of Nias to general public so that it can become an asset for tourism in the future.Keywords: Omo sebua, ornaments, classification, development Abstrak. Omo sebua atau rumah bangsawan merupakan salah satu tinggalan budaya materi di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara. Dahulu, tiap desa di Nias Selatan mempunyai satu omo sebua. Kini, hanya empat omo sebua yang masih berdiri di Nias Selatan, yakni di Desa Hilinawalö Mazinö, Hilinawalö Fau, Onohondrö, dan Bawömataluo. Ragam hias pada omo sebua tidak sama antara satu  dan yang lain. Masing-masing rumah mempunyai gaya ragam hiasnya sendiri. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan perubahan ragam hias pada empat omo sebua yang didirikan dalam waktu yang berbeda-beda. Tujuan penelitian ini adalah melihat perkembangan ragam hias yang ditemukan pada keempat omo sebua di Nias Selatan. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah klasifikasi ragam hias berdasarkan bentuk, dilanjutkan dengan analisis jumlah subtema, keletakan, dan morfologi ragam hias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam hias pada keempat omo sebua mengalami perkembangan dari rumah tertua hingga rumah termuda. Perkembangan ragam hias terjadi karena faktor waktu, keterampilan seniman, dan pengaruh budaya asing di Nias Selatan. Manfaat dari penelitian ini adalah menyediakan dokumentasi ragam hias sebelum keempat omo sebua yang tersisa rusak sekaligus memperkenalkan tinggalan budaya materi di Nias kepada masyarakat umum sehingga dapat menjadi modal dalam sektor pariwisata di masa yang akan datang.Kata kunci: Omo sebua, ragam hias, klasifikasi, perkembangan 
Preface Kalpataru Volume 25, nomor 1, tahun 2016 Arkeologi, Kalpataru Majalah
KALPATARU Vol 25, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.932 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v25i1.76

Abstract

Vulkano-Historis Kelud: Dinamika Hubungan Manusia – Gunung Api. Cahyono, M Dwi
KALPATARU Vol 21, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1032.013 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v21i2.117

Abstract

Gunung Kelud adalah satu diantara dua gunung berapi di Jawa Timur yang terbilang paling aktif – selain Gunung Semeru. Aktifitas vulkaniknya berdampak luas. Bukan hanya menimpa wilayah di Kota dan Kabupaten Blitar serta Kabupaten Kediri, namun secara tidak langsung berdampak terhadap daerah-daerah lain di sekitarnya. Pada era kemonarkhian Jawa masa Hindu-Buddha, dampaknya menimpai sebagian wilayah kerajaan-kerajaan di Jawa, sejak masa Kadiri hingga Majapahit. Oleh karena itu, semenjak lampau itu pula telah dilakukan ragam upaya mitigasi terhadap dampak vulkanik Kelud. Sesuai dengan religiositas pada jamannya, salah satu bentuk mitigatif itu adalah religio-mitigatif, yakni mitigasi bencana vulkanik secara religio-magis. Tinjauan “vulkano-historis” dan “antropo-ekologis” terhadap peristiwa vulkanik Kelud lintas masa dengan mendayagunakan sumber data tekstual (epigrafis dan filologis), arkeologis maupun paleo-ekologis bukan tidak mungkin mampu menyingkap: bukan saja misteri kegunungapian Kelud, namun sekaligus alternasi-alternasi upaya mitigasi terhadap kemurkaannya. Setidaknya, tersingkap. konsepsi tentang dinamika relasional antara manusia dan gunung api dalam konteks budaya arkhais di Jawa. Hal serupa bukan tidak mungkin berlaku pada gunung-gunung api lain dalam kurun waktu yang sejaman. Abstract. Kelud is one of the most active volcanoes in East Java, aside from Mount Semeru. Its volcanic activities are widespread and not only affect the areas in the City and Regency of Blitar and the Regency of Kediri, but in some way also have impact in other areas within the vicinity. During the era of Hindu-Buddhist monarchies in Java, the activities had impact on parts of several kingdoms in Java since the Kadiri to Majapahit periods. Therefore since the period there were various efforts to mitigate the impact of Mount Kelud’s volcanic activities. In accordance with the religiosity of its time, one of the mitigation efforts was religio-mitigation, which is volcanic disaster mitigation using religio-magical action. It is viable that this overview on the “volcano-historic” and “anthropo-ecologic” studies on the volcanic activities of Mount Kelud along the period using textual (epigraphic and philological), archaeological, and paleo-ecological data can reveal not only the mystery of the volcanic aspect of Mount Kelud but also the alternations of mitigation efforts to deal with its eruptions. At least it is hoped that it will reveal the concepts of relational dynamics between humans and volcanoes in the context of archaic culture in Java. It is not unlikely that such study can be applied to other volcanoes in similar period.
Hasil Analisis Mikrofosil Tumbuhan (phytolith) Situs Wineki dan Padang Hadoa, di Kawasan Lembah Besoa, Sulawesi Tengah. octina, rooseline linda
KALPATARU Vol 26, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2111.648 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v26i2.317

Abstract

Phytoliths are plant microfossil made of silica that varies in shape and size. Variations of form happen when silica in soil is absorbed by plants then transported and deposited in various parts of plant cells. When the plant dies, the plant's organic matter decomposes and leaves the inorganic material of silica, which we know by the name of phytoliths. Silica can survive in various environmental conditions, That’s make phytoliths are important data for scientific research including archeology. Phytoliths analysis on soil samples from prehistoric  Besoa Valley’s site aimed to reveal past environmental conditions and also find out the possibility of an economical plant utilization. Extraction performed on 18 soil samples from Wineki (box K1) and the Padang Hadoa sites (box K2 and K3). Techniques were performed using Sodium Polytungstate heavy flotation. Phytoliths identification results reveal palmae plants dominate the entire site, other phytolith derived from sample are Poaeceae, Cyperaceae and also two types of economic plants Oryza and Musaceae. Difference vegetation on past (dominated by palm) and current conditions (dominated by grasses)can indicate their changing environmental conditions either due to natural or due to human intervention. The existence of Oryza and Musaceae in Padang Hadoa sites can be an indication of the use by Padang Hadoa’s prehistoric occupant.Keyword : phytolith, Besoa Valley, Oryza, Musaceae  Phytoliths merupakan mikrofosil tumbuhan berbahan silica yang bervariasi secara bentuk dan ukuran. Variasi bentuk phytolith terjadi ketika silica dalam tanah terserap oleh tumbuhan kemudian terangkut dan terdeposisi pada bermacam bagian sel tumbuhan. Ketika tumbuhan mati, material organic tumbuhan membusuk dan meninggalkan material anorganik berupa silica yang kemudian kita kenal dengan nama phytoliths. Sifat silica yang dapat terawetkan diberbagai kondisi lingkungan menjadikan phytoliths data penting bagi penelitian ilmiah termasuk bagi arkeologi. Analisis phytoliths pada sampel tanah dari kawasan prasejarah Lembah Besoa ini bertujuan untuk mengungkapkan kondisi lingkungan masa lalu dan juga mengetahui kemungkinan adanya pemanfaatan tumbuhan. Ekstraksi dilakukan pada 18 sampel tanah dari Wineki ( kotak K1 ) dan situs Padang Hadoa ( kotak K2 dan K3 ). Teknik yang dilakukan yakni dengan pengambangan menggunakan mineral berat Sodium Polytungstate. Hasil identifikasi mengungkapkan tumbuhan jenis palem mendominasi seluruh situs dibandingkan dengan jenis tumbuhan lain. Jenis tumbuhan lain yang dapat diidentifikasi dari sampel yaitu jenis   Poaeceae, Cyperaceae dan juga dua jenis tumbuhan ekonomis Oryza dan Musaceae. Perbedaan vegetasi di masa lalu (yang didominasi oleh palem) dan kondisi saat ini (didominasi oleh rumput ) dapat menunjukkan adanya perubahan kondisi lingkungan baik karena alam atau karena campur tangan manusia. Keberadaan Oryza dan Musaceae di situs Padang Hadoa dapat menjadi indikasi adanya pemanfaatan jenis tumbuhan tersebut oleh manusia pendukung situs Padang Hadoa ini.Kata kunci: phytolith, Lembah Besoa, Oryza, Musaceae
Hunian “Pra-Sriwijaya” di Daerah Rawa Pantai Timur Sumatera. Rangkuti, Nurhadi
KALPATARU Vol 23, No 2 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1460.645 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v23i2.56

Abstract

Keberadaan Śrīwijaya di Sumatera ditandai oleh adanya prasasti-prasasti dari abad ke- 7 M. di Palembang, Jambi dan Lampung. Sebagian besar prasasti dan situs-situs arkeologi dari masa Śrīwijaya (abad ke-7-13 M.) terdapat di daerah lahan basah sebagai bagian dari wilayah pantai timur Sumatera. Penelitian arkeologi selama dua puluh tahun terakhir di daerah tersebut berhasil menemukan situs-situs arkeologi pada masa pra-Śrīwijaya antara lain berupa situs kubur tempayan dan situs hunian. Penemuan situs-situs masa pra-Śrīwijaya itu menunjukkan bahwa sebelum Śrīwijaya berkembang di Palembang dan Jambi, daerah rawa telah dimukimi oleh komuniti-komuniti kuno. Penelitian mengkaji lebih jauh pola hidup masyarakat kuno tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan rawa. Penelitian dilakukan dengan pendekatan “landscape archaeology”, survei dan ekskavasi untuk pengumpulan data, serta analisis carbon dating (C-14) dan tipologi artefak untuk mengetahui pertanggalan situs. Hasil penelitian memberikan gambaran mengenai pola persebaran situs antara situs kubur tempayan dan situs hunian di daerah rawa. Abstract. “Pre- Śrīvijaya” Settlements in The Swamp Area of The East Coast of Sumatera. The presence of Śrīvijaya in Sumatera was marked by the existence of inscriptions dated from  7th Century AD in Palembang, Jambi and Lampung. Most of the inscriptions and archaeological sites from Śrīvijaya era (7th – 13th Century) were located in the wetlands as part of the east coast region of Sumatera. The last two decades of archaeological researches in the region succeeded in finding archaeological sites from pre-Śrīvijaya era, among others jar burial and settlement sites. The discovery of pre-Śrīvijaya sites indicates that before Śrīvijaya was developed in Palembang and Jambi, the marshland area had already been inhabited by ancient communities. The research carried out further studies on the pattern of living of the ancient communities in interacting with marshy environment. The research was carried out using “landscape archaeology” approach, surveys and excavations in collecting data, as well as carbon dating (C-14) analysis and artifact typology to determine the age of the sites. The results of the research provide an illustration about the distribution pattern of the sites between the jar burial sites and the settlement sites in the wetland.
Appendix Kalpataru Volume 21, nomor 1, tahun 2012 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Redaksi
KALPATARU Vol 21, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.065 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v21i1.108

Abstract

Page 5 of 28 | Total Record : 278