cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
KALPATARU
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 278 Documents
Preface Kalpataru Volume 25, nomor 2, tahun 2016 Arkeologi, Kalpataru Majalah
KALPATARU Vol 25, No 2 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.565 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v25i2.93

Abstract

Persebaran dan Bentuk-Bentuk Megalitik Indonesia: Sebuah Pendekatan Kawasan Prasetyo, Bagyo
KALPATARU Vol 22, No 2 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1411.103 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v22i2.126

Abstract

Abstrak. Studi tentang arkeologi kawasan dilandasi oleh pemikiran bahwa ruang merupakan  bagian yang tidak terpisahkan dari hidup manusia. Demikian pula dengan kawasan Megalitik Indonesia, merupakan topik yang selalu menarik untuk dikaji. Hadirnya budaya megalitik di lingkup makro dengan berbagai jenisnya memberikan informasi yang sangat berharga sebagai titik tolak kajian arkeologi kawasan serta mata rantai kesinambungan budaya megalitik di Nusantara.Abstract. The Distribution and Forms of Megalithic in Indonesia: A Spatial Approach. Study on spatial archaeology is based on a notion that space is an integral aspect in human life. That is also the case with the megalithic regions in Indonesia, which are always interesting to investigate. The presence of megalithic culture in macro scope, with its various forms, provides valuable information as the starting point in the study of spatial archaeology and part of continuity sequence of megalithic culture in the Archipelago
Tradisional atau Modern: Dampak Kebijakan Perumahan Rakyat terhadap Bangunan Tradisional di Lembah Bada, Sulawesi Selatan Darojah, Citra Iqliyah
KALPATARU Vol 27, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2632.353 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v27i2.451

Abstract

Abstract. Public housing has become Indonesian Government’s main consideration since 1970s. As one of public welfare indicator, three categories of house based on its material are amongst government’s policy of public housing. Discussing the impact of government’s public housing policy implementation into traditional houses in Indonesia is the aim of this article. Qualitative method consists of field survey and desktop survey used as primary data collection. Field survey at Bada was conducted in 2012 and followed by desktop survey. Result of the study shows that traditional houses built from organic materials like wood, thatch, bamboo, rattan, palm fiber, and leaves, considered as non-permanent house. Thus, the category is a legitimation for people to shift from traditional houses to modern houses (permanent house), following social and economics factor that triggered the phenomena. In Bada it happened in rapid movement and endangered the existence of traditional houses.Keywords: traditional house, policy, government, BadaAbstrak. Perumahan rakyat telah menjadi pusat perhatian Pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an. Sebagai salah satu indikator kesejahteraan, tiga tipe rumah berdasarkan materialnya ada di dalam kebijakan pemerintah terkait perumahan rakyat. Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk mendiskusikan dampak penerapan kebijakan perumahan rakyat tersebut terhadap rumah-rumah tradisional di Indonesia. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kualitatif terdiri dari survei lapangan dan survei data sekunder. Survei lapangan di Bada dilakukan pada tahun 2012 dan dilanjutkan dengan survei data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tradisional yang dibangun dengan bahan-bahan organik seperti kayu, bambu, ijuk, rotan, serat palem, dan dedaunan, termasuk dalam kategori rumah tidak permanen. Pengkategorian tersebut adalah legitimasi masyarakat untuk beralih dari rumah tradisional ke rumah modern (rumah permanen), mengikuti faktor perubahan sosial dan ekonomi yang menjadi pemicu fenomena tersebut. Di Bada hal tersebut terjadi cukup cepat dan mengancam keberadaan rumah-rumah tradisional.   Kata kunci: rumah tradisional, kebijakan pemerintah, Bada
Appendix Kalpataru Volume 24, nomor 1, tahun 2015 Arkeologi, Kalpataru Majalah
KALPATARU Vol 24, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (868.856 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v24i1.68

Abstract

Eksplorasi Geoarkeologi Pulau Sabu: Salah Satu Pulau Terdepan di Nusa Tenggara Timur Intan, M. Fadhlan S.
KALPATARU Vol 25, No 2 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2290.371 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v25i2.116

Abstract

Abstract. Savu island with its cluster islands including Sabu Raijua Regency is located in the south of Republic of Indonesia. Researches conducted in East Nusa Tenggara began in 1950s by Th. Verhoeven in Flores and Timor islands. Next research was by National Research Center of Archaeology in Flores, Timor and Sumba (1970), in Atambua and Savu (1980), and in Savu (2010). The researches in Savu so far were focused more on archeology and ethnography, while geological aspect has not been done yet. This article will try to explain about geological condition in Savu island in general.The purpose and goal of the research is to determine the geological condition Savu in detail, including landscape, rock composition, and geological structure. The method used, is the survey. The results shows that Savu consists of plain morphological unit and feeble wave morphological unit with altitude 0-350 meters above sea level. Rock composition consists of marl, tufa, limestone, alluvial, and passed by normal fault. Archaeological data in Savu island are in form of paleolithic, megalithic, indigenous villages, and caves. Abstrak. Pulau Sabu dengan gugusan pulaunya termasuk Kabupaten  Sabu Raijua, terletak di selatan Negara Republik Indonesia. Penelitian di Nusa Tenggara Timur berawal oleh Th. Verhoeven tahun 1950an di Pulau Flores dan Timor. Selanjutnya Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1970 di Flores, Timor, dan Sumba, tahun 1980 di Atambua dan Pulau Sabu, serta tahun 2010 di Pulau Sabu. Penelitian yang telah dilaksanakan di Pulau Sabu selama ini, lebih banyak terfokus pada arkeologi, dan etnografi, sedangkan penelitian yang bersifat geologi belum pernah dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian di Pulau Sabu adalah bagaimana kondisi geologi di daerah tersebut, terkait dengan keberadaan situs arkeologi. Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi Pulau Sabu secara detil yang meliputi bentang alam, batuan penyusun, dan struktur geologi. Metode yang digunakan, adalah  survei. Hasil penelitian di Pulau Sabu terdiri dari satuan morfologi dataran, dan satuan morfologi bergelombang lemah, dengan ketinggian adalah 0-350 meter diatas permukaan air laut. Batuan penyusun adalah napal, tufa, batugamping, dan aluvial, serta dilalui Sesar Normal. Kepurbakalaan di Pulau Sabu berupa paleolitik, megalitik, perkampungan adat, dan gua.
Etnobotani Sagu (Metroxylon sagu) warisan Budaya Masa Sriwijaya di Lahan Basah Air Sugihan, Sumatera Selatan. Vita, Vita
KALPATARU Vol 26, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2808.66 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v26i2.314

Abstract

Abstract. Sago (Metroxylon sagu) is one of potential carbohydrate source which had been used by people since pra-Sriwijaya (2-5 masehi century). Unfortunately  at the moment,  The community of sago  vegetation is rare to be found in Air Sugihan site. Why did that happen. Could sago did not important anymore or the ignorant of people about the advantages of sago. or may be this vegetation  could not growth anymore in present environment.  Therefore, Field survey and Ethnobotany study have to be done by describing/grouping (taxonomy plants) habitat and benefit of sago. The result of this study shown that people had change the growth area of sago into paddy field /plantation. Sago is included in Arecacceae (palmae) group. It has typical form and habitat. Beside that it also has a lot of advantages, its leave could be used as roof house and house wares, its midribs for house wall, its pith for food as sago flour. The skin rod for fuel and house floor. The young rod for fodder, even the former slash could be used as the media of sago caterpillar. From this discussion, could be concluded that Sago Plant is important in preserving the balance of environment, especially in the ground water. All parts of this plant also have an advantages not only in daily living but also in modern industry. Key word : Ethonobotany, taxonomy plants, environment, habitat  Abstrak. Sagu (Metroxylon sagu) merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak pra-Sriwijaya (abad ke-2-5 Masehi), tetapi saat ini disalah satu wilayah bekas kerajaan Sriwijaya yaitu Situs Air Sugihan komunitas tumbuhan sagu sudah jarang ditemukan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi. Apakah mungkin sagu tidak begitu penting lagi, ataukah masyarakat kurang mengetahui manfaat sagu (Metroxylon sagu)  dalam kehidupan, ataukah jenis ini tidak dapat tumbuh dan berkembang lagi dengan keadaan lingkungan sekarang. Untuk itu diperlukan survei lapangan dan studi etnobotani melalui pendekripsian/pengelompokan (taksonomi tumbuhan), habitat dan manfaat tumbuhan sagu. Dari hasil pengamatan ini diketahui bahwa masyarakat telah merubah lahan tempat tumbuhnya sagu menjadi areal persawahan / perkebunan. Sagu yang masuk dalam kelompok Arecacceae (Palmae) ini mempunyai bentuk dan habitat yang khas serta berbagai manfaat seperti daunnya untup atap rumah, peralatan rumah tangga; pelepah untuk dinding rumah; empulur untuk bahan makanan berupa tepung sagu; kulit batangnya untuk bahan bakar dan lantai rumah; batang muda untuk makanan ternak dan bekas tebangannyapun sebagai media ulat sagu. Dari bahasan ini disimpulkan bahwa tumbuhan sagu berperanan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, terutama dalam menjaga kestabilan air tanah, seluruh organ dari tumbuhan inipun mempunyai manfaat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri modern saat ini. Kata kunci: Etnobotani, Taksonomi tumbuhan, Lingkungan, Habitat
Sriwijaya for Our Nation* Simanjuntak, Truman
KALPATARU Vol 23, No 2 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1132.476 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v23i2.55

Abstract

Śrīwijaya Bagi Bangsa Kita. Kerajaan Śrīwijaya yang berpusat di Sumatera bagian selatan dan berkembang pada abad ke-7-13 M. merupakan salah satu puncak budaya Nusantara. Menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda; menjalin hubungan dagang dengan Cina, India, Arab, Persia, dan Madagaskar; membangun kawasan-kawasan strategis sebagai pangkalan armada untuk kepentingan dagang dan menjaga wilayah kedaulatan; membangun pusat pendidikan agama Budha dan bahasa Sanskerta; serta membina toleransi beragama, merupakan capaian-capaian sekaligus nilai-nilai yang menjadikannya negara maritim yang besar dan sangat berpengaruh di kawasan regional Asia Tenggara pada zamannya. Śrīwijaya bukan sekedar pengetahuan masa lampau, tetapi hendaknya bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktualisasi semangat, kebesaran, serta nilai-nilai sejarah dan budaya yang dimilikinya hendaknya menjiwai, menginspirasi, dan memotivasi kita dalam membangun bangsa kepulauan yang besar. Caranya mewariskan pengetahuan tentang Śrīwijaya beserta nilai-nilai yang dimilikinya melalui pendidikan formal dan informal, berbagai kegiatan pemasyarakatan, kegiatan olah raga, seni, dan budaya. Cara lain yang sangat strategis adalah membangun “Rumah Peradaban Śrīwijaya”, sebuah kompleks yang mewadahi pusat penelitian dan informasi, museum sebagai sarana edukasi dan pemasyarakatan, serta ruang publik. Abstract. Śrīvijaya Kingdom that centered in South Sumatera is one of the highest peak of culture in the Indonesian Archipelago. The kingdom evolved from 7th to 13th Century AD. Several achievements that made Śrīvijaya Kingdom become a great maritime country and very influential in South East region are as follows, commanded the trade route in Malaka Strait and Sunda Strait; had a trade relations with China, India, Arab, Persia, and Madagascar; built a strategic area as a maritime base for commercial interest and sovereignty protection; built a Buddhist and Sanskrit center; and also built tolerance to religions in society. Śrīvijaya is not just a knowledge from the past, it should bring benefits to Indonesia as a nation. The spirit of actualization, the greatness, and the culture and historical values should inspire and motivate Indonesian people to build a great archipelagic nation. The knowledge of Śrīvijaya could be inherited through formal and informal education, and social activities such as sports activities, arts activities, and cultural activities. Another strategic way is to build “Rumah Peradaban Śrīwijaya” (House of Śrīvijaya Civilization). Rumah Peradaban Śrīvijaya is a building complex that embodies a research and information center, museum as an educational and social facility, and also public space
Perface Kalpataru Volume 21, nomor 1, tahun 2012 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Redaksi
KALPATARU Vol 21, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.845 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v21i1.107

Abstract

Ragam Hias dan Inskripsi Makam di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten Bulukumba. Makmur, Makmur
KALPATARU Vol 26, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6057.671 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v26i1.88

Abstract

Ragam hias makam di Nusantara memperlihatkan percampuran, kaligrafi yang dibawah Islam dengan unsur budaya lokal pada pemberian gunungan (meru) dan ragam hias floralistik di makam. Penelitian ini, bertujuan mengungkap kebudayaan Islam pada masa lampau melalui ragam hias dan inskripsi makam. Agar dapat memberikan gambaran, bagaimana kebudayaan dan ajaran Islam terintegrasi dan menyatu kedalam budaya lokal masyarakat. Dalam pencapaiannya digunakan teknik observasi dan analisis dari segi keanekaragaman bentuk, fungsi serta makna ragam hias dan inskripsi. Di kompleks Makam Dea Daeng Lita memperlihatkan paduan jirat gunungan yang terbentuk dari ragam hias sulur-sulur dengan nisan menhir serta inskripsi lafadz zikir dan ketahuidan sebagai refleksi ajaran tasawuf mengambarkan harmonisasi ajaran Islam dengan kebudayaan lokal dalam membentuk peradaban di Kabupaten Bulukumba.Kata kunci : Ragam hias, inskripsi, jirat, nisan.
Preface Kalpataru Volume 23, nomor 1, tahun 2014 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Redaksi
KALPATARU Vol 23, No 1 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.938 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v23i1.46

Abstract

Page 3 of 28 | Total Record : 278