cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
KALPATARU
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 278 Documents
Lingkungan dan Lansekap Situs Kampung Kuno Kao: Faktor Determinasi Permukiman dan Pusat Islamisasi di Halmahera Utara Handoko, Wuri; Mujabuddawat, Muhammad Al
KALPATARU Vol 26, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1190.792 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v26i2.298

Abstract

Abstract. Kao Old Village Site, is a fairly developed settlement site during the early Islamization in the hinterland of North Halmahera. Environmental and landscape characteristics Watersheds, wetlands and agricultural lands are the reasons for the selection of past settlement sites, especially early in the development of Islam in the North Halmahera region. This study focuses on archaeological surveys to look at archeological data relationships both artefactual and features as well as the environment, which explains that the carrying capacity of the environment in the Old Kao Kampug Site is a factor determining the rapid progress of a region to live. The results showed that based on the distribution and density of archaeological remains, the Kao Old Village Site is a fairly dense settlement site, in addition to the environmental carrying capacity to be the source of production and economic resources, a factor that determines the development of the region as a residential area. Environmental data indicate the existence of a very advanced source of production and economic population, even part of the process of exchange and commerce with other outside areas in the chain of trade and network Islamization in the region of North Halmahera. In addition to landscape or landscape conditions, it is an environmental characteristic in the spatial distribution process, which shows the prevailing patterns and cultural systems of society, and this shows that the cultural traits of the community at that time were prosperous.Abstrak. Situs Kampung Tua Kao merupakan situs permukiman yang cukup berkembang pada masa awal Islamisasi di wilayah pedalaman Halmahera Utara. Karakteristik lingkungan dan lansekap Daerah Aliran Sungai, lahan basah, dan lahan pertanian merupakan alasan pemilihan lokasi permukiman penduduk pada masa lampau, terutama masa awal perkembangan Islam di wilayah Halmahera Utara. Kajian ini menitikberatkan pada survei arkeologi untuk melihat hubungan data arkeologi baik artefaktual maupun fitur serta lingkungan, yang menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan di wilayah Situs Kampug Tua Kao merupakan faktor yang menentukan maju pesatnya suatu wilayah untuk bermukim. Hasil penelitian berdasarkan sebaran dan kepadatan temuan arkeologi menunjukkan Situs Kampung Tua Kao merupakan situs permukiman yang cukup padat. Selain itu, daya dukung lingkungan yang menjadi sumber produksi dan sumber ekonomi menjadi faktor yang sangat menentukan berkembangnya wilayah ini sebagai wilayah permukiman penduduk. Data lingkungan menunjukkan adanya sumber produksi dan ekonomi penduduk yang sangat maju, bahkan menjadi bagian dari proses pertukaran dan perniagaan dengan wilayah-wilayah lainnya dalam mata rantai perdagangan dan jaringan Islamisasi di wilayah Halmahera Utara. Kondisi bentang lahan atau lansekap yang merupakan karakteristik lingkungan dalam proses distribusi ruang menunjukkan pola dan sistem budaya masyarakat yang berlaku, dan hal ini menunjukkan ciri budaya masyarakat pada masa itu sudah sangat berkembang.
Gua Kidang, Hunian Gua Kala Holosen di Das Solo Nurani, Indah Asikin; Hascaryo, Agus Tri
KALPATARU Vol 24, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3639.956 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v24i1.52

Abstract

Gua Kidang merupakan hunian manusia prasejarah yang diteliti Balai Arkeologi Yogyakarta sejak tahun 2005 dan masih berlanjut sampai sekarang. Berdasarkan survey permukaan di seluruh kawasan karst Blora, Gua Kidang adalah satu-satunya gua yang layak huni. Hal tersebut didasarkan pada morfologi lahan, sirkulasi sinar matahari, kemiringan, kelembaban, serta temuan permukaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menelusuri dan mengungkap jejak lokasi situs yang menjembatani kesinambungan antara kebudayaan Pleistosen dan Holosen yang masih gelap. Selain itu, menarik untuk dikaji lebih jauh adalah lokasi gua ini dikelilingi situssitus Pleistosen, yang pada hasil penelitian terakhir pada tahun 2013, memberikan titik terang. Metode yang digunakan adalah ekskavasi di Gua Kidang dan analisis terhadap temuan-temuan arkeologis, stratigrafi dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian selama tujuh kali, disimpulkan bahwa Gua Kidang merupakan gua yang intensif dihuni manusia prasejarah dengan tinggalan yang lengkap, berupa artefak, fitur, dan ekofak, serta rangka Homo sapiens.Abstract. Kidang Cave is a habitation of prehistoric people, which has been studied by the Yogyakarta Archaeological Centre since 2005 and still continues until now. A survey over the surface of the karst region of Blora reveals that Kidang Cave is the only habitable cave based on the morphology of the land, circulation of sunlight, slant, humidity, and surface finds. Thisarticle tries to explore and unveil traces of the site location that serves as a chronological bridge of continuity between the Pleistocene and the Holocene cultures, which is still obscure. In addition, it is interesting to note that further study is needed pertaining to the location of the cave, which is surrounded by Pleistocene sites that during the last research in 2013 has shed some light on that matter. The methods employed here are excavation at Kidang Cave and analyses on archaeological finds, stratigraphy, and the environment. Based on results of seven times of researches, it can be concluded that Kidang Cave had been intensively inhabited by prehistoric people and contains wide-ranging finds, which include artifacts, features, and ecofacts, as well as skeletons of Homo sapiens.
Penelitian Puncak-Puncak Peradaban di Pantai Utara Jawa Barat dan Proses Perjalanan Masyarakat Hindu. Nanang Saptono, Nanang
KALPATARU Vol 21, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.08 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v21i1.104

Abstract

Salah satu program penelitian Balai Arkeologi Bandung pada periode 2009 – 2014 adalah mengenai puncak-puncak peradaban di pantai utara Jawa Barat. Penelitian ini secara diakronis ditekankan pada masyarakat Protosejarah, masyarakat masa Klasik, dan masyarakat masa Islam. Khusus pada permasalahan masyarakat masa Klasik, penelitian didasarkan pada data awal bahwa di Karawang terdapat pusat peradaban yang mula-mula berlatarkan pada agama Hindu kemudian berkembang pula agama Buddha. Sementara itu pada penelitian sebelumnya telah didapatkan data mengenai keberadaan masyarakat Hindu di pedalaman Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 di Kabupaten Karawang, dan Purwakarta serta pada 2010 di Kabupaten Subang diperoleh simpulan bahwa masyarakat Hindu yang semula berada di pantai utara, setelah mendapat tekanan dari masyarakat Buddha, mereka melakukan perpindahan ke pedalaman dan akhirnya berhasil membangun pusat peradaban di pedalaman Jawa Barat. Abstract. One of the Balai Arkeologi Bandung’s research programs in the period of 2000 – 2014 is about the peaks of civilization on the northern coast of West Java. This study diachronically puts emphasis on Proto-historic, Classical, and Islamic communities. Regarding the problems among the Classical communities, this study was based on preliminary data that there was a centre of civilization at Karawang which initial background was Hindu, and later Buddhism also developed. Meanwhile, during previous investigation was obtained data on the existence of Hindu communities in the interior parts of West Java. Based on results of research in 2009 at Karawang Regency and Purwakarta as well as in 2010 at Subang Regency, we came to the conclusion that the Hindu communities that originally lived on the north coast, after being pressured by the Buddhist communities, moved to the interior and eventually managed to build a centre of civilization in the inland of West Java.
Bangka dalam Kontelasi Perkembangan Tasawuf di Nusantara Mujib, Mujib
KALPATARU Vol 16, No 1 (2002)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2962.468 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v16i1.185

Abstract

.
Karakter Teknologi Litik Homo Erectus Progresif Berdasarkan Himpunan Artefak dari Situs Matar, Bojonegoro Fauzi, M. Ruly; S. Intan, M. Fadhlan; Simanjuntak, Truman
KALPATARU Vol 24, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4568.171 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v24i1.41

Abstract

Abstrak. Teras 20 meter Bengawan Solo yang diklaim berumur Pleistosen Atas seringkali dibahas sejak penemuan 14 spesimen Homo erectus beserta sejumlah artefak di Ngandong pada tahun 1931-1933. Namun demikian, artefak batu yang dianggap sebagai peralatan Homo erectus progresif tersebut jarang sekali dibahas secara khusus, sehingga karakter teknologi mereka masih belum jelas statusnya. Situs Matar di tepi timur Bengawan Solo dengan litologi dan posisi yang mirip dengan Ngandong memberikan data baru terkait artefak litik dengan taksiran umur yang sama. Analisis terhadap himpunan artefak litik Situs Matar bertujuan untuk mengetahui karakter bentuk dan teknologi artefak litik Homo erectus progresif. Analisis khusus berupa tinjauan tipologi dan dimensi artefak serpih menunjukkan ciri khusus. Pengukuran serpih menunjukkan produk débitage yang cenderung rektangular dan sedikit memanjang. Secara umum, himpunan artefak litik dari Matar menunjukkan kehadiran alat serpih bersama dengan artefak masif seperti bola, spheroidal, polihedron, serta kapak perimbas-penetak. Kehadiran alat masif bercirikan Oldowanian tersebut menunjukkan fungsi alat yang sepertinya tidak tergantikan oleh artefak serpih di dalam budaya Homo erectus progresif. Abstract. The 20 meter-high Solo terrace claimed to be Upper-Pleistocene deposit has often been discussed since the discovery of 14 Homo erectus specimens with numerous artifacts in Ngandong on 1931-1933. Nevertheless, the artifacts that have been baptized as implements of progressive Homo erectus is rarely discussed, especially the character of their technology, which remains unclear. Matar, a new site situated on the eastern banks of Solo River with similar lithology and position to those of Ngandong, provides new data related to lithic artifacts. Analysis on lithic assemblage from Matar locality was aimed at characterizing morphology and technology of the implements of progressive Homo erectus. Specified analysis consisting of typology and measurements of flake artifacts successfully shows its specific characteristics. Measurements on flakes show débitage products that tend to be rectangular and slightly elongated. In general, the lithic assemblage from Matar shows the presence of flakes together with massive tools such as bola, spheroidal, polyhedrons, and chopper-chopping tools. The presence Oldowanian massive tools might indicate their exceptional utility that could not be replaced by flakes in progressive Homo erectus culture. 
Appendix Kalpataru Volume 23, nomor 2, tahun 2014 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Redaksi
KALPATARU Vol 23, No 2 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5687.546 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v23i2.95

Abstract

Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin: Dalam Perniagaan Kesultanan Banten Abad ke-15--1 Wibisono, Sonny C
KALPATARU Vol 22, No 2 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1054.467 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v22i2.128

Abstract

Abstrak. Tulisan ini memberi perhatian pada sebuah kawasan yang disebut “tanah di bawah angin”. Seperti sudah dipahami sejarawan, kawasan yang dimaksud merupakan jalinan niaga antar penduduk Asia Tenggara yang berhasil menandai pertumbuhan ekonomi dan peradaban di kawasan ini pada abad ke-15--17. Luasnya cakupan dan kejelasan wilayah ini menimbulkan soal untuk mencapainya. Ranah studi arkeologi sejarah dari masa ini, yang diharapkan dapat memaknai zaman ini, belum cukup diarahkan untuk mengungkapkannya, meskipun sudah cukup banyak penelitian situs dilakukan. Penelitian sintesis yang bertolak dari negeri para sultan sebagai bagian dari kawasan ini merupakan cara yang dipandang dapat digunakan untuk mencapainya. Negeri Kesultanan Banten yang sudah cukup banyak diteliti dari segi sejarah dan arkeologi digunakan sebagai kasus untuk melihat bagaimana kawasan niaga di negeri ini dibangun oleh para sultan melalui strategi politik ekonomi mereka. Upaya bina kawasan Kesultanan ini antara lain dilakukan mulai dari penguasaan wilayah, pemindahan ibu kota dari pedalaman ke pesisir, pengembangan kota pelabuhan Banten Lama, penguatan dan perluasan wilayah lada, pembangunan kota baru dan revitalisasi pertanian di wilayah Tirtayasa. Abstract. The Regional Development of the Land below the Wind: Trade in the Sultanate of Banten during 15th--17th centuries CE. This paper gives attention to an area called “the land below the wind”. As is well understood by historians, the area is part of a trade network between Southeast Asian population that successfully marked economic growth and civilization in the region in 15-17 centuries CE. The broadness of coverage and intelligibility of this area raises questions on how to achieve it. Realm of historical archaeological study of this period, which is expected to make sense of this era, has not really aimed revealing it, despite the considerable amount of research carried out on site. Research synthesis, which departed from the state of sultans as part of the region, is considered a way that can be used to achieve it. Affairs of the Sultanate of Banten, which has been studied quite a lot in terms of history and archeology, are used as a case to see how the commercial region in this country was built by the sultans through their economic-political strategy. Regional development strategy of the Sultanate was done through territorial conquest, relocation of the capital city from the interior to the coast, the development of the port city of Banten Lama, reinforcement and expansion of the area of pepper, a new urban development, and revitalization of agriculture in Tirtayasa region
Dua Tipe Ornamentasi Candi Perwara di Kompleks Candi Sewu Murdihastomo, Ashar
KALPATARU Vol 27, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2964.017 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v27i2.462

Abstract

AbstractSewu Temple, located in Prambanan, is one of the Buddhist temple complex that have lots of uniqueness. One of the uniqueness can be seen on Perwara Temple that have two ornamentations. But, many scholars never make the research about it. Therefore, in this article, I want to describe the background of the two ornamentations on perwara temple. The research is carried out by observation and literature study. From the research, I find out that the two ornamentations on perwara temple in Sewu Temple complex have relation with the religion conception.Keywords: Buddha, Sewu Temple, perwara temple, ornamentation.AbstrakCandi Sewu, yang terletak di daerah Prambanan, merupakan salah satu kompleks percandian agama Buddha yang masih menyimpan banyak keunikan. Salah satu keunikannya adalah dua corak ornamentasi yang terdapat pada candi perwaranya. Keberadaan kedua ornamentasi ini belum pernah dibahas detail oleh peneliti mana pun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis berusaha untuk mengkaji dua corak ornamentasi itu dengan tujuan memberikan gambaran terkait dua corak ornamen tersebut serta mencoba untuk mengetahui latar belakang perbedaan tersebut. Penelitian dilakukan melalui pengamatan langsung dan analisis dengan bantuan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kedua corak ornamentasi pada candi perwara tersebut terkait dengan konsep keagamaan.Kata kunci: Buddha, Candi Sewu, candi perwara, ornamentasi.
Adaptasi Masyarakat Pra-Sriwijaya di Lahan Basah Situs Air Sugihan, Sumatera Selatan Vita, Vita
KALPATARU Vol 25, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4831.578 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v25i1.79

Abstract

Abstract. Air Sugihan Site was one of early history residential centers in the east coast of South Sumatera. In general, the environment of Air Sugihan Site is dominated by the peat bogs which consist of marsh and paddy vegetations. With such environment, how people could adapt and run their daily activities? To dig more about that, survey and environment observation was conducted in area of Air Sugihan Site  to get information about the local community adaptation process with their environment. The survey revealed that people changed the peat bogs environment as settlement and to fulfill their daily needs, then with their local wisdom, used domestic plants such as nibung (Oncosperma tigillarium), jelutung (Dyera pollyphylla), bako (Rihzophoraceae), to make equipments and places for living in form of home on stilts to protect them from flood or wild animals and also opened paddy fields. Thus, it can be concluded that pra-Sriwijaya community had been managed the environment in accordance with their needs by using the available natural resources.Abstrak. Situs Air Sugihan merupakan salah satu pusat hunian awal sejarah di Pantai Timur Sumatera Selatan di masa lampau. Secara umum, keadaan lingkungan Situs Air Sugihan merupakan daerah yang didominasi oleh dataran rawa gambut yang terdiri dari vegetasi rawa dan vegetasi sawah. Dengan lingkungan rawa tersebut bagaimana manusia dapat beradaptasi dan melangsungkan kehidupannya sesuai dengan karakterisitik lingkungan yang ada. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan survei dan pangamatan lingkungan terhadap pemukiman di wilayah Situs Air Sugihan yang bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi masyarakat setempat dengan lingkungannya. Dari survei tersebut diketahui bahwa masyarakat mengubah lingkungan rawa gambut untuk memenuhi kebutuhannya, baik untuk bermukim maupun untuk kebutuhan sehari-hari, dengan kearifan mereka, mereka memanfaatkan tumbuhan  nibung (Oncosperma tigillarium), jelutung (Dyera pollyphylla), dan bako (Rihzophoraceae) yang ada disekitarnya untuk membuat peralatan dan bangunan tempat mereka tinggal berupa rumahrumah panggung guna melindungi diri mereka dari banjir, maupun dari binatang buas serta membuka lahan untuk sawah. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan sumber daya alam yang ada, masyarakat dengan kearifan mereka telah mengelola lingkungan sesuai dengan kebutuhannya. 
Appendix Kalpataru Volume 25, nomor 2, tahun 2016 Arkeologi, Kalpataru Majalah
KALPATARU Vol 25, No 2 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (916.358 KB) | DOI: 10.24832/kpt.v25i2.118

Abstract

Page 7 of 28 | Total Record : 278