cover
Contact Name
abdul wahid
Contact Email
riopascaunisma@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
riodyka@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
JURNAL HUKUM dan KENOTARIATAN
ISSN : 25493361     EISSN : 26557789     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 251 Documents
KEKUATAN MEMAKSA NORMA YURIDIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA KEWIBAWAAN PROFESI NOTARIS Susani Triwahyuningsih; Herma Yusti
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (634.018 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v4i2.8642

Abstract

 Notaris merupakan sosok pejabat umum yang mendapatkan kepercayaan dari negara untuk melayani kepentingan rakyat dalam aspek yang strategis atau bahkan fundamental. Problem yang ditangani notaris inilah diantaranya yang membuat notaris adalah harus diikat dengan norma-norma yuridis dan etis.  Dalam norma yuridis seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. mesti mengandung kekuatan memaksa atau mengikat, yang secara filosofis bermakna bukan hanya untuk menjaga notaris sebagai pengemban atau pelaksana profesi hukum, tetapi juga demi memberikan perlindungan terhadap kepentingan asasi rakyat, dalam hal ini pemohon yang menghadapnya untuk meminta dilayani kepentingnnya.Kata kunci: notaris, norma, memaksa, profesi, kewibawaan Notary public officials are gaining the trust of the state to serve the interests of the people in strategic or even fundamental aspects. The problem that this notary is handling is that the notary is to be tied with juridical and ethical norms. In juridical norms such as the Law of the Republic of Indonesia No. 2 of 2014 on the amendment to Law No. 30 of 2004 on notary department, must containt forces of force or binding, which is philosophically meaningful not only to keep a notary as a developer or an executive of the law profession but also to provide protection againts the human interest of the people, in this case the applicant who faced him to ask to be served the importance. Keywords: notary, norm, force, profession, authority
PERAN PROFESI NOTARIS DALAM MENJAGA KEWIBAWAAN NEGARA HUKUM INDONESIA Mirin Primudyastutie; Anang Sulistyono
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 2 (2021): Mei
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.07 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i2.10801

Abstract

 Eksistensi norma yuridis merupakan norma yang mengatur tentang peran yang bisa dilakukan oleh subyek hukum atau pihak yang ditunjukknya, diantaranya notaris. Norma yuridis yang menjadi pijakan utama bagi notaris diantaranya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban atau kewenangan-kewenangannya. Peran mengimplementasikan norma yuridis ini adalah berkaitan  dengan tugas, kewajiban, kewenangan, larangan, dan lain sebagainya yang menentukan terhadap bekerjanya hukum, sehingga yang dilakukannya ini mengandung konsekuensi yuridis, yakni kewibawaan negara hukum. Ada hak-hak masyarakat dan martabat negara yang ikut dirugikan ketika norma hukum tidak dijalankan sebagaimana yang sudah digariskannya.  Kewibawaan negara hukum merupakan ujian riil propfesionalitas sebagai notaris, sehingga Ketika peran yang ditunjukkan tidak profesionalitas, dampak seriusnya terhadap kewibawaan negara hukum.Kata Kunci: kewibawaan, notaris, peran, negara The existence of juridical norms is a norm that regulates the roles that can be performed by a legal subject or party appointed by it, including a notary. Juridical norms that become the main foothold for notaries include to carry out their obligations or authorities. The role of implementing this juridical norm is related to the duties, obligations, authorities, prohibitions, etc. that determine the operation of the law, so that what it does has juridical consequences, namely the authority of the rule of law. There are community rights and state dignity that are also harmed when legal norms are not implemented as outlined by them. The authority of a rule of law is a real test of professionalism as a notary, so that when the role shown is not professional, it has a serious impact on the authority of the rule of law.Keywords: authority, notary, role, state
IMPLIKASI HUKUM BAGI PPAT YANG TIDAK MENDAFTARKAN AKTA PPAT LEBIH DARI 7 (TUJUH) HARI KERJA KE KANTOR PERTANAHAN Misranto Misranto; Yuridika Galih Pratama Putra
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.116 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i1.10110

Abstract

Penelitian ini membahas mengenaiadanya pendaftaran akta PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) yang melebihi dari 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan di kantor PPAT yang di daftarkan ke Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo oleh PPAT tersebut. Sedangkan jelas pada Pasal 40 ayat (1)PP 24/1997 tentang PendaftaranTanah menegaskan bahwa: “selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggalditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajibmenyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumenyang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan (BPN)  Kabupaten/Kota setempat sessuai wilayah kerja PPAT yang bersangkutan untuk didaftar’. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa terdapat beberapafaktor penghambat dalam penyampaian pendaftaran hak atas tanah oleh PPAT ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo yaitu: 1. Kurangnya penyampaian berkas-berkas yang disampaikan klien kepada PPAT. Seperti: Sertipikat asli; Foto kopi KTP dan KK pihak penjual, apabila tanah tersebut merupakan harta bersama dengan istrinya maka dilampirkan pula foto kopi KTP istri dan foto kopi surat nikah; Foto kopi KTP dan KK pihak pembeli; Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) 5 (lima) tahun terakhir dan tahun berjalan/tahun terakhir, belum e-KTP; 2. Adanya suatu situasi yang mengharuskan PPAT terlambat mendaftarkan akta jual belinya dikarenakan ada hal yang harus dilakukan guna untuk menyelamatkan suatu transaksi jual beli. Pembuatan akta jual beli seperti ini terlihat dalam konstruksi transaksi jual beli dimana pajak-pajak terutang yang telah dibayar belum tervalidasi baik pajak pembeli (BPHTB) maupun pajak penjual (SSP PPh Final)  pada saat penandatanganan akta dilakukan. 3. Terdapat rasa saling percaya yang sangat tinggi di antara sesama PPAT dan antara para pihak dengan PPATdan tidak akan terdapat masalah di kemudian hari yang dapat menyulitkan mereka. 4.Faktor waktu dan kesibukan dari PPAT, sehingga menyebabkan PPAT tidak bisa mendaftarkan kewajibannya untuk mendaftarkan aktanya sebelum 7 hari kerja setelah penandatanganan akta PPAT tersebut.Implikasi hukum terkait dengan tindakan PPAT yang tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan berkas pendaftaran tanah sebelum 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo adalah dengan cara mengukur sejauh mana ketentuan itu ditaati atau tidak ditaati oleh subyek hukumnya, dalam hal ini adalah PPAT. Terkait dengan hal tersebut, belum adanya hukum yang mengatur dengan tegas tentang sanksi bagi PPAT tersebut dari konsep struktur hukum. Tindakan hukum terhadap pendaftaran tanah yang didaftarkan oleh PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo yang melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, yaitu hanya dikenai teguran lisan dan teguran tertulis yang disampaikan kepada PPAT bersangkutan dan kepada organisasi IPPAT, sedangkan untuk pendaftaran hak atas tanah tetap diproses oleh Kantor Pertanahan.Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, PPAT, Sanksi This research discusses the existence of Land Deed Maker Officer (PPAT) deed registration to the Land Office (BPN) which is more than 7 (seven) working days after the signing at the Land Deed Maker Officer (PPAT) office which is registered with the Ponorogo Regency Land Office (BPN) by the Land Deed Maker Officer (PPAT). Meanwhile, it is clear in Article 40 paragraph (1) PP 24/1997 concerning Land Registration that: "no later than 7 (seven) working days from the signing date of the deed concerned, Land Deed Maker Officer (PPAT) is obliged to submit the deed made along with the relevant documents to the Office. Local Regency / City Land(BPN) in accordance with the Land Deed Maker Officer (PPAT) working area concerned to be registered '. Based on the results of the research conducted, there are several inhibiting factors in submitting registration of land rights by Land Deed Maker Officer (PPAT)to the Ponorogo Regency Land Office, namely: 1. Lack of submission of files submitted by clients to Land Deed Maker Officer (PPAT). Such as: original certificate; A photocopy of the seller's identy card population (KTP) and family card (KK), if the land is joint property with his wife, then a copy of the wife's identy card population (KTP) and a copy of the marriage certificate shall also be attached; Photocopy of the buyer's identy card population (KTP) and family card (KK); Photocopy of Land and Building Tax Payable Tax Return (SPPT PBB) for the last 5 (five) years and current / last year, not yet electronic identy card population (e-KTP); 2. There is a situation that requires Land Deed Maker Officer (PPAT) to be late in registering its sale and purchase deed because there are things that must be done in order to save a sale and purchase transaction. The making of a sale and purchase deed like this can be seen in the construction of a sale and purchase transaction where the payable taxes that have been paid have not been validated, either the buyer tax (BPHTB) or the seller tax (SSP PPh Final) at the time the deed is signed. 3. There is a very high sense of mutual trust between Land Deed Maker Officer (PPAT) and between the parties and Land Deed Maker Officer (PPAT) and there will be no problems in the future that could make it difficult for them. 4. The time factor and the busyness of the Land Deed Maker Officer (PPAT), thus causing Land Deed Maker Officer (PPAT) to be unable to register its obligation to register its deed before 7 working days after signing the Land Deed Maker Officer (PPAT) deed. The legal implication related to Land Deed Maker Officer (PPAT) friends action that does not carry out the obligation to submit land registration documents before 7 (seven) working days after signing to the Ponorogo Regency Land Office is by measuring the extent to which the provisions are adhered to or not obeyed by its legal subjects, in this case Land Deed Maker Officer (PPAT). In this regard, there is no law that clearly regulates the sanctions for Land Deed Maker Officer (PPAT) from the concept of a legal structure. Legal action against land registration registered by Land Deed Maker Officer (PPAT) at the Ponorogo Regency Land Office (BPN) which exceeds a period of 7 (seven) days is only subject to verbal and written warnings submitted to the relevant Land Deed Maker Officer (PPAT) and to the Land Deed Maker Officer Unity (IPPAT) organization, while registration of rights to land is still being processed by the Land Office.Keywords: Land Registration, Land Deed Maker Officer (PPAT), Sanctions
PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR M. Ali Ghufron
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.754 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v4i2.8637

Abstract

 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kabupaten Sidoarjo, serta faktor apa saja yang menjadi kendala dan upaya dalam menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 di Kabupaten Sidoarjo. Penerapan yang didapat dalam penelitian ini adalah dengan: a) inventaris tanah yang terindikasi tanah terlantar melalui informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan lapangan oleh Kantor Wilayah BPN, Kantor Pertanahan, dan laporan tertulis dari masyakat, b) Tahap identifikasi dan penelitian yang dilaksanakan oleh Panitia C yang terdiri dari Kantor Wilayah BPN, Kantor Pertanahan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang berkaitan dengan peruntukan tanah yang bersankutan, c) Tahap peringatan, d) Tahap penetapan tanah terlantar, e) Tahap pendayagunaan tanah terlantar. Faktor yang menjadi kendala adalah: a) kondisi lapangan yang kurang mendukung, b) Jenis hak tanah yang diindikasi tanah terlantar yang sering ditemui adalah Hak Guna Bangunan. Upaya yang dilakukan adalah: a) meminta perkembangan kemajuan pembangunan, dan b) melaksanakan sosialisasi ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Kata Kunci: penerapan, penertiban, pendayagunaan, tanah terlantarThis research aims to determine how the application of government regulation No. 11 year 2010 on regulating and utilization of displaced land in Sidoarjo district, as well as any factors that become constraints and efforts in implementing government regulation No. 11 year 2010 in Sidoarjo district. The application gained in this study is by: a) Land inventory indicated in displaced land through information obtained from the results of field monitoring by the regional office of BPN, land Office, and written reports of the public, b) The phase of identification and research conducted by the committee consisting of the regional office of BPN, land Office, local government, and agencies related to the allocation of land that has been , c) Warning phase, d) Stage of abandoned land, e) Phase of displaced land utilization. Factors that become constraints are: a) Less supportive field conditions, b) The type of land rights indicated by land that is often encountered is the building rights. The effort is: a) Requesting development progress, and b) Conducting socialization to the land deed official (PPAT).Keywords: application, regulating, utilization, abandoned land
MENILAI AUTENSITAS AKTA DALAM PERSPEKTIF PASAL 38 UUJN-P Ana Rachmawati; Ibnu Arly
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.502 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.11059

Abstract

 Akta adalah tulisan yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang membuatnya yang memuat peristiwa hukum dan menjadi dasar hak atau perikatan untuk pembuktian. Pejabat umum diberikan kepada Notaris, sehingga sangat penting peran Notaris untuk tetap patuh dan memenuhi semua pasal-pasal yang berkaitan dengan autentisitas akta, jangan sampai ada kesalahan dengan tidak menerapkan ketentuan Pasal 38 UUJN-P yang dapat menimbulkan kerugian pihak-pihak yang memiliki hak,  dan berakibat pula pada nilai autentisitas dan Notaris itu sendiriKata Kunci: Akta, Nilai Autentisitas, Notaris. Deeds are writing written by or in front of public officials authorized to make them which contain legal events and serve as the basis of rights or agreements for proof. Public officials are given to Notaries, so it is very important that the Notary's role is to remain obedient and fulfill all articles relating to the authenticity of deeds, so that there should be no mistake by not applying the provisions of Article 38 UUJN-P which can cause losses to parties who have rights and also result in the authenticity value and the notary itself.Keywords: Deed, Value of Authenticity, Notary.
MENILAI KEDUDUKAN HUKUM AKTA BERKAITAN DENGAN NILAI OTENTISITAS DITINJAU DARI ASAS PRADUGA SAH Yudi Efendi; Rusdianto Sesung
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.021 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.11005

Abstract

 Produk yang dihasilkan Notaris adalah akta otentik. Dalam hal ini akta otentik, yang diakui oleh Undang-Undang, dimana akta otentik merupakan alat bukti terkuat yang dapat menentukan secara jelas hak dan kewajiban seseorang, guna menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Untuk menilai kedudukan akta berkaitan dengan nilai otensitas, maka akan ditinjau dari asas pradugah sah.Kata Kunci: notaris, akta otentik, kedudukan, asas praduga sah. Products produced by Notaries are authentic deeds. In this case, authentic deeds, which are recognized by law, where authentic deeds are the strongest evidence that can clearly define a person's rights and obligations, in order to guarantee legal certainty and protection. To assess the position of the deed in relation to the value of authenticity, it will be reviewed from the principle of legal preservation.Keywords: notary, authentic deed, position, presumption of validity. 
PENEGAKAN HUKUM KEKARANTINAAN KESEHATAN SAAT TERJADI KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT Ummu Ainah; Hijrah Adhyanti Mirzana; Audyna Mayasari Muin
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.389 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.10960

Abstract

 Penelitian ini bertujuan menganalisis penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekarantiaan kesehatan pada pelaksanaan PSBB di Kota Makassar. Serta faktor yang menjadi kendala dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekarantinaan kesehatan pada pelaksanaan PSBB di Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekarantiaan kesehatan pada pelaksanaan PSBB di Kota Makassar sudah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan kewenangannya masing-masing; Kendala dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekarantinaan kesehatan pada pelaksanaan PSBB di Kota Makassar terbagi menjadi kendala Yuridis dan Non Yuridis. Kendala yuridis yaitu lambatnya pengaturan teknis dalam bentuk peraturan pemerintah sebagai penjabaran lebih lanjut dari UU tentang Kekarantinaan Kesehatan.  Kemudian kendala non yuridis yaitu kurangnya kepatuhan masyarakat dalam menerapkan prokes, serta masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa Covid-19 adalah suatu hal yang tidak perlu di takuti. Kata Kunci: Kekarantinaan Kesehatan, Faktor Penegakan Hukum, Covid-19 This study aims to analyze law enforcement against perpetrators of health quarantine crimes in the implementation of PSBB in Makassar City. As well as factors that become obstacles in law enforcement against perpetrators of health quarantine crimes in the implementation of the PSBB in Makassar City. This study uses empirical legal research methods. The results of this study are that law enforcement against perpetrators of health quarantine crimes in the implementation of the PSBB in Makassar City has been running as it should be in accordance with their respective authorities; Obstacles in law enforcement against perpetrators of health quarantine crimes in the implementation of the PSBB in Makassar City are divided into juridical and non-juridical obstacles. The juridical obstacle is the slow technical arrangement in the form of government regulations as further elaboration of the Law on Health Quarantine. Then the non-juridical obstacle is the lack of public compliance in implementing health programs, and there are still many people who think that Covid-19 is something that doesn't need to be feared.Keywords: Health Quarantine, Law Enforcement Factors, Covid-19
DASAR HUKUM BADAN PERTANAHAN NASIONAL TIDAK MELAKSANAKAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA NOMOR: 131/G.TUN/2004/PTUN-JKT Wiwin Febrianasari; Imam Koeswahyono; Supriyadi Supriyadi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.915 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.10972

Abstract

 Sengketa pertanahan merupakan suatu permasalahan yang sudah banyak terjadi di berbagai daerah. Mengenai sengketa pertanahan, dapat dilihat dari adanya penyebab mendasar yakni ketimpangan kepemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria. Seperti halnya sengketa pertanahan antara PT. Sumber Sari Petung dengan masyarakat Kecamatan Ngancar, dimana tanah Hak Guna Usaha yang akan diperpanjang masa jangka waktu oleh PT. Sumber Sari Petung diduduki oleh masyarakat, sehingga masalah ini menjadi berlarut-larut diantara kedua belah pihak. PT. Sumber Sari Petung yang merasa dirugikan melakukan upaya untuk mencari kepastian hukum dan perlindungan hukum yakni dengan cara menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 66/HGU/BPN/2000 yang berisi bahwa tanah Hak Guna Usaha yang diajukan permohonan perpanjangan oleh PT. Sumber Sari Petung dikurangi luas obyek tanahnya seluas 250 Ha dan selanjutnya akan di redistribusikan kepada masyarakat di Kecamatan Ngancar khususnya di desa Sugihwaras, desa Sempu dan desa Babadan sebagai obyek landreform. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dan menggunakan metode pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsekuensi dari permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha yakni dapat dikabulkan dan tidak dikabulkan, sehingga keputusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai pembatalan Surat Keputusan Nomor: 66/HGU/BPN/2000 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas Tanah yang terletak di Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur pada tanggal 18 Desember 2000 menjadi non executable.Kata Kunci: Sengketa HGU, Surat Keputusan BPN, PTUN. Land dispute is a problem that has occurred in many regions. Regarding land disputes, it can be seen from the fundamental cause, namely inequality in ownership and control of agrarian resources. Like the land dispute between PT. Sumber Sari Petung and the community of Ngancar District, where the land was land use rights that would be extended by PT. Sumber Sari Petung is occupied by the community, so that this problem becomed a protracted between the two parties. PT. Sumber sari Petung, who felt that he was aggrieved, made efforts to seek legal certainty and legal protection, namely by filing a lawsuit with the State Administrative Court regarding the issuance of the Decree of the Head of the National Land Agency Number 66/HGU/BPN/2000 which stated that the proposed land use rights were application for extension by PT. Sumber Sari Petung reduced the land object area of 250 hectares and then redistributed it to the community in Ngancar District, especially in Sugihwaras Village, Sempu Village and Babadan Village as landreform objects. The research method in this study uses normative legal research and uses a case approach. The results of this study can be concluded that the consequence of the application for extension of the term of land use rights is that it can be granted and not granted, so that the decision of the State Administrative Court regarding the cancellation of Decree Number: 66/HGU/BPN/2000 concerning the Granting of Business Use Rights over Land located in Kediri Regency, East Java Province on December 18, 2000 becomes non-executable.Keywords: Dispute the concession, Decree of the Head of the National Land Agency, State Administrative Court.
PENERAPAN DISKRESI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 Andi Haerur Rijal; Audyna Mayasari Muin; Dara Inrawati
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.17 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.10939

Abstract

 Penelitian ini bertujuan Menganalisis aturan pelaksanaan diskresi yang dilaksanakan kepolisian dalam penyelesaian Kasus Amuk Massa Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kendala dari pelaksanaan kewenangan diskresi yang dilakukan oleh polisi dalam menyelesaikan kasus Kasus Amuk Massa Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan upaya dan langkah apasaja yang dilaksanakan kepolisian untuk menyelesaiakan Kasus Amuk Massa Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu Diskresi Aparat Kepolisian dalam Penyelesaian Kasus Amuk Massa dilakukan dengan memperhatikan aspek pertimbangan layak berdasarkan keadaan memaksa serta tindakan harus menghormati hak asasi manusia; Kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam Kasus Amuk Massa adalah a) Faktor Undang-Undang; b) Faktor Penegak Hukum; c) Faktor Sarana dan Prasarana; d) Faktor Masyarakat; dan e) Faktor Budaya. Upaya dan Langkah Kepolisian dalam Penyelesaian Kasus Amuk Massa oleh Kepolisian kurang berjalan sesuai kewenangannya dan dilakukan dengan tindakan-tindakan preventif dan represif.Kata Kunci: Faktor Penegakan Hukum, Diskresi, Amuk Massa This study aims to analyze the rules for implementing discretion carried out by the police in resolving the Amuk Massa Case According to Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, the obstacles to the exercise of discretionary powers exercised by the police in resolving the Amuk Massa Case according to Law Number 2 Of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia, and any efforts and steps taken by the police to resolve the Case of Mass Amuk according to Law Number 2 of 2002 concerning the State Police of the Republic of Indonesia. This study uses a normative-empirical legal research method. The results of this research are the Police Apparatus Discretion in the Resolution of the Case of Mass Amuk by paying attention to aspects of proper consideration based on coercive circumstances and actions that must respect human rights; The obstacles faced by the police in the Case of Mass Amuk are a) Legal factors; b) Law Enforcement Factors; c) Facility and Infrastructure Factor; d) Community Factors; and e) Cultural factors. Police efforts and steps in resolving cases of mass rioting by the police are not running according to their authority and are carried out with preventive and repressive measures.Keywords: Law Enforcement Factors, Discretion, Mass Rage 
ANALISIS HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT DEFORESTASI DAN HAK-HAK MASYARAKAT ADAT HUTAN AMAZON DI BRAZIL Ali Sadikin; Marcel Hendrapaty; Judhariksawan Judhariksawan
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 3 (2021): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.017 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i3.10804

Abstract

 Penelitian ini mengkaji tentang analisis hukum internasional terkait deforestasi dan hak-hak masyarakat adat hutan amazon di brazil. menganalisis perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam menghadapi kebijakan presiden Bolsonaro dalam Hukum internasional serta kebijakan dan upaya negara-negara internasional dalam penanggulangan deforestasi di hutan amazon Brazil. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan Perundang- Undangan (Rome Statute of the International Criminal Court). Dimana upaya atau tindakan dalam perlindungan masyarakat adat hutan amazon Brazil dalam hukum internasional yaitu Melalui dukungan hukum internasional dengan memberikan sanksi atau kekerasan melalui intervensi dan penyelidikan penuntutan dari pihak komunitas internasional dan penyelidikan oleh Kantor Kejaksaan ICC akan menjadi kepentingan keadilan, kendala yang dihadapi dalam tuntutan ini adalah Mempertimbangkan prosedur panjang dan rumit yang ditetapkan oleh Konstitusi Brasil untuk menuntut Presiden Bolsonaro dan mengingat bahwa pengadilan belum melakukan langkah-langkah yang berkualitas untuk menjelaskan situasi saat ini, ada alasan untuk percaya bahwa jika Negara Brasil akan memulai penyelidikan, investigasi tidak akan memenuhi syarat sebagai 'asli'. Landasan kedua untuk dapat diterima adalah gravitasi tes, yang mengacu pada Pasal 17 (1) (d) dan Pasal 53 (1)Statuta Roma. Semua kejahatan di bawah yurisdiksi ICC adalah “kejahatan paling serius” yang “mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia”. Kemudian dalam menekan pemerintah Brazil terkait deforestasi negara-negara akan membahas Proposal kebijakan perlindungan hutan amazon Brazil yang dicanangkan pada awal tahun 2021.Kata Kunci: Hukum internasional, Hutan Amazon Brazil, Deforestasi, Masayarakat Adat This research examines the analysis of international law related to deforestation and the rights of indigenous Amazonian forests in Brazil. analyze the protection of the rights of indigenous peoples in the face of President Bolsonaro's policies in international law and the policies and efforts of international countries in tackling deforestation in the Brazilian Amazon forests. This research uses type normative juridical research using the approach Legislative - Invitation ( Rome Statute of the International Criminal Court). Efforts or actions in the protection of Brazil's amazon forest indigenous peoples in international law, namely through the support of international law by providing sanctions or violence through interventions and prosecution investigations from the international community and investigations by the ICC Prosecutor's Office will be in the interests of justice, the obstacles faced in this lawsuit are to consider the long and complicated procedure established by the Brazilian Constitution to prosecute President Bolsonaro and given that the court has not undertaken quality steps to explain the current situation, there is reason to believe that if the Brazilian State were to initiate an investigation it would not qualify as' genuine '. The second basis for acceptance is the gravity test, subject to Article 17 (1) (d) and Article 53 (1) of the Rome Statute. All crimes under the jurisdiction of the ICC are "the most serious crimes" that "threaten world peace, security and welfare". Then In asking the Brazilian government regarding deforestation, the countries will discuss the Brazilian Amazon Forest Protection Policy Proposal launched in early 2021.Keywords: International law, Brazilian Amazon Forest, Deforestation, Indigenous Peoples

Page 10 of 26 | Total Record : 251