cover
Contact Name
abdul wahid
Contact Email
riopascaunisma@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
riodyka@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
JURNAL HUKUM dan KENOTARIATAN
ISSN : 25493361     EISSN : 26557789     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 251 Documents
TELAAH KETENTUAN PIDANA KEKARANTINAAN KESEHATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2018 BAGI KESEHATAN NOTARIS DAN MASYARAKAT ERA PANDEMI COVID-19 M. Aris Munandar; Audyna Mayasari Muin; Hijrah Adhyanti Mirzana
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.716 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i1.9316

Abstract

 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan hukum pidana yang menghambat penerapan status darurat kesehatan masyarakat pada saat diselenggarakan kekarantinaan kesehatan dan menganalisis sistem pemidanaan yang ideal untuk diterapkan bagi pelaku tindak pidana kekarantinaan kesehatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teoretis kebijakan hukum pidana dalam darurat kesehatan masyarakat sulit untuk diterapkan. Substansi Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan memuat 2 (dua) jenis delik, yaitu delik formil dan delik materiel. Namun, terdapat penggunaan kata yang masih abstrak di antaranya: perbuatan “menghalang-halangi” serta menempatkan “kedaruratan kesehatan” sebagai “sebab” dalam peraturan tersebut merupakan sebuah kerancuan. Seharusnya rumusan kausalitas pidana dalam sebuah produk hukum pidana dirumuskan sesuai dengan konsepsi awalnya. Oleh karena itu, rumusan delik yang abstrak atau luas akan menghasilkan ketidakpastian hukum, berpotensi tidak dapat diterapkan, dan bertentangan dengan penafsiran yang menyatakan bahwa hukum pidana harus ditafsirkan secara sempit. Merujuk pada keadaan tersebut, maka sistem pemidanaan yang ideal diterapkan ketika terjadi pelanggaran penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, yaitu sistem pemidanaan yang bersifat restoratif dan integratif.Kata kunci: Pandemi Covid-19, Kekarantinaan Kesehatan, Kebijakan Hukum Pidana AbstractThis study aims to determine the legal policy policies that apply Law Number 6 of 2018 concerning Health Quarantine and analyze the ideal punishment system to be applied to health quarantine crimes. The research method used, namely normative research through an invited approach (statute approach). The results show that legal policies in public health emergencies are difficult to implement. The substance of Article 93 of the Health Quarantine Law contains 2 types of offenses, namely formal offenses and material offenses. However, there is a use of the word which is still abstract beside: the act of "obstructing" and placing "health emergency" as "cause" in the regulation is a confusion. The formulation of criminal causality in a criminal law product should be formulated in accordance with its initial conception. Therefore, the abstract or broad formulation of offenses will provide legal uncertainty, which cannot be applied, and contradicts the interpretation which states that criminal law must be interpreted narrowly. Referring to this situation, the ideal punishment system is applied when implementing health quarantine, namely a restorative and integrative system of punishment.Keywords: Covid-19 Pandemic, Health Quarantine Act, Penal Policy
TANGGUNG JAWAB MITRA TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA PADA AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH Uswatun Hasanah; Azhari Azhari; M. Jafar
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 2 (2021): Mei
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.782 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i2.10670

Abstract

 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan yang jelas terhadap kedudukan Jaminan Fidusia dalam akad pembiayaan murabahah, untuk menjelaskan tanggung jawab mitra atas hilangnya item Jaminan Fidusia dalam akad pembiayaan murabahah, menjelaskan bentuk penyelesaian hilangnya Jaminan Fidusia yang hilang. Item dalam akad pembiayaan murabahah. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yang menitikberatkan pada teori hukum dan aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan terkait dengan pelaksanaan yang ada mengenai perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada bank syari'ah dan menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam prakteknya. Bersama dengan solusi yang diterapkan. Hasilnya, penulis menemukan bahwa mitra jaminan fidusia harus bertanggung jawab penuh kepada bank dalam mengganti objek jaminan fidusia yang kemungkinan bisa saja musnah selama perjanjian fidusia masih berjalan dengan harta miliknya sendiri seolah-olah jaminan fidusia tersebut hilang. Objek disebabkan oleh tindakan yang secara sengaja atau melawan hukum dari jaminan fidusia. Selain itu, terdapat perlindungan hukum khusus bagi para pihak dalam perjanjian jaminan fidusia bank terhadap pemusnahan jaminan fidusia di mana bank berhak menuntut ganti rugi kepada mitra atas pemusnahan objek jaminan fidusia dengan meminta mitra untuk mengganti. Benda fidusia yang hilang atau musnah beserta uang yang nilainya sama atau dengan harga asli benda yang hilang tersebut.Kata Kunci: Tanggung jawab mitra, jaminan fidusia, kontrak pembiayaan murabahah The aim of this research is to give the clear explanation towards the standing of Fiduciary Collateral in murabahah financing contract, to explain the partner's responsibility for the missing of Fiduciary Collateral items in murabahah financing contract, to explain the settlement form of the missing of Fiduciary Collateral item in murabahah financing contract. This thesis uses the empirical juridical research method which emphasizes to the legal theories and the legal rules which relates to the research problem and related to the implementation which exists regarding credit agreements with fiduciary guarantees in syari'ah banks and facing the occurring problems encountered in practice along with the implemented solution. As the results, the author found that fiduciary guarantee partners must be fully responsible to the bank in replacing fiduciary collateral objects which possibly could have been destroyed as long as the fiduciary agreement is still ongoing with their own properties as if the missing of the fiduciary guarantee object is caused by deliberately or unlawful acts of the fiduciary guarantee. Moreover, there is any specific legal protection for the parties in a bank fiduciary guarantee agreement against the destruction of fiduciary collateral where the bank has the right to claim for compensation towards the partner for the destruction of the fiduciary collateral object by asking the partner to replace the missing or destroyed fiduciary object with the amount of money which has the equal values or original price of the missing object.Keywords: Partner’s responsibility, fiduciary collateral, murabaha financing contract
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN VIDEO TELECONFERENCE DALAM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TERKAIT DENGAN TUGAS DAN WEWENANG JABATAN NOTARIS Novie Susilawati
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.562 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v4i2.8639

Abstract

 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa filosofi sarana media elektronik digunakan oleh peserta dalam Rapat Umum Pemegang Saham serta risalah Rapat Umum Pemegang Saham wajib ditandasahkan kepada notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk itu sebagaimana dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Jabatan Notaris. Filosofi sarana media elektronik digunakan oleh Peserta dalam Rapat Umum Pemegang Saham yaitu karena lebih praktis, efektif dan efisien, serta memiliki dasar hukum dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham wajib ditandasahkan kepada notaris sebagai pejabat yang berwenang bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.Kata Kunci: risalah, akta, saham, teleconference, notaris. This research aims to analyze the philosophy of electronic media facilities used by the participants in the general meeting of shareholders as well as minutes of general meeting of shareholders must be appointed to the notary as an authorized officer for it as in article 15 of the Law No. 2 of 2014 the Department of Notary. Philosophy of electronic media facilities used by the participants in the general meeting of shareholders is because it is more practical, effective, and efficient, and has a legal basis in article 77 paragraph (1) of Law No. 40 year 2007 concerning the limited liability company stating that RUPS may also be conducted through teleconference media, video conferences, or other electronic media means that allows all participants of RUPS to see and hear directly and participate in the meeting. Minutes of general meeting of shareholders must be declared to the notary as an authorized officer that the notary authorized to create an authentic deed of all the deeds, agreements, and provisions required by the laws and regulations. Keywords: treatise, deed, share, teleconference, notary 
PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PT USAHA MIKRO DAN KECIL Diyan Isnaeni
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 2 (2021): Mei
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.799 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i2.11003

Abstract

AbstrakDisahkannya PP Nomor 8 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang melahirkan Perseroan Terbatas Usaha Mikro dan  Kecil sebagai etintas baru dalam dunia usaha di Indonesia, telah menunjukkan keseriusan Pemerintah Indonesia mendukung dan memberikan peluang sebesar-besarnya kepada Usaha Mikro dan Kecil untuk mengembangkan usahanya dan memberikan perlindungan hukum kepada badan hukum perorangan. Perseroan Terbatas Usaha Mikro dan Kecil dalam proses pendiriannya dapat dilakukan tanpa melalui perjanjian dan akta notaris dan hanya membuat surat pernyataan. Pendirian Perseroan Terbatas hanya melalui surat pernyataan tidak menjamin legalitas dokumen dan identitas pendiri. Legalitas Perseroan Terbatas akan diragukan dan beresiko karena bisa melakukan perbuatan melawan hukum, dan  konsekuensinya Perseroan Terbatas  sebagai badan hukum maka legalitas dokumen dan identitas pendiri harus dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga dalam menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum, akta pendirian Pereroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris tetap diperlukan untuk menjamin legalitas Perseroan Terbatas, keabsahan dokumen dan identitas pendiri walaupun hanya Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro Kecil.Kata Kunci: PT Perorangan, Usaha Mikro dan Kecil, Kepastian Hukum AbstractThe passing of Government Regulation Number 8 of 2021 as the implementing regulation of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation which gave birth to PT Micro and Small Enterprises as a new ethic in the business world in Indonesia, has shown the seriousness of the Indonesian Government to support and provide the greatest possible opportunity for Micro and Small Enterprises to develop their business and provide legal protection to individual legal entities. In the process of establishing a Limited Liability Company, Micro and Small Enterprises can be carried out without going through a notarial agreement and deed and only making a statement letter. The establishment of a Limited Liability Company only through a statement letter does not guarantee the legality of the documents and the identity of the founder. The legality of a Limited  Company will be doubted and at risk because it can commit acts against the law, and the consequence is that the Limited Company is a legal entity, the document legality and identity of the founder must be accounted for. So that in guaranteeing legal certainty and legal protection, a Limited Liability Company establishment deed made by a notary is still needed to guarantee the legality of the limited Company, document validity and the identity of the founder even though it is only Limited Liability Companies for Micro and Small Businesses.Keywords: Individual Limited  Companies, Micro and Small Enterprises, Legal Certainty
IMPLEMENTASI CYBER NOTARY DI INDONESIA DITINJAU DALAM UPAYA REFORMASI BIROKRASI ERA 4.0 Rizqi, Fadhila; Intan Sari D., Siti Nurul
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.187 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i1.9391

Abstract

Implementasi pelayanan publik berbasis teknologi dalam bidang kenotariatan belum dilaksanakan semaksimal mungkin di Indonesia. Penjelasan Atas Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menegaskan bahwa cyber notary berlaku hanya dalam kewenangan sertifikasi kegiatan transaksi antara Notaris dan Penghadap, namun tidak dalam kewenangan kenotariatan dalam lingkup yang lebih luas. Untuk mendorong pelayanan publik berbasis teknologi di bidang kenotariatan yang efektif dan efisien, maka perlu dikaitkan dengan Reformasi Birokrasi di Indonesia, terlebih melihat perkembangan teknologi yang sangat pesat di era 4.0 saat ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keuntungan dan keterkaitan penerapan cyber notary di Indonesia dalam upaya reformasi birokrasi era 4.0 saat ini? dan bagaimana eksistensi dan peraturan perundang-undangan cyber notary di negara civil law, khususnya Negara Belgia dan Perancis?. Penelitian hukum ini ialah penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan komparasi yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Birokrasi cyber notary perlu diimplementasikan di Indonesia, sebab dapat membantu penyelenggaraan pemerintah yang mencapai good governance. Untuk memperoleh landasan hukum yang kuat terkait cyber notary, maka Indonesia harus mengubah Undang-Undang Jabatan Notaris, Pasal 1868 KUHPerdata, dan Pasal 5 ayat (4) huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.Kata Kunci: cyber notary, reformasi birokrasi, studi komparasi, civil law
KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL SIGNATURE PADA AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Nur Aini Fatmawati
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.887 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v4i2.7198

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan mengenai prosedur pembuatan akta dengan Digital Signature serta mengenai kekuatan pembuktian Digital Signature dalam sengketa di pengadilan. Dimana Terdapat pertentangan hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang mana pembatasan makna akta dalam UU ITE tidak sama dengan akta otentik. Dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, diketahui bahwa dokumen yang dibuat dalam bentuk akta notaril tidaklah termasuk dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Sedangkan Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.Dalam Pasal 11 UU ITE menyebutkan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan. Kata Kunci: Notaris, Pembuktian,  Digital Signature This research aims to explain the procedure of making a deed with Digital Signature and about the strength of proof of Digital Signature in a dispute in court. Where there is a legal conflict in Act Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions with Act Number 30 of 2014 concerning the Position of Notary Public, which limits the meaning of the deed in the ITE Law is not the same as the authentic deed. In Article 5 paragraph (4) of the ITE Law, it is known that documents made in the form of notary deeds are not included in electronic information and / or electronic documents. Whereas Article 1 number 7 of the UUJN states that a notarial deed is an authentic deed made by or before a notary according to the form and procedure stipulated in this Law. In Article 11 of the ITE Law it states that electronic signatures have legal force and legal effect as long as it meets the requirementsKeywords: Notary, Proof,  Digital Signature
KEABSAHAN SERTIFIKAT DARI PERBEDAAN JANGKA WAKTU PUBLISITAS DALAM PENDAFTARAN TANAH Nuralifah, Asriyanti
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.393 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i1.9116

Abstract

 Demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia saat ini dalam mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya telah menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pendaftaran tanah ini merupakan kewajiban pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan pengaturan jangka waktu pengumuman pembuktian pemilikan tanah data yuridis dan data fisik bidang tanah serta peta bidang-bidang tanah diumumkan antara Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Oleh karena itu, dilakukakan penelitian ini untuk memperoleh kejelasan bagaimana keabsahan sertifikat yang diterbitkan dan bagaimana akibat hukum dari perbedaan peraturan dalam pendaftaran tanah terkait asas publisitas negatif berunsur positif.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Dari hasil penelitian ini kedudukan sertifikat berdasarkan perbedaan peraturan jangka waktu publisitas sah apabila tidak diadakan yudicial review dan tidak dibatalkan oleh pembatalan sertifikat.Kata kunci: Pengaturan asas publisitas, Perbedaan pengaturan, dan Keabsahan sertifikatIn order to realize the welfare of society, this time Indonesian government in regulating land ownership and leading its use that have registered land in the entire territory of the Republic of Indonesia. This land registration is a government obligation that aims to guarantee legal certainty. However, in the implementation there are different arrangements for the period of announcement of proof of land ownership of juridical data and physical data on parcels of land and maps of land parcels announced between Minister of Agrarian and Spatial Planning / National Land Agency Regulation Number 6 in 2018 concerning Complete Systematic Land Registration (PTSL) with Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Therefore, this research was carried out to obtain clarity on the validity of the certificates issued and how the legal consequences of the different regulations in land registration related to the principle of negative publicity are positive elements. The method used in this study is normative with a legal approach and analytical approach. From the results of this study the position of the certificate is based on differences in the rules of the period of validity of publicity if a judicial review is not held and is not canceled by the cancellation of the certificate.Keywords: Setting publicity principles, Setting differences, Certificate validity
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ADVOKAT ATAS INTERPRETASI OBSTRUCTION OF JUSTICE Dimas, Asrullah; Hasrul, Muhammad; Mirzana, Hijrah Adhyanti
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 2 (2021): Mei
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.846 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i2.10901

Abstract

 Penelitian ini bertujuan menganalisis batasan delik obstruction of justice pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi agar advokat dalam hal ini memiliki perlindungan hukum yang jelas dalam perkara tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.Adapun hasil dari penelitian ini yaitu karakteristik Obstruction Of Justice, menyatakan 3 (tiga) unsur penting yaitu Tindakan tersebut menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings);Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings); Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang dengan tujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent), Selanjutnya obstruction of justice merupakan delik materikl, sehingga delik tersebut mengindahkan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan, yakni perbuatan  tercegah, terintangi atau tergagalkannya suatu penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang yang sedang dilaksanakan mengakibatkan lambatnya proses Peradilan sehingga tidak sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana , cepat dan  biaya ringan. Selain dari hak imunitas advokat sebagai bentuk perlindungan hukum seharusnya delik obstruction of justice disematkan pada delik pidana materil bukan delik formil sehingga penekanan kasus tersebut adalah akibat dari perbuatan itu, seyogyanya untuk menilai perbuatan Officium Nobille maka peninjauannya pada akibat agar interpretasi dari kata mencegah,merintangi,dan menghalangi tidak sebatas perbuatan semata melainkan ada akibat yang ditimbulkan. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Advokat, Obstruction of justice This study aims to analyze the limits of the offense obstruction of justice in Law Number 21 of 2001 which is concerning about the Corruption so that advocates in this case have the clear legal protection in cases of criminal acts of the corruption.  This study uses a normative legal research method. The results of this study are the characteristics of the Obstruction of Justice, which states 3 (three) important elements, namely that action causes pending judicial proceedings; the perpetrator knows his actions or is aware of his actions (knowledge of pending proceedings)  );  The perpetrator commits or attempts deviant actions with the aim of disrupting or intervening in the legal process or administration (acting corruptly with intent). Furthermore, the obstruction of justice is a material offense, so that the offense ignores any consequences arising from the act, namely actions are prevented, obstructed or failed to occur.  ongoing investigations, prosecutions and trial hearings have resulted in the slow process of the judiciary so that it is not in accordance with the principles of a simple, fast and low cost trial.  Apart from the right of an advocate's immunity as a form of legal protection, the obstruction of justice offense should be attached to a material criminal offense not a formal offense so that the emphasis of the case is the result of that act.  and hindering is not just an act, but there are the consequences itself.Keyword: legal protection, advocate , Obstruction of justice
ANALISIS YURIDIS TERHADAP CYBER NOTARY DALAM PERKEMBANGAN HUKUM KENOTARIATAN DI INDONESIA Rike Fajri Maulidiyah
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (434.276 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v4i2.8640

Abstract

 Perkembangan di dunia kenotarian tergolong sejalan dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Apa yang terjadi di dunia kenotariatan, tidak lepas dari tuntutan masyarakat. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis konsep pengaturan cyber notary di Indonesia dan untuk menganalisis kewenangan cyber notary dalam perkembangan hukum kenotariatan di Indonesia. Cyber notary merupakan konsep yang mengadaptasi penggunaan komputer secara cyber/online oleh notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, yang akan memberikan kemajuan dalam bidang pelayanan jasa. Dengan adanya perkembangan teknologi dan tuntutan aktivitas kehidupan masyarakat modern, maka notaris diharapkan dapat berperan dalam pembuatan akta elektronik.Kata Kunci: cyber notary, konsep, kewenangan. masyarakat The development of the world of notary belongs to the level of community needs. What is happening in the world of notary, is not separated from the demands of society. This research aims to analyze the concept of Cyber Notary Arrangement in Indonesia and to analyze Cyber Authority Notary in the development of law of notary in Indonesia. Cyber Notary is a concept that adapts the use of computer Cyber/Online by a notary in carrying out its duties and authorities, which will provide progress in the field of services. With the development of technology and the demands of life activities of modern society, the notary is expected to play a role in the making of electronic deed. Keywords: cyber notary, concept, authority, community
CREATIVE COMMONS LICENSE SEBAGAI HAK CIPTA INTERNASIONAL DITINJAU BERDASARKAN ASPEK HUKUM INDONESIA Faisal Faisal; Dani Amran Hakim; Is Susanto
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 5, No 2 (2021): Mei
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.965 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v5i2.10186

Abstract

 Perkembangan teknologi khususnya internet telah mempermudah masyarakat untuk mengakses dan mendistribusikan informasi. Namun, kegiatan seperti copy-cut-paste (menyalin-memotong-menempel), menyunting (editing) ataupun berbagi dokumen (file sharing) justru menimbulkan hal kontradiktif terhadap hukum hak cipta. Berdasarkan hal tersebut tahun 2002 sebuah organisasi nirlaba membuat inovasi dan terobosan yang memungkinkan berbagi dan menggunakan kreativitas dan pengetahuan melalui alat hukum gratis. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan fokus pada pendekatan perundang-undangan dan analisis konten. Berdasarkan analisis pembahasan creative commons bukanlah alternatif dari hukum hak cipta, melainkan bekerja berdampingan dan mampu membuat pencipta/pemegang hak cipta memodifikasi haknya ke dalam keadaan yang paling sesuai dengan kebutuhan. Lisensi creative commons di Indonesia penggunaannya dimungkinkan menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Lalu pemegang hak berdasarkan Pasal 81 UU Hak Cipta, dapat mengumumkan dan/atau berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), memperbanyak ciptaannya/produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 1 ayat (5), kegiatan yang dilaksanakan oleh creative commons adalah kegiatan penyelenggaran sistem elektronik.Kata Kunci: Creative Commons; Hak Cipta; Lisensi. The development of technology, especially the internet, has made it easier for people to access and distribute information.  However, activities such as copy-cut-paste, editing or file sharing may actually harm the copyright law.  Based on that, in 2002, a non-profit organization made a breakthrough innovation where it is possible to share and use creativity and knowledge through free legal tools. The research method used in this paper is a normative juridical research method with a focus on the statutory approach and content analysis. Based on the analysis of the discussion, creative commons is not an alternative to copyright law, but rather work side by side and is able to make the creator/copyright holder to modify their rights in the most appropriate circumstances.  The use of creative commons licenses in Indonesia is possible according to Article 9 paragraph (1) of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Furthermore, the rights holder, based on Article 81 of the Copyright Law, able to announce and/or has the right to grant license to other parties based on the license agreement to carry out the action referred to in Article 9 paragraph (1), reproduce their rightful works/products with certain conditions. Furthermore, based on Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions Article 1 paragraph (5), the activities carried out by the creative commons are the activities of organizing an electronic system. Keywords: Creative Commons; Copyright; License.

Page 8 of 26 | Total Record : 251