cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 19 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021" : 19 Documents clear
PENGATURAN BEA METERAI DALAM KEGIATAN PERDAGANGAN ELEKTRONIK DI INDONESIA MENURUT TEORI TUJUAN HUKUM Triasita Nur Azizah; Rahmadi Indra Tektona; Ermanto Fahamsyah
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (797.401 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2934

Abstract

Pemerintah telah secara resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Dengan pengesahan tersebut, maka ketentuan lama yang mengatur mengenai bea meterai, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai resmi dicabut. Perubahan ini disebabkan karena pertimbangan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kelaziman internasional dalam kegiatan perekonomian, dimana perdagangan elektronik makin marak dan meluas jangkauannya. Maka dari itu, perlu dikaji terkait konsep pengaturan kedepan terhadap pengaturan bea meterai dalam kegiatan perdagangan elektronik di Indonesia. Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah agar lebih dipahami konsep pengaturan kedepan terhadap pengaturan bea meterai dalam kegiatan perdagangan elektronik di indonesia dilihat dari segi teori tujuan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.Hasil penelitian yang dicapai adalah Konsep pengaturan kedepannya terhadap pengaturan bea meterai dalam kegiatan perdagangan elektronik di Indonesia yaitu model bea meterai bersifat elektronik yang diatur dalam Undang - UndangNomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai adalah alternatif dalam hal pelaksanaan pembubuhan bea meterai terhadap perjanjian perdagangan secara elektronik yang terjadi di Indoneisa. Model ini merupakan model bisnis berbasis layanan elektronik dengan tujuan secara hukum untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terhadap pelaksanaan nantinya terkait pengenaan bea meterai dalam kegiatan perdagangan elektronik.
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM MENGATUR TATA CARA JUAL BELI YANG ADIL (The Perspective of Shariah Law to Govern the Fairness Trade Procedures) Mahipal .
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (885.222 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3519

Abstract

ABSTRAK Produsen dan konsumen merupakan komponen penting dalam sistem pasar dan keberadaan keduanya dapat membawa dampak positif sekaligus negatif pada perekonomian secara global.  Perlindungan terhadap adanya keseimbangan hak-hak produsen dan konsumen sangat diperlukan agar keduanya dapat terlindung dari berbuat atau mendapatkan perbuatan negatif yang akan berdampak pada sistem perekonomian.  Hukum ekonomi Islam dalam hal ini hadir untuk memberikan jawaban atas upaya pengaturan tata cara jual beli yang adil menurut pandangan Islam. Terdapat dua hal utama dalam penerapan hukum Islam dalam mengatur tata cara jual beli secara adil dan proporsional, diantaranya adalah melalui terciptanya suatu sistem perdagangan yang dibangun atas dasar-dasar hukum ekonomi Islam, yaitu (i) mengikuti prinsip dasar jual beli menurut Islam dan (ii) terpenuhinya syarat sah transaksi/jual beli. Prinsip dasar jual beli menurut Islam diantaranya adalah (i) hukum asal setiap perniagaan adalah halal, (ii) memudahkan orang lain, (iii) kejelasan status, (iv) tidak merugikan masyarakat banyak, (v) kejujuran, (vi) niat seseorang mempengaruhi hukum transaksi, dan (vii) peran adat istiadat dalam perniagaan.  Adapun syarat sahnya transaksi/jual beli diantaranya adalah (i) adanya ijab dan qabul, (ii) adanya dasar suka sama suka, (iii) akad jual beli dilakukan oleh orang yang dibenarkan untuk melakukannya, (iv) barang yang diperjualbelikan kegunaannya halal, (v) yang menjalankan akad jual beli adalah pemilik dan yang mewakilinya, (vi) barang yang diperjualbelikan dapat diserahterimakan, (vii) barang yang diperjualbelikan telah diketahui oleh kedua belah pihak, dan (viii) harga barang ditentukan dengan jelas ketika akad.    Kata Kunci : Akad, Perdangan Islam, Produsen dan Konsumen ABSTRACT Producers and consumers are important components in the market system and their existence can have both positive and negative impacts on the global economy. Protection of the balance of producer and consumer rights is very necessary so that both of them can be protected from doing or getting negative actions that will have an impact on the economic system. Islamic economic law in this case is here to provide answers to efforts to regulate fair buying and selling procedures according to Islamic views. There are two main things in the application of Islamic law in regulating the procedures for buying and selling in a fair and proportional manner, including through the creation of a trading system that is built on the basics of Islamic economic law, namely (i) following the basic principles of buying and selling according to Islam and (ii) ) the fulfillment of the conditions for a valid transaction/sale and purchase. The basic principles of buying and selling according to Islam include (i) the law of origin of every business being halal, (ii) making it easier for others, (iii) clarity of status, (iv) not harming the public at large, (v) honesty, (vi) one's intention to influence others. transaction law, and (vii) the role of customs in commerce. The conditions for the validity of the transaction/sale and purchase include (i) the existence of consent and qabul, (ii) the existence of consensual basis, (iii) the sale and purchase contract is carried out by a person who is justified in doing so, (iv) the goods being traded are for halal use, ( v) the person who runs the sale and purchase contract is the owner and his representative, (vi) the goods being traded can be handed over, (vii) the goods being traded are known by both parties, and (viii) the price of the goods is clearly determined during the contract. Keywords: Akad, Islamic Trade, Producers and Consumers.
DISKRESI PEJA BAT PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENAHANAN Angga Perdana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (849.944 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3103

Abstract

ABSTRACTKewenangan diskresi selalu melekat dalam semua jabatan pemerintahan. Kewenangan diskresi juga dimiliki pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang berkedudukan sebagai penyidik ketika akan melakukan penahanan. Wewenang diskresi penyidik dalam melakukan penahanan tersebut diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.  Dalam praktek, wewenang penyidik tersebut  dapat menyalahgunakan  wewenangnya untuk suatu tujuan yang menyimpang dari maksud dan tujuan pemberian wewenang tersebut kepada penyidik. Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah :1) Apakah perlu dilakukan pembatasan terhadap wewenang penyidik dalam melakukan penahanan? 2) Apa indikator yang perlu diterapkan  untuk mencegah penyimpangan diskresi? Untuk menjawab persoalan di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan mengunakan metode penelitian yuridis normative, untuk memperoleh data sekunder melalui wawancara terhadap aparat penegak hukum seperti Hakim, Jaksa, dan Advokat, sedangkan untuk data primer penulis melakukan studi kepustakan dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul yang diteliti,  serta bahan-bahan lain yang berkaitan. Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis simpulkan: Pembatasan wewenang penyidik dalam melakukan penahanan perlu dilakukan, alasannya agar pejabat penyidik yang melakukan penahanan tidak sewenang-wenang.  Kata Kunci: Diskresi, Penahanan, Wewenang Pejabat. ABSTRACT Discretionary powers are inherent in all government positions. Discretionary powers are also held by the state police officers of the Republic of Indonesia who act as investigators when they are about to carry out a detention. Discretion The authority of investigators in carrying out detention is regulated in Article 21 paragraph (1) of Law No.8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code. In practice, the authorized investigator may abuse his / her authority for a purpose which deviates from the aims and objectives given by the authority to the investigator. In connection with that, the problems that will be discussed in the research are: 1) Is it necessary to manage the investigator's authority to carry out detention? 2) What indicators need to be applied to prevent discretionary drift? To answer the above problems, the authors conducted research using the normative juridical research method, to obtain secondary data through interviews with law enforcement officials such as judges, prosecutors, and advocates, while for primary data the authors conducted a library research by studying related books. with the title under study, as well as other related materials. Based on the results of the research, the authors conclude: It is necessary to limit the authority of investigators to carry out detentions, the reason is so that investigating officials who carry out detention are not arbitrary. Keywords: Discretion, Detention, Official Authority.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM HIBAH YANG BATAL DEMI HUKUM Okta Ainita; Davina Fevian Bilantiara
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.017 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3765

Abstract

Abstrak Penghibahan termasuk perjanjian dengan sukarela, ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang lainnya tidak perlu memberikan kontraprestasi sebagai balasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan pemahaman tentang prosedur hibah agar mempunyai kekuatan hukum, serta memberikan pemahaman mengenai perbandingan terhadap hibah yang dilakukan dibawah tangan dan hibah yang dilakukan secara resmi di hadapan notaris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat peneliti simpulkan bahwa dalam contoh perkara pembatalan hibah putusan Nomor 0457/Pdt.G/2020/PA.Tnk, gugatan Penggugat terhadap para Tergugat yang merupakan anak-anak kandung Penggugat tidak lah tepat. Perbuatan hukum Tergugat menerima hibah dari penggugat adalah tidak sah karena pada saat menerima hibah masih di bawah umur dan belum cakap untuk melaksanakan perbuatan hukum yang berkaitan dengan gugatan Penggugat (Pembatalan Hibah) sehingga tidak memenuhi syarat formal sebuah gugatan. Perbuatan hukum antara tergugat dengan penggugat batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 1685 dan Pasal 1688 KUHPerdata. Maka gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke). Kata kunci : Perbuatan Hukum, Hibah, Pembatalan Hibah. Abstract Grants which include voluntary agreements, are aimed at only the achievements of one party, while the other party does not need to provide contra-achievements in return.  This study aims to analyze and provide an understanding of the grant procedure so that it has legal force, as well as offer the concept of the comparison between grants made under the hands and grants made officially before a notary.  Based on the results of the research and discussion, the researcher can conclude that in the example of the case of cancellation of the decision grant No. 0457/Pdt.G/2020/PA.Tnk, the Plaintiff's lawsuit against the Defendants who are the Plaintiff's biological children is not appropriate.  The Defendant's legal action in receiving a grant from the plaintiff was invalid because when he received the grant he was still underage and was not capable yet of carrying out legal actions related to the Plaintiff's lawsuit (Grant Cancellation) thus he did not meet the formal requirements of a lawsuit.  The legal action between the defendant and the plaintiff is null and void because it does not eligible of the applicable laws and regulations, specifically Article 1685 and Article 1688 of the Civil Code. Hence, the Plaintiff's claim cannot be accepted (Niet Ontvankelijke).  Keywords: Legal Acts, Grants, Cancellation of Grants
KEDUDUKAN BANK SENTRAL DAN PERATURAN BANK INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA Ari Wuisang
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (802.533 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2955

Abstract

ABSTRAKBank Indonesia (BI) memiliki kedudukan sebagai lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini (Pasal 4 ayat (2) UU BI). Penulis berpendapat, BI merupakan bagian dari eksekutif (pemerintah) atau merupakan bagian dari Lembaga Legara Presiden. Karena itu, BI tidak berkedudukan sebagai lembaga negara, melainkan sebagai lembaga pemerintah (regering organen/executive body). Terkait dengan Kedudukan Peraturan BI, ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak secara tegas mengatur. Bahkan, dalam undang-undang tersebut hanya dikenal Peraturan Gubernur Bank Indonesia dan tidak disebut-sebut adanya Peraturan BI. Namun, dengan melihat nama-nama lembaga yang disebutkan Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tersebut, seperti misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR dan lain-lain, maka penulis berpandangan Peraturan BI sudah termasuk pula di dalamnya.       Kata Kunci : Bank Sentral, Bank Indonesia, Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia ABSTRACT               Bank of Indonesia is ranked as an independent state institution in carrying out its duties and authorities, free from interference by the government and / or other parties, except for matters expressly regulated in this law (Article 4 paragraph (2) ) Indonesian Bank Law). According to author opinion that BI is part of the executive (government) or is part of the Presidential State Institutions. Therefore, BI is not positioned as a state institution, but as a government institution (regering organen /executive body). In relation to the status of Bank of Indonesia regulations, the provisions of Law Number 12 Year 2011 concerning the Establishment of Laws and Regulations does not explicitly regulate. In fact, the law only recognizes a regulation of the Governor of Bank of Indonesia and there is no mention of a Bank of Indonesia Regulation. However, by looking at the names of the institutions whose territory Elucidation of Article 8 paragraph (1) of Law Number 12 Year 2011, such as the regulations issued by the People Supreme Congress, House of Representatives and others, the authors are of the view that Bank of Indonesia regulations are also included in it. Keywords : Central Bank, Bank of Indonesia, State Institution, executive body, Bank of Indonesia Regulations.
ANALISIS YURIDIS UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PEMENUHAN HAK ASASI PENGGUNA MODA TRANSPORTASI ONLINE KENDARAAN RODA DUA anggalana .; Ivan Dwi Anggara
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.049 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3767

Abstract

ABSTRAK Fenomena keberadaan transpotasi online kendaraan roda dua yang kini menjadi moda transportasi darat banyak digunakan masyarakat, namun di satu sisi belum adanya aturan khusus yang mengaturnya sebagai transportasi umum. Meski sepeda motor tidak termasuk sebagai moda transportasi umum, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang  Nomor  22  Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), namun pengguna jasa berhak atas hak-hak dasar manusia, yaitu hak atas keselamatan dan keamanan atas jiwa manusia sebagai hak asasi, karena hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Ketentuan Pasal 38 UULLAJ menjelaskan angkutan umum yang diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau yang dilakukan  dengan kendaraan bermotor umum. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan  Jalan dijelaskan bahwa angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan bermotor  dan  kendaraan  tidak  bermotor. Dengan demikian, terdapat perbedaan regulasi yang memberikan celah terjadinya pro dan kontra yang sangat kontras di tengah fenomena penggunaan sepeda motor yang sangat diminati dan dibutuhkan masyarakat, yang memesan dengan aplikasi secara online atau daring yang tidak bisa dibendung oleh pemerintah.  Kata Kunci : Perlindungan Konsumen; Hak Asasi Manusia; Transportasi Online; Kendaraan Roda Dua. ABSTRACT The phenomenon of the existence of online transportation of two-wheeled vehicles which is now a mode of land transportation is widely used by the public, but on the one hand there are no special rules that regulate it as public transportation. Although motorcycles are not included as a mode of public transportation, as stated in Law No. 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation (UULLAJ), service users have the right to basic human rights, namely the right to safety and security of life. human rights as human rights, because human rights are basic rights that humans are born with which are inherent in their essence as a gift from God Almighty. The provisions of Article 38 of the UULAJ explain that public transportation is carried out in an effort to meet the needs of safe, safe, comfortable, and affordable transportation which is carried out by public motorized vehicles. Meanwhile, in the provisions of Article 3 of Government Regulation Number 74 of 2014 concerning Road Transportation, it is explained that the transportation of people and/or goods can use motorized vehicles and non-motorized vehicles. Thus, there are differences in regulations that provide a gap between the pros and cons that are very contrasting in the midst of the phenomenon of the use of motorcycles which are in great demand and needed by the public, who order with online or online applications that the government cannot stop. Keywords: Consumer Protection; Human rights; Online Transportation; Two Wheeled Vehicles.
KETIADAAN PERATURAN MENTERI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENATAAN REGULASI DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL (Studi Pengaturan Peraturan Menteri dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan) Sofyan Apendi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.638 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3076

Abstract

Materi muatan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan seharusnya tidak diatur lagi dalam suatu Peraturan Menteri, akan tetapi cukup diatur secara tuntas dalam Peraturan Presiden. Hal ini disebabkan Peraturan Presiden memiliki efektivitas keberlakukan dan daya mengikat yang lebih kuat dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia dibandingkan Peraturan Menteri yang justru tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga seluruh kebijakan Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Presiden dapat secara langsung efektif dilaksanakan tanpa harus menunggu disusunnya Peraturan Menteri. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi penyelesaian ketidakjelasan posisi Peraturan Menteri dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia dengan didukung oleh dasar juridis dan teoritis yang lebih kuat sekaligus mencoba mencari jawaban atas pertanyaan: dapatkah Peraturan Menteri benar-benar ditiadakan dalam sistem hukum nasional sebagai solusi permasalahan over regulasi di Indonesia sehingga menjadikan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang dan/atau Peraturan Pemerintah tingkat pusat paling akhir yang memang menjadi bagian dari hierarki peraturan perundang-undangkan.
PENJATUHAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PDIANA KORUPSI BERDASARKAN PASAL 2 AYAT 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS KORUPSI BANTUAN SOSIAL COVID-19 MENTERI JULIARI BATUBARA) Roby Satya Nugraha
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (799.449 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2956

Abstract

 Abstrak Tujuan penelitian hukum ini ialah tidak lain untuk menjabarkan dan menjelaskan secara rinci dan mendasar bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi berbunyi sebagai berikut: bagi Pelaku Korupsi yang terbukti secara hukum melakukan suatu perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam hal ini negara dalam keadaan darurat atau dalam keadaan adanya bencana alam maka pelaku tersebut dapat diancam dengan hukuman mati. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis, menggunakan data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research) dan melakukan pengolahan data dengan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa Penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi dilakukan upaya secara penal, upaya penal merupakan salah-satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan suatu ancaman bagi pelakunya. Fungsionalisasi hukum pidana dalam kasus ini adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan tersebut melalui penegakan hukum dan penjatuhan hukum pidana mati perlu diberikan agar tujuan dari pidana itu dalam menciptakan efek jera (ultimum remedium) terlaksana dengan sebagaimana mestinya. Kata kunci : Hukuman mati, Ultimum remedium. Abstract The purpose of this legal research is none other than to describe and explain in detail and fundamentally that based on Article 2 paragraph 1 of Law no. 31 of 1999 concerning Corruption Crime reads as follows: for Corruption Actors who are legally proven to have committed an act to enrich themselves or others, in this case the state is in a state of emergency or in a state of natural disaster, the perpetrator can be threatened with the death penalty. This type of research is a normative research that is descriptive analytical in nature, using secondary data with data collection techniques through library research and processing data qualitatively, it is concluded that the application of the death penalty to perpetrators of corruption is carried out by means of penal, penal attempts. is one of the efforts to enforce the law or all actions taken by law enforcement officials that focus more on eradication after a crime is committed under criminal law, namely criminal sanctions which constitute a threat to the perpetrator. The functionalization of criminal law in this case is an effort to overcome these crimes through law enforcement and imposition of the death penalty need to be provided so that the purpose of the punishment in creating a deterrent effect (ultimum remedium) is properly implemented. Key words: Death penalty, Ultimum remedium.
IMPLEMENTASI PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN BEBAS KORUPSI BANDARA RADEN INTAN LAMPUNG (STUDI PUTUSAN NOMOR 5/PID.SUS-TPK/2020/PN.TJK) Atri Pala Sapitri; Bambang Hartono; Recca Ayu Hapsari
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (833.894 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3032

Abstract

Abstrak    Penelitian ini bertujuan untuk Mengenalisis pertimbangan hakim  Judex Factie dalam menjatuhkan putusan terhadap putusan bebas       korupsi pekerjaan Land Clearing pematangan lahan fasilitas sisi udara barutahap I Bandara Raden Intan II Lampung yang menyatakan terdakwa bebas dari segala dakwaan dalam perkara sudah sesuai dengan Pasal 183 jo Pasal 191 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat peneliti simpulkan bahwa proses pembuktian dalam tindak pidana korupsi dalam putusan Nomor 5/Pid. Sus-TPK/2020/PN-Tjk didasarkan pertimbangan hakim Yudex Factie dan pada alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan pengadilan dalam kasus korupsi pekerjaan land Clearing pematangan lahan fasilitas sisi udara tahap I Bandara Raden Intan II Lampung signifikan terhadap pembuktian dakwaan oleh penuntut umum, mematahkan konstruksi yuridis penuntut umum sehingga dakwaan primair tidak terpenuhi dan dituntut dengan dakwaan subsidair.     Kata kunci :Korupsi, Putusan Bebas, Judex Factie.
ANALISIS PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP EKSEKUSI DI PENGADILAN NEGERI ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 134/Pdt.BTH/2019/ PN. TJk) , firman; Zulfi Diane Zaini; Risti Dwi Ramasari
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.808 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2889

Abstract

Abstrak Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh Pihak Ketiga dalam suatu perkara perdata. Pihak ketiga bukan lah pihak yang terdapat ataupun ikut berperkara dalam sidang terdahulu. derden verzet adalah Hak Milik pelawan telah terlanggar karena putusan tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana pertimbangan hukum bagaimana keabsahan perlawanan pihak ketiga terhadap eksekusi (Putusan Nomor: 134/Pdt.Bth/2019/ PN. Tjk), Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini ialah Pedekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. hasil penelitian keabsahan perlawanan pihak ketiga dalam Perkara Nomor: 134/Pdt.Bth/2019/PN. Tjk sudah sesuai dengan kenteuan Pasal 195 ayat (6) HIR /Pasal 206 ayat (6) RBg  dan juga dalam  Pasal 378-383 Rv, yang mana merupakan sumber hukum yang berlaku di Indonesia untuk beracara di Peradilan. saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini ialah Saran untuk Majelis Hakim agar lebih berhati-hati dalam mengabulkan permohonan sita eksekusi agar penetapan sita eksekusi yang djatuhkan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.Kata kunci: Derden Verzet; Pihak Ketiga; Perlawanan; Pengadilan Negeri.  Abstrak Derden verzet is one of the extraordinary legal efforts made by a Third Party in a civil case. The third party is not the party present or involved in the previous session. derden verzet is the Opportunity of the opponent has been violated because of that decision. As for the problem in this research is, how legal considerations how the validity of third party resistance to execution (Decision Number: 134 / Pdt.Bth / 2019 / PN. Tjk), The research method used in this thesis research is the normative juridical approach and approach empirically. results of the validity study of third party matches in Item Number: 134 / Pdt.Bth / 2019 / PN. Tjk is in accordance with the provisions of Article 195 paragraph (6) HIR / Article 206 paragraph (6) RBg and also in Article 378-383 Rv, which is a source of law that applies in Indonesia to appear in the Court. The advice that can be conveyed in this writing is the Recommendation for the Judiciary to be more careful in granting the execution seizure application so that the determination of the executed seizure that is dropped does not harm third parties. Key words: Derden Verzet; Third party; Resistance; District Court.

Page 1 of 2 | Total Record : 19


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 11, No 3 (2025): Volume 11, Nomor 3 July-September 2025 Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025 Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025 Vol 10, No 4 (2024): Volume 10, Nomor 4 Oktober-Desember 2024 Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024 Vol 10, No 2 (2024): Volume 10, Nomor 2 April-Juni 2024 Vol 10, No 1 (2024): Volume 10, Nomor 1 Januari-Maret 2024 Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023 Vol 9, No 3 (2023): Volume 9, Nomor 3 July-September 2023 Vol 9, No 2 (2023): Volume 9, Nomor 2 April-Juni 2023 Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023 Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022 Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022 Vol 8, No 2 (2022): Volume 8, Nomor 2 April-JunI 2022 Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022 Vol 7, No 4 (2021): Volume 7, Nomor 4 Oktober-Desember 2021 Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021 Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021 Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021 Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020 Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020 Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019 Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019 Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018 Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018 Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017 Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016 Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016 Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015 Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015 More Issue