cover
Contact Name
Ihdi Karim Makinara
Contact Email
Ihdi Karim Makinara
Phone
+6282304008070
Journal Mail Official
mediasyariah@ar-raniry.ac.id
Editorial Address
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
Media Syari'ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial
ISSN : 14112353     EISSN : 25795090     DOI : http://dx.doi.org/10.22373/jms
This journal focused on Islamic Law Studies and present developments through the publication of articles, research reports, and book reviews. SCOPE Ahkam specializes on Islamic law, and is intended to communicate original research and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 24, No 2 (2022)" : 11 Documents clear
Protection of Women in Aceh Qanun No. 6 of 2014 concerning Jinayah Law (Acehnese Perception Analysis) Soraya Devy; Fakhrurrazi M. Yunus
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.15380

Abstract

The presence of Qanun jinayah is a blessing for Acehnese women. Therefore, it is the hope of all parties that the qanun can provide adequate protection for women. Several articles in Qanun no.6 of 2014 which regulate rape substantially encourage legal protection for women, including; with the stipulation that a person who deliberately commits rape is threatened with 'Uqubat Ta'zir flogging at least 125 (one hundred twenty five) times, a maximum of 175 (one hundred seventy five) times or a fine of at least 1,250 (one thousand two hundred and five) twenty) grams of pure gold, a maximum of 1,750 (one thousand seven hundred and fifty) grams of pure gold or imprisonment for a minimum of 125 (one hundred twenty five) months, a maximum of 175 (one hundred seventy five) months. Even if the rape is committed against children, the punishment is even more severe, namely being threatened with 'Uqubat Ta'zir flogging at least 150 (one hundred and fifty) times, a maximum of 200 (two hundred) times or a fine of at least 1,500 (one thousand five hundred) ) grams of pure gold, a maximum of 2,000 (two thousand) grams of pure gold or imprisonment for a minimum of 150 (one hundred and fifty) months, and a maximum of 200 (two hundred) months. Departing from the background of the problems above, this research is more focused on how the forms of women's protection in Qanun Aceh No. 6 of 2014 concerning Jinayah Law and what is the public's perception of the protection of women in the Qanun? The results of this study concluded that the existence of this qanun jinayah has not provided adequate protection for women. One of the reasons is the lack of socialization of the qanun jinayah and the lack of firmness by law enforcers in taking action against perpetrators. So that the perpetrators of harassment and rape are not afraid of the uqubat threat that has been stipulated for the perpetrators of criminal acts of harassment against women in the qanun jinayah.Kehadiran Qanun jinayah adalah sebuah berkah bagi kaum perempuan Aceh. Oleh karenanya menjadi harapan semua pihak bahwa qanun tersebut dapat memberikan perlindungan yang memadai kepada kaum perempuan. Beberapa pasal dalam Qanun no.6 tahun 2014 yang mengatur tentang pemerkosaan secara substansi sangat mendorong perlindungan hukum terhadap perempuan diantaranya; dengan penetapan bahwa bagi orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling sedikit 125 (seratus dua puluh lima) kali, paling banyak 175 (seratus tujuh puluh lima) kali atau denda paling sedikit 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) gram emas murni, paling banyak 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling singkat 125 (seratus dua puluh lima) bulan, paling lama 175 (seratus tujuh puluh lima) bulan. Bahkan jika pemerkosaan dilakukan terhadap anak-anak maka hukumannya lebih berat lagi, yaitu diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh) kali, paling banyak 200 (dua ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) gram emas murni, paling banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200 (dua ratus) bulan. Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas maka penelitian ini lebih difokuskan pada bagaimana bentuk-bentuk perlindungan perempuan dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah serta Bagaimana persepsi masyarakat tentang perlindungan perempuan dalam Qanun tersebut?. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kehadiran qanun jinayah ini belum memberikan efek perlindungan yang memadai kepada perempuan. Salah satu sebabnya adalah kurangnya sosialisasi terhadap qanun jinayah tersebut dan kurang tegasnya penegak hukum dalam menindak pelaku. Sehingga para pelaku pelecehan dan perkosaan tidak merasa takut dengan ancaman uqubat yang telah ditetapkan bagi pelaku tindak pidana pelecehan terhadap perempuan di dalam qanun jinayah tersebut.
Legal Protection for Consumers Through Halal Certification Mandate of Law Number 33 of 2014 Concerning Guarantees for Halal Products Ilham Abdi Prawira
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.11477

Abstract

This article will discuss legal protection for consumers through halal certification efforts as mandated in the JPH Law. By using a juridical-normative approach to examine in depth the legal protection for consumers regarding the implementation of halal certification. After analysis, it can be seen that there is harmony between the JPH Law and the PK Law in terms of legal protection for consumers. The existence of consumer rights that must be fulfilled as stated in the PK Law requires the fulfillment of consumer rights so that legal certainty for consumers can be realized. The right to security and safety as well as the right to obtain correct information is one of the rights guaranteed by law with the existence of halal certification. Through the obligation of product halal certification for business actors, it has a positive impact on consumers so that consumers no longer feel worried about product halal guarantees and consumers can be protected.Artikel ini akan mendiskusikan mengenai perlindungan hukum bagi konsumen melalui upaya sertifikasi halal sebagaimana diamanatkan dalam UU JPH. Dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif untuk menelaah secara mendalam perlindungan hukum bagi konsumen atas pemberlakuan sertifikasi halal. Setelah dilakukan analisis dapat diketahui bahwa adanya keharmonisan antara UU JPH dan UU PK dalam hal perlindungan hukum bagi konsumen. Adanya hak-hak konsumen yang harus dipenuhi sebagaimana tercantum dalam UU PK menghendaki pemenuhan hak-hak konsumen agar kepastian hukum bagi konsumen dapat terwujud. Hak atas keamanan dan keselamatan serta hak untuk mendapatkan informasi yang benar merupakan salah satu hak yang dijamin oleh undang-undang dengan adanya sertifikasi halal. Melalui kewajiban sertifikasi halal produk bagi pelaku usaha memberikan dampak positif bagi konsumen sehingga konsumen tidak lagi merasa khawatir akan jaminan kehalalan produk serta konsumen dapat terlindungi.
Suing the Oligarchy of Ownership and Control of Agricultural Land in Indonesia: A Maqashid Sharia Review of the Land of Agrarian Reform Objects (TORA) Exceeding the Maximum Boundary Herlindah Herlindah; Moh Anas Kholish; Andi Muhammad Galib
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.12960

Abstract

This article aims to identify and analyze Land Objects of Agrarian Reform (TORA) on agricultural land that exceeds the maximum limit in positive law in Indonesia, as well as analyze maqashid sharia and the future of TORA as a legal standing for lawsuits against the oligarchs of control and ownership of agricultural land in Indonesia. This article is a normative legal research with statutory and conceptual approaches. The results of this study indicate that in positive law in Indonesia there are six characteristics of TORA Agricultural land exceeding the maximum limit, namely: (1) The subject of the original owner's rights is an individual with the size of one family; (2) agricultural land is divided into two types, namely paddy fields and dry land; (3) non-HGU land tenure, temporary and limited rights obtained from the government and legal entities; (4) there is a violation of the maximum land area; (5) TORA exceeds the maximum limit of transfer to the state based on forced expropriation; (6) TORA in excess of the maximum limit is given to the subject of land recipient rights based on a government stipulation. In addition, the results of this study also show that the rules regarding land as objects of agrarian reform as stipulated in positive law in Indonesia are very compatible with the spirit of maqashid sharia, namely hifz al-mal. In the perspective of contemporary maqashid sharia, hifz al-mal is not only interpreted as a prevention of monopoly and exploitation of wealth by oligarchic elites, but also must be developed philosophically regarding the distribution of resources for society. If linked in this article, hifz al-mal which is one of the pillars of maqashid sharia must also be developed in the context of making positive rules regarding the distribution of ownership and control of land in a fair and equitable manner. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada tanah pertanian kelebihan batas maksimum dalam hukum positif di Indonesia, serta menganalisis maqashid syariah dan masa depan TORA sebagai legal standing atas gugatan terhadap oligarki penguasaan dan kepemilikan tanah pertanian di Indonesia. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Adapun hasil dari studi ini menunjukkan bahwa dalam hukum positif di Indonesia terdapat enam karakteristik TORA Tanah pertanian kelebihan batas maksimum yaitu: (1) Subjek hak pemilik asal adalah orang perorangan dengan ukuran satu keluarga; (2) tanah pertanian dibedakan menjadi dua jenis yaitu tanah sawah dan dan tanah kering; (3) penguasaan tanah bukan HGU, hak-hak sementara dan terbatas yang didapat dari pemerintah dan badan-badan hukum; (4) terjadi pelanggaran luas batas maksimum tanah; (5) TORA kelebihan batas maksimum beralih kepada negara berdasarkan pengambilalihan secara paksa; (6) TORA kelebihan batas maksimum diberikan kepada subjek hak penerima tanah berdasarkan penetapan pemerintah. Selain itu, hasil studi ini juga menunjukkan bahwa aturan-aturan tentang tanah objek reforma agraria sebagaimana ketentuan dalam hukum positif di Indonesia sangat kompatibel dengan spirit maqashid syariah yaitu hifz al-mal. Dalam perspektif maqashid syariah kontemporer, hifz al-mal bukan hanya dimaknai sebagai pencegahan atas monopoli dan eksploitasi harta dari para elit oligarki, namun juga harus dikembangkan secara filosofis tentang distribusi sumber daya bagi masyarakat. Jika dikaitkan dalam artikel ini, maka hifz al-mal yang menjadi salah satu pilar maqashid syariah juga harus dikembangkan dalam konteks pembuatan aturan secara positif tentang distribusi kepemilikan dan penguasaan tanah secara adil dan merata.
Analysis of Qiyas Preposition in the Thoughts of Ibn Hazm Ruhdiara Ruhdiara; Amrun Saleh
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.15608

Abstract

Peran serta kehujahan qiyas selaku salah satu usaha menggali suatu hukum, nyatanya sedang meninggalkan suatu dilema serta perbincangan diantara jumhur malim dalam kurun durasi yang jauh. Sementara itu qiyas jadi harapan jumhur malim ketika suatu kasus tidak ditemui status ketetapannya dalam Al- Qur’ an, Sunnah, serta ijma’. Dalam catatan ini, pengarang hendak menelaah mengenai argumentasi yang dibentuk oleh Ibn Hazm dalam upayanya menyangkal qiyas selaku tata cara penentuan hukum Islam. Riset ini merupakan library research ataupun riset pustaka dengan memakai tata cara kualitatif yang bertabiat deskriptif analisa, ialah dengan mengakulasi sumber- sumber yang berhubungan dengan subjek, setelah itu dianalisis dengan cara kualitatif untuk menanggapi kasus yang sudah diformulasikan. Hasil riset ini membuktikan kalau Al-Qur’ dan Hadits merupakan pangkal penting hukum Islam, walaupun pangkal penting hukum Islam masih memiliki keterbatasan redaksional sedangkan permasalahan yang timbul senantiasa bertumbuh serta tanpa batasan, mengalami permasalahan ini supaya tidak terbebas dari nash para malim jumhur memakai qiyas selaku jalur keluar serta Jumhur malim akur kepada keabsahan qiyas. Sebaliknya beberapa malim dalam perihal ini ajaran Zhahiri yang dimotori Ibn Hazm menyangkal qiyas bagus selaku pangkal hukum ataupun selaku tata cara penentuan hukum Islam. Antipati Ibn Hazm atas qiyas didasarkan pada dalil- dalil al- Qur`an serta Perkataan nabi, tidak hanya itu beliau membelit- belitkan terdapatnya ijma’ kawan yang bagi klaim para pendukung qiyas selaku bawah keabsahan qiyas. Selaku keterkaitan dari penilakan Ibn Hazm kepada qiyas, dalam akal fiqhnya beliau lebih banyak memakai tata cara Istishâb serta pendekatan analisa kebahasaan dalam ijtihad yang beliau jalani.
Fiqh Responsive: Photographing Sewu Kupat Muria Tradition in Kudus Lathifah Munawaroh; Abdul Ghofur
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.12301

Abstract

Menjadi salah satu karakter fiqih yang selalu dinamis, memiliki kesiapan untuk berubah yang karenanya disifati dengan sholihun li kulli zaman wa makan. Layak untuk segala waktu dan ruang, itulah pola fikih.  Salah satu prinsip yang diusung adalah: “bahwa hukum Islam bergerak sesuai dengan illatnya”, menjadi salah satu bukti bahwa hukum Islam adalah fleksibel. Maka muncul sebuah istilah yang dinamakan dengan fiqih responsif yang memiliki titik tekan tentang kefleksibelan fikih, dan bahwasanya fiqih ini merespon perkembangan di segala lininya.Tradisi Sewu Kupat merupakan tradisi masyarakat sekitar daerah gunung muria sebagai luapan kegembiran merayakan hari raya Idul Fitri yang dilakukan sepekan setelah Idul Fitri 1 Syawal, atau pada hari kedelapan tiap tahunnya. Tradisi lokal ini berasal dari masyarakat Colo, Dawe, Muria di Kabupaten Kudus. Fiqih responsive membidik tradisi yang belum lama ini dengan pendekatan sosiologis-filosofis, didapati bahwa tradisi ini adalah tradisi positif dengan sederet aktitifas didalamnya. Sehingga, meskipun dalam tataran fiqih klasiknya tidak akan dijumpai hukumnya secara tekstualnya, namun secara kontekstual dengan pendekatan sosiologis-filosofis maka tradisi ini patut dilestarikan sehingga menjadi salah satu kebudayaan dari Kudus.
Majjallat Al-Ahkam Al-‘Adliyyah: Position and Influence on the Development of Fiqh Salman Abdul Muthalib
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.15905

Abstract

The establishment of Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah as the first qanun in Turkey was a new breakthrough in the development of Islamic law during the Ottoman period. The authority of Islamic law, which was previously in the hands of the ulama, had shifted to the rulers. The diversity of laws that existed had merged into uniformity in their implementation. This research will examine the style and scope of the content of Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah, its position in the development of Fiqh, and the influence of the Majallah in Islamic countries. This research is a literature study, with Majjallat al-Ahkam al-'Adliyyah as the main data source. The results show that the Majallah is a civil law whose material is taken from the Hanafi school, containing discussions only about muamalah law, and its writing is accompanied by numbering, similar to modern legislation. The emergence of the Majallah is considered a new period in the development of fiqh, where there has been a shift from the period of taqlid towards efforts of ijtihad among scholars. The Majallah gave birth to the pattern of collective ijtihad and became the law of the state. The Majallah has encouraged several Islamic countries to design laws by referring to the pattern of the Majallah. Ditetapkannya Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah sebagai qanun pertama di Turki merupakan terobosan baru dalam perkembangan hukum Islam pada masa Turki Utsmani. Di mana wewenang hukum Islam yang sebelumnya berada pada tangan ulama telah berpindah ke tangan penguasa. Keberagaman hukum yang ada telah menyatu menjadi keseragaman dalam pelaksanaannya. Penelitian ini akan mengkaji corak dan cakupan isi Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah, posisinya dalam perkembangan Fiqh, dan pengaruh Majallah di negara-negara Islam. Penelitian ini bersifat studi kepustakaan, dengan menjadikan kitab Majjallat al-Ahkam al-‘Adliyyah sebagai sumber data utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majallah merupakan hukum perdata yang materinya diambil dari mazhab Hanafi, berisikan bahasan tentang hukum muamalah saja, penulisannya telah disertai dengan penomoran seperti dalam perundangan-undangan modern. Lahirnya Majallah dianggap menjadi periode baru dalam perkembangan fiqh, dimana telah terjadi pergeseran dari periode taklid menuju upaya-upaya ijtihad di kalangan ulama. Majallah melahirkan bentuk pola ijtihad jama'i dan menjadi undang-undang negara. Majallah telah mendorong beberapa negara Islam terinspirasi untuk merancang undang-undang dengan merujuk pada pola Majallah.
Pengecualian Narapidana Tertentu dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020 tinjauan Maslahah Mursalah Vatta Arisva; Moh. Tamtowi
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.14805

Abstract

Dalam pandemi covid-19 di lembaga pemasyarakatan, Menteri Hukum dan HAM sebagai perpanjangan tangan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan hak asimilasi dan intergrasi bagi dan anak dalam peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2020. Namun dalam pemberlakuannya, kebijakan ini untuk mendapatkan hal tertentu. Oleh karena itu, muncullah pertanyaan tentang bagaimana kebijakan yang akan diberlakukan tertentu? Dan bagaimana analisis Maslahah Mursalah terhadap kebijakan yang mengecualikan hubungan tertentu?. Penelitian ini sebagai penelitian kualitatif normatif, dengan pendekatan pendekatan undang-undang dan penggunaan data sekunder sebagai bahan hukum dan aturan hukum sebagai bahan primernya. Sehingga, hasil penelitian ini mengungkapkan fakta bahwa Pertama, kebijakan pengambilan terhadap tindakan melaluiimilasi dan integrasi dengan mengecualikan keputusan tertentu maka ditetapkan dengan dua pertimbangan yaitu, berdasarkan pertimbangan sosial terhadap masyarakat dengan rasa keadilan dan pertimbangan hukum berdasarkan aturan No. 99 Tahun 2012 sebagai perubahan terakhir tentang pengajuan pengajuan kepada terpidana. Kedua , berdasarkan asaslahah mursalah bahwa kebijakan yang menentukan spesifik pada masa pandemi covid-19 berdasarkan tingkat akan kemasatan, artinya bahwa yang lebih utamakan adalah memelihara maslahah dharuriyat dari pada maslahah hajiyah dan maslahah tahsiniyah. Pokok kemaslahatan dahuriyat yang menjadi catatan dalam hal-hal tersebut antara lain kemaslahatan dalam menjagaan terhadap memelihara umat ( hifdz ummah) dan menjagaan terhadap memelihara jiwa ( hifdz nafs ).
Interaction of Riwayah and Dirayah Science in Learning Hadith Tarmizi M. Jakfar
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.18714

Abstract

This article attempts to explain the pattern of interaction between history and dirayah in learning hadith. So far, hadith science tends to be classified into two types, namely riwayah hadith science and dirayah hadith science. In fact, in its development, these two types of hadith science interact with each other. Therefore, the focus of this study is to discuss how the interaction between the science of hadith history and the science of hadith is explored in learning hadith? The method used is qualitative by using data from the hadith books used by the scholars. The results of the study show that the science of riwayah hadith has a very close relationship with the science of hadith dirayah. Because the quality of riwayah hadith science is only known through research on the sanad of the hadith, while the sanad is the object of dirayah hadith science. In addition, the science of hadith riwayah only focuses on the narration as it is from the Prophet while the science of hadith dirayah discusses how to understand the material of the history. The science of hadith history is like the Koran, while the science of hadith is like interpretation of it, one cannot understand the Koran without knowing its meaning or interpretation. This is the interaction between these two fields of science that cannot be separated from one another. By integrating these two branches of knowledge, learning the science of hadith will be more useful as a second source of teachings in Islam. Artikel ini berusahan menjelaskan pola interaksi antara ilmu riwayah dan dirayah dalam pembelajaran hadis. Selama ini, ilmu hadis cenderung diklasifikasikan kepada dua jenis, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Padahal, dalam perkembangannya, kedua jenis ilmu hadis ini saling berintaeraksi satu sama lain. Oleh karena itu, fokus kajian ini membahas bagaimana interaksi antara ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah dalam pembelajaran hadis? Adapun metode yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan data dari kitab-kitab hadis yang digunakan oleh para ulama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ilmu hadis riwayah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ilmu hadis dirayah. Karena kualitas ilmu hadis riwayah hanya diketahui melalui penelitian terhadap sanad dari hadis tersebut, sementara sanad itu adalah objek dari ilmu hadis dirayah. Selain itu, ilmu hadis riwayah hanya fokus kepada periwayatan apa adanya dari Nabi sementara ilmu hadis dirayah membahas bagaimana memahami materi riwayat tersebut. Ilmu hadis riwayah ibarat al-Qur’an, sementara ilmu hadis dirayah ibarat penafsiran terhadapnya, tidak bisa memahami al-Qur’an tanpa mengetahui makna atau penafsirannya. Inilah interaksi antara dua bidang ilmu ini yang tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya. Dengan memadukan kedua cabang ilmu ini maka pembelajaran ilmu hadis akan lebih berguna sebagai sumber ajaran yang kedua dalam Islam.
Comparison of Hajj Financial Management in Malaysia and Indonesia Ngah, Abdul Ghani Bin
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.18410

Abstract

The historical experience of organizing Hajj in Malaysia and Indonesia is long enough that the Malaysian Hajj Savings Institution (TH) and the Hajj Financial Management Agency (BPKH) were formed to manage the pilgrimage for the people of Malaysia and Indonesia. However, in practice, there are still many debates in terms of the use of contracts, Hajj management, facilities and human resources that have not been improved. This study aims to compare contract construction related to hajj performance which has an impact on haj financial management with a business and investment approach. This study uses a qualitative method using a document coding model. The data was obtained using a comparative normative approach, namely by exploring information about the contract, the impact of the contract on the financial management of the hajj in Malaysia and Indonesia. The results of this study can be concluded that the two countries use the Wakalah contract as the construction of the Hajj contract where the contract fulfills the pillars and conditions, but with a note that the other contract schemes still use the "Haj contract" at the beginning of the deposit or registration of the prospective Hajj and this should be considered by both governments. Also from the results of this study, Indonesia is far more complex in terms of concepts and mechanisms for haj financial management compared to Malaysia. Pengalaman sejarah pengelengaraan haji di Malaysia dan Indonesia cukup panjang sehingga tertubuhnya Lembaga Tabung Haji Malaysia (TH) dan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) untuk mengelola penyelengaraan haji bagi masyarakat Malaysia dan juga Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, masih banyak perdebatan baik dari segi pengunaan akad, manajemen haji, fasilitas maupun sumber daya manusia yang belum ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konstruksi akad terkait kinerja haji yang berdampak pada pengelolaan keuangan haji dengan pendekatan bisnis dan investasi. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan menggunakan model pengkodean dokumen. Data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan normative komparatif yaitu dengan menggali informasi mengenai akad, dampak akad terhadap pengelolaan keuangan haji di Malaysia dan Indonesia. Hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa kedua negara menggunakan akad Wakalah sebagai konstruksi akad haji dimana akad tersebut memenuhi rukun dan syarat, namun dengan catatan skema akad yang lain masih digunakan “akad haji” di awal setoran atau pendaftaraan calon Haji dan ini seharusnya diperhatikan oleh kedua pemerintah. Dari hasil penelitian ini juga, Indonesia jauh lebih kompleks dari segi konsep dan mekanisme pengelolaan keuangan haji berbanding Malaysia.
The Potential for Community Economic Development Through Mosque in Negeri Perak Ahmad Muzammil Mohamed Shapawi
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 2 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i2.14908

Abstract

The mosque holds a very important position for Muslims so that the mosque must be optimized in its operation. However, currently many mosques are limiting their functions to daily worship matters solely. Therefore, this article attempts to examine the economic development potential of the ummah through mosques. The focus of this study was carried out in three mosques in different regions, namely the Sultan Idris Shah II Mosque (National Mosque), the Sultan Idris Shah II Mosque (Regional Mosque) Slim River Perak and the Ar-Rashdiah During Perak Mosque. This study uses a qualitative method, namely by using a type of field research (field research) which is carried out in the form of interviews, observation and document analysis. The results of the study show that mosques in Negeri Perak have the potential to develop the people's economy on the condition that various mosques must be standardized in the form of preparing mosque financial accounts including mosque property records. Apart from that, there is also standardization of mosque committees for managers to master technology, standardization of accountability so that any information in the mosque must be available at the Regional Level (Regional Religion Department) and the Headquarters Level, namely the Mosque Management Division. This is to facilitate the supervision of the authorities in each mosque.Masjid memegang posisi yang sangat penting bagi umat Islam sehingga masjid harus dioptimalkan dalam pengoperasiannya. Namun, saat ini banyak masjid yang membatasi fungsinya pada urusan ibadah harian semata-mata. Oleh karena itu, artikel ini berusaha mengkaji potensi pengembangan ekonomi umat melalui masjid. Fokus kajian ini dilakukan di tiga buah masjid yang berbeda daerah yang berada di Negeri Perak, yaitu Masjid Sultan Idris Shah II (Masjid Negeri), Masjid Sultan Idris Shah II (Masjid Daerah) Slim River Perak dan Masjid Ar-Rashdiah Selama Perak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yang dilakukan dalam bentuk wawancara, observasi dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masjid di Negeri Perak berpotensi dalam pengembangan ekonomi umat dengan syarat berbagai masjid harus distandardisasi berupa menyiapkan rekening keuangan masjid termasuk catatan properti masjid. Selain itu, juga standardisasi kepanitian masjid bagi pengelola agar  menguasai teknologi, standardisasi akuntabilitas agar setiap informasi yang ada di masjid harus ada di Tingkat Daerah (Departmen Agama Daerah) dan Tingkat Markas yaitu Bahagian Pengurusan Masjid. Hal ini untuk memudahkan pengawasan pihak berwenang di masing-masing masjid.

Page 1 of 2 | Total Record : 11