cover
Contact Name
Ahmad Suryono, S.H., M.H
Contact Email
ahmadsuryono@unmuhjember.ac.id
Phone
+6281330470898
Journal Mail Official
jurnal.hukum@unmuhjember.ac.id
Editorial Address
Jl. Karimata No 49 Sumbersari Jember
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
ISSN : 18580106     EISSN : 25023926     DOI : http://dx.doi.org/10.32528/faj
Core Subject : Social,
Fairness and Justice : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum pertama kali diterbitkan pada tahun 2005 oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember dalam bentuk cetak. Jurnal Ilmiah ilmu Hukum memuat artikel hasil penelitian dibidang ilmu Hukum yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa dari dalam maupun luar Universitas Muhammadiyah Jember, yang diterbitkan secara berkala pada bulan Mei dan November.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 236 Documents
Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Apabila Obyek Lelang Disita Dalam Perkara Pidana Desminurva Festia Amalia
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 17, No 1 (2019): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v17i1.2211

Abstract

Auction as a sale-purchase agreement, so the regulation by BW also valid in an auction. Elements of auction are same in definition of sale-purchase, there are, the subject law as seller and buyer, the agreement between seller and buyer about goods and price, the rights and obligations which arising of parties the seller and buyer. The essence of auction and trading is the goods and the payment of price. Auction is trading contracts, the legal relation in auction is between the seller, bidder buyers through official auction.In its implementation, sometimes there are still many problems happened, one of them is when goods were auctioned off, especially an executed guarantee and put civil seized, turns out that caught with criminal issue faced by the owner, while bidding has been implemented and has been choosen a winner of auction to have paid the price. Especially if it to do execution/seized. Even in article 39 paragraph (2) KUHAP said that civil execution of the goods can also criminal execution. So the thesis aims to understand legal certainty of the auction and what kind of legal efforts that can do by the auctions winner who feel lose out if objects auction seized in criminal cases.
Penerapan Pidana Korporasi pada Bank dalam Tindak Pidana Perbankan Sesuai PERMA Nomor 13 Tahun 2016 Dwi Mardianto; Irsyad Noeri; Suyadi Suyadi
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 2 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i2.6534

Abstract

Corporate Crime in the banking sector in particular there is not a single law related to banking regulating how to penalize banking corporations, but with the presence of Law Number 21 of 2011 concerning Financial Services Authority and Supreme Court Regulation Number 13 of 2016 concerning Procedures Handling of Criminal Cases by Corporations is a way out of the legal vacuum because even though the Supreme Court Regulation is an internal provision that binds the Judge as the court decision-maker, the decision is binding on the public.
PERLINDUNGAN HUKUM KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF Icha Cahyaning Fitri
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 14, No 1 (2016): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v14i24.635

Abstract

Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan belaka (machstaat). Didalam  Undang-undang  Dasar  NRI Tahun  1945  khususnya  Pasal  27I  yang  mengatur  tentang persamaan kedudukan didalam hukum. Hal ini berimbas kepada setiap warga negara Indonesia berhak diperlakukan sama tanpa terkecuali. Sedangkan menurut pasal 28D ayat 3 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.  Pemilihan  Umum  dimaksudkan  untuk  memilih  para  wakil rakyat  yang  akan  duduk menjadi  anggota  Dewan  Perwakilan Rakyat,  Dewan  Pertimbangan  Daerah  dan Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah. Berbicara  tentang  pemilihan  umum  maka  tidak  asing  lagi  dengan peristilahan affirmative  action  untuk  perempuan diamana perempuan untuk  pertama kali diperjuangakan  dalam bidang politik yang nantinya dapat duduk di kursi legislatif. Ketentuan tersebut merupakan hal baru di Indonesia  karena  mengatur  keadilan  gender dalam rekruitmen  dan manajemen  partai politik  yakni memasukkan 30%  keterwakilan perempuan  dalam  pencalonan  anggota  legislatif, selain  itu  ada keharusan partai politik untuk memasukkan setidaknya 1 orang perempuan dalam setiap 3 bakal calon legislatif. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian normatif dengan menggunakan teori dari teori konstitusi Herman Heller, teori keadilan John Ralws, teori feminis dan Hak Asasi Manusia. Diperlukan perlindungan hukum bagi keterwakilan perempuan di dalam pemilihan umum legislatif dikarenakan secara konstitusional telah diatur di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai dengan amanat Pembukaan UUD bahwa penyelenggara negara Indonesia harus berdasar pada prinsip theokrasi, demokrasi, nomokrasi serta erokasi yang saling bersinergi. Sanksi diskualifikasi oleh KPU terhadap partai politik merupakan upaya jaminan atas partisipasi keterwakilan perempuan di bidang politik dikarenkan pentingnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif yaitu untuk mempengaruhi setiap kebijakan atau keputusan pemerintah.Kata Kunci: Perempuan, Keterwakilan, Pemilihan legislatif
PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI KABUPATEN BONDOWOSO Yanny Tuharyati
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 2 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i2.2089

Abstract

Survey awal diketahui bahwa Kabupaten Bondowoso yang memiliki luas ± 1.560 km2 ternyata “gudangnya” benda-benda purbakala. Kabupaten Bondowoso sebagai gudang benda purbakala bukan isapan empol belaka, kota Tape ini memiliki situs purbakala yang tersebar pada banyak tempat. Hanya saja penulis membatasinya menjadi dua daerah lokasi cagar budaya yang merupakan situspurbakala yaitu di Desa Pekauman Kecamatan Grujugan dan Desa Suling Kulon Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso, sebagai tempat penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah lokasi cagar budaya tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Penulis juga mewawancarai beberapa masyarakat yang berada disekitar situs purbakal sebagia sumber informasi. Dari hasil survey awal dan penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa benda-benda purbakala yang terdapat di Kabupaten Bondowoso berupa Menhir, Dolmen / Pandusa, Arca, Keranda/Sarkofagus, Guci, Keramik dan perhiasan dari manik-manik, yang kesemuanya merupakan benda peninggalan prasejarah zaman Megalithikum. Namun sayangnya penanganan terhadap benda-benda cagar budaya terbut kurang maksimal, sehingga masih banyak diantaranya menjadi objek pencurian dan kerusakan dan belum mendapat pengangan yang serius.Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertulis untuk mnegkajinya lebih lanjut. Berangkat dari hal tersebut penulis berharap bahwa dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan dan pemeliharaan budaya bangsa sehingga dapat dilestarikan kebudayaan nasional. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud menggambarkan obyek penelitian. Hasil penelitian akan menggambarkan tentang perlindungan hukum benda cagar budaya di kabupaten Bondowoso dengan menggunakan meode pendekatan fenomenologis. Lokasi penelitian dilakukan di daerah-daerah lokasi benda-benda cagar budaya antara lain desa Sulingkulon kecamatan Cermee dan desa Pekauman , Dinas Pariwisata serta Polres Bondowoso sebagai sumber informasi. Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan observasi, pengambilan data di lapangan dan kepustakaan .Tahapan kegiatan ini diawali dengan persiapan survei  penelitian. Lalu  tim surveior turun lapang untuk menggali informasi data primer dan sekunder tentunya setelah memperoleh perijinan dari pihak berwenang. Kuisioner yang telah terisi rekaman data di lapangan selanjutnya diedit, koding dan ditabulasi untuk kemudian dianalisa. Selanjutnya tahap berikutnya adalah penyusunan draf laporan kemajuan dan laporan akhir berdasarkan  hasil analisis data.  Data yang terkumpul disusun secara sistematis. Untuk data yang berupa angka atau kumpulan data disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data yang tidak berupa angka  disajikan secara deskriptif. Data yang telah disusun, dianalisa secara kualitatif berdasarkan pada peraturan perundangan yang berkait dengan pokok persoalan yang dikaji.
PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Eddy Basuki; Gunawan Gunawan
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 9, No 1 (2013): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v9i17.626

Abstract

Meski secara normatif maupun secara yuridis formal pendidikan adalah hak setiap orang baik laki-laki maupun perempuan,  namun dalam tataran empiris tidak tereprentasikan secara optimal. Terbukti, perempuan cenderung memiliki kesempatan pendidikan lebih kecil dibanding laki-laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin lebar kesenjangannya.Akar masalah kesenjangan pendidikan bagi perempuan berawal dari bias jender dalam pendidikan keluarga oleh orang tua di rumah. Bias jender ini kemudian dilanjutkan oleh pranata pendidikan persekolahan. Komponen-komponen pendidikan di sekolah seperti kurikulum dan proses belajar mengajar, buku teks, ikut serta menciptakan ketidakadilan pendidikan bagi perempuan. Oleh karena itu masyarakat dan juga guru sebagai pengajar dan pendidik perlu memiliki pemahaman dan kesadaran jender  sehingga tidak terjadi diskriminasi di dalam pendidikan.Pendidikan yang berkeadilan jender tidak membeda-bedakan akses  dan peluang bagi laki-laki maupun perempuan.  Islam memberikan peluang untuk berprestasi bagi semua orang baik laki-laki maupun perempuan. Ayat-ayat Al-Qur’an telah mengisyaratkan konsep kesetaraan jender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal.Kata Kunci: Konsep Jender, Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam
PERWUJUDAN ASAS NETRALITAS BIROKRASI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPILNEGARA Matias Neis Watunglawar
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2079

Abstract

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan jawaban atas berbagai persoalan mengenai pengelolaan manajemen ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, dan untuk mewujudkan reformasibirokrasi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertangungjawabkan kinerja dan menerapkan sistem merit dalam pelaksanaan menajemen aparatur sipil negara. Berkaitan dengan dasar substansial dalam UU ASN untuk melaksanakan perwujudan asas netralitas bagi pegawai ASN belum sepenuhnya dapat diwujudkan dan jauh dari harapan dan penegasan dalam perwujudan isi dari UU ASN.
PEMBARUAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK YANG BERKEADILAN RESTORATIVE (Suatu Analisa Yuridis Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Asusila Anak Berkonflik Dengan Hukum dengan Korban Anak di Bawah Umur) Endang Sri Lestari; Ahmad Muchlis
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 1 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i1.6522

Abstract

Children as the next generation of the nation become the hope of Indonesia's development in the future. Of course, when children face legal problems, they are entitled to get legal protection in order to achieve a sense of justice itself. In reality, children who are dealing with the law, both their capacity as perpetrators and victims are very vulnerable and so easily become victims of legal injustice. There are factors that must be considered in the process of law enforcement in order to achieve a sense of justice, including by choosing the right punishment for the child. Diversity and the concept of restorative justice need to be taken into consideration in handling cases of children who commit criminal acts of child protection.This writing is a normative study, then analyzed qualitatively by descriptive methods. Based on the results of the discussion and analysis, it is concluded that the diversion stages and the concept of restorative justice are needed as a consideration for judges to impose their convictions.
KEWENANGAN MAHKAMAH KOSTITUSI DALAM SISTEM PERADILAN PEMILUKADA Menik Chumaidah
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 8, No 1 (2012): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v8i16.617

Abstract

Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian sengketa hasil Pemilukada dalam sistem Peradilan Pemilukada adalah perwujudan dari tugas Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitutional (Penjaga Konstitusi) baik Undang-Undang dasar 1945 maupun Undang-Undang organiknya. Dalam Pasal 1 Ayat (2) ” kedaulatan berada di tangan rakyat dan  dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.Pasal  1 Ayat (3) ”Indonesia adalah negara hukum” maka konsekuensinya adalah negara harus berdasar pada demokrasi yang berdasarkan hukum yang terwujud dalam agenda negara yaitu Pemilu/Pemilukada. Bagaimanapun suara mayoritas yang terwujud dalam hasil pemilukada (objek sengketa/objek litis) dalam pengambilan dan penetapan keputusan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, dan jika bertentangan maka keputusan tersebut dapat dibatalkan melalui peradilan konstitusi atau dalam proses konversi suara rakyat dalam demokrasi harus benar-benar bebas dari unsur ketidak jujuran dan kecurangan atau manipulasi suara demi kemenangan Pemilukada. Maka Mahkamah Konstitusi akan hadir secara nyata dalam penegakan konstitusi dalam proses Pemilu/Pemilukada dengan kewenangan kehakimanya dalam Pengadilan Perselisihan Hasil Pemilu/Pemilukada, karena Mahkamah Konstiusi secara atributif mengemban wewenang sebagaimana dalam: Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang di tegaskan kembali pada Pasal 24C UUD 1945.”Kata kunci: Mahkaman konstitusi, kekuasaan kehakiman, pemilihan kepala daerah
PRINSIP NONDISKRIMINASI DALAM DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA Charis Tantia Firismanda
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 16, No 2 (2018): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v26i2.2046

Abstract

Berlakunya Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 membawa perubahan dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Diterapkannya Restorative Justice atau keadilan restoratif yang diwujudkan dengan Diversi diharapakan untuk dapat melindungi anak dari stigma negatif di masyarakat dan untuk menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Bagaimanapun anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi, tidak terkecuali anak pelaku tindak pidana. Diversi wajib untuk dilaksanakan dalam proses perkara anak mulai dari tahap penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di Pengadilan. Namun, dalam pelaksanaannya tidak semua anak dapat diselesaikan melalui upaya diversi. Bagi anak yang ancaman pidananya di atas 7 (tujuh) tahun dan merupakan pengulangan tindak pidana tidak boleh diselesaikan melalui diversi. Padahal di dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 dijelaskan bahwa salah satu landasan dilaksanakannya sistem peradilan pidana anak adalah adanya prinsip nondiskriminasi. Dengan adanya prinsip nondiskriminasi seharusnya tidak ada pembatasan untuk dilaksanakan upaya diversi dalam setiap tahap penegakan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.Kata Kunci : Sistem Peradilan Pidana Anak, Restorative Justice, Diversi, Anak dan Prinsip Nondiskriminasi
Peran Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial Profesional Dalam Upaya Diversi Terhadap Anak di Bukittinggi Azriadi Azriadi; Mairul Mairul
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 17, No 2 (2019): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v17i2.2797

Abstract

Anak  dimata  hukum  berdasarkan  Undang-undang  Nomor  11  Tahun  2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak selanjutnya disingkat UU SPPA merupakan dasar penyelesaian terhadap kasus anak. UU SPPA memberikan pengaturan, pertama adanya upaya penyelesaian perkara anak secara formal dalam arti masuk dalam sistim pererdilan, kedua adanya upaya pengalihan penyelesaian perkara anak diluar sistim peradilan pidana (diversi). Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Pelaku Anak, korban dan orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan (PK Bapas), dan Pekerja Sosial Profesional (Peksos) berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Keterlibatan PK Bapas dan Peksos dalam upaya diversi tentu menjadi penting untuk dilihat sehingga keterlibatan itu akankah memiliki pengaruh dan peran untuk penunjang keberhasilan upaya diversi terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana peran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional dalam upaya diversi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Empiris Legal Research, teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, kepustakaan dan Focus Group Discution. Setiap data yang didapat kemudian dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan penelitian bahwa PK Bapas dan Peksos memiliki peran strategis dalam upaya diversi terhadap anak dimana PK Bapas berperan sentral yang bertitik tumpu kepada kepentingan anak sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan, Peksos memiliki peran dalam hal melindungi kepentingan anak sebagai pelaku dengan bertitik tumpu pada kepentingan korban dan anak sebagai korban dalam tujuan membimbing, membantu, dan mendapingi anak dengan konsultasi sosial dan menghasilkan laporan yang disampaikan kepada PK Bapas