cover
Contact Name
Ahmad Suryono, S.H., M.H
Contact Email
ahmadsuryono@unmuhjember.ac.id
Phone
+6281330470898
Journal Mail Official
jurnal.hukum@unmuhjember.ac.id
Editorial Address
Jl. Karimata No 49 Sumbersari Jember
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
ISSN : 18580106     EISSN : 25023926     DOI : http://dx.doi.org/10.32528/faj
Core Subject : Social,
Fairness and Justice : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum pertama kali diterbitkan pada tahun 2005 oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember dalam bentuk cetak. Jurnal Ilmiah ilmu Hukum memuat artikel hasil penelitian dibidang ilmu Hukum yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa dari dalam maupun luar Universitas Muhammadiyah Jember, yang diterbitkan secara berkala pada bulan Mei dan November.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 236 Documents
PERANAN POLITIK HUKUM DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2019 TENTANG PESANTREN Nisan Rolan Wijaya; Tangkas Hadi Perwira; Rahman Syawal Rusman
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 2 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i2.6541

Abstract

Political of Law covers the creation and implementation of the law to be built and enforced. Legal politics are found in the process of political decision making. Political decisions relating to basic principles, other policies and regulations include the field of religious education. Nevertheless, legal politics is a means used by the state to create a national legal system, where the legal system is expected to realizing the ideals of the nation that is contained in the Constitution of the year 1945 where One is to educate the life of the nation, including this is the legal politics of the establishment of law on Pesantren. The legal determination of the Pesantren has a strong philosophical, sociological and juridical policy that can be accounted for, it proves that the Pesantren has grown and developed in the community in an effort to improve Faith and Piety and Akhlakul Karimah with his trademark has been instrumental in realizing Islam to be a blessing for all nature, which proved to have a concrete role in the struggle to realize the independent Indonesia and participate in National development of the Republic of Indonesia.
ANALISIS PASAL 51 PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 Eko Budianto
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 7, No 1 (2011): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v7i14.607

Abstract

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum sebagaimana menjadi tujuan UUPA, maka kemudian pendaftaran tanah diatur lebih lanjut secara khusus dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang didasarkan atas ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut tidak mencapai hasil yang memuaskan. Di dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa dari sekitar 55 juta bidang tanah yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru 16,3 juta bidang tanah yang sudah didaftarkan. Dalam pada itu juga didapatkan beberapa kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, disamping kekurangan anggaran, alat dan tenaga adalah adanya kendala keadaan obyektif tanah-tanah selain jumlahnya yang besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung dengan alat-alat bukti yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya.Kata Kunci: Undang-undang No 5 Tahun 1960 Pokok-Pokok Agraria, Pendaftaran Tanah 
IDENTIFIKASI HAK ASASI ANAK PEREMPUAN USIA 16 TAHUN DALAM MEMBENTUK KELUARGA DI KABUPATEN BONDOWOSO Icha Cahyaning Fitri
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 14, No 2 (2016): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v14i2.1964

Abstract

Isu terkait dengan perkembangan anak menjadi salah satu hal yang penting dikarenakan negara sebagai tempat berlindung warganya harus memberikan regulasi jaminan perlindungan bagi anak. Telah diakomodir pengertian tentang Anak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (yang selanjutnya disebut dengan UU No. 35 Tahun 2014. Praktik perkawinan anak, khususnya anak perempuan yang masih berusia 16 tahun menjadi dilema dikarenakan berdasar pada pengertian anak menurut UU No. 35 Tahun 2014, termasuk dalam pengertian anak. Disamping itu, fenomena perkawinan anak, dapat mengakibatkan dirampasnya hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang. Hasil Penelitian menunjukkan  perempuan remaja di Desa Trebungan, Kecamatan Taman Krocok,  Kabupaten Bondowoso dominan telah melakukan pernikahan sebelum usia 16 tahun dikarenakan faktor kearifan lokal yang telah terbentuk dan perkawinannya  tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
KONSEP KEBEBASAN BERPOLITIK ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA Lutfian Ubaidillah
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 16, No 1 (2018): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v16i1.2102

Abstract

Anggota TNI dan Polri tidak diberi hak untuk memilih dan dipilih dalam pemiludikarenakan anggota TNI dan Polri membawa senjata, yang berbeda dengan masyarakat sipil yang tidak membawa senjata, sehingga dapat dimaknai anggota TNI dan Polri itu mempunyai kedudukan yang luar biasa (extraordinary position). Secara teoretik memang anggota TNI dan Polri mempunyai hak yang sama dengan warga sipil lainnya, namun secara praktik hal tersebut masih belum bisa dilaksanakan. Hak memilih dan dipilih bagi anggota TNI dan Polri dalam pemilu dapat diberikan karena anggota TNI dan Polri mempunyai hak yang sama sebagai warga negara; kedua, Larangan bagi anggota TNI dan Polri untuk memilih dan dipilih dalam pemilu adalah bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum. Anggota TNI dan Polri mempunyai kedudukan yang sama sebagai warganegara yang berhak untuk memilih maupun dipilih dalam pemilu. Asas persamaan dihadapan hukum mengharuskan bahwa setiap orang harus diposisikan sama dihadapan hukum, tanpa adanya diskriminasi
PENGGEMPURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DEMI TEREALISASINYA INDONESIA SEBAGAI NEGARA ANTI KORUPSI Nofri Savira Putri
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 1 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i1.6527

Abstract

Dewasa  ini,  tindak  pidana  korupsi  di  Indonesia  telah  mengakar  di  setiap  sendi  kehidupan. Terjadinya perbuatan korupsi tidak hanya ditentukan oleh pelaku, tetapi ditunjang pula dengan kesempatan yang diberikan olehaktor prabayar maupun sistem yang berlaku. Contohnya dapat kita simak dari peristiwa APBN yang seharusnya murnidigunakan untuk kesejahteraan rakyat, justru berubah menjadi lahan subur praktik korupsi oleh oknum pejabat pemerintahan.Langkah penggempuran pertama yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah penanaman pendidikan anti korupsi disetiap jenjang pendidikan dan di kalangan masyarakat, seperti di tingkat desa, RT, dan RW. Di samping penanaman pendidikananti korupsi, diperlukan pula penyelenggaraan reformasi sistem birokrasi secara transparan, akuntabel, dan netralitas.Selanjutnya, yaitu diadakan penguatan dalam konsep beserta kerangka kerja koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi diBadan Kepolisian RI maupun Kejaksaan Agung, yang disarankan agar mempunyai kelembagaan khusus yang berfungsi kedalam dan ke luar. Langkah terakhir yaitu adanya peran serta masyarakat secara terbuka dan partisipatif.
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SEBAGAI UPAYA TERAHIR DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Risa Shoffia
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 9, No 2 (2013): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v9i18.631

Abstract

Di Indonesia, pengadaan Tanah melalui Pembebasan Tanah (Prijsgeving)/ Pelepasan hak atas tanah didasari oleh  ketentuan dalam Undang-Undang No  2  Tahun 2012  Tentang Pengadaan Tanah  Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Pencabutan hak atas tanah (Onteigening) didasari oleh ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya. Apabila cara musyawarah yaitu dengan pemindahan hak atau pelepasan hak atas tanah tidak berhasil maka baru ditempuh dengan Cara Wajib (Compulsory Acquisition of Land) yaitu ditempuh dengan pencabutan hak atas tanah.Pencabutan hak atas tanah (Onteigening) didasari oleh ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya.Kata Kunci: Pembebasan Hak atas Tanah dan pencabutan Hak atas Tanah
IMPLEMENTASI HAK-HAK ANAK INDONESIA (KAJIAN HAK-HAK ANAK DI KABUPATEN BONDOWOSO) Djoko Purwanto
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 2 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i2.2084

Abstract

Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990 Bab (1) Pasal (1), yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal (1) Ayat (1) juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hasil Proyeksi Penduduk 2013-2015, pada 2013 penduduk Bondowoso usia 0-17 tahun diperkirakan mencapai 200.847 jiwa, 2014 mencapai 201.934 jiwa dan tahun 2015 mencapai 200.949 jiwa. Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Anak-anak merupakan kelompok penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan di masa mendatang. Mereka merupakan kelompok yang perlu disiapkan untuk kelangsungan bangsa dan negara di masa depan. Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anakanak dan hak-hak yang dimilikinya sehingga anak-anak bebas berinteraksi dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Sesuai dengan isi UU No.35 Tahun 2014 Pasal 4 tentang Perlindungan Anak, bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang tersebut merupakan bentuk dari hasil ratifikasi Convention on the Rights of the Child (CRC). Konvensi ini merupakan instrumen Internasional di bidang Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif. CRC terdiri dari 54 pasal yang hingga saat ini dikenal sebagai satu-satunya konvensi di bidang Hak Asasi Manusia khususnya bagi anak-anak yang mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai kebijakan untuk anak juga telah dibuat oleh pemerintah diantaranya adalah Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yang didalamnya mencakup empat program besar yaitu bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan anak dan penanggulangan HIV/AIDS.
RELEVANSI PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PENERBITAN AKTA KELAHIRAN Menik Chumaidah; Yanny Tuharyati
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 9, No 1 (2013): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v9i17.622

Abstract

Akta kelahiran merupakan hak pertama yang dimiliki oleh seorang anak karena akta kelahiran menunjukan identitas dan status yang dimiliki seseorang sebagai warga dari suatu Negara yang akan menjamin pemenuhan hak-haknya. Indonesia termasuk salah satu dari 20 negara yang cakupan pencatatan kelahirannya paling rendah, dan keadaan di daerah pedesaan lebih buruk daripada di perkotaan.Kesenjangan ini termasuk yang tertinggi di dunia. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan pencatatan kelahiran, mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pencatatan kelahiran, biaya yang tinggi untuk pencatatan, prosedur yang sulit, serta kurangnya akses terhadap pelayanan pencatatan yang biasanya berada di tingkat kabupaten/kota.Relevansi penetapan pengadilan terhadap penerbitan akte kelahiran adalah sebagai sanksi bagi masyarakat yang terlambat melaporkan kelahiran lebih dari satu tahun, tetapi keterlambatan melaporkan kelahiran yang lebih dari satu tahun yang harus melalui penetapan pengadilan dinilai memberatkan masyarakat. Keberatan tersebut bukan saja bagi mereka yang tinggal didaerah pelosok, tetapi juga yang tinggal di daerah perkotaan.Dalam surat edaran tertanggal 1 Mei 2013 tersebut ditegaskan sejak tanggal 1 Mei 2013, pengadilan tidak ladi berwenang untuk memeriksa permohonan penetapan pencatatan akta kelahiran. Surat edaran MA ini keluar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi memandang pelayanan akta kelahiran selama ini menjadi rumit dan berbelit-belit akibat akta kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada instansi pelaksana setempat yang melampaui batas waktu 60 hari sampai dengan satu tahun, dan harus dengan penetapan pengadilan setelah lewat waktu satu tahun.Kata Kunci: Akta Catatan Sipil, Akta Kelahiran, Putusan Pengadilan
PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Manan Suhadi
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2075

Abstract

Tidak tuntasnya peradilan tata usaha negara mengadili sengketa pertanahan timbul dari pemahaman bahwa peradilan tata usaha negara tidak berwenang mengadili “sengketa kepemilikan”, dan tidak berwenang menilai “akta jual beli” padahal kedua alasan tersebut merupakan rangkaian proses yang tidak bisa dilepaskan dari keabsahan sertipikat secara materil. Jika pemahaman ini tetap dipertahankan dapat dipastikan keberadaan PTUN dalam menenagani sengketa pertanahan lebih kepada kebenaran formal bukan mengejar kemanfaatan dan keadilan masayarakat. Dari kendala di atas maka penting kiranya untuk menelusuri terlebih dahulu pengertian dan nilai-nilai hukum yang terkandung di dalam pemahaman salama ini menyengkut istilah ‘kepemilikan tanah’ dan ‘akta jual beli’ itu sendiri.
Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Di Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara Syafruddin Syafruddin; Muhammad Ruhly Kesuma Dina
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 17, No 2 (2019): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v17i2.2802

Abstract

Perjanjian pengusahan tanah dengan bagi hasil semula diatur dalam hukum Adat yang didasarkan pada kesepakatan antara pemilik tanah dan petani penggarap dengan mendapat imbalan hasil yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Dalam perkembangannya, perjanjian bagi hasil kemudian mendapat pengaturan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960  tentang perjanjian Bagi hasil yang lahir berdasarkan pada hukum adat di Indonesia. Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960  Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah di Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara? dan Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960  tentang Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah di Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara? Artikel ini menggunakan pendekatan empris, data primer diperoleh melalui pengumpulan data di lapangan yang kemudian dilengkapi dengan  studi pustaka untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Pelaksanaan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960  tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara belum sepenuhnya berjalan efektif. Masyarakat cenderung memilih untuk melaksanakan dengan cara lisan, dengan dasar imbangan pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, alasannya adalah sudah dilakukan secara turun temurun, saling percaya untuk saling tolong menolong antara warga sehingga mereka tidak memilih secara formal namun hanya kata sepakat antara kedua pihak (pemilik tanah dan penggarap). Faktor penghambat penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960  tentang Perjanjian bagi Hasil Tanah Pertanian di Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara adalah  sebagian besar masyarakat tidak mengetahui adanya ketentuan Perjanjian bagi Hasil Pertanian yang diatur dalam Undang-Undang tersebut karena tidak adanyan Sosialisasi dari perangkat desa maupun dinas yang terkait; kurangnya wawasan dari masyarakat karena rendahnya tingkat pendidikan; adanya kebiasaan buruk dari masyarakat yang menyepelekan setiap peraturan yang berhubungan dengan pertanian.