cover
Contact Name
Ahmad Suryono, S.H., M.H
Contact Email
ahmadsuryono@unmuhjember.ac.id
Phone
+6281330470898
Journal Mail Official
jurnal.hukum@unmuhjember.ac.id
Editorial Address
Jl. Karimata No 49 Sumbersari Jember
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
ISSN : 18580106     EISSN : 25023926     DOI : http://dx.doi.org/10.32528/faj
Core Subject : Social,
Fairness and Justice : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum pertama kali diterbitkan pada tahun 2005 oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember dalam bentuk cetak. Jurnal Ilmiah ilmu Hukum memuat artikel hasil penelitian dibidang ilmu Hukum yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa dari dalam maupun luar Universitas Muhammadiyah Jember, yang diterbitkan secara berkala pada bulan Mei dan November.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 236 Documents
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KELOMPOK TERORGANISASI DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Yulistyowati Yulistyowati
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 16, No 2 (2018): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v26i2.2047

Abstract

Pada umumnya subjek hukum tindak pidana digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu orang perseorangan dan korporasi. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dimasukkanya subjek hukum baru yaitu kelompok terorganisasi pada Pasal 16 menjadikan daftar baru subjek hukum tindak pidana dalam undang-undang tersebut. pengaturan mengenai kelompok terorganisasi dalam undang-undang tersebut tidak diikuti dengan penjelasan yang memadai. Menjadi sebuah problematika tersendiri bagi aparat penegak hukum apabila keberadaan kelompok terorganisasi tersebut tidak dipahami sehingga jenis pelaku kelompok terorganisasi ini akan semakin memanfaatkan lengahnya kinerja aparat penegak hukum di Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tersebut hanya menjelaskan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok terorganisasi beserta pemidanaannya tanpa dijelaskan lebih lanjut bagaimana dalam mempertanggungjawabkannya secara pidana. Kelompok terorganisasi merupakan kumpulan orang-orang lebih dari tiga orang yang melakukan tindak pidana dengan kapasitasnya masing-masing dalam kurun waktu tertentu dengan tujuan mencari keuntungan, sehingga salah satu rujukan untuk saat ini yang bisa digunakan untuk memberikan kontribusi dalam mempertanggungjawabkan kelompok terorganisasi dengan menggunakan ketentuan penyertaan.Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pidana Kelompok Terorganisasi, Perdagangan Orang
Pembaharuan Strategi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Fadli Alfarisi
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 17, No 2 (2019): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v17i2.2798

Abstract

Sejak Negara Indonesia berdiri, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan usaha untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Dimulai dari penerbitan berbagai kebijakan dan regulasi sampai dengan pembentukan lembaga superbody seperti Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian, berdasarkan data yang dirilis oleh Transparency International tahun 2018 menunjukkan Indonesia masih berada pada peringkat ke-89 dari 180 negara, sehingga penurunan tingkat korupsi belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Oleh karenanya, perlu dilakukan identifikasi dan kajian terkait kebijakan pemberantasan korupsi dari masa ke masa serta capaian yang diperoleh guna merumuskan pembaharuan strategi pemberantasan korupsi agar lebih efektif dan efisien, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional meningkat menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
POLITIK HUKUM PENGATURAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA Ratna Kartika Indraswari; Martina Fina
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 2 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i2.6545

Abstract

This study aim to analyse the three problems related to political party financial matter. First, how does the statutory regulates the political party finance in Indonesia? Second, what issues must be regulated in statutory regarding political party finance. Third, what is the ideal model for political party finance regulation for Indonesia?This research is a socio-legal research. In addition to examined the statutory regarding political party, the researcher also examined the legislation proccess transcript related to the statutory. In other words, the researcher sought to explore the background of the statutory provision formulation during its legislation process.  Based on research variation according to F. Sugeng Istanto, this research may be categorised as literature research on the content of statutory law and applied law, qualitative and prescriptive. In this research, the statutory-approach used to understand the UU No. 2 Tahun 2011; historical-approach used to understand the legislation proccess transcript related to the statutory; comparative-approach used to understand the political parties financial regulations in Germany and the United States; while conceptual-approach used to understand the concept of popular sovereignty, representative democracy, freedom of assembly, political parties concept, the concept of political party accountability and transparency, the anatomy of political party law, and the politics of law concerning political party financial regulation. The data used in this research are secondary data such as statutory text, legislation proccess transcript, books, journals, articles, scripts from the internet, and dictionaries.From the analysis, thre researcher concludes that: First, the political party financial regulation in Indonesia adopted a permissive model, in which, there are very high freedom for political parties, very loose demands of financial transparency and accountability, weak public supervision and obscure sanctions; Second, the law must regulate the mechanism of public funding for political party, obligations to reveal to source and amount of donations, standards for financial reports, obligation to submit financial statements periodically to supervisory agendies, obligation related the periodically financial audit by external professional auditors, donations cap, prohibitions of certain donations source, sanctions for violations. Third, the ideal political party finance regulation model for Indonesia is by combining the demands of transparency, demands of periodically financial audit by external professional auditors, ban on foreign source donations and non taxable entities source donations, reasonable restriction on nominal donation per person per year, enforcement of Election Commission and Election Supervisory Board through strong authorization to supervise and to impose severe administrative sanctions, the public funding given as a partial reimbursement for the previous year operating cost provided that the party has complied the financial transparency and accountability obligations. 
TANGGUNGGUGAT BURUH TERHADAP KERUGIAN PERUSAHAAN YANG TIMBUL KARENA KELALAIANNYA DALAM HUBUNGAN KERJA (STUDI KASUS PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) UUS ZEELANDIA BONDOWOSO) Fauziyah Fauziyah
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 7, No 1 (2011): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v7i14.608

Abstract

Penyelesaian permasalahan buruh yang melakukan kelalaian pada PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) UUS Zeelandia dilakukan melalui perundingan bersama atau perundingan Bipartit. Penyelesaian ini wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan buruh secara musyawarah mufakat, tetapi dengan tetap mengacu pada Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI. Apabila buruh melakukan kelalaian, maka langkah yang diambil adalah dibicarakan dengan atasan apabila cara tersebut tidak memberikan hasil yang memuaskan buruh dapat mengadu pada SP-Bun, bilamana cara penyelesaian tersebut juga belum memberikan hasil yang memuaskan, maka penyelesaian tersebut diselesaikan dalam forum Lembaga Kerja Sama (LKS). Dan hambatan dalam penyelesaian buruh yang melakukan kelalaian dalam hubungan kerja pada pada PTPN XII (Persero) UUS Zeelandia adalah belum ada, karena pemberian sanksi/hukuman disiplin dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB).Kata kunci: Tenaga Kerja, Bipartit, PTPN XII
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PANTAI PAYANGAN Agung Saputra
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 14, No 2 (2016): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v14i2.1965

Abstract

Salah satu tempat wisata alam yang ada di Kabupaten Jember adalah Pantai Payangan. Pantai Payangan bagi kalangan wisatawan local dan mancanegara seperti surga dunia karna menyuguhkan berbagai panorama keindahan yaitu adanya bukit kecil yang menjorok ke laut yang mengimpun beragam flora dan fauna khas tropis dan adanya peninggalan sejarah berupa Goa Jepang. Tetapi pada kenyataannya kondisi di Pantai Payangan sangat memprihatinkan terkait pengelolaan lingkungan hidupnya. Mulai dari banyaknya sampah yang berserakan di sembarang tempat, tidak adanya tempat pemilahan sampah dan diperparah lagi dengan tidak adanya papan himbauan bagi para wisatawan untuk tidak membuang sampah disembarang tempat. Dan tidak adanya tanggung jawab dari Pemerintah Kabupaten Jember dalam pengelolaan di Pantai Payangan. Hanya dari pihak perorangan saja yang melakukan kegiatan di pantai tersebut seperti kegiatan jasa tempat parkir, tempat warung makan hingga mengelolah bukit. Padahal seharusnya Pemerintah Kabupaten Jember melakukan kewajibannya dalam hal kepariwisataan sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat ( 1 ) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dijelaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali. Dan pasal 6 huruf c Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dijelaskan Tugas Pemerintah Daerah yaitu memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah. Pantai Payangan berlokasi di Dusun Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. Dari pembahasan ini maka Pemerintah Kabupaten Jember wajib melaksanakan kewajiban dan tugasnya dalam hal pengelolaan dan pelestarian wisata alam di Kabupaten Jember khususnya Pantai Payangan. Karna jika Pantai Payangan dikelolah oleh Pemerintah Kabupaten Jember dapat menambah PAD Jember.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM BENTUK REHABILITASI Rizal Rizal
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 16, No 1 (2018): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v16i1.2103

Abstract

Perkembangan regulasi anti pencucian uang di Indonesia telah sebanyak 3 (tiga) kali dilakukan penyempurnaan, dan yang terakhir berlaku hingga saat ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam aplikasinya masih menyisakan celah hukum, salah satunya berkaitan dengan pemidanaan terhadap korporasi khususnya pidana tambahan. Pidana tambahan yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) UU PPTPPU belum dapat diaplikasikan secara baik karena penerapan sanksi pidana tambahan terhadap korporasi jarang ditemukan dalam putusan hakim. Selain itu, penjelasan terhadap sanksi pidana tambahan pada Pasal 7 ayat (2) UU PPTPPU tersebut dinyatakan cukup jelas dan tidak ada keterangan lebih lanjut.
PEMBANGUNAN HUKUM ARBITRASE DI BIDANG KONSTRUKSI (Politik Hukum) SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA (Tinjauan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dan Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi) Annisa Mayangsari; Agoes Ary Prasetyo; Rildo Rafael Bonauli
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 18, No 1 (2020): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v18i1.6528

Abstract

In the current Government era where the Construction service industry has developed rapidly with all-round technology, the problem of claims is well known and is a common problem between Service Users and Service Providers in the Implementation of Construction Projects. Service Providers compete to win job tenders. Almost all service providers master technology and the ins and outs of construction services so that the price difference offered by the Service Provider at the time of the tender is no longer related to the difference in the price of goods and wages for a job but they are competing in their work efficiency. Construction service companies look for opportunities to win tenders not in terms of efficiency but in their prudence to see large claims opportunities at the time of the tender. Indonesia has interpreted the claim as a claim / lawsuit, so that the claim is not handled and served well but treated as something scary, therefore the government issued regulations that can regulate dispute resolution. The formation of arbitration is an interesting study of legal politics, given that its application is still an effective and professional problem so that the principles of justice and equality as mandated by Law No. 18/1999. This study requires two studies, namely one, how is the Indonesian Legal Dispute Resolution in arbitration? Second, what is the political understanding of arbitration law and what is its purpose. This study uses normative legal research methods which include research on legal principles. This study basically uses a qualitative method that examines the concept of the legal concept of political arbitration in its formation (legal politics). With the aim of providing an overview of the development of law in Indonesia, especially in the context of arbitration law. The results of this study note that the development of economic law, especially in the regulation of arbitration law tends not to start from the values that exist in society, but is taken from an urgent need at the time of reform even though it is in line with the development of law in the process of legal reform for justice and welfare law for the community, especially for entrepreneurs and business actor.
PEROLEHAN PELEPASAN HAK ATAS TANAH YANG DIKUASAI PEMERINTAH DAERAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN Sulthon Akim
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 9, No 2 (2013): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v9i18.632

Abstract

Proses perolehan hak atas tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah menjadi Hak Guna Bangunan tersebut, baik dalam proses pelepasan melalui Badan Urusan Tanah dan Rumah, maupun selama proses permohonan Hak Guna Bangunan di Kantor BPN, terdapat adanya kelemahan hukum dalam perolehan hak guna bangunan atas tanah yang dikuasai pemerintah daerah diantaranya : Tidak adanya peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah, Tidak terpenuhinya Ketentuan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Yang Dikuasai Oleh Pemerintah Daerah menjadi Hak Guna Bangunan yaitu ketentuan pasal 19 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961, Pasal 37 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan masalah dalam pelaksanaan Tarif, kultur masyarakat yang lebih m mengedepankan hak dari pada kewajiban, dan adanya hambatan dalam melakukan pengaturan, penertiban, dan pengendalian penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh Badan Pertanahan Nasional. bertitik pangkal dari beberapa kelemahan ini mengakibatkan  kedudukan hukum  menjadi  timpang  dan  menimbulkan  banyak  permasalahan terutama jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak guna bangunan.Kata kunci : Pelepasan hak, Kepastian hukum
ANALISA PEMBATALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM Hapti Winursita HR
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 2 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i2.2086

Abstract

Penelitian ini menganalisa tentang prosedur dan lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam hal melakukan pembatalan terhadap Peraturan Daerah serta alasan-alasan atas pembatalan tersebut, khususnya tentang pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Umum. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang pembatalan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri terhadap 3143 Peraturan Daerah seluruh Indonesia termasuk Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pembatalan beberapa pasal dalam Peraturan Daeerah Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum telah sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Metode penelitian dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah beberapa pasal dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri karena pasal-pasal yang dibatalkan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan diatasnya, pembentukannya tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan dan juga adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasal yang mengatur tentang retribusi menara telekomunikasi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah.
EKSISTENSI ASAS LEGALITAS DALAM PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA : SEBUAH KAJIAN DILEMATIS Noor Fatimah Mediawati
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 9, No 1 (2013): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/.v9i17.623

Abstract

Asas hukum merupakan aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Salah satu asas hukum yang sangat terkenal adalah asas legalitas, sebuah asas yang lebih menekankan aspek kepastian hukum. Namun saat dihadapkan dengan persoalan pelanggaran HAM berat, eksistensi asas legalitas harus dibenturkan dengan ketentuan pasal 46 UU Pengadilan HAM. Menjadi dilematis karena asas legalitas masih dilindungi oleh pasal 28I ayat (1) UUD 1945.Kata kunci: Asas hukum, asas legalitas, HAM