cover
Contact Name
Agus Budiharto
Contact Email
phpbun_2006@yahoo.co.id
Phone
+622518313083
Journal Mail Official
deciyantos@yahoo.com
Editorial Address
Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Perspektif, Review Penelitian Tanaman Industri
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Articles 201 Documents
Masalah Kadar Cl Daun Tembakau Virginia pada Tanah Vertisols Bojonegoro RACHMAN, ABDUL
Perspektif Vol 2, No 2 (2003): Desember 2003
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2624.133 KB) | DOI: 10.21082/p.v2n2.2003.56-66

Abstract

Kadar Cl daun yang tinggi dapat menurunkan mutu tembakau. Masalah Cl pernah mencuat tahun 1985 di Sulawesi Selatan dan pada tahun 1988 di Bojonegoro dan Jombang. Akhir-akhir ini untuk tanah Vertisol Bojonegoro masalah Cl ini masih dipersoalkan. Sifat tanah Vertisol Bojonegoro, berkadar Hat tinggi dan berlahan datar, memberi peluang tanah berkadar Cl tinggi. Hubungan kadar Cl tanah dengan kadar Cl daun bersifat linier dengan persamaan y = 0,1297 + 0,0128 x (R2 = 0,98), dimana x = ppm kadar Cl tanah, y â–  % kadar Cl di daun bawah. Apabila kadar Cl daun tetinggi yang diperbolehkan 1%, maka kadar Cl tanah tidak boleh melampaui 68 ppm. Hubungan pemupukan KC1 pada padi pada tanah Vertisol, Bojonegoro, selama tiga tahun percobaan adalah y = 0,789 + 0,0036 x (R2 = 0,94), dimana x = kg/ha KC1 pada padi, dan y = % kadar Cl di daun bawah. Dengan kadar Cl kritis 1% di daun tembakau, maka dosis pemupukan KCI pada padi tidak boleh melebihi 50 kg/ha Beberapa teknik budidaya telah dicoba untuk menurunkan kadar Cl daun tembakau. Sistem tumpangsari dapat menurunkan kadar Cl daun tembakau. Tetapi karena sangat menurunkan hasil tembakau belum dapat dianjurkan. Peningkatan populasi tanam sampai 60.000 tanaman/ha dan perbedaan bentuk hasil (krosok vs rajangan) tidak berpengaruh pada kadar Cl daun tembakau. Tembakau ajangan Virginia menyusun 12% dari blending tembakau untuk rokok kretek. Blending tembakau diharapkan dapat mengurangi pengaruh jelek dari tembakau Bojonegoro yang berkadar Cl tinggi. Saran yang dapat diajukan adalah agar tidak menggunakan pupuk mengandung Cl tinggi secara langsung pada tanaman tembakau. Penggunaan pupuk KCI pada padi dibatasi paling tinggi 50 kg/ha. Perlu pemetaan daerah berdasar kadar Cl daun, untuk mengetahui penyebaran masalah Cl. Pada tanaman padi sumber pupuk kalium alternatip dapat digunakan pupuk ZK. Saran lain adalah perlu dicoba penggunaan bahan organik dan gipsum untuk memperbaiki sifat infiltrasi tanah, perlu dilihat pula pengaruh angkutan panen terhadap kadar Cl tanah, diukur pula kadar Cl air hujan dan air irigasi, serta pemetaan kadar Cl tanah dan daun tembakau pada lahan berkadar Hat tinggi (lebih 35 % Hat) dengan kemiringan < 1 %. Kata kunci Nicotiana tabacum, tembakau, Virginia, rajangan, Cl, Vertisols
Prospect of Genetics Improvement of Physic Nut (Jatropha curcas L.) HASNAM, .
Perspektif Vol 10, No 2 (2011): Desember 2011
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v10n2.2011.%p

Abstract

The development of physic nut in Indonesia is hampered by technological obstacles, limited infrastructure, and institutional constraints. Limited radiation, due to shading, exeside or lock of rainfall, nutrient deficiencies, and various changes in environmental condition results in variation in male to female flower ratio and alteration of reproductive system that lowers plant productivity. The crop productivity is too low and costly to manage physic nut plantation commercially. The potential of Jatropha curcas L. has not yet been realized. One of the reasons is the lack of high yielding varieties with high oil content. As an often cross pollinated crop, the following methods can be employed to exploit its genetic variation such as : (a) mass selection, (b) utilization of hybrid and  inter-specific hybridization, (c) recurrent selection, and (d) molecular breeding. Assessment of superior genotypes, exploitation of heterosis effect, utilization of inter-specific hybridization, and application of genetic transformation through agro-bacterium vector mediated or particle shooting will bring in the increase in yield and oil traits.Keywords: Jatropha curcas L., environment, selection, yield, plus tree, molecular, genetic transformation, agro-bacterium vector, particle shooting.
SINTESIS DAN POTENSI APLIKASI LIPIDA TERSTUKTUR BERBASIS MINYAK KELAPA DAN MINYAK KELAPA SAWIT UNTUK INDUSTRI PANGAN FUNGSIONAL /Synthesis and Potential Applications of Coconut and Palm Oils Based Structured Lipid for Functional Food Industry Nurhasanah, Siti; Hariyadi, Purwiyatno; Wulandari, Nur; Munarso, Joni
Perspektif Vol 16, No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (695.798 KB) | DOI: 10.21082/psp.v16n2.2017.111-121

Abstract

Berkembangnya teknologi proses pengolahan pangan berdampak pada kebutuhan lipida dengan sifat khusus untuk diaplikasikan pada produk tertentu. Sifat lipida alami belum tentu sesuai dengan kebutuhan industri, baik dari segi sifat fisikokimia, gizi, maupun sifat fungsional lain yang diinginkan.  Karena itu, perlu dilakukan modifikasi untuk membentuk lipida dengan nilai tambah tertentu. Salah satunya melalui modifikasi stuktur molekuler lipida; yaitu untuk menghasilkan lipida terstruktur (structured lipids, SL). Lipida terstrukturadalah lipida yang termodifikasi, dengan penambahan dan/atau pengaturan posisi asam-asam lemak pada kerangka gliserolnya untuk tujuan menghasilkan lipida dengan nilai tambah sesuai aplikasinya.  Perbedaan jenis dan posisi asam-asam lemak pada kerangka gliserol akan menentukan sifat kimia, fisika, biokimia lipida dan fungsionalnya yang berpotensi memberikan nilai tambah tertentu. Sintesis SL dengan interesterifikasi secara kimia maupun enzimatis memungkinkan potensi aplikasi yang lebih luas, khususnya untuk industri pangan fungsional. Saat ini telah beredar di pasaran produk SL dengan nilai tambah tertentu; misalnya mudah diserap tubuh, kandungan kalori lebih rendah, dan mempunyai komposisi asam lemak mirip dengan lemak ASI untuk formulasi makanan bayi.  Minyak kelapa dan kelapa sawit sebagai hasil perkebunan, yang masing-masing memiliki keunggulan kaya asam lemak rantai menengah dan kaya asam lemak tak-jenuh merupakan bahan bakupotensial untuk pengembangan SL dengan nilai tambah khas.Pembuatan SL sesuai dengan kebutuhan industri pangan fungsional ini dapat meningkatkan daya saing produk perkebunan dalam pasar dunia. Hilirisasi riset perlu dikembangkan agarmampu menghasilkan inovasiyang dapat diaplikasikan di industri, yang melibatkan komitmen pemerintah maupun pelaku usaha.  ABSTRACTThe growth of process technology in food processing affecting the needs of lipid with special characteristics for specific products. The characteristic of natural lipid is not always suitable with industry requirement, either from its physicochemical characteristic, nutrition, or from other desirable functional characteristics. Therefore it is necessary to develop modification technique to produce lipid with desirable added value, such as generating structured lipids (SL). Structured lipids is modified lipid, with the addition and/or arrangement of the fatty acid position on its glycerol backbone.The difference of types and positions of fatty acids on glycerol backbone will determine the chemical, physical, biochemical characteristic and the functionality of the lipid. Structured lipids synthesed by chemical or enzymatic interesterification will potentially have broader potential of applications, especially for functional food industry. Currently, SL products with several added values, such as more easily absorbed, lower calorie content, or having fatty acid composition similar to that of breastmilk lipid for baby food formulation, have been introduced in the market. Coconut oil and palm oil are, respectively, known to be rich in medium saturated fatty acid and unsaturated fatty acids. Both oil are potential to be used for development of SL. Structured lipids production suitable for functional food industry could increase the competitiveness of coconut and palm oil as plantation comodities in world market. Downstream policy research by promoting research and development toward industrial application is needed, involving commitment from government and private sectors. 
Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya SUBIYAKTO, SUBIYAKTO
Perspektif Vol 8, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (867.701 KB) | DOI: 10.21082/p.v8n2.2009.%p

Abstract

ABSTRAKMahalnya harga pestisida kimia dan dampak negatif penggunaan pestisida kimia  merupakan masalah penting dalam pengendalian hama tanaman. Oleh karena itu perlu dicari pestisida alternatif untuk mensubstiusi pestisida kimia. Pestisida alternatif tersebut harus efektif, mengurangi pencemaran lingkungan, dan harganya relatif murah. Pestisida nabati  seperti Ekstrak Biji Mimba (EBM) dapat digunakan sebagai  alternatif.  EBM dapat berperan sebagai larvisida dan ovisida, menghambat perkembangan  larva,  memperpendek  umur  imago, dan mengurangi fekunditas. EBM sudah dicobakan antara lain untuk mengendalikan hama pada tanaman kapas, tembakau, kedelai, jeruk, dan sayuran. EBM menyebabkan kematian pada ulat jarak Achaea janata 78,9-100%. EBM yang dikombinasikan dengan biopestisida Helicovera armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) untuk mengendalikan  ulat  kapas Helicoverpa sp dapat mengurangi biaya pengendalian hama sampai 63,4%. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan EBM adalah daya bunuhnya lambat, berbeda dengan pestisida    kimia.    Strategi pengembangan pestisida nabati ke depan adalah perlu sosialisasi penggunaan pestisida nabati EBM kepada petani melalui Sekolah Lapang.Kata kunci: Azadirachta indica L., ekstrak biji mimba, pestisida nabati, poten-si, kendala, strategi pengembangan. ABSTRACTNeem  Seed  Extract  as  a  Botanicals  Pesticide: Potency, Problem, and Strategy for  Its Develop-mentA hight cost  of pesticide and effect of chemical pesticide are the main problems  in pest control. Alternative pesticide should be found to substitute chemical pesticide. It is should be effective, reducing polution, and economic. The use of botanicals pesticide with a extraction method for production might be an alternative method. Based on this study, Neem Seed Extract (NSE) can be used as botanicals pesticide. NSE acted as a larvicide and an ovicide. NSE acted as a larvicide that delayed larval development, shorthened adult longivity, and decreased fecundity. NSE acted as an ovicide that decreased precentage of eggs hatching. NSE caused motality for castor oil worm Achaea janata 78.9-100%.  NSE  can  be  combined  with  Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) and  can reduce cost of pest control until 63.4%.  NSE had been used by stakeholders and they interested to using it. The strategy of botanicals pestiscide development can be done by Farmer Field School.Key words: Azadirachta indica L., Neem Seed Extract, botanicals pesticide, potency, problem, strategic for development
PERMASALAHAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PALA BERBASIS EKOLOGI The Problem of The Development and Technology Inovation of Ecology-Based Nutmeg Cultivation Rosman, Rosihan
Perspektif Vol 19, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (603.688 KB) | DOI: 10.21082/psp.v19n1.2020.53-62

Abstract

Nutmeg is one of the spice crops in Indonesia. The economical value of nutmeg is a fruit, seed, and fully. Besides, the distillation process produced essential oil. The increasing need for products from nutmeg plants and as a source of foreign exchange for the country makes nutmeg plants one of the plants that need attention. But, in its development, there are several problems. The problem of the nutmeg plant is the low quantity and quality of the product. It will cause a low of the competitive and added value of nutmeg. The problem of nutmeg was caused by a mix of type of nutmeg, aflatoxin, management plants which have not optimal and sex ratio. Therefore, needed an effort for that problem. Efforts can be made is to improve existing cultivation technology, based on site-specific ecological conditions, starting from land suitability and climate conditions, selection of varieties (superior varieties), and crop management (planting, maintenance to harvest, and post-harvest). This paper discus efforts to improve ecological-based technologies needed to support the development of nutmeg in Indonesia.ABSTRAK Tanaman pala (Myristica fragrans HOUTT) merupakan salah satu tanaman rempah Indonesia. Nilai ekonomi dari tanaman pala adalah buah, biji dan fuli. Selain itu, melalui proses destilasi dihasilkan minyak atsiri. Meningkatnya kebutuhan akan produk dari tanaman pala dan sebagai sumber devisa negara, menjadikan tanaman pala merupakan salah satu tanaman yang perlu mendapat perhatian. Namun dalam pengembangannya terdapat beberapa permasalahan. Permasalahan pada pala hingga saat ini adalah rendahnya produksi dan kualitas. Rendahnya produksi dan kualitas, bila dibiarkan akan menyebabkan rendahnya daya saing dan nilai tambah pala Indonesia. Penyebab dari rendahnya produksi adalah pengelolaan tanaman yang belum optimal dan masalah sex ratio, sedangkan kualitas pala Indonesia disebabkan bercampurnya berbagai jenis/type pala dan adanya aflatoxin. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan berbagai upaya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki teknologi budidaya yang ada, berbasis pada kondisi ekologi spesifik lokasi mulai dari kondisi kesesuaian lahan dan iklim, pemilihan varietas (varietas unggul) dan pengelolaan tanaman (penanaman, pemeliharaan hingga panen dan pasca panen). Tulisan ini membahas tentang upaya perbaikan teknologi berbasis ekologi yang diperlukan untuk mendukung pengembangan pala di Indonesia.
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp. Secara Terpadu DARWIS, MICHELLIA
Perspektif Vol 5, No 2 (2006): Desember 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.134 KB) | DOI: 10.21082/p.v5n2.2006.%p

Abstract

ABSTRAKSexava   spp  (Orthoptera:  Tettigonidae)  terdiri  dari beberapa   spesies,   merupakan   hama   utama   pada tanaman   kelapa.   Serangan   berat   hama   Sexava menyebabkan  pelepah  daun  menjadi  gundul  dan mematikan kelapa. Masalah hama Sexava spp kembali menarik perhatian melalui berita di media masa yang menyatakan   outbreak   serangan   Sexava   spp   pada Triwulan I tahun 2004  menimbulkan 13.000 ha areal kelapa   rusak   berat   di   Kabupaten   Sangihe   dan Kabupaten  Talaud.  Produktivitas  kelapa  menurun drastis 50%   lebih   dengan   rataan 0,4 -0,5   ton kopra/ha/th.  Teknologi pengendalian sudah cukup tersedia,  dan  secara  teoritis  peluang  hidup  hama Sexava spp hanya 14%, sisanya 86% sudah terkendali dengan   sendirinya.   Masih   terjadinya   outbreak serangan hama Sexava spp memberi gambaran bahwa keseimbangan   padat   populasi   dengan   berbagai komponen   pengendalian   belum   dapat   mengatasi serangan Sexava spp. Komponen pengendalian yang dapat   dilakukan   adalah   kultur   teknis,   mekanis, penggunaan   tanaman   sela,   pemanfaatan   agensia hayati, peraturan karantina, dan insektisida. Upaya pengendalian yang relatif baru dikembangkan adalah pemanfaatan agensia hayati cendawan entomophatogen ‘’Metabron’’ (Metarrhizium yang diisolasi dari Brontispa). Salah satu keuntungan agensia hayati adalah  dapat  berkembang  biak  dengan  sendirinya, persisten  dalam  waktu  yang  lama  pada  keadaan lingkungan yang kondusif. Diharapkan peranannya bukan hanya sebagai ‘’biological control’’ tetapi juga menjadi senjata biologi atau ‘’biological weapons’’, yang dapat   mencegah   outbreak   serangan Sexava  spp. Tingkat mortalitas yang disebabkan oleh Metabron sangat tinggi, dengan konsentrasi 5 x 105 konidia/µl efektif menyebabkan mortalitas sebesar 90,25% nimfa, dan   86,26% imago Sexava spp. Dalam upaya pengendalian hama Sexava spp, sebaiknya memanfaatkan semua komponen teknologi yang tersedia dan mengacu  pada  sistem  pengendalian hama  secara terpadu. Hasil kerja sama Balitka dengan COGENT, tiga  komponen teknologi yaitu; pemanfaatan benih unggul,   diversifikasi   produk, serta   pemanfaatan tanaman   sela   dan   ternak,  dapat meningkatkan pendapatan  dan  kesejahteraan  petani.  Untuk  mencegah outbreak hama Sexava spp., ketiga  komponen pengendalian  tersebut  dapat  diintegrasikan  dengan komponen pengendalian lainnya yang sudah tersedia, melalui  kerjasama dengan instansi lainnya.Kata Kunci: Kelapa, Cocos nucifera, hama, Sexava spp, outbreak, pengendalian terpadu. ABSTRACTControlling Sexava spp through integrated pest managementSexava spp consists of several species, is a major pest of coconut palm. Heavy infestation of this pest may cause serious damage on coconut leaves, and may kill the trees. It was reported that in the districts of Sangihe and Talaud, North Sulawesi, on the first quarter of 2004, approximately 13.000 ha of coconut farms were seriously attacked by Sexava spp. The productivity of small holders coconut farm decreased up to 0.4 - 0.5 ton  copra/ha/year.  Several  programs  to  control Sexava  were  carried out and the technology to control Sexava is available. Theoritically the life probability of Sexava spp  is only 14%, approximately 86% can be controlled automatically. To control Sexava spp., six methods have been introduced, namely : cultivation technology,    mechanical    system,    intercropping, biological control, quarantine system and insecticide application. The newest inovation on biological control was    using    entomophatogen    fungus    called; ‘’Metabron’’ (Metarrhizium isolated from Bronstispa). It is effective to control Sexava spp on coconut. One of the benefits   of   this   biological   agent   was   it   could automatically   and   continuously   grow   in   a   long periode,   in   a   good   treatment   and   condusive circumstance. Hopefully, the role of  Metabron was not only  as  biological  control,  but  also  as  biological weapon against Sexava spp pest. The mortality caused by Metabron was very high. At the concentration of 5 X 105  conidium/µl, effective  it was effective to cause 90,25% nymph mortality and 86,25% imago mortality. On the program of Sexava spp management all of technology   components   should   be   practiced   and suitable with integrated pest management system. In the joint program between Coconut Research Institute and  COGENT,  three  component  technologies  were applied, namely the use of resistant variety, product diversification, and intercrops plus animal husbandry. It was found that the treatments were able to increase farmers’ income and prosperity significantly. To solve the problem of Sexava spp in small holder coconut farms in Sangihe and Talaud, those three components should   be   integrated   with   other   components mentioned above. The intensive coordination amongst related institutions  are needed to make the program effetive and useful.Key Word: Coconut, Cocos nucifera L., pest,  Sexava spp, outbreak, integrated pest management.
Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia SUPRIADI, HANDI; PRANOWO, DIBYO
Perspektif Vol 14, No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1103.368 KB) | DOI: 10.21082/p.v14n2.2015.135-150

Abstract

ABSTRAKKeterbatasan lahan pertanian mendorong masyarakat/ petani membuka lahan baru di kawasan hutan, dengan cara menebang dan membongkar tanaman hutan serta membakar sisa-sisa tanaman dan semak belukar, akibatnya lahan menjadi kritis. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penerapan sistem agroforestri berbasis kopi. Agroforestri berbasis kopi yang sudah dikembangkan petani berperan dalam : (1) Konservasi lahan, air dan keanekaragaman hayati, (2) Penambahan unsur hara lahan, (3) Pengendalian iklim mikro, (4) Penambahan cadangan karbon (5) Menekan serangan hama dan penyakit dan (6) Peningkatan pendapatan petani. Agroforestri berbasis kopi telah dipraktekkan oleh petani pada berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya di Lampung Barat (pola hutan kemasyarakatan dan hutan desa), Jawa Barat dan Jawa Tengah (pola pengelolaan hutan bersama masyarakat). Tantangan/masalah yang dijumpai pada agroforestri berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat pengetahun petani tentang budidaya agroforestri berbasis kopi yang masih rendah, (2) Terbatasnya modal usaha dan (3) Ketidakpastian status lahan usaha. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilalukan melalui pelatihan dan pendampingan teknologi budidaya, bantuan modal usaha dan kepastian hukum status lahan. Pengembangan agroforesti berbasis kopi diarahkan pada dikawasan hutan milik Perum Perhutani, hutan kemasyarakan (HKm) dan hutan desa (HD) yang luasnya masing-masing 2.250.172; 2.500.000 dan 500.000 ha. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran agroforestri berbasis kopi terhadap lingkungan, dan ekonomi petani serta prospek pengembangannya di Indonesia.Kata kunci: Tanaman kopi, agroforestri, tanaman penaung, lingkungan, pendapatan, pengembanganABSTRACTProspects of Agroforestry Development Based on Coffee in IndonesiaLimitations of agricultural land to encourage people/ farmers open up new land in forest areas, by felling tree forests and forcing open plants and burning the remains of plants and shrubs as a result of land being serious critical. One effort to over come the problem is through the implementation of a coffee-based agroforestry systems. Role-based on agroforestry coffee farmers that have been developed, by farmers involve on (1) Conserve land, water and biodiversity, (2) Add of nutrients lands, (3) Control of microclimate, (4) Add of carbon stocks (5) Suppress pests and diseases, and (6) Enhancement to the income of farmers. Coffee-based agroforestry has been practiced by farmers in various regions in Indonesia, including in West Lampung (patterns of community forestry and forest villages), West Java and Central Java (forest management with communities). Challenge/problems encountered in the coffee-based agroforestry include (1) The level of knowledge of farmers on the cultivation of coffee-based agroforestry still low, (2) Lack of venture capital and (3) The uncertainty of the status of business land. Efforts to overcome these problems can through training and mentoring cultivation technology, venture capital assistance and legal certainty of land status. Development direction of coffee-based agroforestry can be done conduct of region-owned Perum Perhutani, community forestry (CF) and village forest (VF) which covers each 2.250.172; 2.500.000 and 500.000 ha. This paper aims to identify the role of coffee-based agroforestry on the environment, and the economy of farmers and development prospect in Indonesia.Keywords: Coffee sp., agroforestry, shade plants, environment, income, development
Control of Cocoa main pest (Conomorpoha cramerella and Helopeltis spp.) Using Botanical Pesticide and Biological Agents SISWANTO, .; KARMAWATI, ELNA
Perspektif Vol 11, No 2 (2012): Desember 2012
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v11n2.2012.%p

Abstract

One of the causes of cacao low productivity in Indonesia is pests attack on the cacao plantation. There are many types of pests and diseases attacking the cacao trees, however, major pest on cacao plantation in Indonesia include cacao fruit borer (Conopomorpha cramerella) and fruit sucker ladybugs (Helopeltis spp.). To control these pests, farmers generally use chemical insecticides that have negative impacts on the environment. One effort to reduce the negative impacts in pests control is by using botanical pesticides and biological agents, such as parasitoids, predators, and pathogens that are friendly to the environment. The botanical pesticides that can be used to control cacao fruit borer (CFB) and Helopeltis spp. are tobacco, betel forest, neem, yam, anona, gliricidea, jatropha, suren, and tithonia. Entomopathogenic fungi potential to control CFB are B. bassiana, Spicaria sp., Fusarium sp., Verticilium sp., Acrostalagmus sp., Penicillium sp., and Paecilomyces fumosoroseus, while effective fungi to control Helopeltis spp. are B. bassiana and Spicaria sp. This paper describes some aspects related to major cacao pests (such as C. cramerella and Helopeltis spp.) and control effort that is environmentally sound.Keywords: cacao, C. cramerella, Helopeltis spp., botanical pesticides, biological agents
URET PADA TANAMAN TEBU DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN Siswanto, .; Sumanto, .; Soetopo, Deciyanto
Perspektif Vol 15, No 2 (2016): Desember, 2016
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (27435.879 KB) | DOI: 10.21082/psp.v15n2.2016.110-123

Abstract

AbstrakUret atau lundi merupakan hama endemis di berbagai wilayah tebu di Indonesia, terutama pada lahan kering dengan kandungan tanah dominan berpasir. Akibat serangan uret pada pertanaman tebu sering menyebabkan kehilangan  hasil gula cukup besar, yakni mampu menurunkan hasil gula hingga 50 % per ha. Di Indonesia tercatat ada 30 spesies uret, dan empat genera di antaranya berpotensi sebagai hama tebu yaitu Lepidiota, Leucopholis, Phyllophaga dan Apogonia, dan spesies Lepidiota stigma paling dominan di berbagai wilayah pengembangan tebu yang menghadapi masalah uret. Hampir semua Negara produsen gula tebu mengalami kendala serangan uret dalam usahatani tebunya, tetapi genus dan spesies uret yang menyerang umumnya berbeda di setiap Negara.  Strategi pengendalian uret di berbagai negara, sebagaimana halnya pengendalian hama dan penyakit saat ini lebih mengarah pada keamanan lingkungan dan kesehatan, yakni mengusahakan seminim mungkin penggunaan insektisida kimiawi sintetis dengan memadukan berbagai teknik pengendalian yang efisien, efektif dan kompatibel. Karena itu berbagai kegiatan penelitian dan pengendalian uret difokuskan pada pengembangan varietas toleran, pemanfaatan musuh alami, tindakan kultur teknis, serta cara mekanis dan fisik, yang kompatibel satu sama lain melalui konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).   Hasil penelitian penting terkait, antara lain:(1) Klon tebu toleran serangan uret di Indonesia PS862 dan Kenthung (khususnya L. stigma:), di Philipina klon CP29116,  di Thailand, varieties Uthong 3 dan K 88-92, (2) Entomophatogen serangga potensial pengendali uret: jamur Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana, nematode Steinernema sp. Implementasi strategi pengendalian uret ramah lingkungan mendukung program pertanian berkelanjutan akan efektif bila diselaraskan dengan karakter biologi hama, sarana prasarana pengembangan perbenihan dan pengendali hayati, cukup memadainya pemahaman tentang pengendalian hama terpadu baik petani maupun para pengambil kebijakan terkait usaha tani tebu.Kata Kunci : Tebu, uret, pengendalian, pertanian berkelanjutanAbstract          White grubs are endemic pest in sugarcane plantation of Indonesia, mainly on the sandy loam dry land.  The pest attack would cause up to 50%  loss of yield  in a ha.  In Indonesia there are 30 species of grubs related to sugarcane plantation, while four of them dominantly are Lepidiota, Leucopholis, Phyllophaga dan Apogonia, but the species of Lepidiota stigma is the most dominant in the plantation which usually have severe  problem on grubs infestation. Most of sugarcane producing countries are undergone the grubs problem in their plantation though in different genus or species. In the decade, the grubs control to be developed in some countries are directing to friendly environment strategy supporting sustainable agricultural development, by minimizing the use of chemical insecticides.  Therefore research and development for the grubs control in Indonesia are also focusing on these strategy such as the development of tolerant varieties/klones,the use of natural enemies, cultivation methods, as well as mechanize and physical control methodes. Research results showed (1) PS862 and Kenthung klones are tolerant to L. stigma, (2) Entomophatogenic agents such as Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana, Steinernema sp. To implement the strategy of friendly environment control supporting sustainable agricultural program would be effective by understanding the biological character of grubs, development infrastructure for superior seeds and biological control agents, empowering farmer and policy makers concerning  sugarcane plantation.Keyword: Sugarcane, whitegrubs, control strategy, sustainable agriculture
Pengelolaan Perbenihan Nilam Untuk Mencegah Penyebaran Penyakit Budok (Synchytrium pogostemonis) WAHYUNO, WAHYUNO
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.672 KB) | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman nilam (Pogostemon cablin) adalah tanaman penghasil minyak patchouli yang banyak diperlukan dalam industri parfum. Indonesia merupakan negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia.  Tanaman nilam telah tersebar luas di 12 propinsi di Indonesia, dengan  penghasil  utama  propinsi  Nanggroe  Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tanaman nilam bukan tanaman asli Indonesia, jarang membentuk bunga, dan keragaman genetik yang ada di Indonesia sempit.  Perbanyakan secara vegetatif dengan menggunakan setek pucuk atau setek batang merupakan cara perbanyakan nilam yang utama di Indonesia.  Kekeringan dan gangguan OPT merupakan kendala  yang  banyak  dijumpai  di  sentra  produksi nilam. Akhir-akhir ini penyakit budok yang disebabkan oleh cendawan Synchytrium pogostemonis banyak ditemukan di sentra produksi  nilam di Indonesia. Usaha untuk mengembangkan teknologi pengendalian terhadap S. pogostemonis sedang dilakukan dalam dua tahun terakhir ini. Karakteristik S.  pogostemonis  yang  mempunyai  struktur  bertahan yang kuat dan mudah tersebar melalui benih nilam menjadi perhatian dalam usaha menekan kehilangan hasil  akibat  serangan  S. pogostemonis. Pengelolaan perbenihan yang tepat merupakan cara yang paling efektif untuk menekan penyebaran S. pogostemonis  dan pencemaran  ke  daerah  penanaman  nilam  lainnya, diikuti dengan sertifikasi perbenihan dan pemantauan lalulintas benih.Kata kunci: Penyakit budok, Pogostemon cablin,Synchytrium pogostemonis, perbenihan, penyebaran ABSTRACTNursery Management of Patchouli for Inhibit Synchytrium pogostemonis DistributionPatchouli (Pogostemon cablin) is important patchouli oil producing  plant  that  mostly  needed  for  parfume industries. Indonesia is the bigest patcholi oil producing country. The plant is widely cultivated in Indonesia over 12 provincies, with the main producer areas  mainly  in  Nanggroe  Aceh  Darusalam,  North Sumatera, West Sumatera, Bengkulu, West Java and Central Java.  The patchouli is not Indonesia origin, and sexual reproduction structure is rarely formed in Indonesia.   Therefore   the   genetic   diversity   of   the patchouli in Indonesia is narrow. Young vein cutting and  stem  cutting  are  common  mass  propagation method for this plant in Indonesia. Drought and the occurennce of insect pests and diseases are the main constraint   in   patchouli   cultivation   in   Indonesia. Recently,   a   disease   namely   budok   caused   by Synchytrium  pogostemonis  an  obligate  plant  parasite fungus  is  reported  widely  distributed  in  patchouli cultivation centre areas in Indonesia. Attempts to find effective control measures of the disease has just been conducted in the last two years. Thus only limited informations on the fungus has been obtained up to present. The fungus has winter spore state that leads the fungus organ persist in the soil, and still viable for a long period. The existence of the winter spore should be  main  focus  in  reducing  yield  lost  due  to  S. pogostemonis infection. Proper in seedling preparation and handling are considered the best way to inhibit S. pogostemonis  distribution  and  contaminating  budok disease   free   areas.   Improvement   in   pogostemon seedling   preparation   procedure,   and   statutory   in seedlings transportation are considered the best way to delimit of budok disease impact in the present time; then  followed  by  seedling  certification,  and  stricly quarantine monitoring also supose to be intensively carried out immediately.Keywords:  Wart  disease,  Pogostemon  cablin,  Synchy-trium pogostemonis, nursery, spreading

Page 1 of 21 | Total Record : 201