cover
Contact Name
Fenny Sumardiani
Contact Email
jurnallitbang@gmail.com
Phone
+6285712816604
Journal Mail Official
jurnallitbang@gmail.com
Editorial Address
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jalan Salak No.22, Bogor 16151 E-mail : jurnallitbang@gmail.com Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISSN : 02164418     EISSN : 25410822     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian pertanian pangan hortiikultura, perkebunan, peternakan, dan veteriner yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian dan atau ketentuan kebijakan, yang ditujukan kepada pengguna meliputi pengambil kebijakan, praktisi, akademisi, penyuluh, mahasiswa dan pengguna umum lainnya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif serta bertujuan memberi informasi tentang perkembangan teknologi pertanian di Indonesia, pemanfaatan, permasalahan dan solusinya. Ruang lingkupnya bahasan meliputi bidang ilmu: pemuliaan, bioteknologi perbenihan, agronomi, ekofisiologi, hama dan penyakit, pascapanen, pengolahan hasil pertanian, alsitan, sosial ekonomi, sistem usaha tani, mikro biologi tanah, iklim, pengairan, kesuburan, pakan dan nutrisi ternak, integrasi tanaman-ternak, mikrobiologi hasil panen, konservasi lahan.
Articles 221 Documents
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK SEBAGAI ALTERNATIF PILIHAN PERBANYAKAN BIBIT KAKAO Limbongan, Jermia
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 32, No 4 (2013): Desember 2013
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v32n4.2013.p166-172

Abstract

Perkembangan area kakao di Indonesia terus meningkat dari tahunke tahun. Produktivitas rata-rata mencapai 625 kg/ha/tahun,meskipun potensinya lebih dari 2.000 kg/ha/tahun. Salah satukendala dalam program revitalisasi perkebunan kakao adalahkekurangan bibit sebanyak 18 juta bibit per tahun. Bibit tanamankakao dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif.Perbanyakan bibit kakao secara vegetatif bertujuan untuk memperolehbibit yang bermutu tinggi, baik kuantitas maupunkualitasnya. Pemilihan teknologi perbanyakan bibit kakao secaravegetatif perlu mempertimbangkan ketersediaan entres, kemampuansumber daya manusia, tingkat keberhasilan sambungan, jumlahkebutuhan bibit, dan ketersediaan fasilitas penunjang. Beberapaalternatif pilihan yang tersedia antara lain teknologi setek, okulasi,sambung pucuk, sambung samping, dan somatik embriogenesis.Teknologi perbanyakan vegetatif yang paling banyak diterapkanpetani kakao adalah sambung pucuk. Teknologi ini mudahdilakukan, bahan-bahan yang digunakan mudah didapat, danbiayanya murah. Keuntungan yang diperoleh dari usaha perbenihankakao mencapai Rp26.250.500 per 10.000 bibit dengan tingkatkelayakan usaha (B/C) 1,4.
Peningkatan Kadar Antosianin Beras Merah Dan Beras Hitam Melalui Biofortifikasi Abdullah, Buang
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 36, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p91-98

Abstract

improving nutritional status of human health. Rice as a staple food for Indonesian community is potential to be increased its nutritional content to produce rice with high vitamin, mineral and/or antioxidant (anthocyanin) which is benefit for human health. Anthocyanin is a compound that produced by plants. Biofortification of rice for high content of anthocyanin was carried out through development of red and black rice through conventional breeding. Bio-fortification is more effective than fortification to combat generative diseases. Two red improved rice varieties were released with high anthocyanin content were released by IAARD, namely Inpari 24 Gabusan as a red rice variety with anthocyanin content of 8 ug/100g and Inpari 25 Opak Jaya as a waxy red rice variety with anthocyanin content of 11 ug/100g. Red rice varieties produced from biofortification are rapidly adopted by farmers and stake-holders. Several number of red and black rice advanced lines having higher anthocyanin content are being tested in the field for their yield trial. These lines could be released as red and black rice varieties that better than the existing varieties. In order to overcome degenerative diseases such as cancer, diabetes, and high blood consuming functional food from bio-fortification would be more efficient than that from fortification, because the important compound which added through bio-fortification is derivative and eternal.Keywords: Red and black rice, anthocyanin, bio-fortification AbstrakBiofortifikasi adalah paradigma baru di dunia pertanian dan merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan gizi masyarakat. Beras yang merupakan makanan pokok di Indonesia dapat ditingkatkan kandungan gizinya melalui program pemuliaan tanaman guna menghasilkan varietas padi yang berasnya mengandung vitamin, mineral, dan/atau senyawa lain seperti antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan. Antosianin dapat dihasilkan oleh tanaman secara alami. Biofortifikasi beras yang mengandung antosianin tinggi telah dilakukan melalui program perakitan varietas padi beras merah dan beras hitam dengan prosedur pemuliaan konvensional. Dua varietas unggul padi fungsional yang mengandung antosianin tinggi telah dilepas yaitu Inpari-24 Gabusan sebagai varietas unggul padi beras merah dengan kandungan antosianin 8 ug/100g dan Inpari-25 Opak Jaya sebagai varietas ketan merah dengan kandungan antosianin 11 ug/100g. Varietas unggul padi beras merah hasil biofortikasi telah berkembang luas di beberapa daerah karena disukai konsumen dan menguntungkan petani. Beberapa galur harapan padi beras merah dan beras hitam yang mengandung antosianin lebih tinggi masih dalam tahap pengujian daya hasil dan multilokasi. Beberapa di antara galur tersebut diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul padi beras merah dan beras hitam yang lebih baik dari varietas yang sudah ada. Untuk mengatasi penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes, dan hipertensi, dengan mengonsumsi pangan fungsional hasil biofortikasi lebih efisien dan lebih efektif dibandingkan dengan pangan hasil fortifikasi karena senyawa penting yang ditambahkan melalui biofortifikasi bersifat diwariskan dan langgeng. Kata kunci: Padi, beras merah, beras hitam, antosianin, biofortifikasi
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN PADA KAWASAN HUTAN TANAMAN RAKYAT Abidin, Zainal
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 34, No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v34n2.2015.p71-78

Abstract

Peningkatan produksi pangan menjadi salah satu target pemerintahdalam RPJM 2015-2019. Selama ini lahan sumber produksi panganutama ialah lahan kering dan lahan sawah yang luasnya terusmengalami penurunan. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yangdicanangkan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya peningkatanproduksi kayu dapat menjadi sumber baru produksi pangannasional. Tanaman pangan dapat ditanam sebagai tanaman sela diantara tanaman kehutanan. Pada kawasan HTR terdapat berbagaifaktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman di antaranyacahaya matahari, ketersediaan air, dan kesuburan tanah. Berkaitandengan hal tersebut, strategi pengembangannya ialah 1) pengembanganvarietas toleran naungan, misalnya untuk padi gogo varietasSitu Bagendit, Batu Tegi, Situ Patenggang, dan Limboto yang mampuberproduksi antara 2,41-4,37 t/ha; kedelai varietas Dena 1 danDena 2 dengan rata-rata hasil 1,69 dan 1,35 t/ha, serta beberapavarietas jagung yang mampu menghasilkan jagung kering pipil 3,9t/ha pada kondisi naungan 60%, 2) pengembangan berbasiskonservasi dengan menerapkan beberapa prinsip di antaranyapembuatan teras, guludan, rorak, pemanfaatan mulsa danpenanaman rumput, 3) pemanfaatan teknologi embung untukmenyimpan air hujan, dan 4) pengembangan terintegrasi denganternak dengan memanfaatkan serasah tanaman pangan untukpakan. Pemanfaatan lahan HTR sekitar satu juta ha (20% dari totalluas HTR saat ini) dapat memberikan tambahan produksi padi 1,5juta ton beras atau 3,9 juta ton jagung pipil atau 1,35 juta ton kedelai.
Capturing The Benefit of Monsoonal and Tropical Climate to Enhance National Food Security Amien, Istiqlal; Runtunuwu, Eleonora
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Although the consumption level is declining with improved economy and living condition, rice remains the staple food in many Asian countries. With annual consumption per capita of more than 100 kg, Indonesia is far higher than Japan, Korea, Taiwan, and Malaysia with around 90 kg but less than the least developed countries in Southeast Asia, Laos and Myanmar that consume around 200 kg. Java the most populous island with about 7% of Indonesian terrestrial territory has long been and is still the national rice basket although its contribution to the national rice production is steadily declining. With population is still growing by 1.30% annually, competition for food, water, and energy will increase. Consequently food prices will rise, more people will go hungry, and migrants will flee theworst-affected regions. Therefore, to cater the national rice demand, alternatives has to be found in outer islands. The geographic position and variable climate of monsoonal and tropical rainfall patterns as well as the availabilityof large swathes of swampy land offer opportunity to evenly spread planting time and hence rice production throughout the year. However, recent rapid development of tree plantations will make it difficult to implement without political will supported with strong policy and appropriate planning. This paper describes the challenges and opportunities in utilizing climate variability to enhance national food security and improve farmers’ welfare.
Penyakit Karat pada Kedelai dan Cara Pengendaliannya yang Ramah Lingkungan Sumartini Sumartini
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 3 (2010): September 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v29n3.2010.p107-112

Abstract

Penyakit karat yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi merupakan penyakit penting pada kedelai. Di Indonesia, penyakit ini telah tersebar di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Pada awalnya, penyakit karat hanya terdapat di Asia sehingga disebut sebagai penyakit karat Asia (Asian rust disease). Namun, akhir-akhir ini penyakit karat telah tersebar luas di seluruh sentra kedelai di dunia. Penyakit karat dapat menyebabkan kehilangan hasil 10–90%, bergantung pada varietas dan kondisi agroklimat setempat. Perkembangan penyakit karat membutuhkan kelembapan tinggi (> 95%) dan suhu optimal untuk proses infeksi, yang berkisar antara 1528OC. Kisaran suhu tersebut umumnya terjadi pada musim kemarausehingga penyakit karat banyak menyerang pertanaman kedelai pada musim kemarau. Penyakit menyebar dengan bantuan angin. Keberadaan tanaman inang selain kedelai berperan penting dalam penyebaran penyakit dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya pada saat tanaman kedelai tidak terdapat di lapangan. Beberapa jenisgulma dari famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang penyakit karat. Di Amerika Serikat, tanaman kudzu (sejenis gulma) merupakan tanaman inang cendawan tersebut pada musim dingin sehingga siklus penyakit akan berlangsung sepanjang tahun. Pengendalian penyakit karat yang ramah lingkungan meliputi penanaman varietastahan serta penggunaan fungisida nabati minyak cengkih, bakteri antagonis Bacillus sp., dan cendawan antagonis Verticillium sp.
PRODUKSI DAN PENGELOLAAN BENIH JAHE PUTIH BESAR (Zingiber officinale var. officinale) MELALUI PROSES INDUSTRI Sukarman .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 32, No 2 (2013): Juni 2013
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v32n2.2013.p76-84

Abstract

Jahe putih besar merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesiadengan area pengembangan pada tahun 2010 mencapai 6.053 hadan kebutuhan benih jahe berupa rimpang 12.106 ton/tahun. Pasarekspor jahe menghendaki kesinambungan pasokan produk denganmutu hasil yang tinggi. Hal ini menuntut penyediaan benih yangberproduktivitas tinggi dengan kualitas produk yang baik. Namun,penyediaan benih bermutu masih menjadi salah satu kendala dalamusaha tani jahe di Indonesia sehingga petani menggunakan benihasalan yang kualitasnya kurang terjamin. Produksi dan pengelolaanbenih jahe dalam skala industri belum umum diusahakan meskipunteknologi produksi benih jahe unggul berkualitas tinggi telahtersedia. Nilai ekonomi industri benih jahe cukup menarik untukpengembangan agribisnis baru. Industri benih jahe dapat dijalankandengan memerhatikan seluruh aspek produksi dan pengelolaan,yang meliputi varietas unggul, teknik perbanyakan, panen, prosesingdan sortasi, perlakuan benih, pengemasan, penyimpanan danpemasaran, dengan pengawasan mutu dan distribusi yang ketat.
Ragam Produk Olahan Temulawak Untuk Mendukung Keanekaragaman Pangan Khamidah, Aniswatul; Antarlina, Sri Satya; Sudaryono, Tri
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 36, No 1 (2017): Juni, 2017
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v36n1.2017.p1-12

Abstract

Temulawak or javanese ginger (Curcuma xanthorrihza Roxb) is a rhizome herb that has medical benefits for increasing appetite and as an anticholesterol, antiinflammatory, antianemia, antioxidant and antimicrobe. Curcuminoid, a yellow substance in temulawak, has many health benefits. Besides for medicine, temulawak is used for food industry material mainly as natural dyes in food. The main components of temulawak are starch (41.45%) and fiber (12.62%). Temulawak also contains essential oils (3.81%) and curcumin (2.29%). Temulawak can be processed into various food products such us dried chips/simplicia (for steeping herbs), flour, instant drink, cookies, sweets, noodles, crackers, stick, cake, dodol and jelly candy. This paper describes composition, benefits, post-harvest handling and a variety of food products of temulawak.Keywords: Javanese ginger, benefits, food product, food diversificationABSTRAKTemulawak (Curcuma xanthorrihza Roxb) termasuk golongan tanaman rempah yang memiliki manfaat untuk meningkatkan nafsu makan dan sebagai antikolesterol, antiinflamasi, antianemia, antioksidan, dan antimikroba. Kurkuminoid sebagai zat utama yang berwarna kuning dalam temulawak diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Selain digunakan untuk pengobatan, temulawak berpeluang dikembangkan dalam industri pangan, terutama sebagai pewarna alami dalam makanan. Komponen terbesar dalam temulawak adalah pati 41,45% dan serat 12,62%. Temulawak juga mengandung minyak atsiri 3,81% dan kurkumin 2,29%. Temulawak dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan pangan, antara lain simplisia, tepung, pati, minuman instan, kue kering, manisan, mi, kerupuk, stek, cake, dodol, dan permen jeli. Makalah ini memaparkan kandungan rimpang temulawak, manfaat, penanganan pascapanen, dan berbagai produk olahan temulawak.Kata kunci: temulawak, manfaat, produk olahan, keanekaragaman pangan 
VIRUS NILAM: IDENTIFIKASI, KARAKTER BIOLOGI DAN FISIK, SERTA UPAYA PENGENDALIANNYA Miftakhurohmah, Miftakhurohmah; Noveriza, Rita
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 34, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v34n1.2015.p1-8

Abstract

Infeksi virus pada tanaman nilam dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas minyak. Sembilan jenis virus diidentifikasi menginfeksi tanaman nilam, yaitu Patchouli mosaic virus (PatMoV), Patchouli mild mosaic virus (PatMMV), Telosma mosaic virus (TeMV), Peanut stripe virus (PStV), Patchouli yellow mosaic virus (PatYMV), Tobacco necrosis virus (TNV), Broad bean wilt virus 2 (BBWV2), Cucumber mosaic virus (CMV), dan Cymbidium mosaic virus (CymMV). Kesembilan virus tersebut memiliki genom RNA, tetapi panjang dan bentuk partikelnya berbeda. Deteksi dan identifikasi berdasarkan bagian partikel virus dapat dilakukan secara serologi dengan teknik ELISA dan secara molekuler dengan RT-PCR. Gejala awal tanaman nilam terserang virus yaitu mosaik atau belang pada daun pucuk dan pada gejala berat tanaman menjadi kerdil. Infeksi virus dapat bersifat tunggal, tetapi ada pula infeksi oleh beberapa virus. Virus menular secara mekanis dan sebagian melalui penyambungan dan vektor. TNV, BBWV2, dan CMV memiliki kisaran inang yang luas, sedangkan virus yang lain inangnya terbatas. Virus nilam umumnya memiliki titik panas inaktivasi dan titik batas pengenceran yang tinggi, sedangkan ketahanan in vitro tidak stabil. Pendekatan terbaik pengendalian virus ialah menggunakan bahan tanaman bebas virus atau tahan virus dan pengendalian vektor. Tanaman bebas virus dapat diperoleh melalui kultur meristem, sedangkan pengendalian vektor dapat menggunakan pestisida nabati atau kimia.
Penggunaan Lahan Kering di DAS Limboto Provinsi Gorontalo untuk Pertanian Berkelanjutan Nurdin .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 30, No 3 (2011): September 2011
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v30n3.2011.p98-107

Abstract

Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliransungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkanlahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budidaya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapansistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana danprasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapansistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidikepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani didaerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, danpengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan keringadalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpangtindih kepentingan.
POTENSI PARASITOID HYMENOPTERA PEMBAWA PDV SEBAGAI AGENS BIOKONTROL HAMA Lina Herlina
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 31, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v31n4.2012.p%p

Abstract

Parasitoid pembawa polydnavirus (PDV) adalah kelompok parasitoid dari famili Braconidae dan Ichneumonidae (ordo Hymenoptera) yang memiliki PDV sebagai simbion obligat dalam saluran reproduksi betinanya. PDV  termasuk dalam grup Polydnaviridae, suatu kelompok virus yang unik, bersifat persisten, dan terintegrasi secara stabil di dalam genom  parasitoid yang menjadi koleganya. PDV berperan dalam membantu mengatasi sistem respons pertahanan inang sehingga parasitisasi oleh parasitoid berhasil. Penelitian PDV pada parasitoid telah lama dilakukan di luar negeri. Identifikasi gen yang memengaruhi sistem imun inang maupun fisiologinya telah mengalami kemajuan yang luar biasa sehinggasangat berpotensi dalam meningkatkan peran parasitoid sebagai agens biokontrol hama. Peran kedua famili dari ordo Hymenoptera tersebut sangat besar sebagai musuh alami pengendali hama penting di Indonesia, namun penelitian terkait parasitoid pembawa PDV maupun PDV itu sendiri masih belum berkembang. Diharapkan, informasi tentang PDV ini akan menumbuhkan ketertarikan para peneliti untuk menggali potensi parasitoid pembawa PDV untuk direkayasa sebagai agens  biokontrol hama.