cover
Contact Name
Sugeng
Contact Email
sugeng@dsn.ubharajaya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.sasana@ubharajaya.ac.id
Editorial Address
Jl. Raya Perjuangan Marga Multa Bekasi Utara Kota Bekasi
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Sasana
ISSN : 24610453     EISSN : 27223779     DOI : https://doi.org/10.31599/sasana
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Sasana adalah sebuah publikasi ilmiah yang dikelola oleh Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Jurnal ini memuat tulisan-tulisan hasil riset, analisa yuridis terhadap sebuah produk perundang-undangan atau kasus hukum, dan studi literatur di bidang hukum. Topik yang paling dominan diperbincangkan dalam jurnal ini adalah isu sektor hukum dan keamanan, negara hukum, demokrasi, reformasi hukum, keadilan sosial, pemerintahan yang baik (good governance), dst.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 251 Documents
AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN ADAT BADUY DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Efrianto, Gatot
Jurnal Hukum Sasana Vol. 5 No. 2 (2019): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.89 KB) | DOI: 10.31599/sasana.v5i2.100

Abstract

Perkawinan adalah peristiwa atau kejadian yang sangat penting dan sakral untuk semua umat manusia. Hukum merupakan aturan yang timbul dan berkembang di tengah masyarakat baik itu masyarakat modern maupun tradisional, yang mempunyai tujuan membentuk dan menciptakan masyarakat yang patuh dan tertib terhadap aturan yang ada. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pengertian hukum adat lebih sering diidentikkan atau dicirikan dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang, kelompok, masyarakat suatu daerah tertentu, namun belum banyak orang, kelompok, masyarakat tersebut yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional yang memang seharusnya diketahui dan dilihat dari ciri Kebhinekaan Bangsa Indonesia. Keterbukaan merupakan salah satu ciri masyarakat hukum adat yang selalu dijunjung tinggi, sehingga setiap perbedaan yang terjadi dalam perkawinan adat biasanya akan diselesaikan secara adat dalam arti secara musyawarah untuk mufakat serta hukum adat adalah hukum pendamping atau pedoman bagi hukum nasional.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN Fatimah, Utari Dewi
Jurnal Hukum Sasana Vol. 5 No. 2 (2019): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.221 KB) | DOI: 10.31599/sasana.v5i2.101

Abstract

Secara normatif permasalahan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi perempuan sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan lainnya, salah satu ciri negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia, akan tetapi dalam implementasinya, kesehatan reproduksi perempuan telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang menimpa perempuan di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat harus mengambil tanggungjawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk mewujudkan pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan, penerapan konsep perlindungan hukum yang bersifat preventif sebagai aspek materil berkaitan dengan perundang-undangan dan kebijakan regulatif dijadikan sebagai suatu penyelesaian permasalahan kesehatan reproduksi, dalam hal ini kaitannya dengan kesehatan reproduksi dengan konsep negara hukum yang berketuhanan, menyangkut kebebasan yang hak sebagai manusia akan tetapi tidak boleh melanggar undang-undang. Sekalipun manusia mempunyai kebebasan untuk menggunakan hak reproduksinya, namun kebebasan itu tidak tanpa batas.
UPAYA MEMANTAPKAN PERATURAN ISBAT NIKAH DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA Rohman, Adi Nur
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.173

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis kedudukan isbat nikah dalam hukum perkawinan Indonesia. Di samping itu, upaya pemantapan pengaturan isbat nikah dalam sistem hukum nasional menjadi perhatian khusus mengingat masih banyak persoalan yang muncul terkait isbat nikah. Permasalahan isbat nikah terlihat layaknya dua sisi koin yang berbeda, satu sisi isbat nikah menghadirkan maslahat dalam proses pengakuan perkawinan yang sah, namun dari sisi tekstual hukum terlihat ruang disharmoni peraturan dalam perundang-undangan perkawinan terkait pencatatan perkawinan. Artikel ini merupakan kajian yuridis normatif yang mengkaji peraturan isbat nikah dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa isbat nikah merupakan perbuatan hukum yang memiliki legitimasi yang cukup kuat dalam hukum perkawinan di Indonesia melalui penetapan pengadilan. Selanjutnya, upaya untuk memantapkan ketentuan hukum isbat nikah menjadi sebuah keharusan di saat masih banyaknya persoalan penafsiran kategorisasi perkawinan yang dapat diajukan isbat nikah.
UPAYA MEMANTAPKAN PERATURAN ISBAT NIKAH DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA Rohman, Adi Nur
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.173

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis kedudukan isbat nikah dalam hukum perkawinan Indonesia. Di samping itu, upaya pemantapan pengaturan isbat nikah dalam sistem hukum nasional menjadi perhatian khusus mengingat masih banyak persoalan yang muncul terkait isbat nikah. Permasalahan isbat nikah terlihat layaknya dua sisi koin yang berbeda, satu sisi isbat nikah menghadirkan maslahat dalam proses pengakuan perkawinan yang sah, namun dari sisi tekstual hukum terlihat ruang disharmoni peraturan dalam perundang-undangan perkawinan terkait pencatatan perkawinan. Artikel ini merupakan kajian yuridis normatif yang mengkaji peraturan isbat nikah dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa isbat nikah merupakan perbuatan hukum yang memiliki legitimasi yang cukup kuat dalam hukum perkawinan di Indonesia melalui penetapan pengadilan. Selanjutnya, upaya untuk memantapkan ketentuan hukum isbat nikah menjadi sebuah keharusan di saat masih banyaknya persoalan penafsiran kategorisasi perkawinan yang dapat diajukan isbat nikah.
FORCE MAJEURE DAN NOTOIR FEITEN ATAS KEBIJAKAN PSBB COVID-19 Sufiarina; Wahyuni, Sri
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.209

Abstract

Wabah Covid-19 sebagai pandemi yang menular secara cepat dan masif. Satu-satunya cara memutus mata rantai penularan melalui pembatasan pergerakan orang. Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 guna melindungi masyarakat. Di sisi lain pemberlakuan kebijakan PSBB Covid-19 justru menimbulkan kesulitan ekonomi bagi beberapa golongan masyarakat. Seperti perusahaan transportasi, pariwisata, hotel, restoran, pedagang harian dan lainnya. Tidak sedikit pula perusahaan yang melakukan PHK atau merumahkan karyawannya. Kesulitan ekonomi membawa akibat pelaksanaan perjanjian yang sebelumnya telah berjalan lancar, tiba-tiba tidak dapat lagi dipenuhi karena debitor mengalami pengurangan atau bahkan kehilangan penghasilan. Berbagai kewajiban berdasarkan perjanjian tidak lagi dapat dipenuhi. Hukum memandang hal yang menyebabkan perjanjian tidak terpenuhi yaitu karena wanprestasi atau karena force majeure. Perlu dikaji apakah PSBB Covid-19 dapat dijadikan force majeure oleh debitor, bagaimaan pembuktian force majeure PSBB Covid-19 mengingat adanya adagium feiten notoir, serta akibat PSBB Covid-19 sebagai force majeure. Untuk mengkajinya dilakukan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan juga pendekatan konseptual terhadap force majeure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSBB Covid-19 tidak melekat secara otomatis pada semua debitor tetapi harus dibuktikan secara personal kepada kreditor. PSBB Covid-19 merupaka force majeure yang relatif dan mengakibatkan suatu ketika kewajiban debitor kembali dapat ditagih kreditor.
FORCE MAJEURE DAN NOTOIR FEITEN ATAS KEBIJAKAN PSBB COVID-19 Sufiarina; Wahyuni, Sri
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.209

Abstract

Wabah Covid-19 sebagai pandemi yang menular secara cepat dan masif. Satu-satunya cara memutus mata rantai penularan melalui pembatasan pergerakan orang. Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 guna melindungi masyarakat. Di sisi lain pemberlakuan kebijakan PSBB Covid-19 justru menimbulkan kesulitan ekonomi bagi beberapa golongan masyarakat. Seperti perusahaan transportasi, pariwisata, hotel, restoran, pedagang harian dan lainnya. Tidak sedikit pula perusahaan yang melakukan PHK atau merumahkan karyawannya. Kesulitan ekonomi membawa akibat pelaksanaan perjanjian yang sebelumnya telah berjalan lancar, tiba-tiba tidak dapat lagi dipenuhi karena debitor mengalami pengurangan atau bahkan kehilangan penghasilan. Berbagai kewajiban berdasarkan perjanjian tidak lagi dapat dipenuhi. Hukum memandang hal yang menyebabkan perjanjian tidak terpenuhi yaitu karena wanprestasi atau karena force majeure. Perlu dikaji apakah PSBB Covid-19 dapat dijadikan force majeure oleh debitor, bagaimaan pembuktian force majeure PSBB Covid-19 mengingat adanya adagium feiten notoir, serta akibat PSBB Covid-19 sebagai force majeure. Untuk mengkajinya dilakukan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan juga pendekatan konseptual terhadap force majeure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSBB Covid-19 tidak melekat secara otomatis pada semua debitor tetapi harus dibuktikan secara personal kepada kreditor. PSBB Covid-19 merupaka force majeure yang relatif dan mengakibatkan suatu ketika kewajiban debitor kembali dapat ditagih kreditor.
EKSISTENSI DAN KEWENANGAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF (LMK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA Sudjana
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.210

Abstract

Kajian ini menganalisis Eksistensi LMK berdasarkan Hukum Hak Cipta, Hukum Badan Usaha, Hukum Perjanjian, dan Kewenangannya menurut Hukum Hak Cipta dan Hukum Pajak sebagai pemotong pajak berkaitan dengan pajak penghasilan. Hasil kajian: (1). Eksistensi LMK berdasarkan Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90 s.d Pasal 93 UU Hak Cipta tidak tegas karena Pasal 89 UU Hak Cipta juga mengakui eksistensi LMKn; Eksistensi LMK sebagai Komisi yang dibentuk Pemerintah (badan publik) tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (2) huruf a UU Hak Cipta yang mensyaratkan bentuk hukum badan usaha nirlaba; Hubungan hukum antara Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan LMK merupakan hubungan keperdataan (Perjanjian Pemberian Kuasa). Namun ketentuan Pasal 91 UU Hak Cipta mengakibatkan eksistensi LMK tidak semata-mata lembaga privat karena ada campur tangan pemerintah; (2). Kewenangan LMK sebagai pemungut royalti menjadi kabur karena UU Hak Cipta juga memberikan kewenangan yang sama terhadap LMKn sehingga membingungkan users dan berpotensi konflik diantara kedua lembaga tersebut; LMK atau LMKn tidak berwenang untuk memotong pajak atas royalti tersebut karena lembaga tersebut adalah penerima kuasa sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pemotong pajak (pihak ketiga) berdasarkan UU No 28 Tahun 2007 jo UU. No 36 Tahun 2008.
EKSISTENSI DAN KEWENANGAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF (LMK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA Sudjana
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.210

Abstract

Kajian ini menganalisis Eksistensi LMK berdasarkan Hukum Hak Cipta, Hukum Badan Usaha, Hukum Perjanjian, dan Kewenangannya menurut Hukum Hak Cipta dan Hukum Pajak sebagai pemotong pajak berkaitan dengan pajak penghasilan. Hasil kajian: (1). Eksistensi LMK berdasarkan Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90 s.d Pasal 93 UU Hak Cipta tidak tegas karena Pasal 89 UU Hak Cipta juga mengakui eksistensi LMKn; Eksistensi LMK sebagai Komisi yang dibentuk Pemerintah (badan publik) tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (2) huruf a UU Hak Cipta yang mensyaratkan bentuk hukum badan usaha nirlaba; Hubungan hukum antara Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan LMK merupakan hubungan keperdataan (Perjanjian Pemberian Kuasa). Namun ketentuan Pasal 91 UU Hak Cipta mengakibatkan eksistensi LMK tidak semata-mata lembaga privat karena ada campur tangan pemerintah; (2). Kewenangan LMK sebagai pemungut royalti menjadi kabur karena UU Hak Cipta juga memberikan kewenangan yang sama terhadap LMKn sehingga membingungkan users dan berpotensi konflik diantara kedua lembaga tersebut; LMK atau LMKn tidak berwenang untuk memotong pajak atas royalti tersebut karena lembaga tersebut adalah penerima kuasa sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pemotong pajak (pihak ketiga) berdasarkan UU No 28 Tahun 2007 jo UU. No 36 Tahun 2008.
PENERAPAN KEDAULATAN RAKYAT DI DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Ofis Rikardo
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.228

Abstract

ABSTRACTElections are a means of implementing the sovereignty of the people regulated in the 1945 Constitution. In the implementation of indirect democracy, a representative democratic system is inevitable, so that elections that uphold direct, public, free, secret, honest and fair spirit are a means of regenerating leadership politics to run the government both at central and regional levels. People as the owner of the highest sovereignty surrender their sovereignty to state institutions such as the President, DPR, DPD, and DPRD through elections. After the change in the 1945 Constitution there was a shift in the regulation of popular sovereignty such as the MPR is no longer the executor of popular sovereignty, the implementation of direct presidential elections by the people, until the emergence of the Constitutional Court that can try and decide the president and vice president to stop in his term of office. All of this is an effort to uphold the people's sovereignty and at the same time to maintain the people's sovereignty based on the 1945 Constitution. Keywords: People's Sovereignty, Elections, 1945 Constitution
PROBLEMATIKA KEWENANGAN MENETAPKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PRAKTIK PERADILAN TINDAK PINDANA KORUPSI Sibuea, Hotma P.; Wijanarko, Dwi Seno; Efrianto, Gatot
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.263

Abstract

Sebagai perbuatan melawan hukum, tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Menurut Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006, wewenang menetapkan kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum seperti tindak pidana korupsi adalah wewenang Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, dalam praktik, instansi yang diminta penyidik untuk menetapkan kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tindakan tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan undang-undang.Dalam hubungan dengan tindakan tersebut, masalah hukum yang hendak diteliti ada 2 (dua) yakni sebagai berikut. Pertama, apakah tindakan BPKP menetapkan kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi sebagai perbuatan melawan hukum dapat dikategorikan tindakan sewenang-wenang? Kedua, apakah tindakan BPKP menetapkan jumlah kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi sebagai perbuatan melawan hukum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sendi-sendi hukum konstitusional pemisahan kekuasaan? Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian adalah yuridis-normatif.Sebagai hasil penelitian, ada 2 (dua) simpulan yakni sebagai berikut. Pertama, tindakan BPKP yang dimaksud di atas adalah tindakan sewenang-wenang. Kedua, tindakan sewenang-wenang BPKP tersebut termasuk pelanggaran sendi hukum pemisahan kekuasaan. Ada 2 (dua) saran yang dikemukakan yakni sebagai berikut. Pertama, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 dan undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 perlu diamandemen. Kedua, dalam kedua undang-undang tersebut perlu ditambahkan ayat atau pasal yang mengatur sebagai berikut “Penetapkan kerugian keuangan negara yang dilakukan badan atau organ selain Badan Pemeriksa Keuangan adalah tidak sah atau batal demi hukum.”

Page 2 of 26 | Total Record : 251