cover
Contact Name
Imam Setyobudi
Contact Email
jurnaletnika.isbibdg@gmail.com
Phone
+6222-7314982
Journal Mail Official
jurnal.budaya.etnika@isbi.ac.id
Editorial Address
Jalan Buah Batu no 212 Bandung.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Budaya Etnika
ISSN : 2549032X     EISSN : 27981878     DOI : -
Jurnal Budaya Etnika merupakan publikasi hasil karya ilmiah yang berkaitan dengan budaya mencakup cipta, karsa, dan karya manusia. Jurnal Budaya Etnika menaruh perhatian pada artikel-artikel hasil kajian mengenai berbagai kebudayaan etnis yang berhubungan dengan seni, religi dan ritual, mitos, media, dan wacana kritis.
Articles 88 Documents
EKSISTENSI SENI PATUNG ARBY SAMAH DARI REALIS KE ABSTRAK Harissman Harissman; Elvis Elvis; Nia Daniati; Yoan Fahira
Jurnal Budaya Etnika Vol 2, No 2 (2018): Momen Kreatif, Ekspresi, dan Keberagaman Etnik
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v2i2.1156

Abstract

ABSTRACT The study was intended to comprehend the tendency of Arby Samah sculpture artwork from a realist to an abstract form, and to discuss the existence of Arby Samah in sculpture artwork until he decided to settle in his hometown of West Sumatra. This study uses qualitative methods namely observation, interviews and documents. the theory used refers to the opinions of Kartodirdjo, Becker, and Zolberg.Arby Samah continued his education at ASRI Yogyakarta in 1953 majoring in sculpture. In 1957 Arby Samah made a sculpture called abstract sculpture, the form of abstract at that time had not yet appeared so Arby Samah was known as a pioneer of abstract sculpture in Indonesia. After graduating from college Arby decided to work as an employee at the Yogyakarta army museum, and worked as a civil servant in Jakarta and returned to West Sumatra's hometown working at the Ministry of Education and Culture. During his time as a civil servant his career as a sculptor began to disappear so Arby Samah in the eyes of his friends was considered lost in the development of sculpture in Indonesia. Keywords: Arby Samah, Experiment, Career, Sculpture.  ABSTRAK Penelitian dimaksudkan untuk memahami kecenderungan Arby Samah berkarya patung dari bentuk realis ke abstrak, serta  membahas eksistensi Arby Samah berkarya patung sampai memutuskan menetap di kampung halamannya Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara dan dokumen. teori yang digunakan merujuk kepada pendapat Kartodirdjo, Becker, dan Zolberg.Arby Samah melanjutkan pendidikannya ke ASRI Yogyakarta tahun 1953 mengambil minat seni patung. Pada tahun 1957 Arby Samah membuat bentuk patung yang dinamakan patung abstrak, bentuk abstrak waktu itu belum muncul sehingga Arby Samah dikenal sebagai pelopor patung abstrak di Indonesia. Setelah metamatkan kuliah Arby memutuskan bekerja pegawai di museum angkatan darat Yogyakarta, dan bekerja sebagai PNS P&K Jakarta dan kembali ke kampung halaman Sumatera Barat bekerja di DEPDIKBUD. Selama menjadi pegawai negeri karirnya sebagai pematung mulai hilang sehingga Arby Samah di mata teman-temannya dianggap hilang dalam perkembangan seni patung di Indonesia. Kata Kunci: Arby Samah, Eksperimen, Karir, Seni Patung
SENI LAGA KETANGKASAN DOMBA GARUT DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL DI DESA CIKANDANG KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT Rijki Hidayatuloh; Wawan Darmawan; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 2 (2019): Artefak Budaya Arkais dan Kontemporer : dari Ulos Hingga Seni Digital
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i2.1120

Abstract

ABSTRAKSeni Laga Ketangkasan Domba Garut merupakan seni tradisi kearifan lokal budaya masyarakat Kabupaten Garut khususnya Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang Garut yang masih dipertahankan kelestariannya sampai saat ini. Namun, di balik kelestariannya Seni Laga Ketangkasan Domba Garut tidak luput dari pro dan kontra sebab kegiatan ini dianggap menyimpang. Dengan demikian, dari pro dan kontranya seni tradisi ini masyarakat Garut tetap memepertahankan dan melestarikannya secara perspektif struktural dan fungsional. Pokok masalahnya melahirkan pertanyaan penelitian tentang bagaimana struktur sosial dan fungsi sosial yang menyebabkan Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dapat mempertahankan keberadaannya saat ini? Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan struktur dan fungsi masyarakat Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dalam mempertahankan dan melestarikannya.Untuk menjawab inti pertanyaan tersebut, penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan sinkronik. Adapun teori yang digunakan yaitu teori struktural fungsional A.R Redcliffe Brown. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Seni Laga Ketangkasan Domba Garut merupakan seni tradisi yang menjadi warisan budaya masyarakat yang ditunjang kelestariannya oleh struktur sosial dan fungsi sosial masyarakat peternak Desa Cikandang Kecamatan Cikajang Garut.Kata kunci: Seni Laga Ketangkasan Domba Garut, struktur sosial, fungsi sosial, perspektif struktural fungsional.ABSTRACTDexterity fight art of Garut’s Sheep is an ancient traditional art that born from garut city, especially in cikandang village, cikajang district that still conserve this culture. But beyond its sustainability, Dexterity fight art of Garut’s Sheep is not excluded from pros and cons. Because this activity is consodered as diverge. So, from this pros and cons people of garut still preserve in structural perspective and functional. The main problem giving us a question about how social structure and social function that caused Dexterity fight art of Garut’s Sheep can maintain its exsistence right now? The purpose of this research is for explaining structure and public function Dexterity fight art of Garut’s Sheep in maintain and conserve.For answer that main question, this research using descriptive qualitative research metode. Approach of this research is using syncronic approach. There is also theory that used such as A. R. Redcliffe Brown functional structure. A result from this research can be concluded that Dexterity fight art of Garut’s Sheep can be a cultural heritage supported its sustainability by social structure and public social function of people of cikandang village from cikajang district.Keywords: Dexterity fight art of Garut’s Sheep, social structure, social function, functional structure perspective.
COKEK SEBAGAI PENGARUH PENETRATION PASIPIQUE ETNIS TIONGHOA DI BETAWI Nurul Rohmawati
Jurnal Budaya Etnika Vol 2, No 1 (2018): Kreativitas Tradisi di Era Globalisasi: Transformasi & Peluang
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v2i1.1151

Abstract

ABSTRACT Tionghoa ethnic becomes part of the formation of the Betawi community which also plays a role in the assimilation of Betawi culture. Cokek art is one of the results of the assimilation which is also part of the Betawi culture. The forms and functions of Cokek art that change from time to time are also influenced by the policies of the Jakarta City Government and the people who oppose them.The community does not only need to know about the changes in the shape and function of Cokek art from time to time, but also need to know how the cokek becomes part of the Betawi culture. This is related to the way in which new elements of culture enter the Betawi society from the standpoint of social anthropology.Based on the use of descriptive qualitative methods with interpretive points of view in the study, it is known that cokek is a penetration influence of Tionghoa ethnic pasipique in Betawi. Key words: Cokek, Penetration Pasipique, Tionghoa Ethnic, Betawi.  ABSTRAK Etnis Tionghoa turut menjadi bagian dari pembentukan masyarakat Betawi yang juga berpe­ran dalam asimilasi kebudayaan Betawi itu sendiri. Kesenian cokek merupakan salah satu hasil asimi­lasi tersebut yang juga menjadi bagian dari kebudayaan Betawi. Adapun bentuk dan fungsi kesenian Cokek yang berubah dari waktu ke waktu turut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Kota Jakarta dan masyarakat penyanggahnya.Masyarakat tak hanya perlu mengetahui tentang perubahan bentuk dan fungsi kesenian Cokek dari waktu ke waktu, tetapi juga perlu diketahui cara Cokek menjadi bagian dari kebudayaan Betawi. Hal ini berhubungan dengan cara masuknya unsur kebudayaan baru dalam masyarakat Betawi dari sudut pandang antropologi sosial.Berdasarkan pemanfaatan metode kualitatif deskriptif dengan sudut pandang interpretif dalam penelitian, diketahui bahwa Cokek sebagai pengaruh penetration pasipique etnis Tionghoa di Betawi. Kata Kunci: Cokek, Penetration Pasipique, Etnis Tionghoa, Betawi.
RITUAL NUMBAL DALAM UPACARA RUWATAN BUMI DI KAMPUNG BANCEUY-SUBANG (Kajian Liminalitas) Ratna Umaya; Cahya ISBI; Imam Setyobudi
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 1 (2019): Etnografi Ritual Masyarakat Sunda: Fungsi Sosial, Liminalitas, Akulturasi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i1.1126

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk melihat kedudukan ritual numbal dalam posisisnya dari keseluruhan upacara ruwatan bumi. Hal tersebut menyebabkan penulis berkeinginan untuk mengkaji mengenai ritual numbal dengan permasalahan sebagai berikut: 1) bagaimana memahami ritual numbal yang terdapat dalam upacara ruwatan bumi sebagai tinjauan gejala liminalitas?. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan mengambil lokasi di Kampung Banceuy Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi non partisipan, wawancara tidak terstruktur, dan dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) kesimpulan. Penelitian ini menggunakan teori liminalitas dari Victor Turner, masyarakat Kampung Banceuy mengalami kegelisahan yaitu “taun kolot kudu dingorakeun deui” (Tahun tua harus dimudahkan kembali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) Ritual numbal dapat mengatasi kekhawatiran masyarakat Kampung Banceuy, 2) ritual numbal memiliki kedudukan yang penting yaitu sebagai inti dari pelaksanaan upacara ruwatan bumi. Kata Kunci: Numbal, Ruwatan, liminalitas  ABSTRACTThis research aims to see the position of numbal ritual in its position on the entire Ruwatan Bumi ceremony. This causes the writer wishes to study the numbal ritual with the following problems: 1) how to understand the numbal ritual contained in the Ruwatan Bumi ceremony as a review of the symptoms of liminality. The method that been used in this research is a qualitative method, located in Banceuy Village, Sanca Village, Ciater District, Subang Regency. The techniques that been used to collect data in this research were non-participant observation, unstructured interviews, and documentation. The analysis that been used in this research are as follows: 1) data reduction, 2) data presentation, and 3) conclusion. This research used the theory of liminality from Victor Turner, the people of Kampung Banceuy are having a concern of “taun kolot kudu dingorakeun deui” the (Old years must be made young again). The results showed that, 1) numbal ritual can overcome the concern of the people of Kampung Banceuy, 2) numbal ritual has an important position as the core of the Ruwatan Bumi ceremony. Keywords: Ritual, Ruwatan Bumi, Liminality
MENYOAL TENTANG DAYA EKSPRESI GARAP PERTUNJUKAN SEORANG DALANG DALAM UPAYA MEMBANGUN KOMUNIKASI ESTETIK PADA PERTUNJUKAN WAYANG GOLEK Cahya Cahya
Jurnal Budaya Etnika Vol 2, No 2 (2018): Momen Kreatif, Ekspresi, dan Keberagaman Etnik
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v2i2.1157

Abstract

ABSTRACT             This paper discusses the question of the aesthetic realm in the art of puppetry, all of which can be found in the role and position of a dalang with the process and the stages of his work. This paper is also part of the dissertation which became new findings in the study of aesthetics of Sundanese puppetry. Therefore in his dalm contains explanations about the aesthetic trinkets that are present in the form of expression work on a puppeteer. The method uses a multi-disciplinary aesthetic phenomenology as an attempt to enrich the description, analyzing how to conclude the end result of the study. One of the approaches used as a scalpel is, photographing the aesthetic phenomenon related to the realm of art communication within the scope of the Sunda puppet show. Keywords: Expression Work, Aesthetic Communication, Concept “Nyari”.  ABSTRAK Tulisan ini membahas persoalan ranah estetika dalam seni pedalangan yang kesemuanya dapat dijumpai pada peran dan kedudukan seorang dalang dengan proses dann tahapan berkaryanya. Tulisan ini pun merupakan bagain dari disertasi yang menjadi temuan baru dalam telaah estetika pedalangan Sunda. Oleh karena itu di dalmnya memuat penjelasan tentang pernak-pernik estetika yang tersajikan dalam bentuk ekspresi garap pertunjukan seorang dalang. Metode pendekatanya menggunakan studi fenomenologi estetik yang bersifat multidisiplin sebagai upaya memperkaya pendeskripsian, penganalisisan hinga menyimpulkan hasil akhir penelitian. Salah satu pendekatan yang dijadikan pisau bedahnya adalah, memotret fenomena estetik yang berkaitan dengan ranah komunikasi seni dalam ruang lingkup pertunjukan wayang golek Sunda. Kata Kunci: Ekspresi Garap, Komunikasi Estetik, Konsep “Nyari”
KIPRAH NANANG SUHARA DI DUNIA WAYANG GOLEK Gibran Ajib Jabbaril; Nia Dewi Mayakania; Tardi Ruswandi
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 2 (2019): Artefak Budaya Arkais dan Kontemporer : dari Ulos Hingga Seni Digital
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i2.1121

Abstract

ABSTRAKSkripsi ini adalah hasil penelitian tentang Kiprah Nanang Suhara Di Dunia Wayang Golek. Nanang Suhara berkiprah di Kampung Kreatif Dago Pojok, Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Bandung. Adapun penelitian ini melibatkan sejumlah narasumber khususnya narasumber utama yaitu Nanang Suhara dan beberapa narasumber sekunder yakni Rahmat Jabaril, Sutina, Mang Udin, dan Ika Ismurdyahwati. Masalah inti yang diangkat dilatarbelakangi oleh keberhasilan Nanang Suhara di dalam menata, memberdayakan potensi masyarakat yang ada di Dago Pojok, dan mengembangkan potensi Kampung Kreatif Dago Pojok sebagai salah satu aset wisata di kota Bandung. Pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah (1) Bagaimana Kiprah Nanang Suhara di Kampung Kreatif Dago Pojok?.Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut, penulisan akan dianalisis dengan menggunakan teori motivasi atau kebutuhan dasar dari Abraham Maslow dengan metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif dan pendekatan fenomenologis. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Proses analisis data dilakukan melalui reduksi data, display data, dan konklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nanang Suhara berperan aktif di dalam membangun, menata, dan mengembangkan Kampung Kreatif Dago Pojok. Melalui kiprahnya di Kampung Kreatif di Dago Pojok, kampung ini semakin hari semakin berkembang dan banyak dikunjungi oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Faktor pendorong di dalam upaya ini berupa faktor-faktor yang muncul dari dalam (bersifat intern) dan dari luar (bersifat ekstern). Faktor-faktor ini pada dasarnya menjadi stimulus terhadap perkembangan Kampung Kreatif di Dago Pojok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak terkait agar Kampung Kreatif di Dago Pojok ini mendapat perhatian yang serius untuk keberlangsungannya di masa yang akan datang.Kata Kunci: Kiprah, Wayang Golek, Kampung Kreatif Dago Pojok.ABSTRACTThis thesis is the result of the research Nanang Suhara in the Wayang Golek world. Nanang Suhara is aactive in Dago Pojok Creative Village, Dago village, Coblong District, Bandung. The main resourche persons are Nanang Suhara and several secondary sources is Rahmat Jabaril, Sutina, Mang Udin, and Ika Ismurdyahwati. The core problem raised was motivated by the success of Nanang Suhara in managing, empowering the potential of the people in Dago Pojok, and developing the potential of Kampung Kreatif Dago Pojok as one of the tourism assets in Bandung city. The research questions raised are (1) How is the Way of Nanang Suhara in Wayang Golek? To answer these two questions, the writing will be analyzed by using the theory of motivation or basic needs from Abraham Maslow with research methods namely qualitative descriptive and phenomenological approaches. The data collection is done through observation, interviews, and document analysis. The process of data analysis is done through data reduction, data display, and conclusion. The results showed that Nanang Suhara are active role in developing, managing and developing Kampung Kreatif Dago Pojok. Through his work in Kampung Kreatif Dago Pojok, this place is increasingly growing and visited by many domestic and foreign tourists. The driving factors in this effort are arise from within internal and external. These factors basically become a stimulus for the development of Kampung Kreatif in Dago Pojok. Based on the results of the study was suggested to related parties that the Kampung Kreatif Dago Pojok should get serious attention for sustainability in the future.Keywords: Gait, Wayang Golek, Dago Corner Creative Village.
KETAHANAN HIDUP MASYARAKAT KAMPUNG ADAT CIRENDEU DALAM PERSPETIF ANTROPOLOGIS Gibran Ajib Jabbaril
Jurnal Budaya Etnika Vol 2, No 1 (2018): Kreativitas Tradisi di Era Globalisasi: Transformasi & Peluang
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v2i1.1152

Abstract

ABSTRACT A portrait of the life of the Cireundeu Indigenous Village community located in Cimahi City, 15 km from the city of Bandung, is a corner of a cultural phenomenon that is unique to its variety of customs and traditions. The habit of the people in this village is unique, because the staple food is not rice as other communities around it. They also have strong environmental management procedures, spatial concepts, and customary rules, especially in regional development, patterns of diversification of food, staple food, and other activities that are strictly adhered to from generation to generation. The staple food of this community is rasi (cassava rice). This research was carried out by observing the patterns of consumption and food production in the Cireundeu Indigenous Village Community in the efforts of local food security, as well as analyzing the strengthening and weakening factors related to food self-sufficiency in the village. The method used is the primary survey with observation, interviews with traditional leaders, distributing questionnaires to 36 local respondents. Other analytical methods are spatial analysis and calculation of food deficit surplus. The Research results show that Cireundeu Indigenous Village Wisdom contributes to good food self-sufficiency and diversification with sufficient numbers and even a food production surplus, the follow-up of food self-sufficiency is the growth of the local economy based on local raw materials, food independence, and the growth of home industries and tourism activities. Keywords: Cireundeu Local Culture, Ancestral Traditions, Food Self-Sufficiency.  ABSTRAK             Potret kehidupan  masyarakat Kampung Adat Cireundeu yang berlokasi di Kota Cimahi, berjarak 15 km dari Kota Bandung, adalah sebuah sudut fenomena budaya yang memiliki keunikan dengan ragam adat dan tradisinya. Kebiasaan masyarakat di kampung ini terbilang unik, karena makanan pokoknya bukan nasi sebagaimana masyarakat lain di sekitarnya. Mereka juga memiliki tata cara pengelolaan lingkungan, konsep tata ruang, dan aturan adat yang cukup kuat, khususnya dalam pembangunan kawasan, pola diversifikasi pangan, makanan pokok, dan kegiatan lainnya yang ditaatinya secara ketat secara turun temurun. Makanan pokok masyarakat ini adalah rasi (beras singkong). Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap pola konsumsi dan produksi pangan pada Masyarakat Kampung Adat Cireundeu dalam upaya ketahanan pangan lokal, serta melakukan analisis  terhadap faktor-faktor yang menguatkan dan melemahkan terkait swasembada pangan di kampung tersebut. Metode yang dilakukan yaitu survei primer dengan observasi, wawancara dengan tokoh adat, penyebaran kuesioner kepada 36 responden lokal. Metode analisis lainnya adalah analisis tata ruang dan perhitungan surplus defisit pangan. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Kearifan Budaya Lokal Kampung Adat Cireundeu memiliki kontribusi terhadap swasembada dan diversifikasi pangan yang baik dengan angka kecukupan bahkan surplus produksi pangan, kegiatan ikutan dari swasembada pangan ini adalah tumbuhnya ekonomi lokal berbasis bahan baku setempat, kemandirian pangan, dan tumbuhnya industri rumahan serta kegiatan pariwisata.Kata Kunci: Budaya Lokal Cireundeu,Tradisi Leluhur,  Swasembada Pangan.
ANALISIS LIMINALITAS PADA UPACARA NYAWEN DAN MAHINUM DI DUSUN SINDANG RANCAKALONG SUMEDANG Febby p Klarissa; I Setytobudi; Y Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 1 (2019): Etnografi Ritual Masyarakat Sunda: Fungsi Sosial, Liminalitas, Akulturasi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i1.1125

Abstract

ABSTRAK Penelitian skripsi dengan judul “Analisis Liminalitas dalam Upacara nyawen dan mahinum di Dusun Sindang Rancakalong Sumedang” bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa ritual nyawen dan mahinum menggunakan teori Liminalitas. Dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan data sesuai fakta-fakta yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan teori Liminalitas Victor Turner yang menjadi landasan untuk menganalisis. Data yang dikumpulkan berupa data hasil observasi, wawancara, studi pustaka yang terdiri dari buku, jurnal dan skripsi yang menunjang serta dokumentasi penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan data mengenai ritual yang dilakukan pada masa kehamilan dan kelahiran yang dilakukan merupakan sarana untuk mendapatkan keselamatan semasa kehamilan hingga kelahiran bayinya. Begitu pula teori yang diajukan terdapat kemiripan sehingga masih relevan dengan studi kasus yang terjadi sekarang ini. Kata kunci: ritual, nyawen, mahinum.  ABSTRACT This research is about “Analysis of nyawen and mahinum ceremony in Sindang village of Rancakalong, Sumedang” was conducted with the aim of describing and analyzing the ritual of nyawen and mahinum using the theory of liminality. The analysis of this research was conducted using qualitative descriptive methods in accordance with the fact. The theory that used for this research is the theory of liminality from Victor Tuner. The data that has been collected by observation, interviews, documentation, and literature studies of related books, journals and thesis. The results of this study tells about the ritual that carried out during pregnancy and birth which are mean to get safety during pregnancy until the birth of her baby. The proposed theory has similarities, so it’s still relevant to the case studies that are happening now. Keywords: rituals, nyawen, mahinum.
EKSISTENSI ALAM MINANG DALAM LUKISAN SENIMAN SUMATERA BARAT Erizal Erizal; Ibrahim Ibrahim; Satriyadi Satriyadi; Khairun Nisa
Jurnal Budaya Etnika Vol 2, No 2 (2018): Momen Kreatif, Ekspresi, dan Keberagaman Etnik
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v2i2.1158

Abstract

ABSTRACT This study aims to record painting artists in West Sumatra who have worked with the Minangkabau concept. The method used refers to qualitative research methodology, namely observation, interviews and literature. Then for the research report, the collected data is presented based on citation data such as words / sentences and data in the form of interview scripts, field notes, photos, videos, personal documents or other official documents. The theory used refers to the opini of Kartodirjo, Becker, and Dwi Marianto.The presence of painting artists who raised the theme of Minangkabau nature such as: Kamal Guci, Afianto Arifin, Evalyna Dianita, Idran Wakidi, Yazid. Painting artists who work with this Minangkabau concept still exist to maintain their style of work, and not a few of art appreciators like or collect the work of the artist. It can be concluded that the presence of artists like this is very helpful in preserving the art of painting in West Sumatra which has been pioneered long time ago by painters like Wakidi and M.Syafei. Keywords: Minangkabau, Concept, Painting, West Sumatra.  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendata seniman lukis di Sumatera Barat yang eksis berkarya dengan konsep Minangkabau. Metode yang dipakai merujuk pada metodologi penelitian kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara dan kepustakaan. Kemudian untuk laporan penelitian, data-data yang terhimpun disajikan berdasarkan kutipan data baik berupa kata/kalimat maupun data berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi ataupun dokumen resmi lainnya. Teori yang digunakan merujuk kepada pendapat Kartodirjo, Becker, dan Dwi Marianto.Kehadiran seniman lukis yang mengangkat tema alam Minangkabau seperti: Kamal Guci, Afianto Arifin, Evalyna Dianita, Idran Wakidi, Yazid. Seniman lukis yang berkarya dengan konsep Minangkabau ini masih eksis mempertahankan corak karya mereka, dan tidak sedikit para penikmat seni menyukai atau mengoleksi karya seniman tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kehadiran seniman seperti ini sangat membantu dalam dalam pelestarian seni lukis di Sumatera Barat yang sudah dirintis jauh hari oleh pelukis Wakidi dan M.Syafei. Kata Kunci: Minangkabau, Konsep, Seni Lukis, Sumatera Barat.
SISTEM PEWARISAN BUDAYA PADA KESENIAN LONGSER GRUP PANCAWARNA DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN M. Arif Billah; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Iip Sarip Hidayana
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 2 (2019): Artefak Budaya Arkais dan Kontemporer : dari Ulos Hingga Seni Digital
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i2.1122

Abstract

ABSTRAKSeni longser merupakan kesenian dengan jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di wilayah Jawa Barat, khususnya di daerah Bandung. Pada awalnya, kesenian longser pertama kali diperkenalkan oleh seniman bernama Bang Tilil. Kiprahnya sebagai seniman longser, mampu menghasilkan beberapa grup seni longser di wilayah Bandung salah satunya, yaitu seni longser Grup Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar. Setelah Ateng Japar wafat, kesenian tersebut masih dilanjutkan oleh anggota grup atau penerusnya untuk dapat mempertahankan kesenian longser s ebagai warisan budaya. Sebagai salah satu usaha untuk dapat mempertahankan kesenian tersebut. Tulisan ini, merupakan deskripsi analisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun teori yang digunakan, yaitu teori pewarisan budaya. Temuan dari hasil penelitian yaitu, membahas hasil pola pewarisan budaya dari Ateng Japar sebagai pendiri grup Pancarwarna kepada para penerusnya. Proses pewarisan kesenian ini dilakukan menggunakan konsep enkulturasi dan sosialisasi. Ada beberapa aspek yang berubah dari proses pewarisan kesenian longser Pancawarna, aspek tersebut yaitu bentuk atau struktur pertunjukan.Kata Kunci: Kesenian Longser, Grup Pancawarna, dan Pewarisan BudayaABSTRACTLongser is one of popular arts that live within areas in West Java, particularly in a beautiful town called Bandung. The art of longser was firstly introduced by an artist, Bang Tilil. His performance as a longser artist had made some of group of longser art in the area, one of the most well known among people was called a group Pancawarna that was lead by Ateng Japar. Despite is death, he inspire other members of the group, which is also his successor, to continue preserving this longser art as a cultural heritage. This research is a descriptive analysis with qualitative approach, and using a theory of cultural inheritance. The research discovers the patterns resulted from a cultural inheritance that was passed down to the younger generation from Ateng Japar as the founder of Pancawarna group. This longser inheritance was passed down using the enculturation and socialization concepts. During this process, several aspects change slowly within the longser of Pancawarna group. Those aspects are longser’s forms or performing structures.Keywords: Longser, Pancawarna Group, Enculturation, Socialization, and Cultural Inheritance.