cover
Contact Name
Daniel Ari Wibowo
Contact Email
danielariwibowo@sttii-surabaya.ac.id
Phone
+628123253331
Journal Mail Official
jurnalkerusso@sttii-surabaya.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.sttii-surabaya.ac.id/index.php/Kerusso/Editorial
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso
ISSN : 2407554X     EISSN : 27149587     DOI : https://doi.org/10.33856/kerusso.v7i2.231
Core Subject : Religion,
Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO diterbitkan oleh STTII Surabaya, untuk mengembangkan karya tulis yang Imani, Injili & Interdenominasi, melalui penelitian yang berdasarkan pengajaran Alkitab ekspositori. Artikel yang disajikan meliputi studi eksegesis, eksposisi, penelitian lapangan & analisis pemikiran alkitabiah, untuk mendukung pengembangan dunia teologis & pelayanan umat.
Articles 127 Documents
Baptisan Anak Dalam Pengakuan Iman Westminster dan Katekismus Heilderberg Deniati Deniati; Yesaya Adhi Widjaya
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (499.203 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i1.120

Abstract

Baptisan adalah salah satu sakramen yang diakui oleh gereja dan diyakini sebagai meterai bagi orang-orang percaya, dan tanda kepemilikan Kristus. Namun, jika Anda melihat praktik di gereja, banyak pertanyaan akan muncul, baik mengenai instrumen yang digunakan dalam pembaptisan dan subyek yang akan dibaptis (anak-anak atau orang dewasa). Ini karena kurangnya pemahaman tentang baptisan serta perbedaan dalam penafsiran Alkitab dan pengakuan iman yang digunakan di gereja. Perbedaan ini menghasilkan munculnya konflik antara gereja dan keberanian dari sekte tertentu, sehingga membuat pernyataan bahwa sekte lain salah atau benar. Meskipun percaya atau menggunakan Alkitab dan kredo yang sama, setiap gereja memiliki pemahaman dan cara yang berbeda dalam menerapkan baptisan di gereja. Karena itu, gereja perlu peka terhadap hal ini. Gereja Allah perlu memiliki kesatuan atau standar kebenaran yang sama, sehingga dalam menjalankan disiplin gereja, itu tetap sesuai dengan kebenaran Firman Allah, Alkitab. Melihat celah atau fakta yang terjadi di gereja Allah, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menunjukkan pandangan dua pengakuan iman yang diakui oleh gereja Reformed mengenai baptisan anak dan menunjukkan bagaimana praktik baptisan harus dipraktikkan di komunitas gereja. Tuhan. Abstrak Indonesia Baptisan adalah salah satu sakramen yang diakui oleh gereja dan diyakini sebagai meterai bagi orang-orang percaya, dan tanda kepemilikan Kristus. Namun, jika Anda melihat praktik di gereja, banyak pertanyaan akan muncul, baik mengenai instrumen yang digunakan dalam pembaptisan dan subyek yang akan dibaptis (anak-anak atau orang dewasa). Ini karena kurangnya pemahaman tentang baptisan serta perbedaan dalam penafsiran Alkitab dan pengakuan iman yang digunakan di gereja. Perbedaan ini menghasilkan munculnya konflik antara gereja dan keberanian dari sekte tertentu, sehingga membuat pernyataan bahwa sekte lain salah atau benar. Meskipun percaya atau menggunakan Alkitab dan kredo yang sama, setiap gereja memiliki pemahaman dan cara yang berbeda dalam menerapkan baptisan di gereja. Karena itu, gereja perlu peka terhadap hal ini. Gereja Allah perlu memiliki kesatuan atau standar kebenaran yang sama, sehingga dalam menjalankan disiplin gereja, itu tetap sesuai dengan kebenaran Firman Allah, Alkitab. Melihat celah atau fakta yang terjadi di gereja Allah, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menunjukkan pandangan dua pengakuan iman yang diakui oleh gereja Reformed mengenai baptisan anak dan menunjukkan bagaimana praktik baptisan harus dipraktikkan di komunitas gereja. Tuhan.
Pengaruh Pengajaran Iman Dan Penderitaan Menurut Filipi 1:29 Terhadap Pertumbuhan Iman Jemaat Bethany Kristus Sabda Benjeng Ani Teguh Purwanto
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.88 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i1.121

Abstract

This study aims to examine the effect of the teaching of faith and suffering according to Philippians 1: 29 on the growth of the faith of the Bethany Christ of the Benjeng Word. The reason for this research is due to the low growth of the faith of the congregation due to the lack of understanding of the church about the teachings of faith and suffering. The sample of this research was 35 people from Bethany Christ, the Word of Benjeng Gresik, obtained through simple random sampling . The results showed that: 1). there is an influence between the teaching of faith and suffering with the growth of the faith of the church (r = 0.487; R square = 0.237; p = .000); 2). the independent contribution of the teaching of faith and suffering to the dependent variablecongregational faith growth of 23.7%. The implication of this research is that when the teaching of faith and suffering has a positive influence on the growth of the faith of the congregation, the congregation who receives good teachings of faith and suffering is expected to have good faith growth. Abstrak Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengajaran iman dan penderitaan menurut Filipi 1 :29 terhadap pertumbuhan iman jemaat Bethany Kristus Sabda Benjeng. Alasan dari penelitian ini dikarenakan rendahnya pertumbuhan iman jemaat akibat dari kurangnya pemahaman jemaat akan pengajaran iman dan penderitaan. Sampel dari penelitian ini adalah jemaat Bethany Kristus Sabda Benjeng Gresik sebanyak 35 orang yang diperoleh melalui simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). ada pengaruh antara pengajaran iman dan penderitaan dengan pertumbuhan iman jemaat (r = 0.487 ; R square = 0.237; p = .000); 2). sumbangan independent variabel pengajaran iman dan penderitaan terhadap dependent variabel pertumbuhan iman jemaat sebesar 23,7%. Implikasi dari penelitian ini adalah pada saat pengajaran iman dan penderitaan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan iman jemaat maka jemaat yang mendapatakan pengajaran iman dan penderitaan yang baik diharapkan akan memiliki pertumbuhan iman yang baik pula.
Dispensasionalisme Sebagai Metode Dalam Memahami Alkitab Philip Suciadi Chia; Juanda Juanda
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.565 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i1.122

Abstract

The Bible is the word of God that needs to be understood by all those who already have Jesus as their personal Lord and Savior. This is called a Christian. It is different from people who are Christians as a 'religion'. Christians are obliged to study the Bible as a basic truth in order to know God's will from time to time. On the other hand, Bible learners often experience confusion problems, when understanding the continuity of the contents from Genesis to Revelation. Are there interrelations? Or it is just a fragmented story with different intentions.There are appropriate methods in avoiding confusion when doing this learning process. This method has been understood since the beginning of the century which then became popular throughout the world in the 19th century, with the term Dispensationalism.Dispensation is a period of time during which humans are tested in the perspective of obedience to a specific revelation of God's will. Theologically, the word dispensation means a religious system that is understood as a divine provision or as a sign of progressive revelation that expresses the changing needs of an individual nation or time period. Dispensationalism views the world as a household run or worked by God.Dispensation theology is often misunderstood by theologians, without wanting to study it carefully, where is the oddity? This discussion will show that Dispensationalism is as a sharp knife for understanding the Bible as a whole. Abstrak Indonesia Alkitab itu firman Allah yang perlu dipahami oleh semua orang yang telah memiliki Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Ini disebut orang Kristen. Beda dengan orang yang beragama Kristen. Orang Kristen itu hukumnya wajib, untuk mempelajari Alkitab, sebagai dasar kebenaran dalam rangka mengetahui kehendak Allah dari zaman ke zaman.Di sisi lain, para pembelajar Alkitab sering mengalami kendala kebingungan, saat memahami kesinambungan dari isi Kitab Kejadian hingga Kitab Wahyu. Apakah ada saling keterkaitannya? Ataukah hanya kisah yang terpotong-potong dengan maksud yang berbeda-beda.Ada metode yang tepat guna dalam menghindarkan diri dari kebingungan saat melakukan proses pembelajaran ini. Metode ini telah dipahami sejak abad permulaan yang kemudian mulai populer ke seluruh dunia pada abad 19, dengan istilah Dispensasionalisme.Dispensasi merupakan suatu periode waktu di mana pada masa itu manusia diuji di dalam perspektif ketaatan kepada suatu wahyu spesifik dari kehendak Allah. Secara teologis kata dispensasi berarti sistem religius yang dipahami sebagai suatu ketetapan ilahi atau sebagai penunjuk cara pewahyuan secara progresif yang mengekspresikan perubahan kebutuhan bangsa secara individu atau periode waktu. Dispensasionalisme memandang dunia sebagai rumah tangga yang dijalankan atau dikerjakan oleh Allah.Teologi Dispensasi sering disalahmengerti oleh para teolog, tanpa mau mempelajari terlebih dahulu dengan teliti, di mana letak kejanggalannya? Pembahasan ini akan menunjukkan bahwa Dispensasionalisme merupakan pisau yang tajam untuk memahami Alkitab secara utuh.
Progresivitas Perjanjian Daud Andri Harvijanto
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.904 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i1.123

Abstract

God's covenant with David is a core part of understanding God's plan for the development of the realization of the restoration of the state of Israel in the midst of the nation's deterioration. David became an ideal figure for kings in the eschatological period. In the future the promise will be fulfilled, renewed and expanded. Through the prophet Nathan a promise was given to David (2 Samuel 7: 12-17). Furthermore, the continuation of the David covenant can be understood through God's plan for the development of the realization of the restoration of the state of Israel in the midst of the nation's deterioration. David became an ideal figure for kings in the eschatological period. Abstrak Indonesia Perjanjian Allah dengan Daud merupakan bagian inti untuk memahami rencana Allah bagi perkembangan perwujudan pemulihan keadaan Israel di tengah-tengah keterpurukan bangsa. Daud menjadi figur yang ideal bagi raja di masa eskatologis..Di masa yang akan datang janji itu dipenuhi, diperbaharui dan diperluas. Melalui nabi Natan janji diberikan kepada Daud (2 Samuel 7:12-17). Selanjutnya kesinambungan perjanjian Daud dapat dipahami melalui rencana Allah bagi perkembangan perwujudan pemulihan keadaan Israel di tengah-tengah keterpurukan bangsa. Daud menjadi figur yang ideal bagi raja di masa eskatologis.
Profil Hamba Tuhan Sejati & Hubungannya Dengan Efektivitas Para Pelayan Tuhan di GSJPDI ‘Adityawarman’ Surabaya Widi Prasetyo; Daniel Ari Wibowo
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (644.998 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i1.124

Abstract

The organization is a complex unit that seeks to allocate resources fully for the achievement of objectives. Both the resources relating to facilities and infrastructure as well as human resources. If an organization is able to achieve its stated goals, it can be said that the organization is effective. One of the goals of the organization is to achieve employee effectiveness and efficiency. Every organization needs to pay attention to the issue of work effectiveness where work effectiveness is the ability of employees to carry out work to bring the results that have been determined previously. For the Director, effectiveness is the key to organizational success. Effectiveness is not just doing the job right but how to focus resources and efforts for it. Efficiency is the use of minimum resources to achieve optimum results. Efficiency assumes that the correct goals have been determined and tries to find the best ways to achieve these goals. Efficiency can only be evaluated by relative judgments, comparing input and output received. An organization, both government and private organizations formed to achieve goals, needs factors that can be in the form of human resources, materials and tools to support activities. Of these three factors, human factors are the most dominant factors. In the effort to achieve organizational goals, humans are very important factors. Because humans are the main actors of the organization, it needs special attention compared to others. As the most important factor, people with the ability to carry out their duties will influence the success or failure of the organization in achieving its objectives. Abstrak Indonesia Setiap organisasi perlu memperhatikan masalah efektivitas kerja di mana efektifitas kerja merupakan kemampuan dari para karyawan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mendatangkan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Bagi Direktur, efektifitas adalah kuncikeberhasilan organisasi. Efektifitas tidak hanya melakukan pekerjaan dengan benar tetapi bagaimana melakukan memusatkan sumber daya dan upaya untuk itu. Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efesiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta yang dibentukuntuk mencapai tujuan, perlu faktor-faktor yang dapat berupa sumber daya manusia, material dan alat-alat penunjang kegiatan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan.Dalam usaha mencapai tujuan organisasi, manusia merupakan faktor yang sangat penting. Karena manusia menjadi pelaku utama organisasi maka perlu mendapat perhatian khusus dibanding yang lainnya. Sebagai faktor yangpaling penting, manusia dengan kemampuan yang dimiliki dalam menjalankantugasnya akan mempengaruhi berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan.
Penafsiran Amilenialisme & Teologi Kovenan Dalam Memahami Alkitab Philip Suciadi Chia; Juanda Juanda
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.408 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i2.125

Abstract

There are various choices in understanding the Bible to become dogma in a church. Whether it was built based on a guide from the Bible and the traditions of the apostles or church fathers, to those who only focus on the Bible. Those based only on the Bible also have their own uniqueness. Amillennialism believes that the church is in the entire Old Testament. Paul, for example, uses the church that leads to Israel (Gal. 6:16). In addition, the remnants of the Israelites in the OT were said to be the church (Acts 7:38). The church is already in the OT with the election of the nation of Israel to be God's people. Even further, followers of amillennialism believe that the church existed in the garden of Eden. Covenant theology bases its theological understanding and the study of the Bible is based on three covenants namely the work agreement, redemption and grace. Covenant theology can be said to be a new theology, not even in the days of the church fathers. Even so, Augustine did mention the relationship of Adam, who at first, stood before God as a covenant. The exposition of the book of Revelation, according to the Covenant Theologian, is based on the method of progressive parallelism which is divided into seven parts. The seven parts are parallel with each other. Each section also reveals a certain progression in the process of eschatology. Although the book of Revelation is divided into seven parts, it should not only pay attention or focus on one part, but should appreciate all parts of the book of Revelation as a whole. Abstrak Indonesia Ada aneka pilihan di dalam memahami Alkitab untuk bisa menjadi dogma dalam sebuah gereja. Entah yang dibangun berdasar perpanduan dari Alkitab dan tradisi para rasul atau bapa gereja, hingga yang hanya fokus kepada Alkitab semata. Yang mendasarkan pada Alkitab saja, juga memiliki keunikannya masing-masing. Kaum amilenialisme meyakini bahwa gereja sudah ada di dalam seluruh Perjanjian Lama. Paulus, contohnya, memakai gereja yang mengarah kepada Israel (Gal. 6:16). Di samping itu, sisa-sisa orang Israel di dalam PL dikatakan sebagai gereja (Kis. 7:38). Gereja sudah ada di dalam PL dengan pemilihan bangsa Israel menjadi umat Allah. Bahkan lebih jauh lagi, penganut amilenialisme percaya bahwa gereja sudah ada ketika di taman Eden. Teologi kovenan mendasarkan pemahaman teologis maupun penelahaan Alkitabnya berdasarkan dari tiga perjanjian yaitu perjanjian kerja, penebusan dan anugerah. Teologi perjanjian dapat dikatakan suatu teologi yang baru, bahkan belum ada pada masa bapa-bapa gereja. Meskipun demikian, Agustinus memang pernah menyinggung hubungan Adam, yang pada mulanya, berdiri di hadapan Allah sebagai perjanjian. Eksposisi kitab Wahyu, menurut Teolog Kovenan, didasarkan pada metode paralelisme progresif yang terbagi menjadi tujuh bagian. Ketujuh bagian tersebut bersifat paralel satu dengan lainnya. Masing-masing bagian juga menyingkapkan akan progresivitas tertentu dalam proses eskatologi. Meskipun kitab Wahyu terbagi atas tujuh bagian, namun tidak boleh hanya memperhatikan atau terfokus pada satu bagian saja, tetapi hendaknya menghargai semua bagian dalam kitab Wahyu sebagai keseluruhan.
Identitas Keturunan Perempuan Dalam Kejadian 3:15 Dalam Studi Soteriologi Pangeran Manurung
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.678 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i2.146

Abstract

One of the problems arising from the polemic of the events of the fall of man in the Garden of Eden recorded by the author of the Book of Genesis is the bias of the policy of salvation taught by the writers of the New Testament. Salvation in the New Testament is considered not to have originated in the Old Testament mind. Apart from the element of salvation in the Old Testament which is only supposed to contain "political" salvation, the clarity of the interpretation of the female offspring and its fulfillment in Jesus Christ is also questioned. Jesus Christ is considered unqualified as a descendant of the woman offended in Genesis 3 so that the eternal salvation offered by Jesus Christ in the event of the crucifixion is considered an offer of a "concept of salvation" that is not in line with the promise of salvation in Genesis 3. While other commentators state the opposite. This study will discuss it using a biblical library research approach. This means that the researcher will prove who the offspring of the woman referred to in incident 3 is based on the evidence from the Old and New Testaments. The results of this study prove that the female offspring referred to in event 3 is Jesus Christ. The phrase “bruising in the heel” in the pericope is a symbolic statement of the crucifixion event of Jesus Christ which is interpreted by New Testament readers as the salvation promised in Genesis 3:15. Abstrak Indonesia Salah satu permasalahan yang ditimbulkan dari polemik peristiwa kejatuhan manusia di Taman Eden yang dicatat oleh punulis Kitab Kejadian adalah biasnya dasar keselamatan yang diajarkan oleh penulis Perjanjian Baru. Keselamatan dalam Perjanjian Baru dianggap tidak bersumber dari pikiran Perjanjian Lama. Selain karena unsur keselamatan dalam Perjanjian Lama yang hanya diduga mengandung keselamatan secara “politis”, kejelasan penafsiran terhadap keturunan perempuan dan penggenapannya dalam diri Yesus Kristus juga dipertanyakan. Yesus Kristus dianggap tidak memenuhi syarat sebagai keturunan perempuan yang disinggung dalam Kejadian 3 sehingga keselamatan kekal yang ditawarkan oleh Yesus Kristus dalam peristiwa penyaliban dianggap sebagai sebuah tawaran “konsep keselamatan” yang tidak sehaluan dengan janji keselamatan dalam Kejadian 3. Sementara penafsir yang lain menyatakan kebalikannya. Penelitian ini akan membahasnya dengan menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan yang bersifat biblika. Artinya peneliti akan membuktikan siapa keturunan perempuan yang dimaksud dalam kejadian 3 berdasarkan bukti dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa keturunan perempuan yang dimaksud dalam kejadian 3 adalah Yesus Kristus. Frase “meremukkan tumit” dalam perikop merupakan pernyataan simbolis atas peristiwa penyaliban Yesus Kristus yang dimaknai oleh para pembaca Perjanjian Baru sebagai keselamatan yang dijanjikan dalam Kejadian 3:15.
Studi Narasi Mengenai Penahbisan Tembok Yerusalem Menurut Nehemia 12:27-43 Farel Yosua Sualang
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.329 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i2.148

Abstract

The Meaning of the Ordination of the Jerusalem Wall in Nehemiah 12: 27-43 discusses two processes, each of which was led by a group of choirs, traveling from the opposite direction along the upper part of the vast wall. The Israelites met in the Temple area and ended with thanksgiving and sacrifices. This scientific work uses a text research methodology with a specific narrative genre in the form of story reports. The report on the dedication of the walls of Jerusalem does not reveal a problem or a resolution. The text only describes the sequence of events (facts) in the dedication of the walls of Jerusalem. The dedication ceremony for the Jerusalem wall was a report from Nehemiah. The text of Nehemiah 12: 27-43 only describes events that occurred during the celebration of the dedication of the walls of Jerusalem. The theological significance in the Ordination of the Jerusalem Wall according to Nehemiah 12: 27-43 shows the role of God (God gives joy, God guides the repair of Jerusalem's walls), the importance of giving thanks, and the importance of God's people in praising God. Abstrak Indonesia Makna penahbisan Tembok Yerusalem dalam Nehemia 12:27-43 membahas dua proses, yang masing-masing dipimpin oleh sekelompok paduan suara, yang berjalan dari arah berlawanan di sepanjang bagian atas tembok yang luas itu. Orang Israel bertemu di area Bait Suci dan diakhiri dengan ucapan syukur dan pengorbanan. Karya ilmiah ini menggunakan metodologi penelitian teks dengan genre naratif tertentu berupa laporan cerita. Laporan tentang penahbisan tembok Yerusalem ini tidak sedang mengungkapkan masalah atau penyelesaian. Teks tersebut hanya menggambarkan urutan kejadian (fakta) dalam peresmian tembok Yerusalem. Upacara peresmian tembok Yerusalem merupakan laporan dari Nehemia. Teks Nehemia 12:27-43 hanya menggambarkan peristiwa yang terjadi pada perayaan peresmian tembok Yerusalem. Makna teologis dalam penahbisan Tembok Yerusalem menurut Nehemia 12:27-43 menunjukkan peran Tuhan (Tuhan memberi sukacita, Tuhan membimbing perbaikan tembok Yerusalem), pentingnya mengucap syukur, dan pentingnya umat Tuhan dalam memuji Tuhan.
Problematika Nomos Dan Hubungannya Dengan Kasih Karunia Dalam Surat Roma Prabowo Prabowo
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.363 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i2.149

Abstract

It’s long time, churches debate on the application of the law to believers today. Some of the figures found grace is no longer relevant in the church. But some Christian leaders argue otherwise, saying that the law is still relevant and should be done. But, now a days many interpretations that are not right about Paul's theology on the application of the law in a period of grace. False interpretations of verses taken from Paul's letters caused God's people to be confused. Therefore, there is a need for proper interpretation through the process of exegesis of the Book of Romans 2-8, resulting in the existence of the correct interpretation of the law in a period of grace.From the background and the problems, this research focused to sharpen understanding of the problems related to the application of grace in the church today. Researchers used descriptive method to describe it. Then the authors conducted a study exegesis consisting of an observational analysis, textual analysis, structural analysis, grammatical analysis, lexical analysis, historical analysis or conceptual, analytical theological and exegetical analysis of Romans 2-8. The purpose of this study is the first, to understand the interrelationships of the law and grace; second, to understand the uniqueness of Paul's theology in describing the application of the law in a period of grace; Third, investigate exegesis mean passages from Paul's Letter to the Romans chapters 2-8 which discusses the relevance of the law and grace. The results of the discussion found several things: First, the assumption that Paul abolishes the law is not correct. Paul did not abolish the Law in a period of grace. Second, the law still relevant in the church today. Jesus fulfill the law for believers, so that believers can do the latter by the power of the Holy Spirit. And keep in mind that God has put His laws are no longer in tablets of stone dead, but in the mind of his people. Third, the law has a unique role and functions in the day of grace. The Law was God's will for believers because it still remains a self-revelation of God.Recommended for ministers, pastors, and teachers of theology seriously investigate the truth about the existence of the law in the church today, so that people are not confused by every falseteaching. Abstrak Indonesia Sudah lama sekali, gereja berdebat tentang penerapan hukum kepada orang percaya hari ini. Beberapa tokoh menemukan kasih karunia tidak lagi relevan di gereja. Tetapi beberapa pemimpin Kristen berpendapat sebaliknya, dengan mengatakan bahwa hukum masih relevan dan harus dilakukan. Namun, sekarang ini banyak tafsir yang tidak benar tentang teologi Paulus tentang penerapan hukum dalam masa kasih karunia. Penafsiran yang salah dari ayat-ayat yang diambil dari surat-surat Paulus menyebabkan umat Tuhan menjadi bingung. Oleh karena itu, diperlukan penafsiran yang tepat melalui proses penafsiran Kitab Roma 2-8, sehingga terjadi penafsiran hukum yang benar dalam masa rahmat.Dari latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini difokuskan untuk mempertajam pemahaman tentang permasalahan terkait penerapan anugerah di gereja saat ini. Peneliti menggunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikannya. Kemudian penulis melakukan studi tafsir yang terdiri dari analisis observasional, analisis tekstual, analisis struktural, analisis gramatikal, analisis leksikal, analisis historis atau konseptual, analisis teologis dan analisis eksegetik Roma 2-8. Tujuan dari studi ini adalah yang pertama, untuk memahami keterkaitan antara hukum dan rahmat; kedua, memahami keunikan teologi Paulus dalam menjelaskan penerapan hukum dalam masa kasih karunia; Ketiga, menyelidiki eksegesis yang berarti bagian-bagian dari Surat Paulus kepada Roma pasal 2-8 yang membahas relevansi hukum dan kasih karunia.Hasil diskusi menemukan beberapa hal: Pertama, anggapan bahwa Paulus menghapus hukum adalah tidak tepat. Paulus tidak menghapus Hukum dalam masa kasih karunia. Kedua, hukum masih relevan di gereja saat ini. Yesus menggenapi hukum untuk orang percaya, sehingga orang percaya dapat melakukan yang terakhir dengan kuasa Roh Kudus. Dan perlu diingat bahwa Tuhan telah meletakkan hukum-hukum-Nya tidak lagi di loh batu mati, tetapi di benak umat-Nya. Ketiga, hukum memiliki peran dan fungsi yang unik di hari kasih karunia. Hukum adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya karena itu tetap merupakan wahyu Tuhan. Dianjurkan agar pendeta, pendeta, dan guru teologi menyelidiki dengan serius kebenaran tentang keberadaan hukum di gereja saat ini, agar masyarakat tidak dibingungkan oleh setiap kesalahan pengajaran.
Karakter Majelis Sebagai Pemimpin Jemaat Menurut 1 Timotius 3:8-10 Di Gereja GPPIK Maranatha Antan Pontianak Kalimantan Barat Julianus Zaluchu; Nita Ulansari
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 5 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO - September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.786 KB) | DOI: 10.33856/kerusso.v5i2.150

Abstract

A key word that is very important and often used in the sphere of Church life is the word 'ministry'. This word has a very deep meaning, not only because the word 'ministry' has its roots in and is rooted in Jesus Christ, whose whole life fully qualifies the meaning of service. But also by realizing that by and through the word 'ministry', the Church has emerged as a unique, unique and specific institution, which cannot be found in common with any other institution that has come together in the middle of history. In other words, the terminology of ministry has a close affinity for the church, although in recent developments the term ministry itself has been widely used in the life of non-ecclesiastical institutions. The presence of the churches in Indonesia is not a passive and meaningless presence. The presence of the church in Indonesia is a dynamic, active presence that moves, a presence that is directed to others, a presence that serves. The church will lose its meaning if its presence in the world becomes a passive, static, non-serving presence. Abstrak Indonesia Sebuah kata kunci yang sangat penting dan acapkali dipergunakan dalam ruang lingkup kehidupan Gereja adalah kata ‘pelayanan’. Kata ini mengandung makna yang sangat dalam, bukan saja oleh karena kata ‘pelayanan’ bersumber serta berakar pada Yesus Kristus, yang keseluruhan hidup-Nya mengkualisasikan secara prima arti pelayanan. Tetapi juga dengan menyadari bahwa oleh dan melalui kata ‘pelayanan’ itu, Gereja telah tampil sebagai sebuah intitusi yang khas, unik dan spesifik, yang tak bisa dicari kesamaannya dengan intitusi lain yang bersama-sama hadir di tengah-tengah sejarah. Dengan kata lain, terminologi pelayanan memiliki ketertarikan erat dengan gereja,walaupun dalam perkembangan terakhir istilah pelayanan itu sendiri, telah banyak dipergunakan dalam kehidupan lembaga-lembaga non gerejawi. Kehadiran gereja-gereja di Indonesisa bukanlah kehadiran yang pasif dan tanpa makna. Kehadiran gereja di bumi Indonesia justru merupakan sebuah kehadiran yang aktif dinamik, yang bergerak, kehadiran yang terarah bagi orang lain, kehadiran yang melayani. Gereja akan kehilangan maknanya jika kehadiraanya di tengah dunia menjadi kehadiran pasif, yang statis, yang tidak melayani.

Page 5 of 13 | Total Record : 127