Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan (JHEK)
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan adalah jurnal hukum open-access-peer-reviewed yang berafiliasi dengan Magister Hukum Universitas Hang Tuah dan diterbitkan oleh Universitas Hang Tuah. Jurnal ini bertujuan untuk menjadi wadah bagi para sarjana dan praktisi hukum untuk menyumbangkan gagasan-gagasannya yang dihasilkan dari penelitian hukum dan etika kesehatan serta artikel-artikel konseptual untuk disebarluaskan kepada publik untuk perkembangan hukum Indonesia. Itu diterbitkan dua kali setahun pada bulan Maret dan September. Ruang lingkup pasal-pasal tersebut menyangkut masalah hukum dan etika kesehatan yang meliputi Hukum Kesehatan, Hukum Maritim, Hukum Internasional, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha, Hukum Kesehatan Masyarakat, dan Yurisprudensi.
Articles
6 Documents
Search results for
, issue
"VOLUME 2 NOMOR 2"
:
6 Documents
clear
Analisis Penegakan Hukum Terhadap Hak-Hak Anak Yang Melakukan Pungutan Liar (Studi Pada Lembaga Perlindungan Anak Lampung Tengah)
Dendy Achber Djosya S. Raya Dendy;
Risti Dwi Ramasari
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.31
Tindak pidana yang dilakukan anak merupakan masalah serius yang dihadapi setiap Negara. Di Indonesia masalah tersebut banyak diangkat dalam bentuk seminar dan diskusi yang diadakan oleh lembaga pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Tujuan penelitian Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor yang mempengaruhi anak yang melakukan pungutan liar dan menganalisis bentuk penegakan hukum terhadap hak-hak anak yang melakukan pungutan liar. Metode penelitian menggunakan penelitian normatif empiris. Anak merupakan manusia muda dalam umur muda sebagai makhluk sosial yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru sering kali ditempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidak memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya. Pungutan liar suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki dan menyalahgunakan suatu kewenangan tertentu dengan mengharap sebuah imbalan dengan menyalahi aturan hukum sehingga menimbulkan akibat moril dan materill bagi orang lain, pungutan liar diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Turut Melakukan Penggelapan Karena Adanya Hubungan Kerja
Rahmad Roziwan Rahmad
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.33
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses Hukum. Tujuan penelitian untuk menganalisis Kualifikasi turut melakukan tindak pidana Penggelapan Karena Adanya Hubungan Kerja dan menganalisis Pertanggungjawaban pidana pelaku turut melakukan tindak pidana Penggelapan Karena Adanya Hubungan Kerja. Metode penelitian yuridis normatif. Hasil dan pembahasan “turut melakukan” tindak pidana dengan “membantu melakukan” tindak pidana. Dalam “turut melakukan” ada kerja sama yang disadari antara para pelaku dan mereka bersama-sama melaksanakan kehendak tersebut, para pelaku memiliki tujuan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Sedangkan dalam “membantu melakukan”, kehendak dari orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri. Jika anda merasa tidak melakukan tindak pidana turut serta dalam penggelapan dan/atau penipuan anda tidak perlu risau karena untuk dapat menyatakan seseorang sebagai pelaku kejahatan penipuan.
IMPLIKASI SERTIFIKAT VAKSIN CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) TERHADAP PELAYANAN PUBLIK
Rachman Maulana Kafrawi
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.49
Munculnya Perpres 14 Tahun 2021 membuat kontroversi di masyarakat, pelaksanaan pelayanan publik kini telah memberikan kebimbangan kepada masyarakat. Masyarakat yang tidak memiliki atau tidak bisa menunjukkan bahwa telah tervaksinasi, secara terang-terangan ditolak oleh tempat pelayanan publik dan tidak dapat mengurus kepentingan masyarakat tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Implikasi Sertifikat Vaksin Coronavirus Disease (Covid-19) Terhadap Pelayanan Publik dan upaya hukum bagi masyarakat yang tidak memiliki sertifikat vaksin COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah Sertifikat vaksin COVID-19 layak menjadi syarat administrasi dan merupakan bentuk iktikad baik pemerintah, namun akuntabilitas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah belum sepenuhnya dapat dikatakan maksimal. Upaya hukum bagi masyarakat yang tidak memiliki sertifikat vaksin COVID-19 yang akan melakukan kegiatan pelayanan publik dapat dilakukan melalui jalur non-litigasi maupun jalur litigasi. Upaya non-litigasi disarankan terlebih dahulu untuk dilakukan yaitu dengan menelaah dan memahami secara cermat maksud pemerintah dalam putusan tersebut, namun jika memang belum mendapatkan titik terang maka dapat mengajukan tindakan litigasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau dapat mengajukan judicial review kepada MA atau MK.
PENGATURAN KEPEMILIKAN ATAS RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Sandy Mulia Arhdan
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.55
Hukum Pertanahan Nasional menyatakan bahwa hubungan hukum antara orang baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA), serta perbuatan hukumnya terkait dengan tanah khususnya kepemilikan atas rumah susun oleh WNA tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, akan tetapi status hak atas tanah oleh WNA yang berkedudukan di Indonesia hanya diberi hak pakai. Pasal 144 ayat (1) huruf c UU Cipta Kerja jo. Pasal 67 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 mengatur bahwa hak milik atas Satuan Rumah Susun dapat diberikan kepada orang asing. Hal ini berarti terdapat perluasan status kepemilikan atas rumah susun yang semula status hak pakai kemudian diperluas menjadi status hak milik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami tentang ketentuan pengaturan hukum kepemilikan atas rumah susun oleh WNA berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 dan UU Cipta Kerja . Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis-normatif didukung jenis pendekatan analisa konsep hukum dan perundang-undangan serta menggunakan teknik oanalisa obahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer adalah ketentuan perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder conseptual aproach yang berkaitan dengan kepemilikan atas rumah susun oleh WNA. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 memuat pasal-pasal yang belum mampu menjawab berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat masih rendah, misalnya terkait larangan kepemilikan tanah hak milik oleh Warga Negara Asing. Pada intinya adanya UU Cipta Kerja memberikan kejelasan dan mengatur dengan tegas pengaturan hukum terkait kepemilikan atas rumah susun oleh WNA.
Tanggung Gugat Rumah Sakit Atas Pelanggaran Dalam Pengelolaan Limbah Medis B3 Yang Dikerjasamakan Dengan Pihak Lain
Ratih Enggal Siswanti
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.56
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar tanggung jawab rumah sakit terhadap limbah medis B3 yang dihasilkannya dan tanggung gugat rumah sakit atas limbah medis B3 yang dikerjasamakan dengan pihak lain (pihak pengelola limbah medis B3. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan conceptual approach dan statute approach. Menganalisis peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan rumah sakit terlepas beban tanggung jawab yang diakibatkan pelanggaran pihak lain (pihak pengelola limbah medis B3) dalam hal pengangkutan, pengelolaan, penimbunan, dan dumping limbah medis B3 yang tidak sesuai kesepakatan bersama. Melakukan pengamatan terhadap rumah sakit karena keterikatan tersebut dan peraturan perundang-undangan yang menjerat rumah sakit karena pengelolaan limbah medis B3 yang tidak sesuai regulasi. Memahami pengaturan sanksi Administrasi terhadap pengelola limbah medis B3 yang melakukan pelanggaran dalam pengelolaan limbah medis B3 dan cara antisipasi rumah sakit agar terhindar dari masalah tersebut.
Perbandingan Penegakan Hukum Pada Alur Lintas Kepulauan di Negara Indonesia dengan Filipina
Amadis Rasendhriya Yustiarachman
Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan VOLUME 2 NOMOR 2
Publisher : Faculty of Law- Hang Tuah University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30649/jhek.v2i2.57
Setiap negara khususnya negara kepulauan maupun negara pantai diberi kewenangan dan hak untuk mengelola wilayahnya termasuk laut, dan udara diatasnya serta sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Kewenangan dan hak dari negara kepulauan diatur dalam pasal 46 UNCLOS yang menjelaskan istilah dari negara kepulauan. Dalam hukum laut internasional setiap peserta tunduk kepada UNCLOS tahun 1982. Pasal 49 ayat 4 menyebutkan bahwa hukum laut tunduk pada rezim alur lintas kepulauan yang dimana telah diatur dalam UNCLOS tahun 1982. Alur lintas kepulauan merupakan suatu hak untuk melintas didalam wilayah suatu negara yang dimana melewati perairan kepulauan. Sekilas alur lintas kepulauan terlihat sama dengan lintas transit, tetapi lintas transit melalui selat sedangkan alur lintas kepulauan melalui perairan kepulauan. Alur lintas kepulauan dalam UNCLOS tahun 1982 diatur dalam pasal 53 yang dimana pasal tersebut menjelaskan hak-hak dalam alur lintas kepulauan seperti; melintasi perairan kepulauan baik kapal maupun pesawat secara terus menerus, larangan menyimpang 25 mil dari garis sumbu baik kapal maupun pesawat, hak menikmati alur lintas kepulauan dan ketentuan lain yang diatur dalam pasal 53 UNCLOS tahun 1982. Indonesia dan Filipina merupakan pelopor dari rezim konsep negara kepulauan dalam UNCLOS tahun 1982.