cover
Contact Name
Fatin Hamamah
Contact Email
focus@library-untagcirebon.ac.id
Phone
+6285351417897
Journal Mail Official
focus@library-untagcirebon.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum UNTAG Cirebon Jl. Perjuangan No.17, Karyamulya, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45131
Location
Kab. cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Focus: Jurnal of Law
ISSN : -     EISSN : 27745783     DOI : https://doi.org/10.47685/focus
Core Subject : Social,
FOCUS: Jurnal of Law merupakan Jurnal media komunikasi dan publikasi ilmiah diterbitkan dua kali setahun oleh Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon, menerima artikel hasil penelitian di bidang hukum diantaranya: Teori Hukum, Hukum Perdata, Hukum Administrasi, Hukum Indonesia, Hukum Filsafat, Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Agama, Filsafat Hukum dan lain-lain.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition" : 5 Documents clear
Kajian Hukum Tentang Kekuatan Alat Bukti Yang Dipublikasikan Oleh Seorang Ahli Di Luar Pemeriksaan Persidangan Dihubungkan Pasal 184 Kuhap Kasidin, Sunarko
FOCUS: Jurnal of Law Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.673 KB) | DOI: 10.47685/focus.v2i1.175

Abstract

Selama masa penyidikan dan peninjauan kembali, untuk kepentingan peradilan, penyidik ​​berhak mengajukan permintaan keterangan dari ahli. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 133 KUHAP yang memberi wewenang kepada penyidik ​​untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran forensik atau dokter atau ahli lainnya apabila keterangan ahli itu sangat diperlukan untuk kepentingan peradilan. Jika seorang ahli diperlukan untuk memberikan kesaksian, ahli tersebut membuat laporan atas permintaan penyidik. Hal ini ditegaskan dalam penafsiran Pasal 186 KUHAP yang bertujuan untuk meyakinkan majelis hakim agar memutuskan perkara tersebut harus berdasarkan alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 dan 183 KUHAP. Penulis melakukan penelitian dalam bentuk disertasi dan menemukan pertanyaan sebagai berikut: Apa kekuatan bukti yang diungkapkan di luar keluarga?Apa sanksi hukum atas pernyataan publik di luar keluarga yang melanggar asas praduga? Tidak bersalah. Analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah suatu metode yang bertujuan untuk menggunakan bahan hukum tingkat pertama, bahan hukum tingkat kedua dan bahan hukum tingkat ketiga untuk menggambarkan atau mendeskripsikan fakta berupa data. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh grafik perbandingan, karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara kekuatan alat bukti yang diterbitkan oleh ahli di luar pengadilan dengan hukum pembuktian di Indonesia melalui analisis berdasarkan Pasal 184 dan Pasal 183. Ketentuan Hukum Acara Pidana. Penulis menyimpulkan bahwa prosedur pembuktian keterangan ahli sebagai alat bukti menunjukkan bahwa ada dua pendekatan yang dapat dilakukan. Pertama, meminta keterangan ahli pada tahap penyidikan dan pemeriksaan, dan penyidik ​​akan membuat visum et repertum dan laporan lainnya sesuai dengan Pasal 133 KUHAP. Oleh karena itu keterangan ahli yang diatur dalam pasal ini dilakukan secara tertulis oleh penyidik. Cara kedua yang diatur dalam Pasal 179 KUHAP dan Pasal 189 KUHAP adalah dengan mewajibkan para ahli memberikan keterangan secara lisan secara langsung di pengadilan, oleh karena itu hakim harus berhati-hati, berhati-hati dan dewasa. Penilaian dan pertimbangan terhadap barang bukti dan nilai barang bukti yang dilarang untuk diedarkan ke publik dapat dikenakan sanksi pidana, seperti pengumpulan barang bukti (visum et repertum).
Kajian Hukum Tentang Dampak Keberadaan Prostitusi Terhadap Masyarakat Sekitarnya Di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon Dihubungkan Dengan Pasal 296 Kuhp fata, Izzul
FOCUS: Jurnal of Law Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.69 KB) | DOI: 10.47685/focus.v2i1.176

Abstract

Dalam rangka pemberantasan pelacuran yang ada di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon dapat dilaksanakan dengan bersama-sama baik kalangan instansi terkait, pemuda, tokoh masyarakat serta tokoh agama karena pelacuran merupakan gejala sosial dan salah satu penyakit masyarakat serta penyimpangan terhadap norma agama, norma hukum dan bertentang pula dengan kaidah hukum dan kaidah sosial. Maka bagi yang menyediakan tempat atau sebagai perantara sebagai mata pencaharian dapat dikenakan pasal 296 KUHP, tetapi bagi pelacurnya tidak ada undang-undangnya akan tetapi dalam pelaksanaannya bahwa yang dikenakan hanya seorang pelacurnya yang ditangkap apabila kena razia yang dilakukan oleh pihak Departemen Sosial Kabupaten Cirebon bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam kaitannya dengan uraian tersebut di atas, permasalahan yang penulis angkat dalam artikel ini adalah Bagaimanakah pengaturan tentang pelacuran tersebut dalam kaitannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Bagaimanakah dasar hukumnya bagi pelacur atas tindakan preventif dan represif dalam usaha rehabilitasi dan mensosialisasikan para tuna susila tersebut. Maka Penulis dalam membahas permasalahan yang telah penulis mengidentifikasikan diatas, penulis telah mengadakan penelitian dengan mengumpulkan data dengan metode deskriptif analisis yaitu berdasarkan aturan dan perundang-undangan yang berlaku serta dapat dipadukan dengan teori yang ada di lapangan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan dan dapat sebagai acuan apabila masyarakat maupun mahasiswa untuk mengadakan penelitian. Oleh karena itu setelah penulis mengadakan penelitian di lapangan, penulis dapat menyimpulkan permasalahannya yang ada dalam artikel ini adalah pelacuran harus diberantas karena merupakan gejala sosial yang negatif merupakan penyakit masyarakat yang melanggar kaidah agama, hukum serta kaidah sosial. Sampai saat ini pelacur tidak tersirat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tetapi bagi yang menyediakan tempat dan sebagai mata pencaharian maka yang demikian dapat dikenakan pasal 296 KUHP. Hal ini bagi instansi terkait harus terpadu dalam melakukan operasi terhadap pelacuran apabila tidak terpadu para pelacur akan berleluasa melakukan aktifitasnya dan dapat mengganggu kepentingan bersama terutama pada generasi muda dan masyarakat sekitarnya khususnya di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon, karena pada saat ini Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam melakukan razia yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja, Departemen Sosial dan Kepolisian selalu tidak membuah hasil dan sampai saat ini para pelacur selalu tumbuh dan berkembang di Kabupaten Cirebon khususnya di Kecamatan Kapetakan bagaikan jamur pada musim penghujan.
Pencurian Uang Pada Rekening Bank Dengan Media Internet (Analisis Kasus Pasal 362 Kuhp Jo Undang-Undang Ri Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik) Hamamah, Fatin; Apriyanti, Yanti
FOCUS: Jurnal of Law Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.291 KB) | DOI: 10.47685/focus.v2i1.177

Abstract

Globalisasi memberikan banyak dampak salah satunya adalah bekembangnya teknologi seperti internet yang kita rasakan saat ini. Media Internet yang memberikan kemudahan kehidupan kita seperti kegiatan operasional bank yang bisa diakses melalui internet. Namun, penggunaan internet pada bank juga mempunyai dampak negatif salah satunya adalah pencurian melalui media internet dengan berbagai macam kasus. Berdasarkan uraian diatas peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana Hal ini dapat dilihat dari Pasal 362 KUHP jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan bagaimana pembuktian tindak pidana pencurian dana di media internet dalam suatu tindak pidana. Pembukaan rekening bank di media internet melalui teknologi informasi. Penulis mengambil pendekatan normatif, yaitu berdasarkan hukum pidana empiris Indonesia, dengan fokus pada pengaturan tentang tindak pidana pencurian dana melalui rekening bank dengan fasilitas internet. Hasil penelitian ini adalah tindak pidana pencurian rekening bank media internet berdasarkan Pasal 362 KUHP dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. dari bank-bank di Indonesia.Hukum terhadap kerupuk. Untuk tindak pidana pencurian dana rekening bank melalui teknologi informasi dengan menggunakan media jaringan digunakan alat bukti elektronik untuk melengkapi alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP alinea pertama.
Pembuktian Tindak Pidana Aduan Antara Suami Dan Istri Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sukama, Sukama
FOCUS: Jurnal of Law Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47685/focus.v2i1.178

Abstract

Kekerasan dalam rumah tangga sering kali terjadi dalam sutau keluarga. Banyak faktor yang ditimbulkan dan akibat dari kekerasan rumah tangga tersebut. Tidak sedikit aduan tentang hubungan suami istri. berdasarkan uraian diatas penulis bertujuan ingin mengetahui bagaimanakah sistem pembuktian yang diterapkan dalam tindak pidana aduan yang terjadi antara suami dan isteri dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan kendala-kendala apa saja yang mempersulit atau menghambat sistem pembuktian dalam tindak pidana aduan yang terjadi antara suami dan isteri. hukum. Kegiatan penelitian hukum tersebut berpedoman kepada metode penelitian sebagai standard baku dalam melakukan suatu penelitian hukum. Metode penelitian hukum yang penulis pergunakan adalah metode penelitian yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini adalah Sistem pembuktian dalam kasus tindak pidana KDRT yang merupakan tindak pidana aduan yang terjadi antara suami-isteri di Kabupaten Serang Provinsi Banten, Pengadilan masih menerapkan sistem pembuktian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu harus ada minimal 2 (dua) alat bukti. Sehingga banyak kasus-kasus KDRT yang tidak dapat diajukan ke Penuntut Umum karena kurangnya pembuktian yang akhirnya diselesaikan secara perdata (damai), tanpa diproses ke Pengadilan. Kendala-kendala yang mempengaruhi atau menghambat dalam sistem pembuktian dalam tindak pidana aduan yang terjadi antara suami isteri dalam rumah tangga adalah Lambatnya proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap tindak pidana aduan yang terjadi antara suami dan isteri yang mengakibatkan hilangnya alat bukti.
Analisis Yuridis Kepemilikan Tanah Pertanian Secara Absentee Dihubungkan Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Dan Permasalahannya Di Kabupaten Cirebon Marhendi, Marhendi
FOCUS: Jurnal of Law Vol 2 No 2 (2021): Focus: October Edition
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Augustus 1945 Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.848 KB) | DOI: 10.47685/focus.v2i1.179

Abstract

Tanah bagi masyarakat kita memiliki makna yang dimensional dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan, secara politis sebagai budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya dan tanah bermakna sakral karena berurusan dengan waris. Maka UUPA menetapkan bahwa pemilik tanah pertanian secara absentee dilarang kecuali yang berbatasan kecamatan antara kecamatan tempat tinggal pemilik tanah dengan kecamatan letak tanah. Tanah absentee dan tanah kelebihan dari batas maksimum diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan, sebagai pelaksanaan dari pada ketentuan tersebut telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 56 PRP. Tahun 1960 tentang penetapan Luas Tanah Pertanian. Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi, yang diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964. Berdasarkan latar belakang penelitian yang ada dirumuskan identifikasi seperti apakah penerapan peraturan yang mengatur tanah absentee di Kabupaten Cirebon dapat dilaksanakan; Apa yang menjadi hambatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam melaksanakan peraturan yang mengatur tanah absentee. Dengan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisis secara deskriptif analitis, melalui teknik pengumpulan data Kepustakaan (Library Research), dan teknik lapangan (Field Research), dan disajikan dalam sistematika pembahasan bab per bab, Dengan kesimpulan; Penerapan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepemilikan tanah pertanian secara absentee atau disebut juga dengan istilah tanah guntai, pada implementasinya di Kabupaten Cirebon, mengalami banyak hambatan, karena banyaknya faktor penyebab yang menghambat pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Ada revisi terhadap peraturan perundang-undangan bidang pertanahan dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pertanahan tidak dijalankan, baik sebelum maupun sesudah diundangkannya peraturan perundang-undangan dimaksud. Penulis akan menyimpulkan permasalahan adalah tanah batas maksimum yang dikuasai oleh pemerintah dan dibagi kepada masyarakat setempat untuk kepentingan kesejahteraan para petani sehingga tanah mempunyai fungsi sosial dan dapat dimiliki oleh pejabat pegawai apabila sebelum pemilikan tanah tersebut sudah ada pada tanggal 24 September 1961 tetapi sesudah tanggal tersebut dilarang untuk dimiliki atau memindahkan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 b Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964.

Page 1 of 1 | Total Record : 5