cover
Contact Name
Rosid Bahar
Contact Email
rosidbahar@gmail.com
Phone
+6282111688459
Journal Mail Official
mahadaly@idrisiyyah.ac.id
Editorial Address
Pagendingan, Jatihurip, Kec. Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat 46153
Location
Kab. tasikmalaya,
Jawa barat
INDONESIA
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam
Published by Ma'had Aly Idrisiyyah
ISSN : -     EISSN : 28082044     DOI : https://doi.org/10.58572/hkm.v1i2
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam provides an international scholarly forum for research on Sufism, Tariqa, Islamic Philosophy, Islamic Theology, and Islamic Thought. Taking an expansive view of the subject, the journal brings together all disciplinary perspectives. It publishes peer-reviewed articles on the historical, cultural, social, philosophical, political, anthropological, literary, artistic, and other aspects of Sufism, Tariqa, Islamic Philosophy, Islamic Theology, Islamic Thought in all times and places. By promoting an understanding of the richly variegated Sufism, Tariqa, Islamic Philosophy, Islamic Theology, and Islamic Thought in both thought and practice and in its cultural and social contexts, the journal aims to become one of the leading platforms in the world for new findings and discussions of all fields of Islamic studies.
Articles 71 Documents
Dimensi Tarbiyyah Rūhiyyah dalam Ilmu Tasawuf Luqman Al Hakim
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 (2021): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.747 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v1i2.5

Abstract

Pendidikan Islam formalistic belum cukup untuk mencerdaskan umat dari segi spiritualitas dan mentalitas. Pendidikan yang parsial melahirkan problematika kehidupan yang baru. Problematika umat bagaikan benang kusut tidak akan dapat dipecahkan jika sebatas mengandalkan ijtihad. Akan tetapi membutuhkan petunjuk dan pandangan secara ruhani. Bimbingan Jibril kepada Nabi Saw, pada umumnya berbentuk ruhani. Sehingga tarbiyah rūhiyah, menjadi model bimbingan yang paling esensi dalam menghantarkan umat kepada substansi ajaran Islam. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan data kepustakaan. Dalam Beberapa tafsir al-Qur`an terdapat kisah bimbingan rūhaniah Nabi Ya`qub kepada anaknya Yusuf ketika di goda oleh Zulaikha. Demikian dalam atsar dijelaskan bimbingan rūhaniah Umar bin Khattab kepada pasukannya, dan bimbingan rūhaniah Nabi Saw kepada Utsman bin’Affan ketika ia dikhianati. Bimbingan rūhaniah Nabi Saw, telah dirasakan pula oleh seorang pembesar Tab’in, Uwais al-Qarni. Dalam sejarahnya ia tidak pernah dibimbing oleh Nabi Saw, secara lahirah akan tetapi meraih maqam kewalian yang tinggi. Demikian pula bimbingan rūhaniah Nabi Saw kepada para Mursyid hakiki dalam menerima tugas, petunjuk dan wirid. Tuliasan ini diharapkan dapat memperkenalkan konsep tarbiyah yang komprehensif dalam Islam, karena bimbingan rūhaniah tidak dibatasi ruang dan waktu.
Analogi dalam Interpretasi Wahdatul Wujud dan Implikasinya dalam Kehidupan Rizal Fauzi
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 (2021): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.821 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v1i2.6

Abstract

Istilah “Wahdatul wujud”, tidak pernah ditemukan dalam tulisan-tulian Ibn ‘Arabi, ia merupakan kesimpulan dari beberapa peneliti berkenaan dengan konsep wujud Tuhan dan alam menurut Ibn ‘Arabi.Wahdatul wujud, menurut sebagian besar Shufi adalah puncak kondis batin yang fanadan syuhud, sehingga yang disadari dan dirasakan hanyalah wujud al-Haqq. Menurut sebagian Ulama wahdatul wujud adalah konsep tauhid di kalangan Shufiyah, sehingga menjadi ajaran aqidah. Dalam memahami kedalaman konsep wahdatul wujud, penulis menggunakan pendekatan analogis. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pemikiran tokoh dengan meneliti kitab Fushuhs al-hikam, dan syarah-syarahnya. Sebagaimana biasa dilakukan oleh para Teolog dalam membuktikan keEsaan Tuhan, lewat entitas yang lainnya (siwallᾱh), Maka Ibn ‘Arabi dalam menjelaskan wujud Al-Haqq pun menggunakan perbandingan hakikat wujud alam (siwallᾱh). Pondasi konsep ini adalah hadis Nabi Saw,”Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya. Salah satu Interpetasidalam memahami wahdatul wujud, yaitu wujud hakiki Tuhan adalah batin-Nya sedangkan zahir-Nya hanyalah cerminan atau bayangan-Nya yang bukanlah Dzat-Nya akan tetapi wujud makhluk-Nya yang bergantung kepada Allah SWT. Dengan analogiruh dan jasad manusia, dimana hakikat manusia adalah ruhnya sedangkan jasadnya hanyalah bungkus yang berbeda dengan ruh itu sendiri, akan tetapi menjadi satu kesatuan karena sangat dekat, akan tetapi tidak bercampur dan masing-masing memiliki perbedaan yang nyata. Dalam hal ini penulis mencoba mengintegrasikan pemahaman ‘ainiyyah(immanen) dan ghairiyyah dalam memahami wahdatul wujud. Hal ini disebabkan adanya dua pernyataan yang seolah bersebrangan dari Ibn ‘Arabi, antara tanzih(transenden)dan tasybih (imanen) Tuhan.
Peranan Pondok Pesantren Terhadap Pembentukan Karakter Anak Didik di Zaman Globalisasi Emi Sriwahyuni
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.193 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v2i1.8

Abstract

Karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang sudah ter-kena pengaruh ajar dalam sebuah pesantren memiliki unsur utama yaitu, kyai, santri, pondok, masjid dan kitab kuning. Pada masa era globalisasi ini pesantren masih tetap bertahan, malah peranan-pe-ranan pondok pesantren sangaatlah penting dalam menunjang dan membentuk karakter anak di karenakan semakin banyaknya penga-ruh dari luar masuk sehingga membuat pengaruh yang bersifat negatif pun sangat banyak apalagi dengan teknologi yang sangat canggih hari membuat krisis karakter yang terjadi namun tentunya tidak menghilangkan dampak positifnya juga. Penelitian ini bertu-juan untuk mengetahui peranan pondok pesantren terhadap pem-bentukan karakter anak di zaman globalisasi ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan menggunakan pengum-pulan data kemudian dianalisis mengunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan pondok pesanten terhadap karakter pembentukan karakter anak di masa sekarang sangatlah penting disebabkan di dalam pondok pesantren sangat kental sekali dengan ilmu agama sehingga dan agamalah petunjuk dan pembimbing dalam kehidupan yang sekarang dan yang akan datang. Adapun permasalahan yang timbul pada penelitian ini adalah bagaimana strategi pendidikan pondok pesantren dalam membentuk karakter anak. Kajian ini memfokuskan perhatiannya pada pondok pesantren terhadap pembentukan karakter anak.
Bermursyid Kepada Mursyid Yang Sudah Wafat Menurut Para Sadat Shufiyah Rizal Fauzi
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.301 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v2i1.9

Abstract

Menghilangkan amradh qalbiyah (penyakit hati) menurut para Ulama hukumnya wajib, dan tidak dapat dilakukan tanpa bimbingan Wali Mursyid. Sehingga mayoritas Ulama Salaf dan Khalaf menghukumi wajib mencari Mursyid zamannya yang tidak terputus silsilahnya dan berada dalam bimbingannya. Permasalahan muncul ketika suatu Tarekat tidak memiliki Mursyid yang meneruskan Mursyid sebelumnya, atau tidak meyakini adanya penerus dari Mursyid yang sudah wafat. Jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan dengan pendekatan kajian teks kitab-kitab tasawuf yang menjadi rujukan dikalangan ahli-ahli Tarekat tasawuf. Menurut Syaikh Ibn ‘Arabi, bahwa bermursyid kepada yang sudah wafat dan tidak lagi mencari Mursyid penggantinya maka tidak dikategorikan shuhbah kepada Mursyid dan sulit meraih bimbingannya secara paripurna. Menurut Ahmad Musthafa al-‘Alawi, mursyid yang masih hidup, wakil dari Rasulullah dan seluruh Mursyid sebelummya yang sudah wafat sehingga bermursyid kepada mursyid yang masih hidup akan memperolah bimbingan yang paripurna. Menurut Syaikh ‘Abdul Wahhab asy-Sya’rani, kewajiban bagi murid apabila Syaikhnya wafat untuk segera bermursyid kepada yang masih hidup untuk melanjutkan dan menambah bimbingan Mursyid sebelumnya. Berkata Syaikh Ahmad Tijani kepada murid-murid yang datang setelahnya dan berguru kepadanya “ketahuilah bahwa Allah menjadikan berdasarkan ilmunya yang terdahulu bahwa al-madad itu berlaku setiap zaman beserta ahli zamannya (mursyid zamannya), barang siapa yang merasa cukup dengan ucapan-ucapan Mursyid sebelumnya dari yang sudah wafat, maka hatinya akan di cap dengan terhijab dari wushul. Murid yang berguru kepada Mursyid yang sudah wafat kondisinya ada 3 macam: 1) menolak kepada Mursyid yang mendapat istikhlaf, maka dia ingkar kepada Mursyid zamannya, dan terhalang dari bimbingan Mursyid sebelumnya, 2) ragu kepada Mursyid yang melanjukan karena diduga keras tidak mendapatkan istikhlaf, penunjukan, atau wasiat dari Mursyid sebelumnya, 3) tidak mempercayai sama sekali yang mengklaim sebagai Mursyid pelanjut, maka wajib bagi murid yang ragu dan tidak percaya, untuk mencari dan bersandar kepada Allah untuk diperjumpakan dengan Mursyid zamannya.
Pertemuan Agung Filsafat dan Tasawuf Endang Syarif Hidayat
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.687 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v2i1.10

Abstract

Salah satu penyebab kemunduran islam adalah jauhnya umat islam dari pengetahuan filsafat dan tasawuf. Dampak dari menjauhi filsafat, umat islam mundur dalam pengetahuan sain, sehingga kebanyakan negara islam berada dalam posisi negara berkembang. Dampak dari menjauhi tasawuf, umat islam kesulitan merasakan ihsan, sehingga terhambat lahirnya ulama-ulama pewaris Nabi Muhammad Saw, yang suka di sebut para wali Allah yang ditakuti dan disegani manusia muslim maupun non muslim, karena limpahan karaomahnya. Tulisan sederhana ini, berharap dapat membangunkan tidur panjang umat islam, yang senantiasa membenturkan pengetahuan filsafat dan tasawuf, yang telah berlangsung lama, terutama semenjak dibenturkannya ulama – ulama yang menguasai filsafat dan tasawuf, seperti Imam Ghozali dan Ibnu Rusd dan lain-lain. Sehingga sampai saat ini jarang ditemukan, pengetahuan filsafat yang di kaji dalam pesantren yang mendalami tasawuf. Atau pengetahuan tasawuf, jarang ditemukan dalam kajian filsafat. Padahal dalam pengetahuan tasawuf, ada golongan yang disebut tasawuf falsafi. Semoga, tulisan sederhana ini dapat memberikan daya tarik kembali bagi umat islam untuk mendalami filsafat dan tasawuf.
Al-Attas Dan Istac Epitome Universitas Islam Untung Margono
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.118 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v2i1.11

Abstract

Universitas Islam merupakan replika manusia paripurna (al-insān al-kāmil). Manusia paripurna berkulminasi pada diri Rasulullah saw. selanjutnya pada diri para pewaris ilmunya. Penelitian beri-kut bertujuan untuk mengekspos ide serta konsep institusi pendidikan tinggi Islam (lit. al-jāmi‘ah al-islamiyyah) yang dipropos dan dirangkai bina oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Meng-gunakan pendekatan diskriptif kualitatif, tulisan ini menemukan bahwa: institusi pendidikan tinggi Islam harus memiliki visi, misi, dan objektif yang jelas di mana pada gilirannya dapat melahirkan manusia yang beradab. Oleh karenanya, rangkaian kurikulum yang komprehensif yang di dalamnya memuat kurikulum ilmu fardu ain dan ilmu fardu kifayah harus terbingkai.
The Concept Of “Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamā‘Ah” Revisited Baharudin Abdul Rahman
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.462 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v2i1.12

Abstract

Understanding about the meaning of “Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah” in the hadith which reads: "sa-Taftariqu 'Ummatī' alā Tsalātsatin wa Sab'īna Firqatin al-Nājiyatun Minhā Wāhidatan wa al-Bāqūna halkā," Qāla wa Man al-Nājiyah? Qāla: "Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah," Qīla wa Mā al-Sunnah wa al-Jamā‘ah ,? Qāla: "Mā Anā 'Alayhi wa Ashhābī" caused a polemic among Muslim scholars, not only among hadits scholars, but also among the kalām scholars. Using semantic analysis, this study found that the expression “ahl al-sunnah wa al-jamā‘ah” no longer refers to one of the groups of the kalām sect, it refers to those who follow the institutions of the prophet Muḥammad(may peace be upon him) and his shaḥābah. The breakers and heretics, they are no longer considered ahl al-sunnah wa al-jamā‘ah and gain salvation.
Paradoks Identitas Kaum Salafis Asep Ahmad Arsyul
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 (2021): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.412 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v1i2.13

Abstract

Pola keberagamaan kaum salafisme sejatinya menampakkan iden-titas keagamaan yang heterogen. Karenanya, pembacaan atas sala-fisme yang dilakukan oleh tulisan ini mutlak perlu dibedah melalui pendekatan ideologis dus sosiologis, mengingat kompleksitas anasir yang dikandung oleh salafisme sendiri. Kesimpulan awalnya seder-hana: (1) bahwa salafisme sebagai sebuah organisme yang hidup berkorespondensi dengan perilaku adaptif terhadap semua kategori sosial yang terus mempengaruhinya, baik secara negatif maupun positif, dan (2) salafisme sebagai sebuah doktrin sangat dominan menegasikan selain dirinya dari rumah besar al Firqah an Najiyah dan/atau Ahl Sunnah wal Jama’ah. Alih-alih menganggapnya sebagai mitra kerja potensial, malah memandangnya sebagai musuh ideo-logis yang – bilamana perlu–, harus dialienasi dari realitas kehi-dupan sosial. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis pergeseran makna salafisme yang dalam perkembangannya selalu menuai perdebatan klaimitas yang tak pernah selesai [contentious label]. Kecuali itu, pergumulan antar identitas salafisme dengan dimensi kehidupan sosio-politik yang mengiringinya menjadi penting untuk dikaji oleh artikel ini. Sisi lain yang tak kalah penting untuk dianalisis adalah relasi intra/inter personal yang dibangun oleh setiap varian iden-titas salafisme, berkaitan dengan pandangannya terhadap kelompok in group atau out group. Maka pertanyaan riset dari risalah ini adalah: Pertama, apa dan ba-gaimana makna salafisme sesungguhnya? Kedua, bagaimana ideo-logi salafisme menerjemahkan identitasnya ke dalam segmentasi kehidupan sosio-politik secara umum? Dan bagaimana pula posisi lain [the others] di dalam pandangan dunia kaum salafisme? Semen-tara itu, metode dan pendekatan riset yang digunakan dalam risalah ini sepenuhnya bersifat library research dengan beberapa pendekat-an historis, analisis deskriptif dan fenomenologis.
Syaikh Yusuf Makassar Penampakan Diri Tuhan Baharudin Abdul Rahman
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 (2021): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v1i2.14

Abstract

Di alam Melayu Indonesia, ide penampakan diri Tuhan (i.e., tajalli) dipadankan dengan martabat tujuh. Konsep iniberanjak dari sebuah prinsip ontologi (the principle of ontological movement) yang berasumsi bahwa pada diri Tuhan yang transenden (la ta'ayyun), terdapat sebuah "tekanan" (al-Karb) atau hasrat dan keinginan untuk diketahui. Tekanan ini kemudian terselesaikan melalui penampakan diri (ta'ayyun) yang terjadi dalam beberapa tahapan-tahapan manifestasi diri Tuhan (tajalliyat). Prinsip ontologi ini berpijak pada sebuah hadits qudsi yang berbunyi: "Aku adalah perbendaharaan tersembunyi. Tetapi, Aku ingin [karena cinta] untuk diketahui, maka Aku ciptakan ciptaan agar supaya Aku diketahui." Pijakan di atas menunjukkan adanya kesepadanan makna antara "penciptaan" (al-khalq) dengan "penampakan" (al-'ijtila) diri Tuhan, hal mana dapat dipahami bahawa segala sesuatu yang ada (maujud) atau totalitas semesta hanyalah merupakan agregasi dari manifestasi-manifestasi diri Tuhan. Penelitian ini menjadikan risalah al-MakassariTuḥfat al-Talib al-Mubtadi wa Minhat al-Salik al-Muhtadi sebagai literatur atau sumber utama dalam mengeksplor ide al-Makassari mengenai penampakan diri Tuhan ini. Yang demikian, karena karya tersebut lebih khusus membahas ide yang dimaksud.
Filsafat Pendidikan Al-Habib Alawy Al-Haddad Rosid Bahar
Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf dan Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 (2021): Hikamia
Publisher : Ma'had Aly Idrisiyyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.056 KB) | DOI: 10.58572/hkm.v1i2.15

Abstract

Pada dasarnya, konsep pendidikan Islam memiliki pengertian yang sangat luas. Bahkan para ilmuwan pun memiliki konsep yang berbeda-beda. Namun, penulis menemukan konsep pendidikan islam yang menarik dari Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengertian pendidikan islam, konsep ilmu dalam islam, dasar-dasar pendidikan islam dan tujuan pendidikan islam menurut Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad serta bermanfaat secara teoritis dapat memperkaya teori-teori konsep pendidikan islam dan memberikan gambaran bagi seluruh komponen pendidikan terutama Pendidikan Islam dalam menerapkan konsep Pendidikian Islam secara menyeluruh.Kerangka pemikiran dalam penelitian ini meliputi konsep pendidikan Islam yang terdiri dari pengertian pendidikan islam, konsep ilmu dalam islam, dasar-dasar pendidikan islam dan tujuan pendidikan islam menurut Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyah.Metode penelitiannya adalah studi pustaka. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi dan studi pustaka. Sumber datanya berupa sumber data primer dan sekunder. Jenis datanya berupa data kualitatif. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif analitik dengan langkah menginventarisir data, mengelompokan data sesuai tujuan dan rumusan masalah serta menarik kesimpulan.Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan islam menurut Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kitab Nashoihud Diniyah selaras dengan teori-teori yang diungkapkan oleh para pakar pendidikan islam baik dari segi pengertian, konsep ilmu, dasar-dasar pendidikan islam dan tujuan pendidikan islam.Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan islam menurut Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kitab Nashoihud Diniyah yang terdiri dari pengertian pendidikan islam yaitu proses mencari ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim sesuai dengan nilai-nilai islam demi tercapainya tujuan pendidikan islam yang hakiki, konsep ilmu dalam islam meliputi ilmu iman, ilmu islam dan ilmu ihsan, dasar-dasar pendidikan islam meliputi ayat qauliyah (Al-Qur’an dan As-Sunnah), ayat kauniyah (alam dan ciptaan Allah), ayat insaniyah (ijma), serta tujuan pendidikan islam yaitu terciptanya muslim yang takwa baik takwa duniawi maupun takwa ukhrawi.